Kamis, 30 Juni 2011

Negeri Ini Katanya Diisi oleh Orang Bodoh

13092947471679406285



Masih belum hilang dalam ingatan kita tentang ungkapan atau boleh dibilang caci maki yang keluar dari mulut salah satu anggota DPR yang terhormat. Kosa kata binatang yang keluar dari mulut anggota dewan yang terhormat tersebut sangat ringan dilisankan tapi pedih dan miris bagi yang melihat dan mendengarkan. 

Siapakah yang melihat dan mendengarkan, yang jelas adalah kita, rakyat Indonesia yang terdiri dari 240 juta jiwa. Kehidupan bernegara dan bermasyarakat kita diwakili oleh mereka yang duduk di gedung (masih) mewah. Anggota dewan yang terhormat ikut menentukan nasib kita. Hampir setiap hari kita disajikan tontonan yang memalukan dari perilaku anggota dewan yang terhormat, mulai dari korupsi, kolusi, skandal perempuan, mark up anggaran, penyuapan, kongkalikong sampai ada yang tertangkap basah sedang melihat gambar porno. Mereka yang terdiri dari 550 orang terpilih mewakili suara rakyat mulai dari yang baru lahir sampai yang mau mati. Di kepala mereka sebenarnya Indonesia bisa berubah, menjadi baik atau tambah parah. Di tangan mereka ada kekuasaan untuk memberikan tanda bakti bagi negeri, tanda yang menghasilkan sesuatu yang suci atau sesuatu yang keji. Di kaki mereka bangsa ini bisa melangkah maju, langkah yang surut atau langkah yang pesat seperti pecut. Saya jadi teringat syair dari lagu Iwan Fals yang bunyinya bahwa saudara (anggota dewan yang terhormat) dipilih bukan dilotere, meski kami tak kenal siapa saudara. Sedari awal memang kami tidak kenal siapa saudara, tapi sekarang kami kenal siapa saudara. Banyak dari kami akhirnya frustrasi dan berpikir untuk kembali lagi ke zaman tirani. 

Pada tahun 1998 kami turun ke jalan bukan untuk bergaya. Kami turun ke jalan karena dipaksa oleh keadaan yang memang membuat keinginan kuat kami untuk berunjuk rasa. Waktu itu kami tidak berpikir akan seperti ini jadinya, dengan banyak permasalahan dimana-mana. Dan yang membuat kami tambah kecewa dan marah adalah teman-teman yang dulu ikut turun ke jalan sekarang berada dalam lingkaran kekuasaan. Itu memang hak mereka untuk ikut berjuang, namun sungguh sayang, banyak di antara mereka asyik masyuk dalam lingkaran setan dan yang terparah, mereka juga ikut merasakan bagaimana nikmatnya merampok uang lewat jabatan. Anggota dewan negeri ini juga sudah banyak yang melakukan studi perbandingan ke negara-negara yang dianggap sebagai percontohan, tetapi apa hendak dikata ternyata urusan mereka jauh dari harapan. Banyak di antara mereka justru berfoya-foya menghabiskan anggaran tanpa hasil yang bisa diharapkan.

Di sisi lain, negeri ini katanya negeri yang ramah dan murah senyum penduduknya. Negeri ini katanya sangat berbudaya dengan karakter orang-orangnya yang berbudi bahasa. Namun kenyataannya justru sebaliknya. Negeri ini penuh dengan orang-orang pinter yang kebllinger. Sekali lagi kita diperlihatkan tontonan yang memalukan dan memilukan. Di saat kita sedang berharap-harap cemas menunggu nasib saudara-saudara TKI kita yang sedang menunggu ajalnya di negeri orang. Di negeri sendiri kita saling mencaci dan memaki saudara sendiri. Kosa kata BODOH bisa dengan ringan keluar dari lidah seorang gubernur kepada seorang walikota yang notabene didukung hampir 90 persen rakyat di kotanya. Masalah yang mungkin kecil buat mereka berdua, tetapi besar efeknya bagi rakyat yang melihat dan mendengarnya. Pertanyaan sederhana keluar dari lidah saya, apakah di negara ini sudah tidak ada tata krama atau etika? Ataukah tata krama dan etika sudah menjauh dari kita? Atau kita sudah menjauh dari-Nya? Ketika terjadi serangan Amerika terhadap Irak, para ahli neurologi meneliti dan memperkirakan bahwa George W. Bush pada waktu mengambil keputusan tersebut, tingkat emosi dan kecerdasannya berada di titik nadir alias NOL. Saya juga berpikir sama dengan penelitian tersebut, jika saja dilakukan penelitian tentang kecerdasan dan emosi terhadap gubernur tersebut, mungkin bisa saja sama hasilnya, yaitu berada di titik nadir alias NOL. Pertanyaan selanjutnya adalah, siapakah sebenarnya yang BODOH?

Satu lagi yang terakhir dan patut membuat kita malu. Seorang ahli hukum yang dengan kehebatan nalar hukumnya memang diakui siapapun di republik ini dengan ringan mengumbar ucapan ke publik bahwa Jaksa Agung negara ini GOBLOK. Ya ampun, sudah habiskah kosa kata di bidang hukum untuk mengganti kosa kata GOBLOK. Terminologi GOBLOK dalam kamus apapun, dan jika diterjemahkan ke dalam bahasa apapun memiliki implikasi yang sangat jelas dan menyakitkan bagi orang yang dituju. Apalagi yang dituju adalah seorang Jaksa Agung. Pertanyaan saya adalah untuk kedua orang yang sedang melempar kosa kata masing-masing, untuk Pak Jaksa Agung, apakah sudah dipikirkan akibatnya ketika mengambil tindakan untuk membuat orang merasa terhina akibat perbuatan yang dianggap mempermalukannya (yang notabene adalah seorang profesor hukum, mantan menteri dan konseptor pidato-pidato presiden)? Untuk bapak profesor hukum, apakah sudah kehabisan kosa kata atau istilah di bidang hukum untuk menyanggah apa yang dilakukan Pak Jaksa Agung?

Pertanyaanku untuk  kita semua, relakah Anda jika negeri ini dikelola oleh orang-orang BODOH dan GOBLOK….???

Negeriku oh Negeriku…….Ngeri aku melihatmu…

Rosandi Ari
www.kompasiana.com

NKRI: Negara Kekhalifahan Raya Indonesia

13093394681539694054


Menyaksikan acara Jakarta Lawyers Club di TVOne kemarin malam. Saya menggaris bawahi pernyataan Sujiwo Tejo sebagai seorang yang anti sistem demokrasi. Karena sistem demokrasi ini justru yang membodohi rakyat lantaran kebenaran akan sesuatu diputuskan oleh angka mayoritas. Kalau semua atau sebagian banyak orang bilang bumi itu datar, maka bumi akan jadi datar. Menurutnya Indonesia harus menerapkan sistem meritokrasi yang kasarannya adalah segala sesuatu harus dipegang oleh ahlinya, sekalipun yang memimpin negara ini menggunakan cara-cara tangan besi.





Mungkin Sujiwo Tejo belum kenyang dengan 32 tahun sistem tangan besi yang pernah diterapkan di negara ini, dan harus ditambah lagi waktunya sampai setelah itu diubah kembali jadi demokrasi. Perlu revolusi dan mengembalikan sistem otoriter ala dua orde terdahulu di republik ini. Mungkin sampai ratusan tahun atau entahlah berapa tahun lagi. Namun persoalannya adalah jika negara ini harus diserahkan kepada ahlinya, sekarang ini coba kita lihat satu bidang saja dahulu. Contohnya di bidang hukum, berapa banyak professor hukum di DPR dan komisi atau lembaga-lembaga penegakkan hukum. Di bidang politik pun nyatanya presiden kita seorang doktor kehormatan bidang politik (diberikan oleh salah satu Universitas di Bangkok). Apa itu bukan ahli namanya. Sebenarnya yang disebut ahli itu atas dasar apa ukurannya? Atas dasar budaya? Gelar intelektual? Atau apa?

Seorang Habibie yang ahli pun juga tidak bisa memimpin negeri ini. Mantan presiden yang katanya salah satu dari manusia jenius di Indonesia itu ternyata tidak begitu ahli dalam soal politik, sehingga mampu dilengserkan pula oleh ahli-ahli politik lainnya. Lalu sang ahli yang bagaimana yang dicari. Apakah ada seorang manusia yang bisa ahli segalanya di seluruh bidang? Pertanyaan selanjutnya adalah, jika misalnya ada satu posisi penting di negeri ini namun banyak sekali ahli yang mampu menduduki posisi itu, lantas siapa yang berhak mendapatkan posisi tersebut? Bagaimana tolak ukur selanjutnya untuk menentukan si ahli yang pantas bagi kedudukan itu, apakah pakai cara frontal sampai peperangan? Pakai cara pemilihan rakyat lagi? Pakai cara fit and proper test? Pakai cara dipilih oleh MPR-DPR ala orde baru? Atau apa?

Toh sistem meritokrasi pernah dipakai di era Soekarno dan Soeharto. Kenapa saya bilang pernah? Bayangkan saja pada masa Soekarno, orang jadi DPR itu apa tidak hebat, pintar, dan ahli. Di zaman yang pasca kemerdekaan itu, menurut saya isi parlemen Republik Indonesia sudah benar-benar mencerminkan Meritokrasi. Tetapi kemudian lambat laun, orang-orang yang ahli itu juga tidak bisa memertahankan dominasi dan kekuasaan mereka akibat gempuran ahli-ahli lainnya. Lalu ahli yang bagaimana yang dicari dalam pandangan Sujiwo Tejo? Apakah yang jujur dan amanah? Kenapa pemilihan presiden tidak sekalian saja pakai alat tes kebohongan yang mirip di film-film agen rahasia kalau sedang menginterogasi mata-mata musuh. Daripada harus dipilih rakyat, kumpulkan saja ahli-ahli itu lalu interogasi satu-satu pakai instrumen pendeteksi kebohongan.

Atau sang ahli-nya dipilih atas dasar agama? Karena agama kan sering digadang-gadang merupakan sumber kebenaran tertinggi dan transendental.

