Senin, 21 Maret 2011

Konflik Timur Tengah Ujung-ujungnya Minyak

http://media.vivanews.com/images/2008/09/16/54232_kilang_minyak.jpg

Konflik di Timur Tengah terus bergulir di mulai dari Tunisia, Yaman, Mesir, Bahrain dan kini Libya. Semua ini terjadi karena sistem pemerintahan di Timur Tengah mayoritas monarki absolut. Ada beberapa negara seperti Lebanon menganut sistem demokrasi. Tapi demokrasinya demokrasi “semu”. Lebanon telah menetapkan jatah kekuasaan bagi masing-masing kelompok yang berkembang disana. Misalnya, Panglima Militer harus dari golongan Kristen Maronit, Presiden harus dari kelompok Kristen, Perdana Menteri harus dari golongan Muslim Sunni. Hal itu dilakukan untuk menjaga kestabilan negara. Meski demokrasinya demokrasi semu, tapi Lebanon adalah negara yang paling berbangga di Timur Tengah karena bukan berbentuk monarki lagi. Selanjutnya Iran, meski menamakan diri mereka sebagai negara Islam yang demokratis, tetap saja dalam tataran operasionalnya, konsep wilayatul faqih tidak bisa memuluskan jalannya demokrasi di Iran. Ulama terlalu memegang kendali besar atas negara. Dewan legislatif hanya menjadi hiasan belaka karena pada akhirnya tetap saja eksekutif harus menunggu restu dari para ulama dalam menetapkan sebuah keputusan.

Negara-negara GCC (Gulf Coperation Council) seperti Saudi Arabia, Kuwait, Qattar, Oman cenderung selamat dari konflik Timur Tengah akhir-akhir ini. Hanya Bahrain yang mulai “beriak” karena demonstrasi yang dilakukan kaum opsisi Syiah yang selama ini menjadi warga termarjinal di Bahrain. Dipastikan negara-negara GCC ini akan terhindar dari aksi gelombang massa yang meminta pemimpin mereka turun dari posisinya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan GCC bisa terhindar dari aksi demonstrasi. Pertama, negara-negara GCC adalah negara penghasil minyak yang cenderung kooperatif dengan Amerika Serikat dan sekutunya dalam urusan pasokan minyak. Kedua, negara GCC cenderung memanjakan rakyatnya dengan berbagai fasilitas gratis dan beberapa tunjangan hidup.

Selain negara-negara GCC, negara-negara lain yang kaya akan minyak, tak bisa lolos dari aksi demonstrasi yang mengatasnamakan rakyat. Lihat saja Irak yang menyimpan cadangan minyak cukup besar, tak bisa lolos dari konflik. Amerika langsung mengambil kendali menduduki Irak dengan tuduhan Irak menyimpan senjata pemusnah masal dan keotoriteran sang presiden, Saddam Husein. Kemudian Iran, belum lama ini sempat bergejolak. Namun intervensi Amerika dan sekutunya tidak berhasil ketika pimpinan ulama Syiah Ali Khamanaei berkata lantang menenangkan rakyatnya.

Lalu bagaimana dengan Mesir? Negara ini mengandalkan keuangan negara dari sektor pariwisata. Mesir tidak memiliki minyak seperti negara-negara GCC, Libya, Irak, Iran dan sebagainya. Tapi toh, tetap Mesirpun terkena aksi protes dari rakyatnya. Mesir memang tak punya minyak, tapi Mesir merupakan daerah yang strategis dalam supply minyak dari Timur Tengah ke negara-negara Eropa. Kapal-kapal tanki minyak dari Timur Tengah melewati jalur Terusan Suez untuk sampai ke negara-negara Eropa. Jika pemimpin Mesir dianggap sudah tidak “manut” lagi terhadap Amerika dan sekutunya, maka negara inipun akan digoyang sampai pimpinannya turun dari kekuasaan. Bisa jadi, dalam kepemimpinannya, Mubarrak yang dikenal sebagai sekutu Amerika, mulai membangkang seperti halnya yang dilakukan Saddam Hussein.

