Selasa, 30 November 2010

Berita-Berita Tentang Keistimewaan Yogyakarta



















Warga Yogya Akan Melawan

Pendukung keistimewaan Yogyakarta pro-penetapan marah dan bertekad melakukan perlawanan politik secara masif terhadap pemerintah pusat jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikukuh memaksakan konsep pemilihan gubernur dan wakil gubernur DI Yogyakarta dalam Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY.

Pendukung pro-penetapan siap menggelar sidang rakyat untuk menetapkan sendiri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur DIY.

Mereka yang Senin (29/11/2010) menyatakan dukungan penetapan gubernur dan wakil gubernur adalah Paguyuban Dukuh Se-DIY Semarsembogo di Yogyakarta, Paguyuban Kepala Desa dan Perangkat Desa se-DIY, Gerakan Semesta Rakyat Jogja (Gentaraja), Forum Komunikasi Seniman Tradisi Se-DIY, Parade Nusantara, komunitas Duta Sawala Dewan Musyawarah Kasepuhan Masyarakat Adat Tatar Sunda di Kuningan Jabar, pakar hukum tata negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) Hestu Cipto Handoyo, serta dua guru besar emeritus administrasi pemerintahan dan sosiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, Soetandyo Wignyosoebroto, dan Hotman Siahaan.

Sebelumnya, beberapa media memberitakan, terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat membuka rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (26/11/2010), menyatakan, nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun dengan nilai-nilai demokrasi.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X menyatakan, "Saya tidak tahu yang dimaksud dengan sistem monarki yang disampaikan pemerintah pusat. Pemda DIY ini sama sistem dan manajemen organisasinya dengan provinsi-provinsi yang lain, sesuai dengan Undang-Undang Dasar, UU, dan peraturan pelaksanaannya."
"Apakah yang dimaksud monarki itu karena kebetulan Sultan menjadi gubernur?" tanya Sultan HB X kepada pers di kantor Gubernur Kepatihan, Yogyakarta, Sabtu (27/11/2010).

Sultan HB X menyatakan, bila ia sebagai Sultan dianggap pemerintah pusat mengganggu penataan pemerintahan di DIY terkait pemilihan atau penetapan gubernur DIY, Sultan akan mempertimbangkan kembali jabatan gubernur yang dijabatnya itu. "Kalau sekiranya saya dianggap pemerintah pusat menghambat proses penataan DIY, jabatan gubernur yang ada pada saya ini akan saya pertimbangkan kembali," katanya.

Sementara di tingkat nasional, mayoritas fraksi di DPR pusat pun beberapa waktu lalu telah menyatakan mendukung penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

Komunitas dan organisasi kemasyarakatan, para ilmuwan, serta politisi di DPR menilai pemerintah pusat selama ini -oleh kepentingan politik praktis- cenderung mengabaikan fakta sejarah nasional dan sumbangsih besar Yogyakarta bagi tegaknya Republik Indonesia muda ketika itu sehingga tetap lestari dan kokoh sampai sekarang.

Ketua Duta Sawala Dewan Musyawarah Kasepuhan Masyarakat Adat Tatar Sunda Eka Santosa mengatakan, proses pengangkatan Sultan HB X menjadi Gubernur DIY oleh rakyatnya merupakan kearifan lokal.
---------------------------------


Jangan Pertanyakan Keistimewaan Yogyakarta

kompas.com

Keistimewaan Yogyakarta tidak patut dipertanyakan lagi. Pemerintah pusat juga tidak sepatutnya menyebut Keraton Yogyakarta sebagai bagian dari monarki. "Mereka yang mempertanyakan keistimewaan Yogyakarta tidak mengerti sejarah dan sumbangsih Yogyakarta," kata sosiolog Hotman Siahaan dari Unair Surabaya, Senin (29/11/2010).

Menurut Hotman, menilai sistem pemerintahan di Provinsi DIY bersifat monarki jelas salah alamat. Kalau toh ada anggapan monarki, istilah itu dalam konteks simbolisasi kultural Jawa. Monarki itu jelas bukan monarki politik.

"Pemerintahan di Yogyakarta menerapkan semua prinsip demokrasi dan administrasinya seperti halnya provinsi lain. Karena itu, tidak tepat jika Presiden tidak segera mengesahkan keistimewaan Yogyakarta."
Senada dengan Hotman, pakar hukum tata negara UAJY Hestu Cipto Handoyo menilai Amanat 5 September 1945 menguatkan status keistimewaan DIY dari sisi hukum dan historis.

Mayoritas fraksi di DPR pun menyepakati penetapan Sultan HB dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DIY. Selain diinginkan rakyat, konstitusi juga telah menjamin keistimewaan sebuah daerah sehingga penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai kepala daerah bukanlah bentuk monarki politik.

Anggota Komisi II dari F-PDIP Arif Wibowo di Jakarta menyatakan, keistimewaan sebuah daerah sudah dijamin dalam konstitusi, tepatnya dalam Pasal 18 UUD 1945.

Sekretaris F-PAN Teguh Juwarno menambahkan, Pemprov DIY tidak menganut sistem monarki. Kedudukan Gubernur dan Wagub DIY sama persis dengan gubernur-wagub di daerah lain.

Sementara anggota Komisi II dari F-Partai Golkar Idrus Marhan mengatakan, seharusnya DIY tetap tunduk pada UU Pemerintahan Daerah, dan gubernur-wagub ditetapkan melalui pemilihan langsung dalam pilkada. ?Saya setuju dengan keistimewaan Yogya. Tetapi keistimewaannya itu pada budaya, bukan pada tata kelola pemerintahan,? katanya.

Namun, mantan anggota Komisi II DPR dari F-Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan keistimewaan Yogyakarta tidak boleh dihilangkan.

Sebelumnya, beberapa media memberitakan, terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat membuka rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (26/11/2010), menyatakan, nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun dengan nilai-nilai demokrasi.
------------------------------------------------


Pernyataan Yogya Monarki Menyakiti Rakyat

kompas.com

Mereka yang beranggapan bahwa monarki Yogyakarta bertentangan dengan demokrasi, telah menyakiti rakyat. Pernyataan seperti itu tidak sesuai dengan fakta sejarah.

"Yogyakarta telah menyelamatkan RI di masa-masa sulit tatkala penguasa negeri ini lahir saja belum. Saat baru berdiri, Republik hampir ambruk karena Belanda datang lagi. Sultan menawarkan ibu kota pindah ke Yogyakarta dan Republik terus berlanjut," papar guru besar emeritus administrasi pemerintahan dan sosiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, Soetandyo Wignyosoebroto, Senin (29/11/2010).

Sebelumnya, beberapa media memberitakan, terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat membuka rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (26/11/2010), menyatakan, nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun dengan nilai-nilai demokrasi.

Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah, Velix Vernando Wanggai, kepada Kompas kemarin mengemukakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam RUUK Keistimewaan Yogyakarta masih belum menetapkan peranan Sultan sebagai kepala daerah atau gubernur, atau tetap sebagai Sultan.

Prinsip yang dipegang Presiden Yudhoyono, kata Velix, adalah mewujudkan format dan konstruksi kelembagaan daerah yang arif guna menggabungkan warisan tradisi Keraton dengan sistem demokrasi yang telah berkembang selama satu dekade di era reformasi ini.

"Karena itu, tidak ada maksud untuk membenturkan konteks sejarah dan tradisi dengan sistem demokrasi dan hukum," ujar Velix.

Namun Sultan Hamengku Buwono X justru mempertanyakan draf  RUUK DIY yang diajukan pemerintah kepada DPR, apakah itu justru bukan bernapaskan sistem monarki? Ia menunjukkan, di dalam draf RUUK DIY itu, Sultan HB X dan Paku Alam yang bertakhta akan menduduki jabatan baru, yaitu Parardhya, yang memiliki beberapa kewenangan khusus.

"Di dalam draf RUUK pemerintah, Sultan dan Paku Alam ada di dalam institusi Parardhya, yang mendapatkan hak imunitas, ini berarti tidak bisa dijangkau hukum, apakah itu tidak bertentangan dengan konstitusi? Apakah itu demokratis atau malah monarki?" katanya.
--------------------------------------------



Sultan Siap Bertemu Presiden

www.seputar-indonesia.com 

Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan siap bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menyelesaikan polemik keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menurut Sultan,semakin cepat polemik diselesaikan, akan semakin baik bagi masyarakat Yogyakarta. Sejauh ini Sultan merasa pemerintah pusat belum menunjukkan inisiatif untuk membicarakan masalah keistimewaan dengannya selakurajaKeraton Yogyakartasebagai pihakyangnantinya akanmerasakan imbas jika Rancangan Undang- Undang Keistimewaan (RUUK) disahkan. "Silakan saja (bertemu), tidak ada masalah," ujar Sultan di Kepatihan, Yogyakarta, kemarin.

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha,saat dikonfirmasi, mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada kepala daerah atau gubernur, termasuk Gubernur DIY Sultan HB X, yang akan menyampaikan audiensi kepada Presiden. Bila memang Sultan akan bertemu Presiden untuk membahas mengenai RUU DIY, sebaiknya niat itu disampaikan terlebih dulu melalui jalur formal.

Mantan dosen Universitas Indonesia ini mengatakan, saat ini pemerintah sedang berupaya sekuat mungkin untuk memberikan kebaikan bagi masyarakat dan Pemerintah DIY dalam penyelesaian RUUK DIY. Kamis lusa Presiden SBY akan kembali menggelar rapat terbatas dan mendengarkan penjelasan dari Mendagri. "Kepala Negara telah meminta Mendagri untuk hati-hati dalam menyelesaikan wacana ini," katanya. Sebelumnya Presiden SBY dan Sultan terancam terlibat konflik panjang dalam penyelesaian RUUK.

Dalam rapat kabinet terbatas Jumat (26/11),Presiden SBY menyatakan pemerintah akan mencari format keistimewaan Yogyakarta agar tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan nilai-nilai demokrasi.Menurut Presiden,tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Menanggapi pernyataan itu, Sultan menyatakan akan mempertimbangkan kembali jabatannya selaku Gubernur Yogyakarta jika posisinya dianggap mengganggu proses penataan provinsi itu.

Sultan pun mempertanyakan maksud sistem monarki yang disampaikan Presiden.Sebab selama ini Pemerintah Provinsi DIY menggunakan sistem yang sama seperti pemerintah provinsi lain,yakni berdasarkan UUD 1945, undangundang, dan peraturan lainnya. Sultan sendiri menilai pemerintah belum menunjukkan sikap jelas karena hingga saat ini RUUK Yogyakarta belum juga diserahkan pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Lalu Sultan kembali menegaskan posisinya bahwa pilihan mekanisme pengisian jabatan gubernur DIY mutlak sepenuhnya di tangan rakyat."Pemilihan atau penetapan itu tanya masyarakat. Itu hak masyarakat, kedaulatan di tangan rakyat," ujarnya. Di lain pihak,Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin mendesak pemerintah pusat menuntaskan kembali pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta.

"Sebaiknya pemerintah pusat dan Pansus membahas kembali RUU Keistimewaan Yogyakarta yang sempat tertunda pada periode lalu. Jika RUU ini diselesaikan,tentu bisa mengakomodasi aspirasi masyarakat Yogyakarta," ungkapnya.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) ini menilai perdebatan soal Yogyakarta menganut paham monarki atau tidak tak perlu dipersoalkan karena tidak akan menyelesaikan masalah. Dia menegaskan bahwa posisi Sultan sebagai kepada daerah DIY hanya menjalankan tugas, peran, fungsi, dan kewajiban sebagaimana kepala daerah lain.

"Yang membedakannya hanyalah tata cara pemilihannya," ujarnya kemarin. Ade lantas menuturkan,secara historis sistem pemerintahan Yogyakarta harus dilihat dari Amanat Sri Sultan HB IX dan Amanat KGPAA Paku Alam VIII pada 5 September 1945 yang berisi bahwa Yogyakarta dan Pakualaman bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dan menjadi bagian dari NKRI. Amanat tersebut ditandatangani Bung Karno.Menurut dia, amanat memberikan kesan ada hubungan langsung antara pemerintah pusat dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) DPR Teguh Juwarno meminta pemerintah bisa menyerap aspirasi masyarakat setempat terkait dengan mekanisme suksesi di DIY tersebut."Pemerintah hendaknya mempertimbangkan opsi referendum untuk mengetahui aspirasi masyarakat Yogyakarta," kata Teguh di Gedung DPR kemarin.

Menurut dia, opsi referendum perlu diambil untuk mengetahui secara pasti aspirasi masyarakat Yogyakarta agar tidak salah dalam membuat keputusan terkait pembahasan RUUK.Referendum yang akan dilakukan pemerintah juga harus dibuat opsi dan perimbangannya secara jelas,apakah suksesi di Yogyakarta akan dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung atau mekanisme pemilihan seperti di daerah lain.

Reaksi Masyarakat

Pernyataan Presiden SBY juga memicu reaksi masyarakat Yogyakarta. Paguyuban Dukuh Se-DIY Semar Sembogo dan Paguyuban Kepala Desa Se-DIY,Ismoyo mengancam akan mengerahkan massa dalam jumlah besar untuk berpawai mendukung penetapan raja Keraton Yogyakarta sebagai gubernur DIY.