Bicara tentang memilih sang ahli yang mampu memimpin negara berdasarkan ajaran agama. Bertepatan dengan peringatan Isra’ Mi’raj ini, sejak tanggal 27 Juni 2011 kemarin HTI mengadakan konferensi Rajab. Tidak tanggung-tanggung katanya di 29 kota di Indonesia. Sebagaimana sudah diketahui bahwa HTI paling getol menyuarakan agar sistem demokrasi diganti dengan sistem Khalifah. Dalam salah satu hadis Nabi dikatakan pula apabila setiap urusan telah diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat datangnya hari akhir. Doktrin ini sering dipakai untuk menyerang sistem demokrasi, dan tak jauh berbeda dengan perkataan Sujiwo Tejo tentang “sang ahli untuk negeri”. Namun Sujiwo Tejo dalilnya bukan hadis Nabi, tetapi pakai semacam stratifikasi manusia berdasarkan kasta-kasta ala Majapahit dahulu.

Gagasan Sujiwo Tejo dan HTI soal Meritokrasi ini nampak sejalan. Tetapi antara Sujiwo Tejo dan HTI pastinya ada perbedaan. Semalam Sujiwo Tejo tidak memaparkan seperti apa yang disebut “orang ahli” itu dan bagaimana kriterianya. Tetapi kalau HTI sudah jelas, yang dikatakan orang ahli untuk mengurusi urusan negara adalah orang-orang yang mengerti Syariah Islam karena sistem negara ini akan berganti Khalifah. Itupun Syariah Islamnya yang sesuai dengan pemahaman HTI-lah yang paling benar dan harus sejalan dengan mereka.

Jadi ternyata meski gagasan sama namun konsep, mekanisme, dan teknisnya pun berbeda. Atau bisa jadi kalau memang ada revolusi besar-besaran terjadi di Indonesia, dan tiba-tiba negara ini berubah sistemnya menjadi Kekhalifahan, orang-orang seperti Sujiwo Tejo malah mendukungnya. Bukan sesuatu yang mustahil jika NKRI berubah menjadi Negara Kekhalifahan Raya Indonesia dari sebelumnya yang sering dibilang Negara Kafir Republik Indonesia, sebab tak sedikit orang-orang yang mendukungnya. Contohnya di konferensi Rajab yang diadakan oleh HTI, ternyata massa mereka lebih dari puluhan ribu orang. Perbandingannya, jika di Jakarta dan Jawa Barat saja, kira-kira sekitar lima puluh ribu orang menghadiri sebagai partisipan. Maka berapa jumlahnya rata-rata kalau diadakan di 29 kota. Pasti banyak sekali pendukung sistem khalifah ini.

Bukan tidak mungkin jika HTI dengan gagasan sistem Khalifahnya mampu memimpin Republik ini, dan mengakibatkan simpati dan dukungan datang dari organisasi atau partai politik selain HTI. Hal ini dikarenakan adanya cita-cita ideal bahwa Syariah Islam harus ditegakkan dalam sistem pemerintahan. FPI saja telah menyatakan  bahwa, “diakui atau tidak, sebelum merdeka atau setelah merdeka, Indonesia sudah menjadi negara Islam, hanya belum kaffah. Buktinya, mayoritas penduduk Indonesia muslim, Presiden dan Wakil Presidennya pun muslim hingga saat ini.” demikian dikatakan Ustaz Awit dari DPP Front Pembela Islam (FPI) dalam sebuah Tabligh Akbar di Bekasi. Menurut Ustaz Awit, sebuah negara bisa dihukumi sebagai negara Islam, apabila penduduknya mayoritas Islam, dipimpin oleh orang Islam, penduduk umat Islam tersebut diperbolehkan melaksanakan Syariah Islam. Maka negeri bisa dikatakan sebagai negara Islam.

Konsep anti demokrasi bergaung di seantero negeri berikut dalil-dalil pembuktiannya. Tetapi kalau bagi saya pribadi, mau diganti sistem apapun akan tetap sama saja. Mungkin saya akan setuju jika Kekhalifahan berdiri di negeri ini, alasannya bisa jadi ikut-ikutan tren “menunggu juru selamat”, atau mungkin dikarenakan sudah bosan dengar perdebatan soal bentuk negara sejak tahun jebot yang terus dibicarakan, sampai-sampai negara harus dikesankan seolah pintu surga.

Sesekali boleh juga sistem Khalifah diberi kesempatan, lalu kita lihat apa yang bisa diperbuat oleh  sistem yang katanya dibeking dan disponsori oleh Tuhan ini. Kita lihat pula bagaimana “ahli-ahli” sistem itu berkuasa, apakah meniadakan penyembelihan besar-besaran, apakah memeratakan kesejahteraan, atau malah tetap memertontonkan para elit yang ribut berebut kekuasaan tak jauh beda dengan orde-orde sebelumnya.

Kupret El-kazhiem

www.kompasiana.com

Masa depan dan Kehancuran Negara Israel

Beberapa hari yang lalu saya berdiskusi dengan hangat dengan beberapa teman di sini, tentang konflik Israel/Israil dan Palestina. Sesuatu hal yang wajar jika kita membela dan berada di salah satu fihak yang bertikai, dan itu biasanya berkaitan dengan sesuatu yang sangat emosional, yaitu kedekatan agama dan keyakinan. Tapi saya berharap kita tetap berada dalam sebuah jalur yang benar, jujur dan berimbang dalam melihat dengan seimbang, terukur dan adil dalam melihat konflik yang tak berkesudahan ini.

13094200691526373262



Bangsa Yahudi sering kali menggunakan istilah sebagai “bangsa terpilih”, yang berarti juga sebagai sebuah bangsa yang paling disayang, terkadang istilah sebagai “bangsa terpilih” ini begitu menganggu pikiran saya, jika memang ada sebuah bangsa yang terpilih berarti harus ada bangsa yang tidak terpilih, begitu juga ada bangsa yang tidak disayang, logika yang sederhana dan berbalik seimbang. Tapi pertanyaannya, apakah Tuhan memiliki sifat seperti itu, sifat yang hanya di miliki oleh manusia seperti kita, sifat dasar sebagai manusia? sama seperti saya. Dogma/Logika ini tentu sulit saya mengerti, tapi untuk beberapa hal saya biarkan saja mereka (Yahudi) untuk meyakini dan memahami apa yang mereka yakini.


Bani Israel/Israil pasca eksodus dari negeri Mesir. (sudut pandang study Islamic Archaeologi)

Salah satu tujuan penting hijrahnya bangsa bani Israel/Israil adalah tentang pengenapan janji Tuhan kepada mereka, tentang sebuah tanah yang telah di janjikan bagi mereka, yaitu bumi Palestina. Wilayah – wilayah ini pada mulanya di kuasai raja – raja Filishtin/ raja bangsa Palestina. Oleh karena itu Al-Qur’an menggunakan kata kerja “mewarisi” untuk penyebutan pengambilalihan bani Israel/Israil atas tanah suci ini (Palestina).

Al-Qur’an juga menyebut bahwa tanah yang diwarisi buat mereka (Yahudi) hanyalah bagian timur dan baratnya saja (Ini berbeda dengan realita sekarang). Dalam sebuah dialog yang tercatat :

“ … ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, … Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah di tentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh) dan menjadikan kamu menjadi orang – orang merugi.”

“Mereka berkata,” Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri ini ada orang – orang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali – kali tidak akan memasukinya sebelum mereka keluar dari padanya, jika mereka keluar dari padanya, pasti kami akan memasukinya.”

Dalam dialog ini jelas, bahwa klaim bangsa Yahudi bahwa tanah palestina adalah tanah tak bertuan dan tak memiliki penguasa gugur atas sebuah realita sejarah. Dan sejarah pun mencatat pada masa Musa, rakyat Israil hidup terlunta – lunta karena mereka tidak berani memasuki bumi (Palestina) ini.

Sampai datangnya nabi Daud a.s yang memerangi bangsa Filishtin dan membunuh raja mereka. Daud lalu mendirikan kerajaan Yahudi di atas tanah Palestina untuk pertama kalinya dalam sejarah perjalanan bangsa Israel/Israil setelah hidup terlunta – lunta di bumi ini, maka genaplah janji Tuhan bagi mereka pada masa itu.

Puncak kejayaan bangsa ini terjadi pada masa nabi Sulaiman a.s. Kerajaan Yahudi membentang luas, tapi sayangnya setelah kematian Sulaiman, bangsa Yahudi terpecah belah dan membuat kerajaan mereka terpecah menjadi dua. Satu di utara dan satu lagi di selatan. Penyebab perpecahan mereka ialah sepuluh dari dua belas suku memberontak kepada raja penganti yang berasal dari keluarga Sulaiman dan mereka mendirikan kerajaan di utara dengan nama Israel.

Dalam muqadimah kitab raja – raja disebutkan pada tahun 722 SM, bangsa Assiria menyerang kerajaan Israil di bagian utara dan menghancurkannya. Lalu di ikuti 130 tahun sesudahnya, bangsa Babilonia menghancurkan kerajaan Israil(Yahudza) di selatan.

Hampir di semua buku – buku sejarah sepakat bahwa setelah kehancuran pertama (1) Israel sebagai sebuah Kerajaan/ Negara tak pernah lagi ada kerajaan atau negara yahudi yang berdiri kecuali baru pada tahun 1948 M di bumi Palestina ini.


Masa pembuangan/ diaspora

Setelah hancurnya kerajaan mereka di tangan Babilonia, bangsa Yahudi di usir dari bumi ini, mereka di jadikan budak di negeri - negeri Babilonia. Setelah Babilonia hancur oleh kerajaan Persia barulah kaum Yahudi ini di ijinkan kembali tinggal di negeri Palestina.

Masa pun berganti, tanah Palestina ini berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi, kali ini bangsa Yahudi kembali terusir akibat pemberontakan yang gagal untuk mendapatkan otonomi dan kekuasaan di Palestina. Raja Romawi akhirnya menghancurkan haikal (rumah ibadah) mereka dan mengusir mereka keluar dari tanah Palestina dan itu terjadi pada tahun 70 M, dan pada tahun 135 M seluruh sisa – sisa sejarah mereka di hapuskan sama sekali di bumi Palestina ini. Dan mereka mulai hidup “bergentanyang” di muka bumi selama ribuan tahun.


4 mitos Zionism untuk klaim atas tanah Palestina

Kaum Yahudi yang hidup dalam pengasingan meyadari bahwa mereka harus kembali lagi ke tanah yang telah di janjikan untuk mereka. Janji tentang tanah dan kaum yang terpilih “berdengung” keras di hati, jiwa dan pikiran mereka. Mereka butuh sebuah negara, sebuah wilayah yang berada di bawah kekuasaan mereka, yang akan melindungi mereka, dan mereka akan aman di dalamnya, inilah mimpi – mimpi yang di suarakan oleh kaum Zionism.