Kini yang paling bergejolak adalah Libya. Moammar Khadaffi yang berkuasa kurang lebih 40 tahun memicu para oposisi untuk menggulingkan pemerintahannya. Namun Khadaffi yang telah mengenal Amerika dan sekutunya luar dalam enggan turun dari tahtanya. Ia bahkan berani menembaki para demonstran yang dinilai akan mengganggu singgasananya. Hubungan Khadaffi dan Washington sebenarnya terjadi pasang surut. Hubungan buruk terjadi pada masa Presiden Ronald Reagan tahun 1986. Reagan menutup kedutaannya di Tripoli demikian sebaliknya. Hubungan baik kembali terbina ketika masa peemrintahan George Walker Bush. Banyak perusahaan minyak Amerika yang masuk ke Libya. Tapi entah kenapa sekarang, Amerika dan sekutunya di bawah pemerintahan Obama menggempur Khadaffi atas alasan keotoriteran dia dan terlalu lamanya Khadafi berkuasa.

Ini bukan persoalan otoriter, bukan persoalan agama, bukan persoalan HAM, tapi ini adalah persoalan minyak. Amerika adalah negara konsumen terbesar dunia. Semua pasokan minyak Amerika dan Eropa mayoritas didapatkan dari Timur Tengah. Semua kebijakan luar negeri Amerika dan sekutunya pasti atas pertimbangan minyak. Negara monarki Saudi Arabia meski beberapa periode turun-temurun dipegang keluarga Saud, tetap kekal tanpa diintervensi dengan tuduhan otoriter, terlalu lama berkuasa, HAM dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena Saudi sangat kooperatif dalam men-supply minyaknya. Hanya satu kali sanksi boikot minyak yang dilakukan Saudi terhadap Amerika yaitu pada masa pemeintahan Raja Faisal dan itupun berujung pada kematian sang Raja meski pembunuhnya diketahui dilakukan oleh keponakan sang Raja sendiri. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa setiap ada minyak, disitulah konflik akan terjadi, kecuali jika negara pemilik minyak bisa bekerjasama dengan baik dengan pihak Amerika dan sekutunya. 

Tia Mariatul Kibtia

Sumber: kompasiana.com

Jampidsus: Malaikat Juga Susah Membuktikan Uang Gayus

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqDOGDF68QpVer3deePZ2oM_UB5vrMNiEs5fNPz7VAeAOwCsUL_3MLzGLT4jqvEvlsOXtezhtualyBr9zycw2IlNf_1_Ma9AdMP3pspe1ftnMUxS2eiHyes6Kq0bcjkv1ZcsTBEFua2anS/s1600/Gayus+Tambunan+seorang+astronot.jpg


Pihak kepolisian dan kejaksaan mengaku kesulitan mengusut rekening siluman milik Gayus Tambunan senilai Rp 74 miliar dan Rp 25 miliar. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Amari, malaikat sekalipun akan kesulitan membuktikan uang Gayus tersebut.

"Ya iya, siapa pun penyidiknya akan sulit, walaupun malaikat akan susah. Membuktikannya akan susah. Itu kalau diserahkan ke saya puyeng juga ," kata Amari di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (18/3/2011).

Hingga saat ini Amari belum menemukan titik terang siapa si pemberi uang tersebut. "Sampai sekarang belum ketemu siapa yang ngasih itu. Bagaimana menelusurinya. Apakah ini dari bank ini atau dari bank lain, jalannya dari sini ke sini, melalui tangan siapa. Ini susah. Kalau dari kejaksaan alat buktinya belum cukup sehingga kita kembalikan (ke polisi)," tandas Amari.

Saat ini berkas korupsi Rp 25 miliar dan Rp 74 miliar Gayus Tambunan masih di kepolisian. Uang itu disinyalir dari para pembayar pajak sebagai komisi supaya jumlah pajaknya dikurangi. Namun hingga detik ini, menurut Amari, belum bisa dipastikan siapa pembayar pajak yang menyuap itu.

"Lah wong kita nggak tahu dari mana kok. Susah. Siapa coba yang terima saja nggak ngomong. Apalagi yang ngasih. Makanya itu baunya kuat sekali tapi barangnya dilihat susah," tukas Amari.

Sumber: detiknews.com

Apa Alasan Sebenarnya Amerika Menyerang Libya?

13006678962115954586
Kapal perang USS Barry milik Amerika menembakkan rudal Tomahawk ke sasaran dalam Operasi Odyssey Dawn (www.latimes.com)


Tak disangka dan tidak diduga, Amerika memiliki  perang baru.  Lawannya pun bukan Iran atau Korea Utara, dua negara yang selama ini mempunyai masalah dengan Amerika. Tetapi Libya, yang sampai satu bulan lalu tidak masuk dalam negara yang berkonflik dengan negara Paman Sam.