Ketua Paguyuban Dukuh DIY Semar Sembogo, Sukiman, menandaskan bahwa sejak berdirinya keraton Yogyakarta hingga zaman pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak pernah terjadi pemilihan pemimpin Yogyakarta. Bagi mereka,hanya ada satu cara untuk mengisi jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY, yaitu menetapkan pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paku Alam.

Semar Sembogo dan Ismoyo juga akan mematangkan konsep penyelenggaraan kongres rakyat untuk mendukung keistimewaan. Menurut Sukiman, kongres digelar karena ada indikasi pemaksaan dari pemerintah pusat untuk menggunakan pemilihan sebagai mekanisme pengisian jabatan gubernur. Kongres ini adalah upaya legalisasi Sultan dan Sri Paku Alam sebagai gubernur dan wakil gubernur versi rakyat.

Pernyataan Presiden SBY juga mendapat respons sejumlah kepala daerah di provinsi tersebut.Wali Kota Yogyakarta Herry Zudianto bukan kurang sependapat dengan filsafat kebijakan yang dilontarkan oleh SBY,tapi dia berterus terang tidak sepaham mengenai penilaian yang lebih cenderung bersifat personal.
"Saya kurang sependapat dengan assessmentyang lebih ke person itu. Dan mengenai filsafat kebijakan pemerintah sendiri harusnya didiskusikan terlebih dulu," ujarnya.

Bupati Sleman Sri Purnomo dengan tegas akan mendukung penuh segala keputusan warga Sleman soal keistimewaan DIY. "Saya pun berharap, apa yang menjadi pemikiran warganya, juga dapat menjadi masukan dalam pembahasaan keistimewaan DIY di pusat," kata Sri Purnomo kemarin.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Gunungkidul Badingah juga tetap akan mendukung langkah politik yang dilakukan Sultan, termasuk tawaran referendum. "Jika perlu tawaran referendum dari Ngarso Dalem dilakukan. Ini demi munculnya aturan yang benar-benar sesuai dengan keinginan warga yang akan menerima aturan tersebut," beber Badingah.
---------------------------------------------



SBY - Sultan Terancam Konflik

www.seputar-indonesia.com

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sri Sultan Hamengku Buwono X terancam konflik panjang dalam penyelesaian Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Konflik ini ditakutkan membuat substansi persoalan keistimewaan menjadi kabur.

Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana mengatakan, konflik kedua tokoh bangsa ini tampak sangat personal. Di tingkat masyarakat muncul persepsi ada pertentangan meruncing antara SBY dan Sultan.

"Pernyataan Presiden SBY tentang keistimewaan DIY menyempitkan persoalan menjadi hanya kontradiksi antara sistem pemerintah monarki dan demokrasi. Pernyataan ini dibaca banyak pihak, termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai pernyataan yang sangat personal karena mempersoalkan eksistensinya sebagai pimpinan daerah," kata Dwipayana kepada SINDOkemarin. Sebelumnya, dalam rapat kabinet terbatas, Presiden SBY mengingatkan tidak boleh ada suatu sistem monarki yang bisa bertabrakan dengan demokrasi.

Pernyataan ini dibalas Sultan bahwa Provinsi DIY bukan pemerintahan monarki sebagaimana diungkapkan Presiden.Menurut Sultan,Provinsi DIY ini sama dengan sistem organisasi manajemen provinsi lain. Dwipayana memaparkan,keistimewaan DIY seharusnya dimaknai lebih luas pada kewenangankewenangan lain. Seperti pada bidang pertanahan, tata ruang, budaya, dan pendidikan.Argumentasi pemerintah menyempitkan makna keistimewaan menjadi sekadar rekrutmen pimpinan daerah saja.

"Itu terlalu menyederhanakan persoalan," ujarnya. Walau begitu, di balik isinya, dia melihat pernyataan Presiden menguak sikap politiknya untuk mendukung pemilihan sebagai mekanisme pengisian jabatan gubernur DIY. Selama ini sikap Presiden terkesan ditutup-tutupi dengan cara berlama-lama menggodok konsep RUUK Yogyakarta. Dia berkeyakinan soal substansi keistimewaan lebih penting untuk dibicarakan saat ini daripada perang antara Jakarta dan Yogyakarta yang diwakili pernyataan kedua tokoh tersebut.

Kolega Dwipayana, sosiolog Arie Sudjito, menyarankan masing-masing pihak mencari titik temu, bukan justru menciptakan kontroversi. Negosiasi tentang wacana keistimewaan DIY seharusnya dilakukan dengan cara elegan, tidak gaduh sehingga memancing reaksi publik berlebihan."Keduanya (SBY-Sultan) harus menjaga diri, mengurangi tensi 'bertarung' dan mencari titik temu," ujarnya.

Senada dengan Dwipayana, Arie Sudjito menekankan pentingnya pembahasan substansi keistimewaan. Seperti apa manfaat yang akan diperoleh rakyat daripada hanya ribut mempersoalkan mekanisme suksesi. "Saat ini baik Presiden maupun Sultan harus bisa menunjukkan sikap kebangsaan dan kenegarawanan. Di sinilah perlu kearifan dan kebijaksanaan," katanya.

Mendukung Penetapan

Kemarin muncul kritik terhadap pernyataan Presiden SBY bahwa tidak boleh ada suatu sistem monarki yang bisa bertabrakan dengan demokrasi. Koordinator Kawula Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sigit Sugito mengatakan, ada tiga aspek yang kurang dipahami oleh Presiden SBY saat menyebutkan DIY itu monarki. Sigit mempertanyakan sikap SBY yang bersikukuh dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang dianggap demokratis.

"Pertanyaannya adalah, jika mayoritas rakyat DIY itu aspirasinya menginginkan penetapan tapi pemerintah pusat menginginkan pemilihan, apakah itu disebut demokratis? Justru itu malah tidak demokratis," gugatnya. Menurut dia, Presiden juga salah jika menyebutkan Sultan itu sebagai simbol monarki yang dianggap tidak sejalan dengan demokrasi." Justru dalam kehidupan seharihari Sri Sultan sangat demokratis, sangat menghargai pluralisme dan keberagaman," ungkapnya.

Paguyuban pamong desa se- DIY, baik yang tergabung dalam Paguyuban Dukuh Semar Sembogo maupun Paguyuban Kepala Desa Ismoyo menilai Presiden SBY tidak memahami kultur dan keinginan warga DIY. Hal itu terutama tampak pada pernyataan Presiden soal penolakan terhadap sistem pemerintahan monarki. Ketua Paguyuban Kepala Dukuh Se-DIY Semar Sembogo, Sukiman, menegaskan bahwa letak keistimewaan DIY justru berada pada proses penetapan, bukan pemilihan.

Artinya, tidak benar jika DIY menganut sistem monarki dan bertentangan dengan UUD 45. "Jika nantinya gubernur DIY dengan pemilihan, seluruh kepala dukuh di DIY menyatakan sikap tidak akan menjadi panitia pemilihan," ancamnya. Di tempat terpisah,Ketua Paguyuban Kepala Desa Se-DIY Ismoyo, Mulyadi,berharap pemerintah pusat tidak memaknai sejarah DIY secara parsial. Nilai sejarah dan unsur budaya harus menjadi dasar untuk memahami keistimewaan DIY.

"Saya minta pemerintah pusat kembali membuka sejarah bergabungnya Ngayogyakarta Hadiningrat dengan NKRI," harapnya. Wakil Ketua DPRD DIY Janu Ismadi mengatakan, apa pun langkah yang diambil pemerintah pusat, DPRD DIY tetap mendukung penetapan jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY. Selain itu, DPRD juga mengharapkan RUU Keistimewaan DIY selesai tahun ini. Alasannya, 2011 merupakan tahun terakhir masa perpanjangan jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY.

Memahami Kesultanan


Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Vernando Wanggai membantah Presiden SBY tidak memahami kultur tatanan masyarakat, sosial budaya,sosiologis, dan konteks politik yang berkembang di Yogyakarta.Menurut dia, Presiden SBY sangat memahami sistem kesultanan Yogyakarta. "RUU Keistimewaan DIY tidak akan mengurangi keistimewaan Yogyakarta, bahkan akan semakin menguatkan unsur istimewa yang dimiliki Yogyakarta. RUU Keistimewaan justru akan semakin memperkuat pengaturan posisi keraton. Keraton akan lebih strategis dalam konteks kelembagaan pemerintahan dan pembangunan daerah," ujar Velix Wanggai dalam pernyataan yang diterima SINDO kemarin.

Presiden SBY memahami posisi kultural dan warisan tradisi, dan selanjutnya diakomodasi dalam konteks sistem hukum dan demokrasi saat ini. Karena itu, pernyataan Presiden SBY perlu dimaknai sebagai upaya pengakuan dan penghormatan warisan tradisi,kekhususan, dan kebudayaan keraton dalam konteks demokrasi.

Velix menambahkan, sejak awal posisi pemerintah diletakkan dalam tiga visi besar, yaitu mengakui dan menghormati sejarah keistimewaan DIY, pilar NKRI yang diamanatkan dalam UUD 1945, dan Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi. Keistimewaan Yogyakarta ini tidak hanya dimaknai secara sempit pada rekrutmen kepala daerah saja,

Tapi filosofi utamanya negara mengakomodasi prinsip keistimewaan Yogyakarta ke dalam sisi kewenangan yang luas dan kewenangan khusus, kelembagaan pemerintahan daerah yang menghargai warisan tradisi, keuangan daerah, kebudayaan, pertanahan dan penataan ruang, serta kehidupan demokrasi lokal. "Prinsipnya yaitu bagaimana mewujudkan format dan konstruksi kelembagaan daerah yang arif guna menggabungkan warisan tradisi keraton dengan sistem demokrasi yang telah berkembang," kata alumnus UGM itu.

---------------------------------------------------


Pekan Depan, Draf RUUK DIY Selesai

politikindonesia.com

Pemerintah menargetkan segera menyelesaikan draft Rancangan Undang-Undang (RUUK) Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pekan depan, draft RUU itu diharapkan selesai, untuk selanjutnya dapat dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Demikian hasil Rapat Terbatas Kabinet di Kantor Kepresidenan Jakarta, Jumat (26/11) yang diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Selain RUU DIY, pemerintah juga akan menyelesaikan draf revisi UU Pemerintahan Daerah, RUU Pemilihan Kepala Daerah dan RUU tentang Desa.

"RUU DIY ini masih sekali lagi dibahas ya. Saya juga sudah minta arahan kepada Presiden, beliau minta waktu untuk dibahas sekali lagi untuk pembulatan minggu depan," kata Gamawan.

Meski demikian, Gamawan menolak menjelaskan poin-poin dalam draf RUU DIY yang akan menyandingkan keistimewaan Yogyakarta dengan nilai-nilai demokrasi dalam pemilihan gubernur. "Nantilah ya. Minggu depan kita jelaskan secara utuh.?

Gamawan beralasan, karena masalah yang cukup sensitif, maka draft tersebut, baru akan dipublikasikan setelah rampung dibahas. ?Karena ini masalah sensitif, jangan dulu dipublikasikan," ujar Gamawan.

Dalam rapat kabinet terbatas membahas empat rancangan RUU yang dipimpin Presiden, sambung Mendagri, telah dibahas berbagai aspek menyangkut RUU DIY seperti aspirasi masyarakat, dinamika politik, dan amanah Undang-Undang Dasar (UUD)1945 .

"Minggu depan diputus. Minggu depan saya diminta memberi penjelasan secara utuh, kemudian ke DPR," ujarnya.

Gamawan menjelaskan dalam rapat dipimpin Presiden itu, pihaknya menyampaikan empat alternatif yang akan dimuat dalam RUU DIY. Namun, ia pun tidak bersedia menjelaskan empat pilihan itu. "Saya tadi menawarkan beberapa alternatif. Pertama pesan UUD seperti ini, saya sebutkan bagaimana di negara kesatuan, pesan pasal empat, pasal 18, kemudian kita buat beberapa alternatif. Ada empat alternatif," tuturnya.

Selain soal RUU DIY, sambung Gamawan, RUU tentang Desa juga masih membutuhkan finalisasi lebih lanjut. Terutama terkait status pegawai negari sipil (PNS) bagi pejabatnya. Semua desa menginginkan semua pejabatnya diangkat menjadi PNS. Padahal, jumlah desa di Indonesia mencapai 67 ribu. Artinya, jika seluruh pejabat desa jadi PNS berarti ada 280 ribu orang. ?Dana pemerintah ini akhirnya nanti untuk aparatur saja semuanya, untuk pembangunan jadi kurang," kata dia.
---------------------------------------------------------



Monarki Mengganjal Hati SBY

matanews.com

Sistem monarki di dalam negara demokrasi tidak mungkin diterapkan di Indonesia. Tentunya akan bertabrakan dengan konstitusi dan nilai demokrasi. Keberadaan sistem monarki di Indonesia terasa mengganjal di hati SBY.

?Negara kita adalah negara hukum dan demokrasi sesungguhnya. Oleh karena itu nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan, karena tentu tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi,? kata SBY di Jakarta, Jumat 26 November 2010.

Terkait penyusunan RUU DIY, SBY menginginkan kehadiran satu UU yang tepat, guna menghargai bentangan sejarah yang sangat panjang, yang memang harus diperlakukan secara khusus, sebagaimana diatur dalam UUD. Sehingga RUU itu nantinya menampakkan keistimewaan struktur pemerintahan DIY.

?Namun pilarnya adalah sistem nasional, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dalam UUD kita telah diatur dengan gamblang termasuk pasal 18,? tegas SBY.