Theodore Herzl, sebagai salah satu bapak Zionism terus mengkampanyekan tentang tanah yang telah di janjikan ini, padahal di dalam benak kaum Yahudi pada saat itu mereka tidak lagi menginginkan kembali ke tanah Palestina karena sudah hidup dengan damai dan makmur di negara – negara Eropa.

Zionismlah yang akhirnya membentuk sebuah kesadaran baru tentang pentingnya sebuah negara Yahudi, negara yang akan melindungi dan menjaga mereka. Empat mitos dasar Zionism yang kemudian membentuk kesadaran semua orang tentang pentingnya masyarakat Yahudi tentang zionism.

Pertama (1) adalah tentang “sebuah negeri tanpa bangsa, untuk bangsa tanpa negeri”. Mitos ini secara licik telah di gunakan oleh orang – orang zionism awal untuk menyebarkan friksi bahwa Palestina merupakan sebuah tempat kosong, terpencil, tandus dan jauh dari keadaan yang siap untuk di tempati. Klaim ini dengan cepat diikuti oleh penolakan adanya identitas, kebangsaan dan kepemilikan absah bangsa Palestina pada negeri yang di dalamnya bangsa Palestina telah tinggal sepanjang sejarah, bahkan sebelum bangsa Yahudi datang ke negeri ini.

Kedua (2) adalah mitos tentang demokrasi Israel. Cerita – cerita surat kabar dan referensi televisi yang tak terhitung jumlahnya tentang negara Israel di ikuti oleh penegasan bahwa Israel merupakan satu – satunya demokrasi sejati di Timur dekat. Dalam kenyataannya, Israel tidak lebih baik dari negara Apartheid di belahan Afrika. Kebebasan sipil yang merupakan proses wajib dan hak hak asasi secara hukum menolak mereka yang tidak memenuhi kreriteria rasial dan keagamaan.

Mitos ketiga (3) adalah bahwa “keamanan” sebagai kekuatan penggerak kebijaksanaan luar negeri Israel. Orang – orang Zionis mempertahankan bahwa negaranya harus menjadi kekuatan militer terbesar keempat di dunia. Sebab Israel dipaksa untukmempertahankan dirinya melawan ancaman besar dari negara – negara Arab di sekitarnya.

Mitos keempat (4) zionism sebagai pewaris moral dan korban – korban Holocaust. Mitos ini merupakan yang paling tersebar dan mendalam dari mitos – mitos tentang zionism. Para idiolog zionism telah membungkus diri mereka dengan kain kafan kolektif dari enam juta (silahkan lihat dibuku THE HOLOCAUST INDUSTRI, NORMAN G. FINKELSTEIN, di buku ini Norman menelanjangi tentang kebusukan dan pemerasan yang di lakukan oleh organisasi Yahudi dalam memeras para bank – bank di Eropa atas nama HOLOCAUST, di dalam buku ini Norma juga menolak klaim 6 juta yang terbunuh atas penelitian yang di lakukannya terhadap keberadaan kamp konstentrasi dalam melakukan pembersihan etnis) Yahudi yang menjadi korban pembunuhan massal Nazi. 


Israel/Israil masa kini

Rabbi Fischam mengatakan pada komite penyelidikan khusus PBB pada tanggal 9 Juli 1947, dengan sombongnya ia mengatakan bahwa tanah yang di janjikan Tuhan membentang dari sungai Mesir sampai sungai Eufrat, berarti itu meliputi Suriah, Lebanon dan Jordania. Pada buku harian Thedore Herzl pada volume II halaman 711 menyebutkan bahwa tanah Israel/Israil membentang dari hulu Nil sampai ke Eufrat.

Ideologi dan paham inilah yang akhirnya menyeret sebuah perang panjang antara Yahudi dan negara – negara Arab di sekitarnya. Dan sampai detik ini pun negara – negara Arab tidak mengakui klaim sepihak dan rasis oleh bangsa Yahudi ini.

Beberapa bulan yang lalu, pemimpin Israel mengatakan dalam sebuah forum di Israel bahwa mimpi mereka mewujudkan Israel raya telah mati oleh kenyataan dan realita, mimpi Israel Raya yang membentang seperti yang di dengungkan oleh para bapak pendiri negeri ini telah terhancur dan pecah dan berhamburan bagai buih di lautan. Tak ada lagi Israel Raya seperti dahulu, ujar salah satu pemimpin mereka dengan tertunduk.

Israel kini menghadapi kenyataan pahit yang belum pernah mereka alami, dunia kini mulai sadar tentang kejahatan, pembunuhan, kekejaman, kebohongan, teror dan dusta yang dibangun oleh pemerintah mereka.
 
Kedigdayaan militer mereka pun akhirnya ambruk ketika mereka harus mengakui kalah dalam perang di Libanon/HIzbullah (2006) dan Di Gaza/Hammas (2009-2010). Israel sebagai kekuatan militer di timur tengah pun terancam dengan hadirnya kekuatan militer Iran yang mulai menunjukkan taringnya, apalagi Iran berkali – kali melakukan ujicoba missil yang mampu menerjang wilayah Israel. Apalagi Iran kini mulai menunjukkan sebagai negara yang memiliki kekuatan nuklir.

Musim semi di semenanjung Arab telah menjatuhkan pemimpin mereka yang zalim, yang selama ini menghambakan diri mereka kepada Amerika/Israel. Tak di pungkiri lagi, masa depan negara – negara Arab mulai berubah seiring detak jam sejarah. Raja – raja di negeri Arab mulai mencemaskan revolusi ini akan menghantam singgasana mereka. Dan Israel paham benar bahwa sebagian besar pemimpin Arab yang mulai tersisa hanya lah menunggu waktu untuk di jatuhkan oleh rakyat mereka.


Tafsir ayat – ayat surat Al-isra tentang kehancuran Israel

Peristiwa kejatuhan bangsa Yahudi sudah berlalu kurang lebih selama 500 tahun ketika di tanah Arab turun rasul bernama Muhammad, sehingga wajar apabila sebagian bangsa Arab pada saat itu melupakan bahwa di bumi ini (Palestina) pernah tinggal (Bukan pemilik) satu bangsa yang bernama Yahudi.

Pandangan para mufasirin tentang tafsir sejarah berpendapat bahwa bangsa Yahudi tidak pernah terwujud (negara) keberadaan mereka di tanah Al-Quds setelah kaisar Romawi, Hadrian menghancurkan haikal dan mengusir mereka dari tanah Palestina.

Ini adalah salah satu surat Al-Isra yang mengabarkan tentang hancurnya bangsa Yahudi (kembali) ini di bumi Palestina.

“Dan telah kami tetapkan kepada bani Israil di dalam kitab (Taurat), sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di bumi (Palestina) dua (2) kali, dan sesungguhnya kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (Al-Isra 4).

“Maka apabila telah tiba janji pembalasan (atas kejahatan) untuk kali pertama (1) (lihat tulisan saya di bagian Bani Israel/Israil pasca eksodus dari negeri Mesir & masa pembuangan) dari dua (2) janji pembalasan. Kami datangkan kepadamu hamba – hamba kami yang tangguh dan hebat serangannya, lalu mereka menjelajah di segala penjuru. (Dan peringatan ini) adalah sebuah janji yang pasti di tunaikan.” (Al-Isra 5).

“Kemudian kami bangkitkan lagi kepadamu kekuasaan dari mereka (yang pernah mengalahkanmu) (lihat tulisan saya di bagian Israel/Israil masa kini), dan kami membantu mu dengan harta dan kekayaan dan anak – anak lelaki yang banyak. Serta kami jadikan kamu kaum yang banyak pasukannya.” (Al-Isra 6).

Setelah 1800 tahun berlalu, tak terlintas sedikit pun dari kalangan mufassirin terdahulu, bahwa bangsa Yahudi akan kembali berkuasa di bumi Palestina untuk kedua (2) (lihat surat Al-Isra 4,5) kalinya. Dan itu adalah hal yang wajar, bukankah pada masa itu khilafah Umayyah, Abbassiyah dan Ustaminayyah sangat kokoh dan luas wilayahnya.


Tafsir Analitik

“Dan kami telah tetapkan dari bani Israil, yang di maksud dengan kaum bani Israil berdasarkan Al- Qur’an dalam surat Ali Imran 93, Maryam 58 adalah anak dari keturunan Nabi Ya’qub. Dalam surat Al- Isra ayat 5 telah di sebutkan bahwa untuk pertama (1) kalinya bangsa Yahudi terwujudnya sebagai sebuah bangsa/negara di hukum oleh Tuhan akibat kedurhakaan, kesombongan, kejahatan dan penyelewengan mereka. Kerajaan mereka di hancurkan oleh Tuhan dengan menggunakan tangan dari bangsa Assiria dan Babilonia.

Hari ini, bangsa Yahudi di takdirkan kembali ke tanah Palestina dan mereka berwujud sebagai sebuah bangsa/negara. Kelakuan mereka pun tak ubahnya seperti kelakuan ennek moyang mereka. Mereka melakukan pengusiran, pembunuhan, teror dan kejahatan – kejahatan lainnya secara terbuka. Atas nama Tuhan mereka melakukan kejahatan/teror yang telah melanggar nilai – nilai kemanusiaan.

Peperangan demi peperang telah mereka lakukan demi sebuah impian Israel raya, kini setelah “tangan – tangan mereka lumpuh” oleh kenyataan yang ada, mereka tidak lagi memiliki keberanian untuk berperang atau menyerang negeri – negeri tetangga mereka demi sebuah klaim atas tanah yang di janjikan. 

Tapi kejahatan mereka terhadap bangsa Palestina masih berlanjut, anak – anak Palestina mendekam di penjara dengan kondisi yang sangat mengkuatirkan, hak – hak dan keselamatan harga diri mereka terancam oleh sistem penjara Israel yang tidak memperbolehkan tawanan di jenguk oleh pihak keluarga mau pun dari lembaga amnesti internasional.

Israel telah mengambil paksa tanah miliki bangsa Palestina dengan pembunuhan, teror dan kejahatan lainnya, yang membuat anak – anak Palestina hidup dalam pengasingan dan tenda – tenda darurat. Mereka tidak dapat kembali ke tanah mereka.

Kejahatan Israel lainnya adalah memblokade sepihak atas Gaza dengan klaim mereka yang di tolak oleh masyarakat Internasional, hanya Amerika dan Israel saja yang memiliki logika yang sama tentang yang namanya “pembunuhan” secara ekonomi dan sosial atas masyarakat Gaza. Dan mereka meyakininya sebagai sebuah “hukuman” yang setimpal karena rakyat Gaza memilih Hamas sebagai pelindung mereka, buka Fattah atau pun Amerika.
Israel tidak lagi kuat seperti dulu, satu persatu negara – negara bangsa mulai sadar jika mereka selama ini di butakan oleh kampanye media yang dilakukan oleh pemerintahan Israel dan media massa yang menyembah kepada kepentingan Israel dalam menutupi “kejahatan politik dan kemanusiaan” yang selama di lakukan oleh bangsa Israel ini.