Perang saudara yang berkepanjangan di Libya membuat banyak korban jatuh di kalangan sipil. Tentara yang setia kepada Moammar Khadaffi setelah sempat terdesak kini membalikkan keadaan. Beberapa kota-kota strategis yang sempat direbut oleh tentara pemberontak kini mereka kuasai. Korban tentu saja berjatuhan baik di kalangan tentara, pendukung pemerintah dan pemberontak, dan tentu rakyat sipil. Suatu keadaan yang sangat memperihatinkan tentu saja. Dalam situasi perang tentu akal sehat sering kalah dengan emosi membuat rakyat sipil yang jadi korban.

Dalam kasus ini, pemerintah Inggris dan Perancis menuduh tentara Libya dalam memerangi tentara pemberontak tidak memperdulikan keselamatan rakyat sipil, pesawat-pesawat mereka sering membom sasaran-sasaran sipil, disengaja atau tidak disengaja. Karena itu kedua negara ini meminta agar pemerintah Libya memberlakukan kawasan bebas terbang. Kedua negara ini didukung oleh Amerika.

13006683591095050632
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan PM Inggirs David Cameron penggagas sanksi militer atas Libya (http://news.xinhuanet.com/)

Tentu saja Libya menolak permintaan ini. Karena merasa diremehkan kedua negara ini ditambah Amerika mengusulkan agar pemintaan ini dijadikan resmi sebagai permintaan dari PBB, caranya meminta 15 negara-negara Dewan Keamanan PBB untuk bersidang, apakah perlu kawasan bebas terbang ini menjadi resolusi PBB kepada Libya yang harus ditaati oleh negara itu. Resolusi PBB harus dipatuhi kalau tidak sanksinya akan berhadapan dengan PBB, seluruh dunia, teorinya. Hasilnya, PBB mengeluarkan resolusi kawasan bebas terbang di Libya. Moammar Khadaffi tetap menolak. Dewan Keamanan PBB pun bertindak. Tiga negara saat ini menyerang Libya, Amerika, Perancis dan Inggris. Perang masih dalam tahap meroket dan membom belum sampai tahapan mengirim pasukan darat. Nama operasi ini adalah Odyssey Dawn.

Tindakan militer PBB ini tidak membuat Khadaffi terlihat takut. Bahkan dia menyatakan kalau aksi militer ini adalah aksi illegal karena pihaknya hanya ingin memadamkan pemberontakan. PBB sudah melanggar prinsipnya sendiri untuk tidak ikut campur dalam masalah domestik suatu negara. Khadaffi juga mengingatkan negara-negara pelanggar kedaulatan Libya itu bahwa perang akan berlangsung lama. Pernyataan ini harus ditanggapi dengan serius karena keluar dari seorang pemimpin yang pernah menjadi symbol militansi dunia ketiga. Perang kecil bisa menjadi perang besar, perang sesungguhnya.

Di saat Amerika masih dipusingkan dengan urusan di Irak dan Afganistan mengapa negara ini mau melibatkan diri dalam perang kecil  yang bisa berubah menjadi perang besar ini? Apa untungnya?

Di kalangan masyarakat Amerika sejak Obama menjadi presiden dalam urusan luar negeri cara negara mereka mengelola konflik dipercaya akan berbeda dengan cara sewaktu Bush masih jadi presiden. Presiden Obama dianggap akan mengedepankan dialog daripada aksi militer, lebih mengedepankan deskalasi masalah daripada eskalasi konflik. Contohnya dalam masalah Iran, yang di akhir era Bush ditangani dengan cara keras. Obama menanganinya dengan cara halus. Juga konflik dengan Korea Utara, walaupun Korea Utra beberapa kali memprovokasi pihak Korea Selatan dan Amerika, bahkan sampai menimbulkan korban di pihak Korsel, Amerika masih bertahan untuk tidak menyerang Korut.

Karena itu setiap kali membahas konflik dengan Iran atau Korut selalu orang Amerika akan berkata seperti ini, “coba kalau Bush masih presiden sudah berperang kita dengan Iran,” atau “untung presiden kita Obama jadi kita tidak pergi ke Korea Utara.” Dan terbukti, tidak ada perang dengan kedua negara itu.