SBY optimistis dapat ditemukan suatu pranata yang menghadirkan sistem nasional NKRI, keistimewaan DIY yang harus dihormati dan dijunjung tinggi, serta tetap berpegang pada negara hukum dan demokrasi.

"Kita ingin mencari format memadukan tiga kepentingan tadi. Kita berharap ada komunikasi yang baik antara pemerintah dan DPR, pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DIY, serta komunitas lain yang memiliki kepedulian dan pikiran yang baik tentang sistem dan tata pemerintahan DIY," tutur SBY.

Sebelumnya Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan, tidak ada monarki absolut maupun monarki konstitusional di Yogyakarta.

?Pemerintahan di DIY selama ini sama dengan provinsi lain, ruang demokrasi terbuka karena ada DPRD. Saya ditetapkan sebagai gubernur oleh DPRD selama 5 tahun. Ini berarti pelaksanaan demokrasi berjalan, dan itu bukan monarki absolut atau monarki konsitutional,? cetus Sultan di Kepatihan Yogyakarta pada 25 September lalu.

Menurut Sultan, sebenarnya masalah yang muncul bukan soal demokrasi, tetapi pemahaman yang berbeda tentang keistimewaan DIY. Pemerintah pusat berpandangan sesuai aturan yang ada sekarang, tetapi dirinya melihat piagam kedudukan 19 Agustus 1945 dan maklumat 5 September 1945.

"Dalam piagam dan maklumat itu, yang namanya kepala daerah DIY melekat. Masalahnya di situ, ada beda cara pandang. Jadi, kalau piagam kedudukan dan maklumat itu sudah menjadi ijab kabul, dan itu diakui, maka berarti ketentuan pemerintah pusat yang sekarang bertentangan dengan ijab kabul tersebut," jelas Sultan.

Akan tetapi, lanjut dia, kalau soal piagam dan maklumat itu mau tidak diakui, dan hanya berdasarkan ketentuan yang ada sekarang, maka berarti pemerintah pusta tidak mengakui ijab kabul tersebut.

"Silakan saja kalau tidak mengakui ijab kabul antara Sultan dulu (Hamengku Buwono IX) dan Presiden Soekarno saat itu. Tetapi ya tanya rakyat Yogyakarta dulu. Pemerintah nampaknya tidak mengerti asal-usul DIY, terutama aspek historisnya," tukas Sultan kala itu.
----------------------------------------------------------


RUU Keistimewaan Yogyakarta
SBY: Sistem Kerajaan Tak Boleh Tabrak UUD


vivanews.com

SBY menyampaikan ada tiga aspek harus diperhatikan dalam membahas RUU Keistimewaan Yogya.
 Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta merupakan salah satu RUU prioritas yang disiapkan pemerintah tahun ini.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan RUU ini. "Berkali-kali saya menyampaikan posisi dasar pemerintah berkaitan dengan Undang-undang tentang Keistimewaan Yogyakarta atau tentang pemda DIY," kata SBY saat membuka rapat kabinet terbatas di kantornya, Jakarta, Jumat 26 November 2010.

"Pertama pilarnya adalah pilar nasional yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dalam Undang-undang Dasar telah diatur dengan gamblang."

Kedua, kata SBY, harus dipahami keistimewaan DIY itu sendiri berkaitan dengan sejarah dari aspek-aspek lain yang harus diperlakukan secara khusus sebagaimana pula yang diatur dalam Undang-undang Dasar. Ketiga, harus diperhatikan aspek Indonesia adalah negera hukum dan negara demokrasi.

"Nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi mau pun nilai-nilai demokrasi," kata SBY.

SBY yakin, RUU Keistimewaan Yogyakarta nanti bisa mencari rumusan yang bisa mempertemukan ketiga aspek itu. Presiden juga berharap ada komunikasi yang baik antara pemerintah dengan DPR, Pemerintah (Pusat) dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maupun komunitas lain yang memiliki kepedulian dan pemikiran-pemikiran baik tentang sistem dan tata pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta.

RUU Keistimewaan Yogyakarta menjadi wacana sejak muncul UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun dua periode DPR gagal membahas RUU Keistimewaan Yogyakarta. Salah satu ganjalannya, soal kepala daerah apakah dipilih langsung atau ditetapkan seperti yang sudah berlangsung sejak Indonesia merdeka yakni dijabat Sultan Yogyakarta. September 2010 lalu, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur yang juga penguasa Yogyakarta, mengusulkan referendum untuk membahas soal krusial posisi kepala daerah ini.
---------------------------------------------



RUUK DIY Hanya Perlu Cakup Empat Aspek

www.politikindonesia.com

Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), hanya perlu mencakup empat aspek. Yakni kepemimpinan, kepemerintahan, pelestarian, dan pengembangan kebudayaan serta tata kelola pertanahan.

Dani Anwar, Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Selasa mengatakan, aspek kepemimpinan itu adalah pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Hal itu katanya, diwujudkan melalui penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono sebagai kepala daerah dan Sri Paduka Paku Alam sebagai wakil kepala daerah.

Aspek kepemerintahan mencakup struktur kelembagaan DIY. Hal itu dilaksanakan untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Perwujudan itu berdasarkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi, akuntabilitas, efektivitas, kesetaraan, dan penegakkan hukum.

Sedang aspek pelestarian dan pengembangan kebudayaan, kata Dani, diselenggarakan untuk memelihara dan mengembangkan hasil cipta, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, norma pengetahuan, benda cagar budaya, seni dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY.

Aspek lainnya, yakni tata kelola pertanahan diwujudkan dalam wilayah kesultanan dan kadipaten yang ditetapkan sebagai subyek hak atas Sultanaat Grond (SG) dan Pakualaman Grond (Pag). Upaya itu dilakukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat, pengembangan kebudayaan dan kepentingan sosial.

Dani menambahkan, keberadaan Kesultanan dan Kadipaten dalam struktur monarki absolut yang kemudian bergeser ke dalam struktur aristokrasi-demokrasi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan telah berjalan sangat efektif.

Karena itu katanya, keberadaan dua unsur yang kemudian dikenal sebagai dwi tunggal Hamengkoni Agung telah diterima oleh rakyat.

Pihaknya menyatakan, bergabungnya Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman ke dalam NKRI merupakan bukti dan fakta sejarah betapa kuatnya komitmen rakyat dan pimpinan Yogyakarta dalam perjuangan mempertahankan NKRI. "Bahkan ketika Republik genting, ibu kota negara segera dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta," ujarnya mengingatkan.
------------------------------------------------


Sultan: RUUK DIY Ditunda Tidak Masalah

kompas.com

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan penundaan pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak menjadi masalah asalkan sebelum 7 Oktober 2011 harus selesai.

"Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak selesai tahun ini bagi saya tidak masalah, tetapi yang penting sebelum 7 Oktober 2011 harus selesai," katanya di Yogyakarta, Jumat (22/10/2010).

Menurut dia, DPR harus menyelesaikan permasalahan sensitif bagi masyarakat DIY itu sebelum masa jabatan dirinya sebagai gubernur berakhir pada 7 Oktober 2011. Sebelum tanggal tersebut RUUK DIY harus sudah diundangkan.

Ditanya mengenai belum diserahkannya draf RUUK DIY kepada DPR yang menyebabkan pembahasannya menjadi molor, Sultan tidak mau memberikan banyak komentar. Sultan hanya menegaskan, pembahasan RUUK DIY pada awal 2011 diharapkan dapat selesai.

Menurut dia, jika memang pemerintah belum menyerahkan draf RUUK DIY kepada DPR mau bagaimana lagi. Namun demikian, RUUK DIY diharapkan bisa diselesaikan.

"RUUK DIY seharusnya bisa diselesaikan, apakah pada Maret 2011 atau April 2011, yang penting sebelum masa jabatan saya sebagai gubernur habis," kata Sultan yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sebelumnya, Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, pembahasan RUUK DIY dipastikan tidak akan selesai tahun ini karena draf yang disusun pemerintah belum diserahkan kepada DPR. Namun demikian, DPR menargetkan RUUK DIY akan diundangkan pada 2011.
---------------------------



 

RUUK Lambat,DPD Gunakan Hak Inisiatif

www.seputar-indonesia.com

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akan menggunakan hak inisiatif untuk meny i k a p i l a m b a t n y a penyerahan draf Rancangan Undangundang Keistim e w a a n (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dari pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Draf RUUK versi DPD saat ini sudah siap diajukan DPR pada masa sidang usai reses yang akan dimulai pada 19 November. Anggota DPD Cholid Mahmud yang dihubungi Harian Seputar Indonesia (SINDO) usai menerima delegasi ke dua RUUK DPRD DIY mengatakan sejak awal pihaknya berkomitmen mendukung aspirasi masyarakat DIY yang menginginkan penetapan sebagai mekanisme pengisian jabatan gubernur. Karena itu, langkah-langkah untuk mempercepat pengesahan regulasi tersebut akan dilakukannya.

?Kami pernah berkomitmen, bahwa jika sampai 20 September 2010, draf RUUK belum juga diajukan oleh pemerintah, maka kami (DPD) akan menggunakan hak inisiatif untuk mengajukan draf versi kami ke DPR,?ujarnya. Draf RUUK versi DPD ini bisa saja mengganti draf serupa yang tak kunjung diserahkan oleh pemerintah. Karena itu, Cholid memaknai hal ini sebagai kritik terhadap keterlambatan pemerintah untuk menyelesaikian persoalanpersoalan yang terjadi di daerah.

Namun, jika pemerintah tergerak untuk segera menyerahkan draf RUUK,maka diharapkan akan saling melengkapi sehingga DPR bisa mengesahkan Undang-undang Keistimewaan dalam versi terbaik. Menurut Cholid, delegasi RUUK DPRD DIY kemarin diterima oleh pimpinan dan anggota DPD. Antara lain, Wakil Ketua DPD untuk Komite I La Ode Ida, Wakil Ketua GKR Hemas,dan pimpinan tim kerja DPD untuk RUUK Sumino.

Anggota DPD dari DIY seperti Hafid Asrom dan Muhammad Afnan juga hadir. Dalam pernyataannya,DPD memahami aspirasi yang dibawa oleh seluruh fraksi pada DPRD DIY dan memintanya dalam bentuk tertulis dalam kapasitas sebagai sikap resmi DPRD DIY. Hal ini, serupa dengan keprihatinan para anggota DPD akan lambatnya langkah pemerintah dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di daerah.

"Nanti ini (pernyataan sikap resmi DPRD DIY) akan menjadi bahan penguat pada draf RUUK yang diajukan oleh DPD," ujarnya. Sebelumnya, tim delegasi pertama RUUK DPRD DIY yang bertolak ke Jakarta 7-8 Oktober lalu tidak membawa hasil menggembirakan. Mereka mendapati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum menyetujui draf RUUK yang diajukan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Presiden menginginkan Mendagri Gamawan Fauzi melakukan kajian dan penyempurnaan sekali lagi sebelum draf RUUK dianggap final dan diserahkan pada DPR.

Salah satu anggota delegasi RUUK,Arif Budiono mengatakan pihaknya sangat mendukung upaya yang akan dilakukan oleh DPD. "Tadi (kemarin) kami juga ke Depdagri. Dari sana kami menilai bahwa eksekutif sangat lambat dan mempunyai ketidakjelasan sikap dalam menyelesaikan RUUK ini," ujarnya.
------------------------------


Delegasi DPRD DIY Ke Jakrta Lagi, Tanyakan Draf RUUK

www.kr.co.id 

Delegasi DPRD Provinsi DIY akan kembali ke Jakarta untuk kedua kalinya terkait Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY yang masih mandeg hingga saat ini. Kali ini lembaga yang dituju adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. Keberangkatan delegasi DPRD DIY direncanakan pada pertengahan pekan ini.
"DPD sudah memiliki draf RUUK versi DPD sendiri. Di dalamnya sudah dicantumkan tentang mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yaitu dengan sistem penetapan. Draf ini akan kita dorong agar segera masuk ke meja presiden," kata Wakil Ketua DPRD DIY, Janu Ismadi SE kepada KR kemarin.

Ia belum dapat memastikan tanggal keberangkatan delegasi tersebut ke Jakarta. Namun direncanakan antara 13,14 atau 15 Oktober 2010. Dikatakan pula, DPRD DIY secara kelembagaan sudah bulat dengan salah satu substansi RUUK DIY yaitu tentang pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur dengan sistem penetapan.

Terpisah, Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kabupaten Bantul, Aryunadi menilai referendum yang menjadi wacana belakangan ini dinilai tidak perlu. Karena rakyat DIY hanya menginginkan penetapan dan tidak ada pilihan lain dalam pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur.

Selain membutuhkan biaya tinggi, kata Aryunadi, referendum hanya akan membuang waktu dan energi serta rawan konflik. Ia menegaskan, pilihan rakyat DIY berdasarkan sejarah sebenarnya sudah cukup jelas, yakni bergabung dengan NKRI dengan adanya penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY.

Menurutnya pemerintah pusat semestinya sudah paham dengan kehendak rakyat DIY. Hal ini dibuktikan dengan digelarnya Pisowanan Ageng dan berbagai gerakan rakyat yang dibalut budaya. "Jika memang ingin menanyakan kehendak rakyat, buka saja dokumen tersebut," tegas Aryunadi.
------------------------------


Nasib RUUK DIY Tak Jelas

www.seputarindonesia.com

Nasib RUUK DIY semakin tak menentu.Partai Demokrat membantah pernyataan dari Kepala Biro Peraturan Perundangan bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat Sekneg Wisnu Setiawan.