“Maka apabila tiba janji hukuman yang terakhir (kami akan datangkan musuh – musuhmu) supaya mereka memuramkan mukamu.” (Al-Isra 7)

“Maka apabila telah datang janji hukuman yang terakhir, kami akan mendatangkan kalian dalam keadaan bercampur baur.” (Al-Isra 104)

Setelah kehancuran bangsa Yahudi oleh Babilonia, baru sekarang bangsa Yahudi terwujud sebagai sebuah negara. Saat ini bangsa Yahudi sekarang tidak lagi murni seperti nenek moyang mereka terdahulu. Para pakar geologi berpendapat bahwa 90 % Yahudi sekarang bukan berasal dari keturunan bani Israil, mereka hanyalah bangsa yang menganut agama Yahudi. Orang Yahudi pun mengakui bahwa sebanyak sepuluh (10) cabang keturunan mereka telah hilang, yaitu Raubin, Syam’un, Zabulun, Yasakir, Dan, Jad, Isyir, Naftali, Afrayim dan Mansi.

“Maka apabila telah tiba janji pembalasan (atas kejahatan) untuk kali pertama (1) (lihat tulisan saya di bagian Bani Israel/Israil pasca eksodus dari negeri Mesir & masa pembuangan) dari dua (2) janji pembalasan. Kami datangkan kepadamu hamba – hamba kami yang tangguh dan hebat serangannya, lalu mereka menjelajah di segala penjuru. (Dan peringatan ini) adalah sebuah janji yang pasti di tunaikan.” (Al-Isra 5).

Ayat ini bercerita tentang akan jatuhnya hukuman kedua kalinya untuk bangsa Yahudi dalam wujudnya sebagai sebuah bangsa/Negara, sebagaimana yang pertama kali mereka mendapatkan hukuman setelah wafatnya nabi Sulaiman.


Wahai bani Israil, bersiaplah menunggu hukuman (Kehancuran) kedua (2) bagi kalian

Dalam sebuah hadist yang di riwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Jihad di sebutkan … “ Wahai Ibnu Hawwalah, jika kamu telah melihat kekalifahan telah turun di tanah suci (Palestina) berarti telah dekat terjadinya huruhara, prahara dan perkara – perkara besar …”

Ini adalah dalil yang menunjjukkan bahwa kekilafahan turun kembali setelah hilang dari muka bumi. Dalam sejaran khilafah pertama bermula di Madinah, lalu ke Kufah, berjalan menuju Damascus, berpindah ke Bagdad dan berdiri megah di Istanbul. Dan kelak akan turun sekali lagi di Baitul Maqdis (Palestina) dan ini sesuai dengan sejarah bahwa kekilafahan belum pernah sekalipun berpusat di Palestina.

“Mereka berada di Baitul Maqdis dan di sekitar Baitul Maqdis” sesuai dengan hadist nabi Muhammad SAW (saya lupa perawinya) kekalifahan berawal di Madinah dan akan berakhir di Baitul Maqdis.
Wallahul muwaffiq

Sumber tulisan:
  1. Dr Bassam Nahad Jarrar, Zawal Israil 2022M nubuat qur’aniyyat an shodat raqniyyat
  2. Dr Louay Fatoohi, Prof Shetha Al-Dargazelli, History testifies to the infillibility of the Qur’an
  3. Norman G. Finkelstein, The Holocuast Industry
  4. Raplh Schoenmman, The Hidden history of Zionism
  5. Al- Quran
  6. Al-Kitab (Lembaga Alkitan Indonesia 2011)

Oleh: Arif "go-date" Rahman Nasution

www.kompasiana.com

Selasa, 21 Juni 2011

Menggendong Mayat Anaknya Karena Tak Mampu Sewa Mobil Jenazah

PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah.

Penumpang kereta rel listrik (KRL) jurusan Jakarta - Bogor pun geger
Minggu (5/6). Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn) tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn).

Supriono akan memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa KRL. Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.

 
Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke Puskesmas Kecamatan Setiabudi. “Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas, meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari”. Ujar bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di Cikini itu.


Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.

 
Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00.


Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski termangu.



Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak. Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung.


Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet.


Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono menggendong Khaerunisa menuju stasiun.


Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang ambulans hitam.


Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.
Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang terbujur kaku. Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh adiknya.



Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut, lagi-lagi Karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor.

http://stat.kompasiana.com/files/2010/07/digendong03-222x300.jpg

 
Para pedagang di RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan Muriski di perjalanan.

Psikolog Sartono Mukadis menangis mendengar cerita ini dan mengaku benar-benar terpukul dengan peristiwa yang sangat tragis tersebut karena masyarakat dan aparat pemerintah saat ini sudah tidak lagi perduli terhadap sesama. “Peristiwa itu adalah dosa masyarakat yang seharusnya kita bertanggung jawab untuk mengurus jenazah Khaerunisa. Jangan bilang keluarga Supriono tidak memiliki KTP atau KK atau bahkan tempat tinggal dan alamat tetap. Ini merupakan tamparan untuk bangsa Indonesia”, ujarnya.



source: http://regional.kompasiana.com/2010/07/28/menggendong-mayat-anaknya-karena-tak-mampu-sewa-mobil-jenazah/

Minggu, 19 Juni 2011

Pantai Siung, Pesona Baru Yogyakarta

Oleh Olenka Priyadarsani

Pantai Siung adalah salah satu pantai di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Meski termasuk yang paling baru dikenal, pantai ini telah menjadi andalan wilayah tersebut. Belum lama ini, saya mengunjungi pantai itu dan menyadari potensi wisata yang dimilikinya.

Siung terletak di Kecamatan Tepus, sekitar 70 km dari Yogya. Berbeda dengan pantai-pantai yang telah lebih dahulu dikenal seperti Parangtritis, Siung termasuk pendek. Pantai ini terletak di cekungan yang panjangnya hanya sekitar 300-400 m. Namun justru di sinilah letak keistimewaannya.

Pantai pendek ini dikelilingi oleh karang-karang besar berwarna kehitaman, yang sebagian besar ditumbuhi vegetasi dan lumut hijau. Paduan laut biru jernih dan karang kehijauan menambah keindahan panorama tempat ini.


Pantai Siung. Foto: Puput Aryanto

Siung bukanlah pantai yang paling ideal untuk berenang karena menghadap langsung ke Samudera Hindia. Topografi pantai yang berkarang dan berbatu serta ombak yang besar pun menyulitkan Anda untuk berenang. Tak heran pemerintah setempat memasang tanda larangan berenang. Namun, tentu Anda masih bisa bermain-main air di pinggir pantai.

Keistimewaan lain dari pantai ini adalah masih banyaknya pepohonan di pinggir pantai. Anda tinggal menyewa tikar dari penduduk sekitar dan berteduh di bawah pohon-pohon itu.

Selain cocok sebagai tempat melarikan diri dari kesibukan sehari-hari, Siung sangat sesuai bagi Anda yang memiliki hobi fotografi. Pantai yang pendek dan dibatasi karang-karang justru merupakan objek foto yang sangat menarik.

Bila tidak keberatan mengeluarkan keringat, Anda dapat mengikuti jalan setapak di sisi kiri pantai untuk mencapai puncak tebing. Sekitar 10-15 menit dibutuhkan hingga sampai ke puncak. Dari sana, akan terlihat keseluruhan pantai dan karang-karang besar di sisi kiri dan kanan. Juga terlihat Pantai Wediombo yang berada di sisi sebelah timur Siung.

Selain menjadi objek wisata dan foto yang menarik, daerah di sekeliling Pantai Siung juga sering dijadikan tempat latihan panjat tebing. Mahasiswa pencinta alam di Yogya — dan bahkan luar kota — sering berlatih di sini, memanfaatkan tebing-tebing dengan ukuran bervariasi dan jalur yang beragam.

Karena baru dikenal beberapa tahun belakangan ini, Siung belum banyak dikunjungi wisatawan. Air lautnya masih jernih, karang-karangnya pun masih bebas dari tangan-tangan jahil manusia.

Penduduk setempat telah membangun warung, toilet dan mushola di pantai ini. Berbeda dengan tempat wisata kebanyakan, harga-harga di pantai ini masih tergolong normal sehingga pantai ini dapat menjadi opsi jalan-jalan murah bagi Anda.

Bila perut mulai melilit, Anda dapat mendatangi salah satu warung yang berjajar di pinggir pantai. Biasanya mereka menyediakan mi instan, nasi dan lauk, serta es kelapa muda. Anda juga dapat meminta penjaga warung untuk memasakkan ikan yang baru ditangkap nelayan.

Sayangnya, di daerah ini banyak nelayan menangkapi bayi hiu padahal hewan itu adalah salah satu spesies yang dilindungi.

Menuju Siung


Dengan kendaraan pribadi dari Yogya, Anda tinggal menuju ke Jalan Wonosari. Dari Yogya hingga ke Wonosari, ibukota Gunungkidul, dibutuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam perjalanan. Hati-hati terhadap jalan yang menanjak dan berliku.

Sampai di Wonosari, Anda tinggal mengikuti jalan ke arah Pantai Baron hingga persimpangan yang menuju ke Pantai Siung. Total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Siung sekitar 2-2,5 jam tergantung moda transportasi dan kecepatan kendaraan Anda.

Bila Anda memilih kendaraan umum, Anda harus naik bis ke terminal Wonosari. Di sana Anda harus berganti dengan minibus arah Tepus atau Jepitu. Di perhentian terakhir Anda harus menyewa ojek.

Karena jalur transportasi umum masih kurang memadai, cara ini tidak disarankan. Anda yang berasal dari luar kota lebih baik menyewa motor/mobil di Yogya, dan menempuh perjalanan sendiri hingga lokasi yang dituju.

Jangan khawatir, seperti hampir keseluruhan wilayah Yogyakarta, akses jalan hingga ke tempat-tempat terpencil – termasuk Siung dan pantai-pantai di sekitarnya – adalah jalan aspal halus. 

Dengan kendaraan pribadi, Anda juga akan lebih mudah untuk mengunjungi pantai-pantai lain di wilayah itu, antara lain Sundak, Krakal, Wediombo dan Sadeng. Mari kita ke Yogya!