Tidak masuk di akal orang Amerika saat ini bila negaranya memulai perang baru sekecil apapun bentuknya. Sudah ada dua perang yang memakan korban jiwa orang Amerika dan materi negara mereka. Bahkan rakyat Amerika sudah capek dengan kedua perang yang tidak berkesudahan itu. Masalah utama adalah masalah perekonomian, hutang luar negeri dan masa depan negara yang terlihat suram. Itulah concern orang Amerika, itulah juga mengapa Obama memenangkan pemilihan presiden mengalahakan lawannya dari pihak Republik. Senator John McCain yang dianggap sama dengan George Bush, suka perang, warmonger.

Tetapi kebaikan Obama tidak berlangsung lama. Hanya dalam satu bulan sejak krisis di Libya berubah menjadi perang saudara tiba-tiba Amerika memutuskan untuk membantu Perancis, penggagas utama utama wilayah bebas terbang, dan Inggris dalam masalah ini. Hanya dalam satu bulan, luar biasa.

Alasannya untuk melindungi rakyat Libya dari kekejaman penguasa. Banyak perang saudara di muka bumi ini, banyak rakyat yang ditindas oleh penguasa negara mereka, apakah Amerika akan mencampuri urusan mereka semua? Tentu tidak.

Libya juga tidak mengancam keamanan negara dan bangsa Amerika. Hubungan kedua negara belakangan menjadi baik dan akrab setelah puluhan tahun Libya menjadi pihak oposisi utama dalam menentang pengaruh Amerika di dunia. Bahkan menurut Moammar Khadaffi pihak pemberontak itu didukung oleh Al-Qaeda yang juga merupakan musuh utama Amerika. Bukannya mendukung pihak yang memusuhi musuhnya, Amerika malah memusuhi musuhnya musuh… bingung khan kalimat saya…hehehe…

Lalu soal ekonomi dalam hal ini minyak. Setiap kali Amerika menyerang negara yang juga negara eksportir minyak dunia selalu disebut kalau Amerika hanya ingin mengamankan suplai minyak ke negaranya. Dalam hal ini tidak benar sama sekali. Libya tidak termasuk dalam daftar 15 negara utama eksportir minyak ke Amerika. Di dunia internasional pun Libya hanyalah negara pengekspor minyak nomer 12 itu pun jumlahnya hanya 1,525% dari total minyak dunia. Sangat tidak signifikan. Harga minyak yang naik belakangan ini sering dikaitkan dengan perang saudara di Libya dimana lokasinya di kota-kota penghasil minyak. Tetapi kalau melihat persentase minyak yang didapat dari Libya sekecil itu jelas tidak ada hubungannya dengan naiknya harga minyak dunia. Apalagi hubungannya dengan keamanan suplai minyak ke Amerika.

1300668536732826467
Nicolas Sarkozy dan Moammar Khadaffi (http://news.xinhuanet.com/)

Dari sudut kepentingan Amerika tidak ada alasan sebenarnya untuk menyerang Libya selain membantu Perancis dan Inggris. Nah, ini yang menarik. Perancis sama sekali tidak membantu Amerika dalam Perang Irak. Malahan Amerika dikecam oleh rakyat Perancis sebagai negara barbar yang menyerang negara lain dengan sewenang-wenang demi kepentingannya sendiri dalam hal ini minyak. Demikian juga pemerintah Perancis yang memandang rendah Amerika dalam Peran Irak. Itu adalah hak pemerintah dan rakyat Perancis untuk menilai Amerika. Tetapi saat ini Amerika membantu Perancis?

Inggris sebagai sahabat setia Amerika membantu dalam Perang Irak sampai rakyatnya merasa berkeberatan. Perdana menteri saat itu Tony Blair kehilangan kepercayaan dari rakyat dan parlemen. Blair akhirnya mengundurkan diri di tahun 2007. Di tahun 2009 Inggris menarik pasukannya dari Irak. Sama seperti rakyat Perancis, rakyat Inggris memandang rendah Amerika karena Perang Irak. Tapi saat ini negara mereka melakukan hal yang sama, menyerang negara lain. Hipokrit? Tunggu saja reaksi mereka, setuju atau tidak setuju dengan aksi militer negara mereka ini.