Bahkan,bertolak belakang dengan pernyataan Wisnu yang mengatakan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY dikembalikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk dikaji sekali lagi sebelum diserahkan kepada DPR. Menurut anggota Fraksi Demokrat di DPR KRMT Roy Suryo Notodiprojo, Presiden SBY sangat mendukung proses pembahasan RUUK DIY selesai secepatnya.Presiden juga memahami bahwa RUU ini harus segera rampung mengingat perpanjangan masa jabatan Sri Sultan HB X sebagai Gubernur DIY tinggal setahun lagi. Lebih jauh dikatakan, tidak ada niat sedikit pun untuk menunda- nunda pembahasan RUUK DIY.

"Saya mendengar langsung dari beliau (SBY). Ada saksinya, Mas Anas, MasAndi Malarangeng, maupun Pak Sudi Silalahi. Presiden menegaskan sudah memerintahkan Mendagri Gamawan Fauzi segera menyerahkan draf RUUK ke DPR," papar Roy kepada SINDO kemarin. Kalau kemudian muncul kabar bahwa SBY masih menginginkan draf RUUK dikaji sekali lagi, Roy dengan tegas membantahnya. "Saya hanya sekadar berkesimpulan, jangan-jangan ada staf di Sekretariat Negara (Setneg) atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak berani melapor ke Presiden langsung kalau masih ada kendala dalam draf RUUK DIY. Sebab, Presiden saja meminta Mendagri untuk cepat menyerahkan ke DPR," tuturnya. Roy, yang berdarah Puro Pakualaman Yogyakarta,tersebut merasa gundah saat muncul gejolak referendum yang digaungkan masyarakat DIY.

"Saya melihat persoalan ini sebagai hal yang sangat krusial. Maka, Kamis malam 7 Oktober lalu, saya menghadap Presiden di Cikeas untuk menanyakan soal RUUK DIY," katanya. Kedatangan Roy ke Cikeas bersama dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum serta sejumlah anggota Komisi I dan II DPR dari Fraksi Partai Demokrat.
"Presiden berbicara banyak hal selama pertemuan yang berlangsung mulai pukul 22.00? 00.00 WIB. Setengah jam di antaranya, kami membicarakan soal RUUK DIY," ungkapnya. Dibeberkan,SBY sudah bertemu dengan Sri Sultan HB X sebanyak dua kali di Yogyakarta.

"Pertama di Istana Negara Yogyakarta beberapa tahun lalu. Kalau tidak salah, saat peresmian Taman Pintar. Pertemuan kedua saat lawatan perjalanan Presiden dari Gunungkidul, tapi kapan waktunya, saya kurang tahu," papar Roy. Disinggung sikap pribadi sebagai keturunan Puro Pakualaman Yogyakarta terhadap keistimewaan Yogyakarta, secara diplomatis dia menyerahkan kepada masyarakat. "Soal penetapan atau pemilihan, itu kehendak rakyat Yogyakarta. Kini kuncinya adalah di kepiawaian wakil rakyat DIY yang duduk di DPR, khususnya Komisi II. Bisa tidak menggolkan aspirasi masyarakat," ujarnya.

Roy menambahkan, Komisi II DPR yang berkompeten membahas RUUK DIY diminta lebih agresif mendesak Kemendagri segera menyerahkan draf RUU tersebut.Hal itu dianggap lebih ampuh menyelesaikan polemik RUUK DIY yang kini masih terkatung-katung. ?Saya sudah mendorong anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat untuk ikut mengawal proses RUUK.Karena saya anggota Komisi I, jadi tidak bisa intervensi," ungkapnya.

Sebelumnya harian ini memberitakan, mengutip pernyataan Kepala Biro Peraturan Perundangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Negara Wisnu Setiawan,Ketua DPRD DIY Janu Ismadi yang ikut bertolak ke Jakarta sebagai delegasi RUUK DIY pertama menginformasikan bila RUU ini dikembalikan Presiden kepada Mendagri Gamawan Fauzi untuk dikaji sekali lagi sebelum diserahkan kepada DPR.

"Menurut pejabat tersebut (Wisnu Setiawan), pada 6 Oktober lalu ada pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendagri Gamawan Fauzi, dan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni untuk membahas RUUK," ungkap Janu saat dihubungi SINDO.

Sementara itu, pimpinan DPRD DIY didesak segera menggelar rapat konsultasi bersama pimpinan fraksi-fraksi,guna membahas hasil kerja delegasi pertama RUUK DIY selama di Jakarta.Apalagi Badan Musyawarah (Bamus) sudah ancang-ancang memberangkatkan delegasi kedua 13 Oktober mendatang. Sekretaris Komisi A DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan, agenda rapat konsultasi bersama PimpinanDewan(pimwan) danpimpinan fraksi sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi sekaligus mengekspose hasil kunjungan delegasi pertama ke Setneg 6-7 Oktober lalu.

"Menurut saya pimwan harus segera melakukan rapat konsultasi dengan mengundang pimpinan fraksi. Dari situ, apa yang telah diperoleh delegasi pertama kemudian dievalusi, sekaligus memastikan perlu tidaknya delegasi kedua dikirim ke Jakarta," kata Arif yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua FPAN DPRD DIY.

Isu kaji ulang RUUK DIY oleh pemerintah pusat,menurut pengamat politik UGM Arie Sujito, harus dimaknai secara mendalam. Menurutnya,hal itu justru menjadi momentum untuk memperdalam substansi keistimewaan DIY.

"Ada kemungkinan SBY menangkap sinyal-sinyal lain yang terjadi di tengah masyarakat Yogyakarta, sehingga menolak draf untuk kembali disempurnakan. Ini menjadi momentum yang baik juga untuk kembali mengkaji substansi keistimewaan itu sendiri," ujarnya.
--------------------------------------


SBY Belum Setujui Draf RUUK DIY  

www.seputar-indonesia.com


Presiden ternyata belum menyetujui draf terakhir Rancangan Undang- Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang diajukan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan Kementerian Dalam Negeri melakukan penyempurnaan final sekali lagi sebelum RUUK DIY disetujuinya, dan diserahkan kepada DPR. Wakil Ketua DPRD DIY Janu Ismadi yang ikut bertolak ke Jakarta sebagai delegasi RUUK DIY mengatakan, informasi pengembalian tersebut diperolehnya saat delegasi ditemui Kepala Biro Peraturan Perundangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Negara Wisnu Setiawan,kemarin.

"Menurut pejabat tersebut (Wisnu Setiawan), pada 6 Oktober lalu ada pertemuan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mendagri Gamawan Fauzi dan Sekjen Depdagri Diah Anggraeni untuk membahas RUUK," ungkap Janu saat dihubungi Harian Seputar Indonesia(SINDO) kemarin. Janu mengutip pernyataan Wisnu yang menjelaskan Presiden ingin menteri terkait mengkaji sekali lagi draf RUUK, sebelum benar-benar final dan diserahkan kepada legislatif untuk dibahas.

Sayangnya, dia tidak menyebut persoalan yang membuat Presiden tidak menyetujui draf tersebut. Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi mengutarakan, pembahasan RUUK DIY paling berat dibandingkan pembahasan RUU lainnya.Padahal, hanya menyisakan satu pasal saja yaitu mengenai mekanisme pengisian jabatan gubernur melalui pemilihan langsung oleh rakyat atau ditetapkan.

Mendapati kenyataan ini, Janu beserta 17 anggota delegasi yang lain mempertanyakan kapan pembahasan di tingkat kementerian akan selesai. Jawaban yang diperoleh dinilai tidak memuaskan."Katanya akan secepatnya dibahas,tapi tidak ada kepastian tanggal," ujarnya. Politikus Partai Golkar ini menambahkan, delegasi pertama ini akan membuat laporan pada Pimpinan Dewan untuk menjadi dasar langkah yang akan diambil.

Kenyataan ini juga semakin mendorong dirinya bersemangat mendesak pemerintah pusat segera menyelesaikan pembahasan. Sesuai hasil rapat Badan Musyarawah (Bamus) DPRD DIY,kunjungan delegasi pertama akan segera disusul oleh delegasi kedua yang akan berangkat Delegasi kedua bertugas menemui Bamus DPR dan mendesak mereka untuk menggunakan hak inisiatif menarik draf RUUK DIY dari pemerintah.

Untuk diketahui, sebelumnya DPRD DIY membentuk utusan/- delegasi ke Jakarta. Delegasi lahir dari kekecewaan masyarakat yang ditangkap oleh para wakil rakyat ini atas berlarut-larutnya pembahasan RUUK di tangan pemerintah pusat. Mereka khawatir, RUUK tidak selesai hingga masa perpanjangan gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 2011 mendatang."Pokoknya kita terus akan mengejar-ngejar pemerintah untuk menyelesaikan draf ini agar segera dibahas DPR," tegas Janu.

Terpisah, Ketua Paguyuban Dukuh Provinsi DIY "Semar Sembodo" Sukiman Hadi menegaskan, rencana kongres rakyat yang diungkapkan saat Sarasehan Undang- Undang Keistimewaan Nagari Yogyakarta pada Kamis (7/10) adalah bentuk kekecewaan terhadap pusat yang tak kunjung menyelesaikan pembahasan RUUK. Kongres adalah wujud tekanan yang lebih keras setelah sebelumnya rakyat DIY menempuh cara-cara halus untuk mendesak Jakarta.
"Selama ini kami selalu menggunakan cara-cara yang halus untuk menuntut. Sekali-kali kami ingin cara yang agak keras agar lebih didengar," tegasnya.

Kongres adalah penyataan sikap resmi dari elemen masyarakat yang menghendaki keistimewaan DIY.Dirinya mengklaim,ada lebih dari 73 elemen masyarakat yang setuju dengan penetapan guna mengisi jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY sebagai sikap politiknya. Selain itu, dukungan juga diperoleh dari 393 lurah dan 4.469 dukuh seluruh DIY untuk memilih penetapan.

"Kami heran, mengapa RUUK yang sudah 10 tahun terkatung-katung tak juga selesai," kritiknya. Ditanya kapan kongres digelar, Sukiman mengatakan, perhelatan ini akan digelar sebelum akhir tahun. Sebab, sesuai janji Mendagri, pembahasan RUUK DIY akan selesai pada 2010.Pilihan waktu ini dilakukan agar kongres rakyat DIY bisa menyemangati pemerintah pusat menyelesaikan pembahasan RUUK sebelum batas waktunya. "Ini patokan kami. Jika RUUK belum selesai tahun ini maka pemerintah pusat ingkar pada janjinya sendiri," ancamnya.
-----------------------------------


Dukung Keistimewaan DIY, Anak Muda Yogya Gelar Aksi Seribu Kembar Mayang

republika.online

Sebagai bentuk tetap dikukuhkannya keistimewaan DIY dan agar pemerintah segera menyelesaikan masalah RUUK (Rancangan Undang-Undang Keistimewaan) menjadi UU keistimewaan, maka Kawula Ngayogyakarto Hadiningrat menggelar ritual aksi seribu mayang yang dipasang di pelataran Tugu Yogyakarta, Jum'at (8/10).

Keistimewaaan DIY sudah jelas latarbelakangnya yaitu bergabungnya Keraton Yogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakulaman menjadi bagian NKRI, kata Penanggung Jawab Aksi, Hernawan Wibisono, dicoba "digoyang" beberapa pihak. ''Ini ibaratnya sebuah perkawinan yang melalui proses ijab kabul yang dilakukan oleh Presiden RI Soekarno bersama Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII. Ijab dan kabul tersebut terdokumentasi di dalam Piagam Kedudukan tanggal 19 Agustus 1945 dan amanat 5 September 1945,''kata dia.

Wibisono menjelaskan, kembar mayang adalah sebuah simbolisasi perkawinan kedua belah pihak yang pernah terjadi, yaitu bergabungnya Keraton Yogyakarta Hadiningrat dan Puro Paku Alaman dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). ''Ibarat sebuah perkawinan, dokumen ijab kabul tersebut oleh salah satu pihak sepertinya akan diabaikan atau "ditalak" dan bahkan sudah talak dua. Artinya, kita sebagai Kawula Ngayogyokarto Hadiningrat tidak menginginkan Pemerintah Pusat melakukan talak tersebut. Kita mengajak untuk berdamai kembali jangan sampai terjadi perceraian,'' kata dia.

Karena itu, dia menambahkan, gerakan seribu kembar mayang ini adalah sebuah tuntutan untuk tidak diciderainya itikad baik akad ijab kabul yang pernah terjadi. ''Di sini pemerintah melalui Presiden harus tegas untuk tidak melakukan upaya paksa menceraikan keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, Puro Pakualaman dengan NKRI,'' kata dia.

Selain membawa simbol kembar mayang dengan menggunakan pakaian adat Jawa, massa aksi juga membawa Gagar Mayang yang dipasang di beberapa perempatan jalan. Gagar Mayang ini merupakan simbol dari anak muda yang belum menikah namun sudah meninggal. Ini juga merupakan seruan bahwa dalam pembahasan mengenai RUUK DIY diharapkan tidak akan terjadi korban seperti yang diibaratkan dalam kematian.
-------------------------------------


Polemik Keistimewaan Yogyakarta

www.mediaindonesia.com 8/10/2010

Polemik Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) semakin memanas di tingkat elemen pendukung. Tokoh masyarakat dari berbagai kalangan pejuang keistimewaan pun menggagas kongres rakyat.