Harga tiket (pungutan resmi)
Orang   Rp 1000
Mobil    Rp 1500
Motor   Rp 1000

Parkir
Mobil    Rp 5000
Motor   Rp 2000


Sumber: id.travel.yahoo.com

Selamat PRT diakui oleh ILO sebagai Profesi/Tenaga Kerja

Selamat…
Doc. ILO
Doc. ILO


Akhirnya, perjuangan teman-teman Pekerja Rumah Tangga mendapat tanggapan positif dari Organisasi Buruh Internasional (ILO). ILO pada ulang tahun ke 100 memberi Kado Istimewa kepada Pekerja Rumah Tangga dengan diterimanya serangkaian standar internasional yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi puluhan juta Pekerja Rumah Tangga atau Domestic Worker.

Konferensi ILO yang bertepatan 100 tahun ILO mengakui dan menerima Pekerja Rumah Tangga sebagai Profesi atau Tenaga Kerja yang memiliki status seperti Tenaga Kerja lainnya.

Delegasi Konferensi ILO menerima secara bulat Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi 201 mengenai Pekerja Rumah Tangga. Konvensi merupakan perjanjian internasional yang mengikat negara-negara anggota yang meratifikasinya. Sedangkan Rekomendasi memberikan panduan yang lebih rinci tentang bagaimana menerapkan Konvensi.


Indonesia 

Dengan disepakatinya Konvensi 189 dan Rekomendasi 201 tentang Pekerja Rumah Tangga, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersama Kementerian Luar Negeri perlu merespon dengan segera untuk meratifikasi-nya. Dengan diratifikasi KOnvensi 189 dan Rekomendasi 201 menunjukkan Pemerintah Indonesia sangat peduli kepada 1,2 juta Pekerja Rumah Tangga.


Belajar dari Filipina

Beda dengan PRT Indonesia, PRT Filipina mendapatkan pengakuan dan penghargaan dari Pemerintahnya sejak tahun 1993. Hal ini ditandai dengan diberikannya Social Security System atau Sistem Jaminan Sosial untuk Pekerja Rumah Tangga. Di Filipina, setiap PRT telah memiliki SSS yang memberikan jaminan tenaga kerja bagi PRT. Jaminan sosial ini dibayar oleh Majikan yang menggunakan Jasa PRT. Untuk memudahkan pengumpulan jaminan tersebut, Pemerintah memperbanyak Kantor Pengumpulan Jaminan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Intinya, setiap ada tenaga kerja Filipina di suatu tempat, pasti ditempat tersebut dijumpai Tempat Pemungutan Jaminan.

Untuk meningkatkan kualitas PRT, hampir setiap Paroki membuka pelayanan kursus PRT di Gereja. Para PRT mendapatkan pelatihan mengurus rumah tangga, menjahit, pelajaran anak sekolah, dan bahasa Inggris. Kursus yang dikelola oleh para Suster membuahkan hasil dengan diakuinya PRT Filipina baik di dalam Negeri maupun di Luar Negeri.

Bagaimana di Indonesia? Dengan diakuinya PRT sebagai Profesi, semoga Pengelola Masjid, Gereja, Pura, dan tempat rumah ibadah lain mengikuti apa yang dilakukan oleh Gereja di Filipina. Para tokoh agama tidak hanya mendorong umatnya untuk bersyukur, namun turut serta mempersiapkan kualitas umatnya untuk bekerja, khususnya Pekerja Rumah Tangga.

Karena SBY hadir sebagai Narasumber pada Konferensi ILO di Genewa, sudah selayaknya Indonesia merupakan Negera Pertama di Dunia yang mengakui dan menerima secara utuh Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi ILO 201.

Dixie240803

Sumber: kompasiana.com

Poligami, Budaya Arab Atau Ajaran Islam?

Sekelompok wanita muslim mendeklarasikan  Klub Taat Suami,  menurut Gina Puspita pembentukan klub ini dinilai perlu, guna mengembalikan cara berfikir kaum hawa yang belakangan cenderung meninggalkan ajaran Islam. Perkumpulan para istri yang notabene dipoligami suaminya itu, sengaja dibentuk untuk memberikan pemahaman pentingnya menjadi istri sholehah bagi seorang muslimah. Ajaran Islam yang menghimbau wanita menyadari fitrahnya sebagai makmum (pengikut) dalam sebuah rumah tangga semakin tergeser dengan cara pikir di luar norma islam yang dipandang modern, adalah rugi bagi wanita yang tidak bisa bersikap sholehah sebagaimana yang dianjurkan dalam agama Islam.

Selanjutnya , tidak hanya sebatas melakukan ritual keagamaan secara istiqomah (konsisten), tetapi juga mengikuti jejak langkah (sunnah) Rasul. “Salah satunya, harus ikhlas menghadapi suami yang mempunyai keinginan menikah lebih dari satu atau poligami,” katanya. Gina mengibaratkan istri sebagai seorang penumpang dalam sebuah kendaraan, penumpang (istri) sudah selayaknya patuh kepada sopir sepanjang tidak mengancam jiwanya agar tujuan penumpang itu tercapai.

Itulah cuplikan berita yang saya baca hari ini yang dilansir berberapa media, sebuah peristiwa yang menarik yang mungkin bertentangan dengan pandangan kesetaraan gender yang belakangan ini banyak diperjuangkan kaum wanita. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah para pria dapat memperlakukan istrinya secara adil ?. Apakah benar wanita rela diduakan ?.  Terlepas dari pandangan agama yang sudah umum kita dengar sebagai alasan lelaki berpoligami, yang terpikir oleh saya adalah capek !. Capek mondar mandir, capek harus melaksanakan kewajiban, capek mengongkosi dan lebih dari itu persoalan muncul pada anak keturunan dimana akan timbul pandangan anak warga kelas satu atau kelas dua kalau sang ayah tidak mampu merukunkan antar istri-istrinya.

Jika kita mempelajari sejarah perkembangan ajaran Islam yang berkembang dari lingkungan bangsa Arab yang masih menganut perbudakan wanita, tentu saja ajaran Islam  tidak akan mendapat penganut apabila dalam pendekatan ( approach ) penyebarannya secara ekstrem menghapus kebiasaan budaya  Arab itu. Padahal sebagaimana yang saya pahami dalam ajaran Islam bahwa hanya Allah yang dapat berbuat adil sebagaimana dimaksud dalam syarat berpoligami.  Dalam Surat An-Nisa’ ayat 3: ”…Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja…”

Di sini dijelaskan bahwa salah satu syarat berpoligami itu adalah berlaku adil, yang sangat tidak mudah dilakukan, walaupun keadilan yang dimaksudkan bukanlah sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa‘ ayat 129: “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…”  

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang poligami dalam Islam, maka perlu kita perhatikan firman Allah SWT:
“Dan jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap anak-anak atau perempuan yatim (jika kamu mengawininya), maka kawinlah dengan perempuan lain yang menyenangkan hatimu; dua, tiga, atau empat. Jika kamu khawatir tidak dapat berbuat adil (terhadap istri yang terbilang), maka kawinilah seorang saja, atau ambillah budak perempuan kamu. Demikian ini agar kamu lebih dekat untuk tidak berbuat aniaya” (An-Nisa` 3).

Menurut riwayat beberapa imam hadits sesuai dengan lafal Muslim dari Urwah bin Zubair dari Aisyah RA, dinyatakan bahwa Urwah bertanya kepada Aisyah, bibinya, tentang ayat ini. Aisyah menjawab: Wahai anak saudara perempuanku, yatim yang dimaksudkan di sini adalah anak perempuan yatim yang ada di bawah asuhan walinya, yang mempunyai harta kekayaan yang bercampur dengan harta walinya itu. Harta serta kecantikan anak yatim ini menjadikan walinya tertarik untuk menikahinya, tetapi ia (walinya) tidak mau memberikan mahar kepadanya dengan adil. Wali ini tidak mau membayar mahar anak yatim ini seperti mahar yang semestinya diterima perempuan-perempuan lain. Hal inilah yang membuat wali anak yatim ini dilarang menikahinya, kecuali kalau ia mau berlaku adil kepada mereka dan mau memberikan mahar yang lebih tinggi dari biasanya. Kalau tidak mau melakukan seperti itu maka mereka disuruh mengawini perempuan lain saja yang mereka senangi…”. kemudian Aisyah menyebutkan ayat: “Dan jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil dalam menikahi anak yatim, maka kawinlah kamu dengan perempuan-perempuan lain yang menyenangkanmu…”.

Ayat ini menjelaskan bahwa seorang laki-laki tidak begitu saja bisa menikahi siapa saja yang diinginkannya dan berapa jumlah yang ia mau, tetapi ada aturan dan ketentuan yang harus diperhatikan dan dipatuhi­nya.

Ketentuan itu meliputi:
Pertama, larangan meni­kahi anak yatim bila takut tidak akan bisa berlaku adil dalam hal mahar, yaitu tidak dapat memberikan mahar –minimal– sama besarnya dengan mahar perempuan-perempuan lain. Kepada mereka ini dianjurkan memilih untuk menikah dengan perempuan lain saja.

Kedua, seorang laki-laki dihalalkan menikah lebih dari satu orang perempuan, bahkan sampai kepada empat jika ia sanggup untuk mematuhi ketentuan yang ditetapkan. Ketiga, seorang lelaki hanya boleh menikahi satu orang perempuan saja jika ia takut akan berbuat durhaka kalau menikahi lebih dari satu orang. Keempat, seorang lelaki hanya boleh menikahi seorang budak jika ia tidak sanggup menikahi seorang perempuan merdeka, sementara ia sangat memerlukan seorang istri.

Dan jika kamu takut (khawatir) tidak akan bisa berlaku adil terhadap perempuan yatim yang ingin kamu nikahi dalam hal mahar dan nafkah, sehingga kamu takut tidak dapat memberikan haknya sebagai istri sebagaimana mestinya, maka janganlah kamu mengawininya. Allah mem­berikan pilihan lain untukmu, yaitu perempuan-perempuan yang tidak yatim yang dihalalkan bagimu untuk menikahinya, tidak hanya satu, tapi boleh dua, tiga, atau empat.

Menikah lebih dari satu, yang dikenal dengan sebutan poligami, tidak boleh lebih dari empat. Artinya seorang lelaki paling banyak hanya bisa mem­punyai empat istri dalam waktu yang bersamaan. Inilah pendapat yang disepakati oleh ijma’ kaum muslimin. Hal ini dijelaskan pula oleh hadits yang diriwa­yat­kan oleh Imam Malik dalam kitab Muwaththa‘, Nasa‘i dan Daruquthni, dalam Sunannya bahwa: “Nabi berkata kepada Ghailan bin Umayyah Ats-Tsaqafah yang masuk Islam dan ia mempunyai sepuluh orang istri. Nabi bersabda: “Pilihlah empat orang di antara mereka dan ceraikanlah yang lainnya”.