Apa motivasi Perancis untuk mencampuri urusan dalam negeri Libya masih belum diketahui. Alasan kemanusiaan adalah alasan yang dibuat-buat khususnya kalau itu datang dari Perancis. Negara ini adalah negara yang terlibat secara langsung dalam konflik SARA pembantaian suku Tutsi oleh suku Hutu di Rwanda tahun 1994. Perancis memberikan bantuan senjata, keuangan dan penasehat militer dan politik kepada pemerintah yang didominasi oleh suku Hutu untuk membantai saudara sebangsanya sendiri. Negara ini juga menyediakan tempat berlindung di negara mereka kepada pimpinan Hutu yang setelah kalah dalam perang saudara itu mengungsi ke Perancis. Perancis bicara soal melindungi rakyat dari kekejaman penguasa? Hah… look who’s talking…

Keputusan presiden Obama untuk menyerang Libya ini diumumkan dari Brasilia, Brasil tempat dia melakukan kunjungan kerja saat ini. Dalam kunjungan ini Obama disertai oleh istri dan kedua anaknya dan juga ibu mertua serta godmother putri-putri Obama. Uniknya, Brasil sebagai negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB termasuk 5 negara yang abstain dalam resolusi PBB untuk Libya ini. Selain Brasil, India, negara anggota tidak tetap DK PBB juga abstain. Ternyata kunjungan kerja Obama ke India tahun lalu yang disebut-sebut sebagai kunjungan luar negeri terbesar seorang presiden Amerika tidak mampu menjadikan negara itu menuruti semua keinginan Paman Sam.

Jadi secara resmi saat ini Amerika mempunyai 2 perang besar, Irak dan Afganistan dan 1 perang kecil melawan Libya dalam waktu yang bersamaan. Perang kecil ini sebenarnya hanyalah aksi militer terbatas, membom pusat-pusat kekuatan tentara pemerintah. Sekedar untuk menekan Moammar Khadaffi tidak memakai pesawat terbang dalam perang saudara itu. Sejauh ini misi pemboman berhasil melumpuhkan kekuatan udara Libya sasaran utama aksi ini. Tetapi apakah perang kecil ini akan berubah menjadi perang besar, akan melibatkan kekuatan darat pasukan koalisi ini?

Walaupun kekuatan udaranya dilumpuhkan tetapi  tentara Libya tetap mempunyai persenjataan berat untuk menyerang pemberontak. Tetap mempunyai tank-tank dan kendaraan lapis baja lainnya. Tetap mempunyai artileri, senapan, granat, bom dan sebagainya. Juga mempunyai bahan-bahan kimia yang bisa dipakai untuk melumpuhkan musuh. Kekuatannya masih cukup besar, sama atau lebih kuat daripada kekuatan pemberontak.

Setelah misi aksi militer ini selesai apakah perang saudara di Libya akan berakhir? Tentu saja tidak. Apakah tentara Libya yang katanya melakukan kejahatan kepada rakyat sipil selama perang saudara ini akan berubah menjadi baik? Tentu saja tidak, bahkan dilaporkan saat ini tentara Libya melakukan praktek bumi hangus dan menyandera rakyat untuk dijadikan tameng hidup. Tetap saja perang saudara akan berlangsung dan korban di pihak sipil akan berjatuhan.

Satu-satunya cara adalah melenyapkan rejim Khadaffi secara fisik. Untuk itu diperlukan kekuatan darat pasukan koalisi. Presiden Obama sudah menyatakan tidak akan mengirim pasukan darat ke Libya, sedangkan perdana menteri Inggris David Cameron tidak secara eksplisit melarang pengerahan pasukan darat mereka. Pihak Perancis belum memberikan keputusan yang pasti. Tetapi yang pasti, serangan darat diperlukan kalau pasukan pemerintah Libya masih melanjutkan tindakan-tindakan represif kepada rakyat.

Kalau dari segi militer operasi pemboman Libya ini berhasil tetapi dari segi politik aksi ini tidak berhasil. Pihak Liga Arab, yang mendukung wilayah larangan terbang mengecam pemboman, Rusia dan China dua negara tetap DK PBB juga mengecam pemboman itu. Sedangkan Jerman dari awal tidak mau bersedia ikut dalam aksi pemboman hanya bersedia melakukan kegiatan pengintaian di udara. Terjadinya kesalahan target pemboman juga mulai mengundang reaksi dari negara-negara internasional.

Langkah pihak koalisi masih panjang dalam konflik di Libya ini termasuk langkah Amerika. Langkah yang sebenarnya tidak perlu diambil karena tidak ada alasan untuk menyerang Libya. Urusan dalam negeri Amerika saja sudah sedemikian banyaknya masih juga mau ditambah lagi dengan urusan lain.  Menyerang Libya hanya karena memenuhi permintaan bantuan dari Perancis dan Inggris bukan karena kepentingan Amerika sendiri adalah hal yang sangat tidak bisa dibenarkan.

Pautan Pasaribu


Sumber: kompasiana.com