"Presiden harus segera merampungkan Undang-Undang Keistimewaan DIY. Rakyat Yogyakarta menghendaki penetapan," kata Ketua Paguyuban Dukuh Semar Sembogo DIY, Sukiman Hadi Wijoyo, Kamis (7/10) di sela-sela Sarasehan Undang-Undang Keistimewaan Nagari Yogyakarta.

Para aktivis propenetapan saat ini sudah mulai gerah. Mereka pun akan meminta siapa saja yang tidak pro Keistimewaan DIY pergi meninggalkan Yogyakarta, karena dinilai telah berkhianat.

Ketua Paguyuban Kepala Desa Ismoyo DIY, Mulyadi, mengatakan, "Kami ingatkan kepada pemerintah pusat untuk tidak menyesal dan akan mendapatkan pengalaman besar, serta akan membayar mahal kalau Undang-Undang Keistimewaan DIY tidak sesuai dengan kehendak rakyat Yogyakarta."

Mulyadi, mengungkapkan, berdasarkan komunikasi dengan masyarakat di lapisan paling bawah, penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Adipati Pakualam sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak bisa ditunda lagi.

"Jangan main-main dengan warga Yogyakarta. Kami ujung tombak dan bisa berhubungan dan merangkul seluruh masyarakat Yogyakarta," katanya seraya mengatakan bahwa ada sebanyak 393 lurah dan 4.469 dukuh se-DIY yang sudah satu keputusan sikap politik, yaitu mendukung penetapan.
--------------------------------------


Belum Punya Sikap Tegas Keistimewaan; Posisi DPRD DIY Lemah

www.kr.co.id 

Keberangkatan tim delegasi DPRD DIY ke Sekretariat Kabinet (Setkab) guna mendesak Presiden RI untuk tidak menunda-nunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY, dinilai sulit menghasilkan kemajuan signifikan. Pasalnya, di internal DPRD DIY sendiri belum mempunyai sikap politik yang tegas terkait keistimewaan, sehingga standing position di hadapan pemerintah pusat masih lemah.

Pengamat politik UGM Ari Sudjito mengatakan, sebelum mengirim delegasi, idealnya dalam elemen DPRD DIY ada pembahasan dan konsolidasi terlebih dahulu untuk menentukan sikap politik menyangkut keistimewaan DIY. "Meski harus melalui voting sekalipun, di internal DPRD harus membahas substansi keistimewaan. Kalau mau berangkat ke Jakarta, DPRD DIY harus jelas sikap politiknya yang menjadi rujukan saat berhadapan dengan pemerintah pusat," kata Ari saat dihubungi KR tadi malam menanggapi keberangkatan delegasi DPRD DIY ke Jakarta. Rencananya, delegasi sudah berangkat Kamis (7/10) kemarin dan diterima Setkab, Jumat (8/10).

Menurutnya, kalau sikap politik di internal DPRD berbeda-beda, desakan pada pusat tidak akan kuat. "Yang penting ada komunikasi politik di DPRD untuk mengonsolidasikan sikap menyangkut substansi keistimewaan, jangan hanya ramai menyatakan sikap masing-masing di media. Tanpa satu sikap politik yang solid, ujung-ujungnya tim delegasi hanya akan bolak-balik ke Jakarta tanpa ada kemajuan yang konkret," jelasnya.

Ditambahkan, pemerintah provinsi DIY, bahkan Sultan Hamengku Buwono X juga harus menentukan sikap substantif mengenai keistimewaan, kemudian membahas kesepakatan dengan DPRD DIY, agar DIY mempunyai sikap politik yang jelas dan memperkuat standing position di hadapan pusat. "Hal ini sangat penting dilakukan, mengingat waktu tak banyak tersisa hingga perpanjangan jabatan Sultan sebagai gubernur berakhir," terang Ari.

Dalam Sarasahan bertema "Undang-undang Keistimewaan Nagari Yogyakarta" di Wisma Kagama, Kamis (7/10), Ketua Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) KH Abdul Muhaimin mengatakan, dalam hubungan dengan dunia internasional, lndonesia sekarang hanya punya dua daya tawar diplomasi, yaitu agama dan budaya. Salah satu kekayaan budaya Indonesia adalah Kraton Yogyakarta, yang merupakan akulturasi luar biasa dari perspektif agama dan budaya. Maka, jika RUUK DIY menghilangkan kandungan budaya dan pranatan tersebut, itu sebuah tragedi terkutuk.

"Dari 45 kerajaan yang tergabung dalam Festival Kraton Nusantara, 42 diantaranya adalah kerajaan Islam. Dari seluruh kerajaan Islam tersebut, bisa dikatakan yang punya kekayaan tangible dan intangible tinggal Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, karena secara kultural, adat, pranatan, ajaran dan sebagainya relatif terpelihara. Apakah dengan permainan elit di pusat, keistimewaan yang tinggal satu-satunya kita miliki mau dihapus? Ini jadi keprihatinan yang luar biasa," tandas Muhaimin.

Di bagian lain, Paguyuban Kepala Desa dan Perangkat Desa DIY (Ismaya) dan Paguyuban Dukuh Provinsi DIY (Semar Sembogo) dalam waktu dekat akan menggelar kongres rakyat, untuk menyampaikan kehendak dan aspirasi rakyat Yogyakarta khususnya yang berada di pedesaan. Ketua Umum Semar Sembogo, Sukiman Hadi Wijoyo mengklaim hampir 100 persen warga di pedesaan DIY mendukung penetapan.
"Ismaya punya anggota 393 lurah dan 4.460 dukuh, didukung penduduk pedesaan yang mencapai 65% populasi DIY. Kalau ditambah elemen-elemen lainnya, maka kekuatan dukungan terhadap perjuangan untuk penetapan akan lebih besar lagi," kata Sukiman.
---------------------------------------


Referendum Ditanggapi Positif


www.seputar-indonesia.com 

Hingga akhir masa jabatan DPR 2004?2009, Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY masih menggantung di meja Dewan.

Maka disepakatilah, pembahasan RUUK dilanjutkan pada masa sidang DPR periode 2009? 2014.Namun nyatanya, sampai kini penggodokan RUUK yang membahas cara penentuan gubernur dan wakilnya belum juga mencapai kata final. Hal itupun mendapat reaksi keras dari Sri Sultan Hamengku Buwono X. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu pada akhirnya mendesak pemerintah untuk menyerahkan keputusan penentuan pemilihan kepala daerah DIY ke tangan rakyat melalui referendum. Tak pelak, usulan ini langsung mengundang pro dan kontra. Banyak pihak, khususnya dari kalangan elite berpendapat, ide tersebut layak diterapkan.

Namun di sisi lain tak sedikit yang beranggapan wacana referendum tidak perlu direalisasikan. Harian Seputar Indonesia (SINDO) mencoba menangkap tanggapan warga Yogyakarta sendiri terhadap usulan itu. Dan hasilnya, dari 100 warga Yogyakarta yang berhasil dijaring,mayoritas mendukung usulan Sultan HB X tersebut.(lihat tabel) Dukungan ini diberikan dengan alasan rakyatlah yang paling berhak menetapkan cara penentuan orang-orang yang bakal memimpin daerah mereka untuk periode mendatang.Pun,usulan itu dinilai sebagai langkah yang demokratis karena murni berasal dari suara rakyat.

"Sebagai rakyat biasa, saya bersama veteran di seluruh Yogyakarta setuju dengan usulan Ngarsa Dalem untuk melakukan referendum. Sampai saat ini RUU Keistimewaan DIY terkatung-katung tanpa kejelasan. Sudah saatnya RUU tersebut disahkan menjadi UU," tutur Sunarto,warga Yogyakarta.

Sementara, terkait dengan sistem penentuan pimpinan daerah DIY, sebanyak 53% responden mendukung mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat. Di urutan kedua,sebanyak 38% responden mendukung cara penentuan gubernur yang secara otomatis dipegang oleh Sultan Yogyakarta. Sedangkan cara penentuan melalui penetapan oleh DPRD disepakati oleh 5% responden.

Dari Kemiskinan sampai Pendidikan

Bagi warga Yogyakarta, tangan dingin sang Gubernur telah membawa DIY pada kemajuan yang cukup pesat. Hasil-hasil pembangunan di Kota Gudeg sedikit banyak telah dirasakan warganya sehingga menjadi tolak ukur ke-berhasilan Sultan. Penilaian itu tergambar dalam hasil survei SINDO.Sebanyak 40% responden menilai kinerja pimpinan daerah DIY saat ini memuaskan, sementara responden yang memberikan nilai "cukup memuaskan" mencapai angka 50%.Hanya sebagian kecil responden saja yang memberikan nilai negatif.(lihat tabel) Meski demikian, ada beberapa bidang yang dinilai warga Yogya masih memerlukan pembenahan. Pertama, masalah ketersediaan lapangan kerja yang masih minim.

Disusul kemudian dengan kualitas pendidikan yang belum memadai dan tidak merata, serta ditambah masalah ekonomi. Selain itu, persoalan lingkungan, tata kota dan trasportasi turut menuai sorotan dari masyarakat dan diharapkan bisa segera diperbaiki oleh pemerintah setempat.
--------------------------------


Pembahasan RUUK DIY Paling Berat

www.seputar-indonesia.com

Pemerintah menilai pembahasan Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) DIY paling berat dibanding pembahasan regulasi undang-undang lainnya.

Tak heran pembahasannya tak kunjung selesai. "RUUK DIY itu yang paling berat, padalah masih menyisakan satu pasal saja, yaitu soal gubernur ditetapkan atau dipilih," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi di Jakarta,kemarin. Dia menambahkan, persiapan draf RUUK DIY sendiri sudah hampir tuntas. Sampai saat ini RUUK DIY masih dalam proses dan belum dipresentasikan ke Presiden SBY. Pembahasannya baru dilakukan dengan Komisi II DPR setelah draf RUU tersebut disampaikan kepada presiden. Gawaman masih enggan berbicara tentang usul referendum yang disampaikan Sri Sultan Hamengku Buwono X terkait pasal pengisian jabatan gubernur, apakah melalui penetapan atau pemilihan.

"Tapi saya yakin RUUK DIY itu bisa diselesaikan sesuai target. Artinya paling lambat 2011, RUUK DIY dirampungkan. Hanya satu pasal itu saja yang masih alot dan belum ada titik temunya," bebernya.

Sebelumnya,perwakilan enam pemkab/pemkot di DIY mendesak agar pemerintah pusat segera merampungkan RUUK DIY yang telah lama terkatung-katung.Kondisi tersebut dianggap telah menggelisahkan rakyat Yogyakarta. Koordinator enam pemda di Yogyakarta Jiyono mengatakan, mereka belum bisa menerima opsi pemilu kepala daerah (pilkada) setelah masa perpanjangan jabatan Sultan sebagai gubernur berakhir. Opsi tersebut diartikan memecah belah rakyat Yogyakarta.

"Salah satu representasi keistimewaan Yogyakarta dicerminkan oleh keberadaan duet antara Sri Sultan dengan Sri Paku Alam. Kalau itu dihilangkan, sama saja tak menghargai keistimewaan Yogyakarta," tegasnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR Ida Fauziah mendesak pemerintah segera menyampaikan draf RUUK DIY.Terlebih,RUU tersebut hanya menyisakan satu pasal yang sudah jelas alternatifalternatif penyelesaiannya. "RUUK DIY itu sebenarnya sudah final, karena tinggal satu pasal yang belum disepakati. Artinya, jangan malah itu dijadikan alasan memperlambat penyampaiannya ke DPR.Terlebih kita telah sepakat itu dijadikan prioritas pada 2010," tegasnya.

Politikus PKB ini menambahkan, pemerintah seolah khawatir dengan mekanisme penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai gubernur DIY. Padahal penetapan termasuk kategori alasan diberikannya status keistimewaan. "UUD memang mengamanatkan pemilihan kepala daerah secara demokratis. Tapi UUD juga mengakui kekhususan," tandasnya.
----------------------------------------------


Sultan: Keistimewaan Amanat Pendiri Bangsa

Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali bersuara keras terkait RUUK DIY. Setelah melontarkan ide referendum, Sultan menegaskan bahwa menjaga keistimewaan Yogyakarta adalah amanat dari pendiri bangsa. Gubernur DIY ini beralasan, menjaga keistimewaan Yogyakarta merupakan cara untuk menjalankan amanat Piagam Kedudukan 19 Agustus 1945 pada awal mempertahankan kemerdekaan RI. "Keistimewaan Yogyakarta merupakan amanat dari para pendiri Republik Indonesia,bukan sebagai perang nafsu memperebutkan kekuasaan semata," cetusnya di sela-sela acara syawalan Muspida,DPRD,pejabat dan tokoh masyarakat se-Gunung Kidul di Wonosari,kemarin.

Sultan berharap masyarakat dapat berpikir jernih dengan menyadari Piagam 19 Agustus 1945 dan Amanat 5 September 1945 sebagai ijab-khobul luluh menyatunya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada awal mempertahankan kemerdekaan bangsa ini. "Piagam bersatunya Kesultanan Yogyakarta menjadi bagian tak terpisahkan dari NKRI yang dilandasi itikad baik yang ikhlas hanya demi memperkuat fondasi dan menegakkan eksistensi pilar-pilar negara yang merdeka dan berdaulat," katanya lagi.