Dan dalam Kitab Abu Daud dari Haris bin Qays, ia berkata: “Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan istri saya, lalu saya cerita­kan hal itu kepada Nabi SAW, maka beliau ber­sabda: “Pilihlah empat orang di antara mereka”.
Adapun kebolehan Nabi berpoligami lebih dari empat bukan didasarkan kepada ayat ini, tetapi pengecualian yang diberikan oleh Allah khusus kepada beliau. Allah membolehkan berpoligami sampai jumlah empat itu adalah dengan kewajiban berlaku adil di antara mereka dalam berbagai urusan, seperti makan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya tanpa membeda-bedakan antara satu dengan lainnya. Bila sang suami khawatir akan berbuat zalim, tidak dapat memenuhi hak-hak mereka secara adil, maka diharamkan baginya untuk berpoligami.

Bila seorang suami hanya bisa memenuhi hak tiga orang istri, maka haram baginya untuk meni­kahi yang keempat. Jika sanggupnya hanya memenuhi hak dua orang, haram baginya menikahi yang ketiga. Dan bila sanggupnya hanya memenuhi hak satu orang dan ia khawatir akan berbuat zalim kalau menikahi dua orang, maka dia hanya boleh kawin satu saja dan haram menikahi dua orang. Bahkan bagi seorang lelaki yang tidak mampu memenuhi hak seorang perempuan merdeka, maka ia hanya boleh menikah dengan budak kalau memang keadaan memaksa dia untuk menikah. Inilah yang ditegaskan oleh ayat ini.

Dalam satu hadits riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah dijelas­kan bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai dua orang istri, lalu memberatkan salah satunya (tidak berlaku adil), maka ia akan datang di hari kiamat dengan bahu yang miring.” Keadilan yang dimaksud oleh ayat ini tidak bertentangan dengan firman Allah dalam surat An-Nisa‘ ayat 129, karena adil yang dituntut dalam surat An-Nisa‘ ayat 3 adalah adil dalam hal-hal yang bersifat lahiriah yang disanggupi dan dapat dikerjakan oleh manusia, bukan dalam hal cinta dan kasih sayang. Keadilan dalam hal yang disebut­kan terakhir inilah yang tidak akan disanggupi oleh manusia, dan inilah yang dimaksudkan oleh ayat 129.

Mengenai hal ini Aisyah menyebutkan bahwa: “Rasulullah selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil. Dan beliau berdoa: “Ya Allah, inilah pembagianku terhadap istri-istriku pada apa yang aku miliki. Karena itu, janganlah Engkau cela aku atas apa yang Engkau kuasai dan tidak aku kuasai”. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa‘i, dan Ibnu Majah, dari Aisyah.)  Memilih untuk menikahi seorang istri, atau mengambil seorang budak sebagai istri, adalah langkah yang lebih baik untuk meng­hindari perbuatan zalim dan zina.

Dari paparan dan penjelasan ayat di atas dapat disimpulkan bahwa poligami di dalam Islam bukanlah dianjurkan, tetapi hanya dibolehkan. Pembolehan ini juga tidaklah untuk semua orang yang mau berpoligami, tetapi hanya diperuntukkan bagi orang yang membutuhkan itu sebagai jalan keluar dari persoalan yang dihadapi, dengan syarat mereka mengerti hakikat dan aturan hidup berpoligami, serta mampu memenuhi aturan itu, sehingga hikmah berpoligami dapat diwujudkan dan segala dampak negatifnya bisa diatasi.  Terkait dengan pembentukan klub istri taat suami diatas, jika kita simak ulasan diatas sesungguhnya merupakan bentuk dari persetujuan dari para wanita itu untuk hal yang tidak dianjurkan dalam Islam. Pro kontra poligami yang terjadi selama ini lebih merupakan pemahaman yang bias oleh adanya pro kontra itu. Tentunya, alangkah baiknya para wanita memandang ajaran islam tentang poligami tersebut tidak  sebagai alasan pembolehan tetapi lebih pada menghindari hal2 yang berdampak negative.

Momon Mumed


Sumber: kompasiana.com

Bangsa Sakit Jiwa

Indonesia kini boleh dikata menjadi bangsa yang sedang sakit jiwa. Kita yang koar-koar antikorupsi belumlah teruji sebab belum memegang kesempatan melakukannya. Tipikal bangsa korup termasuk banyaknya orang berbakat jahat, bermuka ganda: berlagak menjadi pahlawan, tapi kelakuannya juga korup, tidak jujur di lingkungannya termasuk di tempat kerja. 

Para pengurus negara ini dari ruang eksekutif, parlemen dan yudisial benar-benar membawa sial. Korupsi diberantas dengan cara korupsi. Opo tumon? Jangan heran jika korupsi tetap merajalela, karena toh pimpinan negara juga me-raja-lali. Lupa dengan janjinya untuk serius memberantas korupsi, bahkan partai politik yang dibinanya diguncang isu skandal korupsi. Memang partai politik mana di Indonesia yang dapat dipercaya menjadi motor pembangunan kejujuran?

Di mana-mana orang tidak suka dengan korupsi. Tapi anehnya ada pondok pesantren tertipu miliaran rupiah karena percaya dengan makelar anggaran bantuan dana. Agen Tuhan kok tertipu makelar anggaran? Opo tumon? Anehnya juga kalau ada rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) orang ramai-ramai menyuap dan juga banyak yang tertipu. Alah mak. Anget-anget rasa bubur. Susah banget cari orang jujur.

Di Surabaya juga ada peristiwa lucu bin menarik. Ada warga masyarakat yang mendemo Ny. Siami gara-gara dia membongkar ketidakjujuran yang terjadi dalam ujian nasional (Unas) di SDN Gadel II Surabaya. Siswa nyonyek massal kok dibela warga? Justru Bu Sulami yang menjadi pioner kejujuran itu harus mengungsi ke Solo karena tidak kuat dengan tekanan warga Gadel Surabaya. Opo tumon?

Ini benar-benar zaman edan di mana orang jujur tersungkur dan orang tidak jujur merasa mujur, merasa benar di jalan yang sesat. Kira-kira bagaimana Tuhan melihat orang yang mengatakan, “Lha memang zamannya begitu, kalau mau jujur ya nggak bakal berhasil.” Weleh weleh weleh….

Kita para orang tua yang sontoloyo ini telah memberikan contoh buruk yang mendorong bangsa ini akan menuju pada kebejatan nasional yang kian membawa pada lorong kegelapan dan kian jauh dari cita-cita kemajuan dan kemakmuran. Di dunia peradilan mafia hukum berjalan menganggap suap-menyuap sebagai rezeki halal. Di dunia politik juga terjadi konspirasi korupsi yang dirasa biasa. Di dunia pendidikan selain korupsi anggaran pendidikan juga menghalalkan cara-cara curang. Demi siapa? 

Apakah para orang tua dan guru yang menghalalkan cara haram itu pernah berpikir bahwa mereka telah menanamkan pendidikan kebejatan kepada anak-anak mereka dan generasi mendatang? Apakah dengan jalan curang atau tidak jujur itu akan membuahkan kesuksesan di masa depan? Di antara berbagai pertimbangan, andaikan itu benar-benar ditimbang, sepertinya semua itu demi gengsi mereka para orang tua dan guru itu sendiri, mau dianggap hebat, sukses mendidik anak-anak. Padahal mereka sedang mendorong anak-anak itu ke jurang kenistaan.

Itulah, masyarakat kita saat ini sedang dalam keadaan sakit jiwa. Ciri-cirinya adalah bersikap menyimpang, menjadi masyarakat patologis dan idiot, dalam arti: mengetahui kebenaran tapi menjalankan ketidakbenaran yang menganggapnya sebagai hal yang dimaklumkan. Tentu saja masyarakat seperti ini membutuhkan terapi atau penanganan, termasuk melalui jalan pembangunan pendidikan.

Tetapi langkah terapi itu menjadi lebih sulit mengingat para aktor perancang dan pelaksana pembangunan juga didominasi orang-orang sakit jiwa. Bagaimana lha wong ternyata rumah penyusun pembangunan moral yang bernama Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan juga dipenuhi orang-orang sakit jiwa? Lalu dari mana semua itu dimulai?

Masyarakat sebenarnya dapat dibangun, diubah dengan menggunakan instrument hukum, seperti teori Roscoe Pound yang terkenal itu: law as tool of social engineering. Tetapi mendiang Daniel S. Lev yang meneliti di Indonesia menyatakan bahwa untuk kasus Indonesia ini teori Roscoe Pound itu tak berlaku. Di Indonesia ini yang dibutuhkan adalah etos kepemimpinan, seperti hal itu juga pernah disampaikan oleh Prof. Achmad Ali dalam membicarakan sistem hukum Indonesia. 

Kepemimpinan yang kuat yang dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Kwik Kian Gie juga berpendapat bahwa Indonesia memang butuh pengaturan tangan besi. Terutama mengatur mereka yang mengurus negara. Barangkali karena selama ini kebobrokan Indonesia disebabkan etos kepemimpinan yang bobrok, sehingga masyarakat mulai putus asa, ikut-ikutan bobrok. Apa yang dikatakan Kwik itu sebenarnya perlu dikaitkan dengan tesis Johan Galtung yang melihat bahwa penindasan dalam negara demokrasi ternyata terjadi kepada kebanyakan rakyat kecil, sedangkan dalam negara otoriter hanya elite kelas menengah atas yang merasa tidak mendapatkan hak-hak politik. Hal ini menunjukkan betapa demokrasi perlu ditata ulang.

Kita mau berdemokrasi dan berhukum ala Amerika Serikat dan Eropa? Jawabannya adalah: hanya hewan yang perlu diatur dengan penghalang tembok dan pagar besi yang tinggi. Apa maksudnya? Bangsa yang mempunyai kesadaran moral, cukup patuh hanya dengan rambu-rambu. Tapi orang Indonesia bahkan lampu merah pun diterobos. Agar tidak menyeberang jalan raya sembarangan harus dibuat pagar tinggi. Siapa yang bisa mengatur orang-orang liar seperti itu jika bukan para pemimpin yang kuat, tegas dan bermoral? Hanya, sayangnya kita belum punya para pemimpin seperti itu: yang lugas, berwibawa, dihormati karena memang bisa menjadi teladan.