Dengan melihat sejarah yang dibuat para pendahulu bangsa ini, serta dengan kesadaran terhadap pemaknaan konstitusi sebagai sumber hukum, Sultan meminta warga Yogyakarta dapat menunaikan amanat para pendahulu bangsa dan tidak ingkar terhadap pesan kesejarahan. Ditanya nasib RUUK DIY, Sultan merasa optimistis akan selesai sebelum masa perpanjangannya sebagai gubernur berakhir pada Oktober 2011. Hanya, dia belum bisa berkomentar mengenai meka-nisme pengisian jabatan gubernur pada RUU tersebut. ?Saya yakin akan selesai sebelum masa perpanjangan jabatan ini berakhir.Kantinggal tambahan draf saja untuk dibahas DPR,? katanya. Ide referendum yang disampaikan beberapa waktu lalu sebenarnya bukan hal yang baru.Kata lain referendum adalah bertanya kepada rakyat.

Saat ini,ujar Raja Keraton Yogyakarta ini, draf tambahan yang sempat tertahan masih ada di tangan pemerintah pusat. Karena itu, DPR masih belum bisa melanjutkan pembahasan. Diakuinya, upaya dialog dengan pusat sudah sering dilakukan. Kini nasib ke-cepatan selesainya RUUK tergantung eksekutif untuk segera mengirim draf tambahan ke DPR. "Saya juga tidak tahu isi draf tambahannya itu apa," ujar Sultan. Pengamat politik Universitas Gadjah Mada Arie Sujito mengatakan, masih diperlukan ruang diskusi substansi untuk membahas keistimewaan DIY. Dia berpendapat, referendum tidak diperlukan untuk menyelesaikan pembahasan RUUK. "Itu terlalu menyederhanakan persoalan dan akan kental politisasinya," ujarnya.

Ide Sultan hanya menjadi shock therapy kepada pemerintah pusat. Untuk itu,semua harus segera berpikir untuk kembali mendiskusikan substansi keistimewaan.?Jika ada pendalaman substansial,maka semua pihak akan menemukan esensi keistimewaan,?paparnya. Dia sangat yakin, dengan rentang waktu satu tahun ini, dialog untuk merumuskan substansi keistimewaan akan tercapai bila ada keseriusan. ?Jangan sedikit-sedikit referendum. Mari dibuka ruang diskusi lebar untuk membahas RUUK,?tandasnya.

Sementara itu, delegasi pertama DPRD DIY yang akan berangkat mengkonsultasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keistimewaan DIY ditarget mendapatkan kepastian jadwal penyerahan draft dari pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka juga harus membaca sikap politik pemerintah terhadap aspirasi masyarakat DIY tentang keistimewaanya. Anggota Badan Musyarah (Banmus) DPRD DIY,Arif Rahman Hakim mengatakan, delegasi pertama diberi mandat untuk mempertanyakan pada pemerintah pusat tentang berlarut-larutnya pembahasan draft RUU Keistimewaan di tingkat eksekutif.

Jawabannya, menurut politisi dari PKS ini akan menjadi pertimbangan DPRD DIY untuk melakukan langkah selanjutnya. "Jika memang ada kepentingan politik dari presiden SBY yang belum ketemu dengan aspirasi masyarakat DIY,itu harus dibedah dan dicarikan solusinya," ujarnya saat dihubungi kemarin. Jadwal keberangkatan delegasi pertama ini sendiri diundur, dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua DPRD DIY Yoeke Agung Laksana masing-masing fraksi diperintahkan untuk menyiapkan anggota yang akan berangkat ke Jakarta hari ini. Namun setelah konfirmasi pada pihak Seskab, delegasi dari DIY baru bisa diterima besok.Arif kembali menyesalkan sikap pemerintah pusat yang lambat menyelesaikan RUUK DIY.

Sejak bulan april tahun ini draft tersebut belum juga diserahkan untuk dibahas di DPR. "Intinya adalah, delegasi mendesak pemerintah pusat, baik eksekutif maupun legislatif serius untuk memikirkan keistimewaan DIY," ujarnya. Sekretaris Komisi A DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan jika pemerintah pusat mempunyai itikad baik untuk segera menyelesaikan, sebenarnya RUU Keistimewaan ini tidak menjadi polemik. Draft RUU ini hanya butuh dirapatkan oleh tiga menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, serta Menteri Hukum dan HAM.

"Setelah itu diserahkan pada DPR," ujarnya. Delegasi juga diminta untuk mendapatkan draft terakhir yang akan diajukan oleh pemerintah. Draft tersebut akan dijadikan pedoman untuk disebarkan pada masyarakat untuk mempelajari. Hasilnya, akan menjadi masukan saat pembahasan RUU ini di DPR. "Target materiilnya memang akan memastikan jadwal pembahasan ini," ujarnya.
------------------------------------


 

Soal RUUK DIY Sultan Ajak Berpikir Jernih
Elite Jangan Sewenang-Wenang

www.kr.co.id

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengimbau seluruh masyarakat mampu berpikir jernih dalam menyikapi keistimewaan Yogyakarta. Caranya dengan menyadari bahwa piagam kedudukan 19 Agustus 1945 dan Amanat 5 September 1945 ibarat loro-loroning atunggal yang merupakan ijab-qabul.
Keduanya itu sebagai tanda menyatunya Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus perekat ikatan NKRI di saat-saat awal mempertahankan kemerdekaannya.

"Kedua dokumen sejarah itu, ijab dan qabul masing-masing diucapkan oleh para pendiri Republik ini, antaranya Presiden RI Soekarno dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersama Sri Paduka Paku Alam VIII. Semata-mata dilandasi oleh itikat baik yang tulus, penuh keikhlasan tanpa pamrih kecuali demi memperkuat dan meneguhkan pilar-pilar NKRI," kata Sultan pada acara Syawalan dengan warga Sleman di Pendapa Rumah Dinas Bupati Sleman, Senin (4/10).

Menurut Sultan, ijab dan qabul itu diucapkan untuk menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa yang bersangkutan telah menyetujui untuk suatu perkara atau urusan serah terima. ?Kalaulah semua elite tahu asal-usulnya, lebih-lebih mau menyadari hakikat asal-usul kejadian, maka tidak ada kesombongan dan kesewenang-wenangan, karena yang ada hanya kebahagiaan dan kedamaian belaka,? tegasnya.

Sementara itu, Prof Jawahir Thontowi, guru besar FH UII yang ikut membuat draf RUUK DIY versi DPD menyarankan, tidak perlu melakukan referendum. "Sikap yang kontraproduktif," katanya di sela-sela acara Dialog Publik di TVRI Yogya, Senin (4/10) tadi malam.

Ia menyarankan dalam situasi semacam ini, lobi harus terus dilakukan. Yang pasti dalam dialog tersebut, baik Drs Soedomo Sunarjo, H Suprijadi SH serta Jawahir Thontowi sepakat, berdasarkan sejarah keistimewaan DIY jangan ditunda-tunda. ?Pemerintah pusat harus tanggap kebutuhan rakyat Yogya? katanya.

Sementara di Jakarta, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengungkapkan, apa pun ujung dari pembahasan soal Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta, tak ada yang menyangkal besarnya sumbangan dan peran daerah tersebut dalam pembentukan NKRI. Untuk mengapresiasi ini semua, layak kalau gubernur dan wakil gubernur diangkat secara otomatis.

"Refendum sebagaimana ditawarkan Sri Sultan HB X untuk menentukan apakah gubernur dan wakil gubernur diangkat atau dipilih langsung rakyat, harus dilihat dan respon secara bijak agar tidak memiliki dampak bawaan bagi sejarah masa depan. Memang, implementasi dari UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah (pemda) merupakan langkah paling ideal dan berkeadilan pasca amendemen UUD 1945. Akan tetapi, mengingat jasa besar kesultanan Yogya dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia, opsi gubernur dan wakil gubernur diangkat merupakan pilihan yang paling tepat," ujar Khatibul.

Dikatakan pula, masalah pembahasan RUUK DIY yang belum selesai pada DPR periode lalu, bisa segera dilanjutkan oleh DPR periode sekarang bersama. "Ini adalah pendapat pribadi dan saya yang tidak mewakili sikap Partai Demokrat," kata Ketua Gerakan Pemuda Ansor ini, seraya minta semua pihak selalu menjaga nilai lama yang masih baik dan tidak menolak nilai yang baru demi kemaslahatan.
--------------------------------------------


PKS MINTA JANGAN ADA INTERVENSI; 
Polemik RUUK DIY Bisa Berdampak

www.kr.co.id 

Polemik keistimewaan DIY yang tidak kunjung tuntas menjadi keprihatinan PKS. Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak berharap agar persoalan RUUK segera diselesaikan. "Jangan sampai polemik ini (RUUK DIY-red) berdampak kurang baik bagi DIY," kata Luthfi kepada KR, Sabtu (2/10).
Masyarakat DIY, lanjut Luthfi tentu akan terus bertanya-tanya mengenai kepastian keistimewaan karena masa jabatan gubernur akan berakhir Oktober 2011. "Waktunya sudah sangat mepet. Setahun bukan waktu yang lama, dibutuhkan kepastian soal RUUK ini," ujarnya.

Menurut Luthfi, sepanjang bisa melakukan aktualisasi dan "best value", siapapun pemimpinnya itu tidak masalah. Dan sepertinya, Sri Sultan HB X bisa melakukan itu. PKS berharap dalam penyelesaian polemik keistimewaan DIY ini tidak boleh ada intervensi dari luar. Di Joglo KR, presiden PKS yang disertai sejumlah kader PKS DIY, diterima Pemimpin Redaksi Skh KR, Octo Lampito.

Dimintai komentarnya soal jabatan gubernur apakah penetapan atau pemilihan, Luthfi mengatakan, bahwa sepanjang pemimpin itu sudah menjadi pilihan rakyat, PKS tidak masalah. Justru, untuk memperjuangkan eksistensi keistimewaan itu, PKS berjuang agar apa yang menjadi aspirasi masyarakat akan diperjuangkannya.

Berdasarkan catatan PKS DIY, polemik keistimewaan DIY lebih pada ketidaksepahaman antara pusat dengan daerah. Bahkan, perbedaan pemahaman itu sangat jelas, karena dasar sejarah bergabungnya DIY ke dalam NKRI belum dipelajari maksimal oleh politisi pusat dan daerah.

Konflik Massa

Menyinggung konflik massa dan tindak kekerasan yang terjadi pada akhir-akhir ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi bangsa. Luthfi Hasan menilai kerusuhan yang melibatkan banyak pihak itu merupakan penyakit yang serius dan akar masalah harus segera dituntaskan.

Menurutnya, penyelesaian konflik massa dan kekerasan adalah dengan cara tindakan persuasif dan dialog. Jika tindakan represif dilawan kekerasan justru kekerasan yang ada akan menjadi-jadi. ?Libatkan ormas-orpol dan organisasi kemasyarakatan serta tokoh agama,? ujar Luthfi.
Konflik massa yang terjadi di masyarakat bisa jadi karena aspirasi masyarakat yang tersumbat. Sehingga ketidakpuasan ini diungkapkan dengan tindakan yang menurut mereka bisa memuaskan aspirasinya. Karena itulah, tugas parpol untuk menjembati ketimpangan ini.

Presiden PKS ini mengakui, jika sampai saat ini aspirasi masyarakat masih banyak yang belum terwakili dan tersampaikan kepada pemerintah. Selain proses pendidikan politik yang belum memadahi, tingkat ekonomi juga minim. Akibatnya, masih ada paradigma berpikir memilih pemimpin lebih dikarenakan popularitas.
Selain itu, Luthfi menilai bahwa sistem keamanan dan pertahanan yang ada juga belum maksimal. Contohnya ada rumor jika Densus 88 dibiayai oleh donatur asing. "Ini akan menjadi kajian kita. Masak aparat keamanan yang membiayai rakyat, justru melukai rakyatnya sendiri," ujar Luthfi.
-------------------------------------------


RUU Keistimewaan Yogya Tergantung Demokrat.
Hanya Fraksi Demokrat yang tidak bersikap soal RUU Keistimewaan Yogya.


www.politik.vivanews.com

Ketegasan sikap Partai Demokrat diperlukan dalam penyelesaian Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta. Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Muhammad Afnan Hadikusumo, mengatakan, RUU itu terkatung-katung karena Demokrat belum bersikap.

Sikap Demokrat belum jelas apakah Gubernur DIY melalui penetapan atau pemilihan secara langsung oleh rakyat.

"Pada DPR periode 2004-2009 ada 9 fraksi, dari jumlah itu 8 fraksi berkecenderungan sepakat posisi jabatan gubernur dan wakil gubernur dengan cara penetapan, namun satu fraksi yaitu Fraksi Demokrat tidak menyatakan pendapat sehingga RUUK DIY itu dikembalikan lagi ke pemerintah dan hingga saat ini belum dikembalikan lagi ke DPR oleh pemerintah," ujar Afnan Hadikusumo kepada VIVAnews.com di Yogyakarta, Senin, 4 Oktober 2010

Afnan meminta, ketidakjelasan sikap Demokrat ini harus diakhiri mengingat jabatan gubernur dan wakilnya akan segera habis pada tahun 2011 mendatang. "Fraksi Demokrat harus memperjelas karena dengan sikap tidak jelas itu seakan-akan Fraksi Demokrat pengganjal RUUK DIY," kata Afnan.

Sikap DPD sendiri, kata Afnan, adalah jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY ditetapkan. Rekomendasi tersebut telah diserahkan kepada DPR dan Presiden, namun terjadi persoalan pada implementasinya karena dari pemerintah belum menyerahkan RUUK DIY itu ke DPR.

"Sebaiknya presiden segera menyerahkan RUUK DIY itu kepada DPR untuk segera dibahas agar ada kepastian. Kepastian itu tidak harus penetapan namun juga bisa pemilihan. Yang jelas ada kepastian hukum apakah pemilihan atau penetapan sehingga tidak mengambang seperti saat ini."

Posisi mengambang itulah, kata Afnan, yang membuat Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta referendum untuk menentukan jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY apakah dengan pemilihan atau penetapan. Permintaan referendum, kata Afnan, merupakan bentuk kekecewaan Sultan terhadap sikap pemerintah pusat yang tidak jelas.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Demokrat Jafar Hafsah menilai wacana referendum yang dilontarkan Sultan Hamengku Buwono X baru lontaran semata. Demokrat, kata Jafar, masih melihat perkembangan apa yang lebih baik untuk sistem penentuan kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut Jafar, ada dua pendapat berkembang seputar Rancangan Undang-undang Keistimewaan Yogyakarta yakni apakah gubernur dan wakil gubernur dipilih secara langsung ataukah ditetapkan seperti sebelumnya. Pandangan pertama berpendapat, gubernur dan wakil gubernur juga harus dipilih melalui pemilihan kepala daerah sebagaimana provinsi lain.

Jadi, Demokrat setuju atau tidak referendum untuk Yogyakarta? "Partai Demokrat belum keluarkan sikap setuju atau tidak," kata Jafar.
----------------------------------------------


PKS All Out Bela Keistimewaan Yogyakarta

www.mediaindonesia.com

Partai Keadilan Sejahtera mendesak DPR RI segera mensahkan Rancangan Undang-undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, serta mengukuhkan sistem penetapan dalam penentuan jabatan gubernur provinsi ini.

"Tidak usah lagi bertele-tele dan berlama-lama dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang (RUUK) ini. Semakin cepat, akan semakin baik," kata Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan dalam Musyawarah Wilayah (Muswil) II Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DIY, di Yogyakarta, Sabtu malam (2/10).

Menurut dia, semua pihak sudah mengetahui pasti bahwa seluruh keistimewaan yang dimiliki DIY, dimulai dari sisi sejarah, serta keanekaragaman seni budaya yang tumbuh dan berkembang, sangat baik di wilayah ini.

Oleh karena itu, kata dia, sebuah daerah yang memiliki sejumlah keistimewaan tersebut harus mendapatkan apresiasi dan penghargaan.

"Kami akan mendorong seluruh perangkat politik yang dimiliki partai untuk bisa ambil bagian dalam upaya mempercepat agar proses pembahasan RUUK itu dapat berjalan dengan lancar," katanya.

Selain itu, ia juga mengatakan lebih memilih untuk menerapkan sistem penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai Gubernur DIY.

"Semua orang pasti sudah mengenal sosok Sultan. Beliau memiliki kapabilitas yang sangat baik dan dicintai rakyatnya. Sehingga untuk saat ini, penetapan gubernur akan lebih tepat," katanya.

Ia mengatakan sistem penetapan gubernur tersebut tidak akan mencederai demokrasi, karena demokrasi tidak harus diartikan sebagai pemilihan pemimpin secara langsung, tetapi demokrasi bisa juga dimaknai sebagai mengakomodir aspirasi rakyat.

Selain itu, sistem penetapan tersebut juga akan lebih menguntungkan dalam pemanfaatan anggaran, karena anggaran yang sedianya akan digunakan untuk kepentingan pemilihan kepala daerah dapat dialihkan untuk keperluan lain, seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat.
----------------------------------------


Bola ,Ditangan Pemerintah ;Draf RUUK Belum Di DPR

www.kr.co.id

Jadi tidaknya pembahasan kembali Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY, sangat tergantung kemauan pemerintah. Hingga saat ini, pemerintah belum juga menyerahkan draf RUUK yang akan dibahas DPR RI.
"Sebetulnya bola saat ini ada di pemerintah. Tinggal kapan pemerintah mau mengajukan draf RUUK. Tapi kenyataannya, draf itu belum juga sampai ke DPR RI," ungkap anggota Komisi II DPR, Agus Purnomo kepada KR, Jumat (1/10) terkait dengan ketidakjelasan nasib RUUK DIY. Menurut Agus yang juga anggota Badan Musyawarah DPR, hingga rapat terakhir yang digelar Banmus pada Kamis (30/9), pemerintah belum memasukkan draf RUUK ke Banmus untuk kemudian dibahas. "Dari sekian agenda yang kita bahas, belum ada rencana membahas RUUK," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS itu.

Agus mengatakan, pada dasarnya DPR siap membahas RUUK kapan saja, asal sudah ada bahan yang dibahas. "Namun bahan itu hingga kini belum kita terima,? kata Agus yang berasal dari daerah pemilihan DIY. Ia tidak tahu persis mengapa pemerintah belum juga menyerahkan draf. Padahal banyak pihak yang mendesak agar draf tersebut segera masuk dan dibahas di DPR. Mengenai draf RUUK dari Mendagri yang sudah beredar, Agus menjelaskan, pihaknya tidak tahu persis apa isinya. "Draf akan dikatakan resmi dari pemerintah jika sudah diserahkan ke DPR," ujarnya. Sementara itu, polemik keistimewaan DIY yang tidak kunjung tuntas, menurut Bupati Bantul, Hj Sri Suryawidati, harus segera ditanggapi agar rakyat mendapat kepastian.

Wacana referendum yang dilontarkan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dipastikan sudah melalui pemikiran matang. Referendum merupakan langkah yang sah agar dapat mengetahui aspirasi masyarakat. Menurut Suryawidati, Bantul sebagai bagian dari DIY, tetap akan mendukung keistimewaan. "Apapun caranya, Bantul tetap akan mendukung keistimewaan DIY," ujar Ida, panggilan Bupati Bantul di ruang kerjanya, Jumat.
Menurutnya, persoalan mengenai keistimewaan saat ini sedang mengalami cobaan, sehingga harus diperjuangkan. Ditegaskannya, jika memang dibutuhkan, rakyat Bantul siap dikerahkan untuk menunjukkan dukungan terhadap keistimewaan DIY tersebut. Menurutnya, masyarakat saat ini masih terus bertanya-tanya mengenai kepastian keistimewaan karena masa jabatan Gubernur akan berakhir Oktober 2011. "Waktunya sudah sangat mepet, yang dibutuhkan adalah kepastian," ujar Ida. Desakan masyarakat untuk mendapat kepastian tersebut terus bermunculan. Pemerintah pusat, tambah Ida, mesti segera mengambil keputusan sebelum rakyat bergejolak.
----------------------------------------------



Sultan Anggap Wajar Polemik Referendum

www.seputar-indonesia.com

Wacana referendum untuk menentukan masa depan DIY yang dilemparkan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X ternyata menimbulkan polemik di masyarakat.

Terkait hal itu, Sri Sultan mengaku tidak terlalu mempersoalkannya karena adanya perbedaan pendapat di alam demokrasi adalah hal wajar. Kendati menimbulkan polemik, namun baik yang mendukung maupun menolak referendum, sejauh ini tetap menginginkan adanya status keistimewaan DIY dengan dipimpin raja Keraton Yogyakarta,Sri Sultan HB X. Sri Sultan mengaku tidak ingin menanggapi terlalu jauh adalah polemik untuk merespons wacana referendum yang dimunculkannya.

Termasuk jika ada tokohtokoh di DIY yang tidak sepakat dengan wacana referendum. Alasannya, referendum itu hanya pernyataan, sehingga siapa saja juga boleh mewacanakan pernyataan. Sultan mengaku jika dirinya banyak bicara banyak tentang referendum dinailainya tidak pantas. "Bila ada yang menentang boleh saja, itu demokrasi. Saya ngomong referendum boleh, bila ada yang tidak setuju ya boleh," tegas Sultan seusai upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Lapangan Pancasila, Kentungan, Depok, Sleman, kemarin.

Penerus Sri Sultan HB IX ini menyerahkan wacana referendum itu kepada pemerintah pusat. Pasalnya yang mempunyai kewenangan menentukan masa depan keistimewaan DIY, apakah nantinya ditentukan dengan referendum atau tidak merupakan urusat pemerintah pusat bukan daerah. "Jangan tanyakan saya,apakah referendum itu sudah fix atau belum. Saya kan memberi pernyataan. Nah, itu mau dilakukan atau tidak, itu ya pemerintah."

Berani tidak pemerintah melakukannya?? tanya Sultan. Sultan juga berharap, agar pembahasan masalah keistimewaan DIY tidak dolakukan berlarut-larut.Ada baiknya pemerintah bisa segera melakukan tindakan nyata menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY. "Sekali lagi, yang tidak sepakat silahkan. Itu hanya pernyataan kok,silahkan yang lain mau berpendapat seperti apa," pungkas Sultan sebelum masuk mobis dinasnya.

Terpisah Ketua DPC PDIP Bantul Aryunadi menganggap wacana referendum tersebut mengada-ada karenakeinginanrakyat Yogyakarta terkait keistimewaan sudah jelas. Sehingga, referendum tidak perlu dilaksanakan karena akan membuat sia-sia dan menghabiskan anggaran belaka. "Buat apa referendum, wong sikap rakyat Yogyakarta sudah jelas yaitu menginginkan penetapan," tandasnya.

Terlebih, hakekat keistimewaan DIY bukan karena keinginan untuk mendapat perlakuan berbeda dari provinsi lain.Karena apa yang didapatkan DIY dari pusat, sama dengan perlakuan kepada daerah lain. Sehingga,wacana keistimewaan seharusnya bisa dihentikan dengan sikap tegas dari pemerintah pusat. Baginya, bukan persoalan sulit untuk menetapkan RUUK tersebut menjadi UU Keistimewaan.

?Saya melihat belum diputuskannya RUUK hingga kini lebih karena adanya tarik ulur kepentingan beberapa pihak,? terangnya. Terpisah,pengamat politik dari UGM Ari Sudjito mengaku, referendum hanya bisa menyelesaikan persoalan di tingkat lokal saja. Sementara persoalan di tingkat nasional belum bisa tersentuh. ------------------------------------------


DPD Minta Sultan Jogja Bersabar

www.jppn.com

Wakil Ketua DPD RI, La Ode Ida, meminta Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk bersabar terkait penyelesaian Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) Jogja. Pasalnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak akan menghambat RUUK Jogja.

Menurut La Ode, pembahasan RUUK Jogja hanya persoalan waktu saja karena sampai saat ini masih dibahas di tingkat Pemerintah. "Saya kira Sultan perlu bersabar saja, karena masih dalam proses pembahasan RUU Keistimewaan. Tetap menjadikan posisi Sultan dan Pakualam di ranah yang sangat mulia. Saya kira, Presiden juga tidak akan menghambat proses penyelesaian RUU Keistimewaan DIY," kata Laode Ida di Jakarta, Rabu (30/9).

Jika dalam pembahasannya pemerintah memang tidak berinisiatif menyelesaikan RUUK DIY, maka jalan terakhir yang harus ditempuh Referendum. "Kalau itu merupakan satu kebutuhan dan tidak ada jalan lain, maka peluangnya bisa dengan jajak pendapat," ujarnya.

La Ode Ida menjelaskan, DPD juga memiliki peran terhadap pembahasan RUU Keistimewaan itu. Diakuinya, Komite I DPD telah selesai melakukan pembahasan dan telah memberikan masukan serta pertimbangan kepada DPR.

sedangkan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso, kembali menegaskan, usulan referendum yang dilontarkan Sultan merupakan bentuk kekecewaan atas sikap Pemerintah Pusat yang terkesan mengulur-ulur waktu terhadap pembahasan RUUK Jogja. Padahal, kata dia, sebagian besar Fraksi di DPR pada dasarnya menyetujui bahwa pengisian Gubernur DIY dilakukan dengan penetapan. "Kami mendukung substansi gagasan dari keistimewaan DIY bahwa Sultan langsung ditetapkan sebagai gubernur," tegas Priyo.

Karenanya Priyo mengingatkan Pemerintah agar tidak terlalu gegabah menerima tantangan referendum yang diajukan oleh Sultan. Menurutnya, jika menerima tantanga itu, justru akan mempermalukan Pemerintah sendiri. Pemerintah kata dia, seharusnya menghormati sejarah yang telah ada. Sebab, Jogja berstatus istemewa karena ketika awal kemerdekaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai penguasa kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat, menyatakan kesediaannya bergabung dalam NKRI.

Sementara Wakil Ketua DPR dari PKS, Anis Matta, mengatakan bahwa masalah Keistimewaan DIY bukanlah hal yang mendesak. Karena itu, pembahasan RUUK Jogja tidak perlu terburu-buru karena masih banyak yang harus dikaji ulang dan lebih jauh tentang Keistimewaan Jogja.
----------------------------------------------


Kepala Desa dan Dukuh di Yogyakarta Dukung Referendum

tempointeraktif.com 

Para perangkat desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang tergabung dalam Parade Nusantara mendukung referendum dalam penentuan jabatan gubernur dan wakil gubernur.

"Yang jelas kami menyatakan referendum itu merupakan proses demokratisasi juga, apapun hasilnya, itulah yang dikehendaki rakyat," kata Rustam Fatoni, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Parade Nusantara Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis (30/9).