Seyogyanya, mumpung bangsa ini belum benar-benar seluruhnya tenggelam ke dalam kegelapan, pihak-pihak yang sadar segera membangun kebersamaan, untuk bangun melawan kebobrokan itu. Ketika kita sudah tak bisa mengandalkan aparatur negara yang justru menjadi penyakit negara, maka semua tergantung masyarakat sendiri untuk mau berubah atau tidak.

Jangan jadikan sistem Unas sebagai kambing hitam yang memaklumkan ketidakjujuran itu meski mungkin juga harus dibenahi agar lebih adil! 

Kapan kita mulai bangkit agar menjadi bangsa yang besar, mampu mewujudkan cita-cita bernegara? Jika cuma begini-begini saja, apa gunanya bernegara?

Subagyo

Sumber: kompasiana.com

Contek Massal “UN 2011″: Suramnya Dunia Pendidikan Indonesia

Di era tahun 1980-an dunia pendidikan Indonesia terbilang sangat maju dalam kualitas dan kuantitasnya pada penerapan standar pendidikan dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi di Asia Tenggara. Maka tidaklah heran bila banyak negara-negara tetangga seringkali melakukan berbagai studi banding dan pengkajian tentang kemajuan pendidikan di Indonesia pada tahun 1980-an itu. Mereka silih berganti datang ke Indonesia untuk mencari tahu tentang cara dan bagaimana memajukan dunia pendidikan di negara masing-masing seperti Indonesia, mereka tidak tanggung-tanggung seringkali mengundang para pakar pendidikan Indonesia untuk datang melakukan berbagai seminar dan menularan pendidikan Indonesia ke negara mereka.
Setelah memasuki tahun 1990-an mulailah lambat laun kualitas dan kuantitas dunia pendidikan di Indonesia mulai menurun, dan pada akhirnya di era tahun 2000-an pada saat ini mengalami penurunan yang dratis sampai ke dasarnya. 

Kini kualitas dan kuantitas dunia pendidikan di Indonesia benar sudah tertinggal jauh dengan kermajuan dunia pendidikan di negara-negara tetangganya sendiri, padalah dulu mereka banyak belajar dari pengalaman Indonesia yang berhasil membawa dunia pendidikan Indonesia mengalami berbagai kemajuan pada kualitas serta kuantitasnya dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi. Sekarang benar sudah terbalik…!!!

Tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan negara untuk mengirim para pakar-pakar pendidikan dan pelaku pendidikan itu sendiri untuk melakukan studi banding dan penularan pendidikan dari negara-negara tetangga. Hampir setiap tahun Departemen Pendidikan Nasional (DepDikNas) mengirimkan para tenaga-tenaga pengajar dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi untuk melakukan berbagai kegiatan seminar dan studi banding. Namun nyatanya hingga saat ini tidak ada hasilnya apa-apa untuk kemajuan kualitas dan kuantitas standar pendidikan di Indonesia. Ratusan milliar rupiah setiap tahunnya terbuang percumah untuk kegiatan seminar maupun studi banding pendidikan yang diadakan di dalam negeri maupun kunjungan studi banding di negara-negara tetangga lainnya. Semua kegiatan itu hanya di jadikan sarana rekreasi dan bersenang-senang saja. 

Ini terbukti dengan adanya berbagai menurunan dalam pencampaian prestasi pendidikan baik akademis maupun non akademis, sengguh miris rasanya. Dan tidaklah heran kalau di era tahun 1990-an sampai tahun 2000-an ini banyak bara lulusan sekolah dari berbagai tingkatan dan perguruan tinggi banyak memiliki kemunduran dari berbagaia aspek, baik dalam tingkatan pemikiran, kecerdasan dan bahkan ahklak serta akidahnya. Kalau sudah seperti ini pastilah ujung-ujungnya yang menjadi kambing hitam adalah soal perekonomian. Padahal hal semacam itu bisa ditanggulangi bersama bila memang ada komitmen yang benar dan jelas dari semua komponen di negara ini, tidak hanya sebagai simbolis belaka. Inilah alhasil bukti dari kemunduruan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia. 

Kini benar adanya kemunduruan atas kemajuan dunia pendidikan di Indonesia mengalamai kematian yang suram. Terbukti banyak para lulusan dari berbagai tingkatan sekolah dan perguruan tinggi tidak memiliki kemandirian setelah selesai menamatkan pendidikannya, belum lagi kemunduran pada tingkat moralnya. Tidak hanya pada muridnya, tetapi pada tingkatan pelaku pendidikan, baik pengajar maupun para ahli pendidikan itu sendiri sudah benar-benar tidak memiliki tingkat kepercayaan diri, mereka melakukan pekerjaan dan profesinya hanya untuk sekedar mengejar materi dan kekayaan, bila perlu bisa membuat proyek tersendiri. Walah.. walah…, inikah dunia pendidikan Indonesia ?

Kini dunia pendidikan Indonesia kembali kebakaran jenggot lantaran adanya kejujuran dan keluguan dari sang bocah yang tidak rela terjadinya pelanggaran pendidikan terjadi di sekolahnya. Bahkan sang bocah itu justru dijadikan kambing hitam sebagai pembawa petaka. Inilah perlakuan yang tidak adil sering terjadi di negeri ini, kebaikan selalu dianggap pelanggaran, dan justru sebaliknya, pelanggaran selalu dijadikan kebenaran. 


1308408722491737830

Kita teropong sejenak peristiwa bersejarah yang baru saja terjadi di dunia pendidikan Indonesia saat ini soal UN 2011 yang belum lama berlangsung, khususnya di tingkat Sekolah Dasar (SD).  Dalam peristiwa ini sang bocah yang jujur dan lugu sebenarnya telah menjadi pahlawan untuk dunia pendidikan Indonesia atas keberaniannya mengungkap ketidak jujuran dalam penyenggaraan pendidikan di sekolahnya, yaitu pada kegiatan Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD). Dia adalah Alif Ahmad Maulana, siswa kelas VI SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur, putra dari ibu Siami.


Sebelum UN Ada Simulasi Menyontek
(sumber : detik.com)
 


Awalnya Alif, siswa kelas VI SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur, tetap pada sikapnya semula bahwa memang ada aksi contek massal yang sangat sistematis di sekolahnya saat Ujian Nasional (UN), yang dikomandoi gurunya. Anak dari Siami itu bahkan menceritakan, sehari sebelum UN digelar 10-12 Mei 2011, diadakan simulasi menyontek.

"Waktu satu hari sebelum ujian  diadakan simulasi mencontek," kata Alif saat telekonfrens dari Universitas Airlangga Surabaya dengan aktivis di Aula gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, tanggal 16 Juni 2011 . 

Alif mengaku mendapat arahan teknis contek-mencontek pada saat ujian nasional yang digelar 10-12 Mei lalu.

"Nanti, kertas itu ditulis dengan kode-kode. Misalnya, angka 001 itu untuk jawaban A. Nanti, kode itu dilihatkan teman di belakang. Biar yang belakang tahu," kata Alif, menirukan lagi arahan dari gurunya. Alif didampingi ibunya, Siami.

Alif sendiri kini sudah mengaku tenang tidak seperti kejadian awal-awal. Alif, tetap memegang prinsip yang diajarkan sang ibu. "Hidup itu harus jujur dan percaya," kata Alif mengutip pesan sang ibu.


"inilah keberanian yang wajib kita acungkan jempol kepada Alif Ahmad Maulana yang dengan keberaniannya dan kejujurannya mengungkap apa yang terjadi di sekolahnya pada awal sebelum terjadinya peristiwa contek massal pada UN 2011 untuk tingkat SD."



Ada Gladi Resik Contek Massal di SDN Gadel 2, Surabaya, Jawa Timur
 (sumber : Kompas.com)

Kasus contek massal saat ujian nasional (UN) 2011, tingkat Sekolah Dasar (SD), yang terjadi di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya diduga dilakukan secara sistematis.

"Kami merekomendasikan UN di SDN 2 Gadel tidak perlu diulang agar tidak merugikan murid dan orangtua, tapi kepsek, wali kelas dan guru F perlu mendapatkan sanksi administratif," kata anggota Tim Independen Pemkot Surabaya Prof Daniel M Rosyid di Surabaya, Minggu, tanggal 5 Juni 2011.

Menurut dia, Alif  siswa pintar di SDN itu yang mengerjakan jawaban soal untuk didistribusikan kepada rekan-rekannya, terpaksa memberikan contekan kepada teman-temannya, karena "perintah" dari oknum guru, bahkan sekolah itu sempat mengadakan "gladi resik" contek massal itu.

"Kami juga menemukan praktik bullying (menghardik) terhadap Alif, karena itu kami merekomendasikan keluarga Alif dilindungi oleh pihak kepolisian dari intimidasi. Ancaman tersebut berasal dari guru senior dalam hal ini, wali kelas dan sesama temannya," katanya.

Dalam pengakuannya, Alif dipaksa memberikan contekan. "Guru saya, Pak F, yang menyuruh saya memberi contekan. Sebelum UN justru dia mengatakan kapan lagi saya bisa membalas budi para guru. Kata Pak F, apa tidak kasihan kalau teman saya tidak lulus," kata Daniel menirukan Alif.

"Laporan kecurangan dari keluarga Alif  kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Surabaya sudah menjadi kewajibannya. Laporan kecurangan ini harusnya direspons secepatnya. Kejujuran dari masyarakat harus dijaga dan jangan sampai ada kesan kalau jujur yang ajur (hancur)," katanya.

Sementara itu, anggota tim independen lainnya, Kresnayana Yahya, mengatakan, ada problem komunikasi dalam kasus mencontek massal tersebut.

"UN yang seharusnya menjadi tolak ukur, justru menciptakan tekanan kepada siswa, sehingga siswa cenderung merasa ketakutan untuk menolak jika diminta oleh guru," katanya.

Namun, Kepala Disdik Surabaya Sahudi belum dapat dikonfirmasi, sedangkan pihak kepolisian mengaku belum ada tindakan penjagaan khusus kepada Alif dan keluarganya, karena polisi menilai kasus itu sebaiknya diselesaikan secara internal, bukan pidana.

Untuk menyukseskan praktik mencontek itu, wali kelas Alif sempat melakukan tiga kali simulasi, sehingga masing-masing siswa sudah tahu perannya masing-masing dengan Alif sebagai pemasok bahan contekan, lalu ada yang menggandakan jawaban contekan dan ada yang mengedarkannya ke kelas lain.


"ini terjadi karena kurang percaya diri dan tidak adanya tanggung jawab dalam tugas pada profesinya dari para pengajar yang ada di SDN 2 Gadel, lantaran khawatir akan terjadinya ketidak berhasilan  pencapaian kelulusan UN di sekolahnya, sehingga akhirnya di Alif dijadikan peonir awal perpanjangan tangan kegiatan mencontek massal oleh guru yang bertanggung jawab pada saat itu."



Warga Gadel Tertekan Pemberitaan Contek Massal
(sumber : Kompas.com)

Warga Gadelsari, tempat SDN Gadel II Surabaya, mengaku tertekan dengan pemberitaan soal mencontek massal akhir-akhir ini. Mereka takut pemberitaan akan berdampak kurang baik pada generasi muda warga setempat.

Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan (LKMK) Karangpoh, Dwi Siswanto, saat dialog dengan Mendiknas, Mohammad Nuh, Sabtu tanggal 18 Juni 2011, di SDN Gadel II Surabaya, mengatakan, pemberitaan media tentang Gadel selama ini terkesan menyudutkan warga Gadel.

Menurut dia, media menyebut warga Gadel anti kejujuran, warga Gadel sedang sakit dan sebagainya. "Ini membuat warga tertekan dan kami khawatir akan berdampak kepada anak cucu kami nantinya," kata Dwi di hadapan Mendiknas.

Padahal, menurut dia, warga Gadel adalah warga yang masih memiliki tata krama dan etika. Warga, menurut dia, justru mengharap Ny Siami kembali ke tengah-tengah warga.

"Rumah keluarga Ny Siami saat ini masih utuh dan terawat. Kalau kami jahat, rumah itu sudah dirusak warga sejak dari dulu," ujarnya.

Keluhan juga disampaikan Plt Kepala SDN Gadel 2, Siti Khomsah. Menurut dia, kedatangan wartawan media ke sekolahnya beberapa hari terakhir secara tidak langsung mengganggu proses belajar-mengajar di SDN 2 Gadel.
"Saat ditanya wartawan, kami sengaja tutup mulut karena takut salah ngomong. Hal itu kami lakukan agar masalah tidak semakin besar," kata Siti.

Sama seperti warga lainnya, Siti mengharap keluarga Ny Siami kembali ke Gadel dan berkumpul bersama-sama lagi.

"Untuk Alif, kembalilah Nak. Engkau adalah aset Gadel," harapnya.



"Seharusnya masyarakat Gadel tidak perlu resah dan khawatir atas pemberitaan tentang adanya ketidak jujuran yang terungkap, justru seharusnya merasa bersyukur atas terungkapnya peristiwa itu yang terjadi di SND 2 Gadel, dan hal itu juga seharusnya masyarakat Gadel harus berani untuk mengungkapkannya secara terbuka atas peristiwa yang telah membawa keburukan, jadi jangan berusaha untuk menutupi atau membenarkan keburukan yang terjadi. Disinilah masyarakat Gadel di uji untuk berani mengatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah.."




Alif dan sang bunda Siami mengungkapkan kebenaran atas perbuatan ketidak jujuran contek massal UN 2011 SDN 2 Gadel, Surabaya - Jawa Timur


Mendiknas Rayu Alif Dan Siami Agar Pulang ke Gadel
(sumber : Media Indonesia (MI) )

Terungkapnya peristiwa contek massal pada UN 2011 tingkat SD di SDN 2 Gadel, Surabaya, Jawa Timur dari ungkapan dan kejujuran sang bocah luguh nan cerdas itu, si Alif. Akhirnya Alif dan keluarganya harus terasingkan dari masyarakat Gadel. Alif dianggap telah membuat fitnah dan pencemaran nama baik desa Gadel, padahal perbuatan yang dilakukan itu adalah kebenaran yang terungkap. Alif bersama sang bunda harus mengungsi karena mendapatkan banyak tekanan dari masyarakat desa Gadel dan para guru atas perbuatannya yang telah mengungkapkan ketidak yang terjadi di sekolahnya pada UN 2011 tingkat SD di SDN 2 Gadel tersebut. Akhirnya peristiwa inipun membuat sang menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu jilid Dua harus turun tangan untuk mengatasinya, Mendiknas Mohammad Nuh.

Tidak hanya mengunjungi SDN 2 Gadel, Mendiknas M Nuh juga mengunjungi keluarga Siami di Benjeng, Gresik.

Ia mengajak Siami agar kembali ke rumahnya di Gadel. Dalam pertemuan yang dihadiri Siami dan keluarga, M Nuh meminta Siami kembali ke rumahnya di Gadel dan bersosialisasi kembali dengan masyarakat.
Menurutnya, sudah saatnya kini keluarga Siami beraktivitas seperti semula. Siami sendiri menjawab dirinya siap pulang ke rumahnya di Kampung Gadel dan bersosialisasi dengan warga. 

''Sudah saatnya keluarga Siami kembali ke Gadel untuk hidup bersama warga lainnya, apalagi Alif juga perlu sekolah lagi,'' ujarnya. 

Menanggapi permintaan itu, Siami mengaku berterima kasih dengan kedatangan Mendiknas yang memberikan perhatian penuh. Namun, Siami mengaku masih memerlukan waktu agar bisa kembali ke Gadel. 

"Tapi mungkin tidak langsung kembali. Saya butuh waktu, tapi pasti saya akan kembali ke rumah, bagaimanapun juga itu rumah satu-satunya yang saya miliki,'' ujarnya. 

Siami menyatakan apa yang disampaikannya ke media sebenarnya hanya untuk menegaskan tentang nilai-nilai kejujuran pada anaknya. ''Jika kemudian muncul dampak pencitraan buruk untuk Kampung Gadel, sama sekali tidak bermaksud demikian,'' katanya. 

Dia berharap publik tidak lagi mencap Kampung Gadel sebagai Kampung Anti Kejujuran sebagaimana publik memberinya label Ibu Kejujuran.
Dalam pertemuan antara Mendiknas dan Siami yang juga dihadiri oleh Bupati Gresik Sambari Halim, Alif Ahmad Maulana juga ditawari sekolah dimanapun. Karena nilai Alif yang bagus dan bahkan tertinggi di sekolahnya, kata Mendiknas, tidak sulit buat Alif mencari SMP.
Mendiknas juga secara simbolis menyerahkan penghargaan buat Alif berupa notebook yang selama ini diimpikannya.


"Jadikan semua peristiwa yang terjadi harusnya sebagai koreksi diri dan pencerminan, bukan untuk dijadikan bahan untuk sebuah perbuatan pencelaan. Karena semua peristiwa dan cobaan itu tidak semuanya salah, justru haruslah dijadikan sebuah pembelajaran dan introfeksi diri untuk perbaikan kedepan. Atas peristiwa contek massal yang terjadi baru-baru ini bukan sebagai kesalahan yang negatif, justru dijadikan kesalahan yang positif untuk bisa menjadi pengalaman dan pembelajaran agar tidak terjadi kembali di masa mendatang."
"Dan janganlah kebenaran itu harus ditutupi, dan sebaliknya ketidakbenaran janganlah disembunyikan, semua harus diungkapkan dan dibenahi agar tidak terulang kembali. Jadikan kejujuran Alif ini adalah teguran kita semua atas ketidak jujuran kita, khususnya di dunia pendidikan. Dan benahilah kembali sistem pendidikan yang benar, tidak asal-asalan dan tidak sekedar sebagai kelinci percobaan dalam penciptaan dan menerapan sistem pendidikan yang tercipta."


Siami dan Alif Ahmad Maulana adalah potret kejujuran yang langka. Mereka berdua telah membukakan hati dan pikiran kita semua bahwa menjadi manusia yang hakiki dalam kehidupan yang benar itu tak mudah di negeri ini. Apalagi ketika beban kultural mendidik generasi ini diserahkan sepenuhnya kepada tanggung jawab sang ibu, yang kerap berhadapan dengan institusi pendidikan yang ironisnya justru menggerus nilai itu.
Sikap kejujuran yang ditunjukkan Ibu Siami dan putranya, Alif Ahmad Maulana. Keduanya mengungkapkan adaya kecurangan ujian nasional berupa instruksi guru kepada murid di SDN 2 Gadel, Surabaya, Jawa Timur, untuk membagikan jawaban kepada teman-temannya. Dan sikap kejujuran ini patut dicontoh masyarakat Indonesia lainnya.

Siami dihujat dan diusir warga dan wali murid lantaran melaporkan kasus mencontek massal saat ujian nasional SD, Mei silam. Anaknya, Alif, adalah murid pintar di sekolahnya dan mewarisi integritas dirinya. Namun, di negeri ini kombinasi keduanya ternyata tak melulu berkah, kadang justru mendatangkan musibah. Buktinya, ia diperintah gurunya memberikan contekan kepada teman-temannya saat ujian nasional. Perintah itu telah membuatnya gelisah, yang ia ceritakan kepada Siami, ibunya.

Siami tentu terkejut. Ia tak pernah membayangkan nilai dan prinsip kejujuran yang ditanamkan kepada anaknya—agar menghargai kerja keras dan kemampuan sendiri—justru membentur institusi pendidikan yang diharapkan akan memperkokohnya.

Siami kemudian melaporkan kepada kepala sekolah dan komite sekolah tentang tragedi ini. Di luar dugaan, ia tak mendapatkan tanggapan yang memadai. Akhirnya ia menempuh jalan sendiri. Ia melapor ke dinas pendidikan, kemudian ditindaklanjuti penyelidikan oleh anggota DPRD setempat. Hasilnya, kepala sekolah diberhentikan dan dua guru diturunkan pangkatnya.

Atas laporan itu pula, Siami kemudian dihujat dan dicemooh wali murid lain dan warga, yang membuatnya tersingkir dari rumahnya sendiri. Alasannya, ia dianggap memberikan citra buruk bagi prestasi sekolah.
Inilah yang terjadi di masyarakat kita sampai saat ini bahwa ketidak jujuran justru dijadikan kebenaran, dan sebaliknya ketidak jujuran adalah kebenaran. Sungguh perbuatan dan moral yang sudah sangat rusak di negeri ini. Kita sungguh prihatin atas kejujuran tidak dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat, hal inilah yang terjadi pada Siami dan Alif Ahmad Maulana, yang berusaha mengungkap kebenaran dan kejujuran, justru malahan mereka berdua disalahkan atas kebenaran dan kejujurannya... Sungguh naif negeri yang indah ini bila terus terjadi kesalahpahaman atas kebenaran dan kejujuran !!

---------------------
Artikel disari dari berbagai sumber media terkait - oleh : Syaifud Adidharta

Sumber: kompasiana.com