Organisasi yang menampung lurah, pamong desa dan lembaga kemasyarakatan desa itu juga akan menggerakkan warga supaya mendukung langkah-langkah Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X. Gerakan tersebut, kata dia, merupakan reaksi dari molornya Rencana Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta yang hingga jabatan gubernur diperpanjang belum disahkan.

Ia mengatakan pernyataan Sultan yang menginginkan referendum dalam pengisian jabatan kepala daerah itu merupakan reaksi dari ketidakpekaan pemerintah dalam menyerap aspirasi rakyat. Pemerintah dinilai tidak tanggap menyerap aspirasi masyarakat Yogyakarta.

"Penetapan jabatan Kepala Daerah DIY merupakan aspirasi kami, ini juga merupakan bentuk keterbukaan masyarakat Yogyakarta, seharusnya pemerintah pusat mengakomodir itu," kata Rustam yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Jambitan, Banguntapan, Bantul.

Sementara itu, Paguyuban Dukuh Kabupaten Bantul juga secara tegas mendukung adanya referendum. Sejak diajukannya RUUK, paguyuban itu konsisten mendukung adanya penetapan kepala daerah untuk menentukan jabatan gubernur/wakil gubernur, yaitu Sultan yang jumeneng sebagai gubernur dan Paku Alam menjadi wakil gubernur.

Kami bertekad, Sultanku gubernurku, Paku Alam wakil gubernurku, mereka adalah benteng keistimewaan Yogyakarta,? tegas Sulistio Atmojo, Ketua Paguyuban Dukuh, Kabupaten Bantul.

Ia mengakui paguyubannya telah didukung oleh paguyuban pegadang, nelayan, tukang becak maupun paguyuban lainnya yang mendukung dilakukannya penetapan untuk mengisi jabatan kepala daerah.
------------------------------------------



Sultan Mengancam Referendum

www.detiknews.com

Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X mengancam akan menuntut referendum karena Pemerintah tidak juga menyetujui RUU Keistimewaan DIY. Partai Golkar berharap Pemerintah mendengar protes tersebut dan menyetujui RUU Keistimewaan DIY.

"Janganlah pemerintah ragu-ragu menyetujui, karena akan mengecewakan rakyat Jogja secara mayoritas. Saya minta Mendagri mengkonsultasikan dengan Presiden SBY agar Pemerintah tidak ragu lagi menyetujui pengesahan RUU Keistimewaan DIY sesuai permintaan rakyat Yogyakarta," Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso dalam jumpa pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9/2010).

Menurut Priyo, pernyataan Sultan adalah bukti kekecewaan rakyat Yogyakarta. Sebab Pemerintah ingin merubah pemilihan Gubernur DIY yang semula langsung menjadi Pemilukada.

"Saya menyampaikan dukungan kami, bahwa Pemerintah tidak perlu dipermalukan terkait hal ini," terang Ketua DPP Golkar ini.

Sebelumnya Sultan menyatakan tantangan kepada Presiden akan mendorong referendum terkait RUU Keistimewaan DIY. Pasalnya dalam RUU tersebut, Pemerintah ingin Gubernur di DIY dipilih melalui Pilkada, tidak ditunjuk langsung seperti perjanjian Pemerintah dengan Kesultanan Yogyakarta tempo dulu.
---------------------------------------------



Sri Sultan Berharap UU Keistimewaan DIY Selesai sebelum Oktober 2011

www.mediaindonesia.com

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X berharap Undang-Undang (UU) Keistimewaan DIY bisa diselesaikan sebelum Oktober 2011.

Pada saat itu, kata Sultan, masa jabatannya yang sudah diperpanjantg akan berakhir. "Syukur-syukur sebelum batas waktu itu sudah bisa terbit UU Keistimewaan DIY," katanya, Selasa (28/9).

Oleh karena itu, ujarnya, para pemegang kebijakan di pusat bisa memahami kondisi tersebut. "Bagi saya, RUU Keistimewaan DIY harus selesai tidak lebih dari bulan Oktober tahun depan," ujar Sultan.

Menurut Ngarsa Dalem, suksesi kepemimpinan DIY akan menggunakan penetapan atau pemilihan, semuanya diserahkan kepada masyarakat. "Untuk penetapan atau pemilihan, jangan tanya saya tapi masyarakat," kata Sri Sultan, yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ia mengatakan, DIY bergabung dengan Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI) karena adanya Maklumat 5 September sebagai ijab kabulnya. Oleh karena itu, kini terserah pemerintah pusat apakah akan mengakui atau tidak ijab kabulnya itu.

Sri Sultan juga menyampaikan usul kepada pemerintah pusat untuk melakukan referendum terkait dengan suksesi pemerintahan di DIY apakah melalui pemilihan atau penetapan. Melalui referendum, jelasnya, yang menentukan adalah rakyat.

"Karena sebenarnya hak menentukan ada di tangan rakyat, dan bukan di tangan saya," ujar Gubernur.
-----------------------------------------------


Sultan Sindir Penggarapan RUU Keistimewaan Yogyakarta


www.republika.co.id

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ganjar Pranowo, menangkap sinyal sindiran dari Sri Sultan Hamengkubuwono
X soal Rancangan Undang Undang (RUU) Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hal itu terlihat dari usulan referendum untuk penentuan mekanisme pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.

''Statemen tersebut merupakan bentuk kegemasan yang sudah melebihi gaya keraton," ujar Ganjar di Jakarta, Rabu (29/09). Sebelumnya dia sempat bertemu dengan Sultan. Pernyataan itu keluar karena masa jabatan Gubernur DIY yang sampai saat ini masih dipangku oleh Sultan sudah akan berakhir pada tahun 2011 nanti. Sementara DPR dan Pemerintah belum berhasil menyelesaikan RUU Keistimewaan DIY.

Ganjar mengakui, pernyataan Sultan tersebut merupakan sentilan terhadap sensitifitas para pembuat kebijakan di tingkat pusat. Seharusnya RUU ini bisa lebih cepat selesai karena tidak harus memulai dari awal. Sampai saat ini, DPR masih menunggu pemerintah menyampaikan RUU Keistimewaan DIY itu. "Kenapa harus berlama-lama? Yang masih menjadi persoalan kan hanya mekanisme penentuan Gubernur saja," kata Ganjar.

Seperti yang diketahui, ada dua pendapat berkembang seputar RUU Keistimewaan DIY, yakni apakah gubernur dan wakil gubernur dipilih melalui pemilihan kepada daerah ataukah ditetapkan seperti sebelumnya.

Alasan Kementerian Dalam Negeri, yang ingin mempresentasikan RUU itu kepada presiden sebelum membawanya ke DPR, dianggap Ganjar sebagai sesuatu tindakan yang sulit dimengerti. Sebab pembahasan ini sebelumnya juga sudah dilakukan sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memimpin Kabinet Indonesia I. "Presidennya kan masih orang yang sama, jadi political standing-nya juga pasti masih sama," ujar Ganjar.

Sementara itu, terpisah, Ketua Fraksi Demokrat, Jafar Hafsah menilai wacana referendum itu baru merupakan isu. Partai Demokrat masih menimbang jalan mana yang terbaik untuk menentukan kepala daerah di Yogyakarta. "Setuju atau tidak referendum untuk Yogyakarta, Partai demokrat belum keluarkan sikap," katanya.
-------------------------------------------


Referendum Sebatas Masukan RUUK DIY,
DPRD Jadwal Ulang Utusanya Ke Jakarta

www.kr.co.id 

Referendum yang diwacanakan Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak akan mengikat bagi DPR RI dalam membuat Undang-undang Keistimewaan (UUK) DIY. Dari sisi ketatanegaraan, referendum tidak ada landasan hukumnya.

Demikian dikemukakan Guru Besar Fakultas Isipol UGM, Prof Dr Purwo Santoso, Kamis (30/9). Menurutnya, referendum hanya setara dengan survei sehingga hasilnya hanya sebatas masukan dari masyarakat sebagai pertimbangan bagi DPR untuk membuat keputusan.

"Referendum hanya setara dengan survei, dengan responden rakyat DIY. Karena dari sisi ketatanegaraan, itu (referendum) tidak ada landasan hukumnya. Menyusun Undang-undang (UU) berbasis referendum, tidak ada di Indonesia," ungkap Prof Purwo Santoso ketika dihubungi KR, Kamis (30/9).

Maka, lanjutnya, hasil survei tidak akan bisa dijadikan alat untuk mendikte dan mengikat DPR. Sementara jika dibandingkan dengan jajak pendapat rakyat Timor Timur tahun 1999, menurut Prof Purwo, jajak pendapat tersebut merupakan keputusan politik.

"Kalaupun referendum ini benar-benar mau dilakukan untuk UUK, maka logikanya harus melibatkan seluruh rakyat Indonesia. Sebab yang mau diputuskan adalah UU yang berlaku secara nasional. Sehingga referendum itu harus merepresentasikan kehendak rakyat Indonesia secara keseluruhan," tambahnya.

Namun itupun tidak bisa dilakukan karena sama artinya memindahkan tanggungjawab DPR kembali kepada rakyat. Ia juga mempertanyakan kesungguhan Sri Sultan HB X dalam menawarkan referendum. "Apakah usulan referendum itu sungguh-sungguh kaitannya dengan pembuatan UU? Kalau hanya teknik untuk tawar-menawar dengan pemerintah pusat, kita tidak perlu ribut-ribut," tandas Prof Purwo.

Ketua DPD Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) DIY Marsda TNI (Pur) Sugiantoro mendukung lontaran Gubernur DIY Sri Sultan HB X agar dilaksanakan referendum di DIY untuk meminta pendapat rakyat soal pengisian jabatan gubernur. Referendum dirasa perlu mengingat keistimewaan DIY hingga sekarang belum juga mendapat pengakuan secara hukum.

"Kalau saya mendukung referendum lha wong kawula Sultan. Dari pada pembahasan Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) DIY tidak selesai-selesai," katanya kepada wartawan di Kepatihan usai menghadiri penyerahan SK gelar kehormatan veteran, Kamis (30/9).

Pihaknya menilai, pemerintah sengaja mengulur-ulur pembahasan RUUK DIY sehingga sampai sekarang tidak juga ada kepastian tanpa alasan yang jelas. Sebagai mantan pejuang, Sugiantoro merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Sebab itu referendum dipandang sebagai solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan.

Pihaknya menilai, lontaran Sultan yang menantang pemerintah pusat untuk menggelar referendum merupakan bentuk kemarahan Sultan atas berlarut-larutnya pembahasan RUUK DIY. "Kira-kira Sultan sudah marah. Karena sudah bertahun-tahun keistimewaan DIY tidak kelar-kelar," ucapnya.

Sementara itu, DPRD DIY menjadwalkan ulang kembali rencana pengiriman delegasi terkait dengan pembahasan RUUK di DPR RI. Sebelumnya, dewan juga membatalkan keberangkatan delegasi pertama yang seharusnya berangkat 24-25 September lalu. Sedangkan delegasi kedua yang rencananya berangkat 1-2 Oktober, juga dibatalkan. "Kita jadwalkan ulang kembali. Agar semuanya lebih siap," ujar Ketua DPRD DIY, Yoeke Indra Agung Laksana.
----------------------------------------------



 

Pemerintah Perlu Respon Wacana Referendum

www.antaranews.com

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Agus Purnomo mengatakan pemerintah perlu merespon wacana referendum untuk menentukan mekanisme penentuan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Agus Purnomo, di Jakarta, Rabu, mengatakan, wacana referendum itu adalah tawaran yang adil, sebab masyarakat Yogyakarta sudah sepatutnya dilibatkan untuk menentukan mekanisme penentuan Gubernur DIY.

"Saya menilai referendum ini adalah jalan tengah supaya pemerintah bisa mengukur keinginan rakyat Yogyakarta seperti apa," kata Wakil Ketua Fraksi PKS itu.

Ia mengatakan, jika usulan ini nantinya disetujui, maka setelah referendum dilaksanakan, pemerintah dapat menetapkan mekanisme yang dipakai untuk menentukan Gubernur DIY.

"Referendum dulu. Kalau hasilnya rakyat setuju penetapan maka Gubernur DIY ditetapkan oleh Presiden. Jika hasilnya pemilihan, maka laksanakan pemilihan untuk Gubernur DIY," ujarnya.

Persoalan tentang mekanisme penentuan jabatan Gubernur DIY telah dibahas oleh DPR periode sebelumnya dengan pemerintah.

Materi penentuan jabatan Gubernur DIY masuk dalam rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY.

Pemerintah mengusulkan agar pemilihan Gubernur DIY dilaksanakan secara demokratis, sementara sebagian besar fraksi di DPR menginginkan agar mekanismenya melalui penetapan.

Hingga akhir masa jabatan DPR 2004-2009 belum ada titik temu antara DPR dan pemerintah, sehingga kemudian disepakati agar pembahasan RUUK dilanjutkan pada masa sidang DPR periode 2009-2014.

Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan penetapan atau pemilihan untuk menentukan orang yang berhak mengisi jabatan gubernur adalah hak rakyat, sehingga pemerintah pusat perlu mengakomodirnya dalam sebuah kebijakan tertentu, misalnya melalui referendum.

"Jika pemerintah pusat memiliki keberanian, mengapa tidak dilakukan referendum saja karena itu adalah hak rakyat?" kata Sri Sultan HB X di Yogyakarta, Selasa (28/9).
 

Sumber: dprd-diy.go.id