Rabu, 17 Agustus 2011
Salah Satu Mukjizat Al Qur'an
Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Quran, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbitnya atau garis edarnya masing-masing.
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (QS Al-Anbiyaa: 33).
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (QS Yasin :38).
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Quran ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu kilometer per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex.
Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.
Sebagaimana komet-komet lain di alam raya, seperti komet Halley juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini secara harmonis bersama-sama dengan benda-benda langit lainnya.
Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini dinyatakan dalam Al Quran sebagai berikut: "Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (QS Adz-Dzaariyat: 7).
Terdapat sekitar 200 miliar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti.
Selama jutaan tahun masing-masing seolah 'berenang' sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi planet, bintang dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing. Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat. Yang membangun dan memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, pencipta seluruh sekalian alam.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Quran diturunkan manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer. Tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa 'dipenuhi lintasan dan garis edar' sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Quran yang diturunkan pada saat itu: karena Al Quran adalah firman Allah.
Sumber: www.republika.co.id
Bung Karno!… Biar Bangsa Tempe Asal Bukan Mental Tempe
Ditulis oleh Della Anna
Birokrasi pemerintahan kita banyak dilanda kasus, dan kasus yang spetakuler saat ini adalah Kasus Anggaran yang menimpa kelompok elite Partai Demokrat, partai yang berkuasa saat ini.
Nazaruddin, dianggap kunci dari skandal suap yang melanda negeri ini. Banyak para pejabat panas kaki dibuatnya, lari sana sini dan siap menyangkal. Skenario dan konspirasi adalah dugaan publik sampai detik ini untuk kasus yang menimpa Bendum Partai Demokrat dan anggota DPR RI ini.
Inilah mental-mental tempe yang menimpa bangsa tempe.
Kalau saja Bung Karno masih hidup, pasti beliau akan terhenyak melihat ucapannya yang ternyata benar-benar menimpa bangsanya. Bahwa bangsanya ini ternyata memang “bangsa tempe,” yang senang makan tempe, juga memiliki “mental tempe.”Ini yang lebih sensitive. Dikatakan memiliki mental tempe berarti mental yang rawan.
Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita (Soekarno quotes).
Tempe adalah menu makanan yang merakyat, dari orang kaya sampai gembelpun bisa menikmati menu tempe. Kecuali tempe kaya akan gizi yang tinggi juga sehat daripada menu daging sapi tiap hari.
Masih ingat berapa persen kandungan protein dari kacang kedelai? sangat tinggi dan cukup membuat otot-otot memperoleh energi untuk bekerja lebih giat lagi. Untuk tetap berteriak MERDEKA!
Ucapan Bung Karno ini memang cocok untuk rakyat China, yang cinta kerja keras. Sejengkal tanah pun menjadi uang. Bahkan manusia saja bisa diubah menjadi sumber devisa negara. Manusia bekerja bukan karena kerja paksa atau rodi, tetapi memang manusia cinta kerja dan negara memberi kesempatan itu. Pintar memang China mengolah filosofi ini.
Mungkin ucapan penuh kata kiasan kita perlukan ketika itu. Untuk membakar semangat nasionalis kebangsaan yang baru saja lepas dari tindihan para penjajah, para menak jinggo, para sekutu yang semuanya tergila-gila dengan SDA dari tanah pertiwi ini. Ucapan patriotis untuk membakar semangat untuk jangan cepat menyerah, karena saat itu Indonesia baru saja merdeka dan harus membereskan negerinya sendiri dari sisa-sisa feodalisme.
Esok, tepat kita melangkah ke masa 66 tahun Indonesia Merdeka. Apakah kita telah berkembang dan semakin kuat?
Ternyata kita masih memiliki akar yang lemah, semangat nasionalis kita masih retan. Rasa kenasionalisan kita masih diselimuti bayang-bayang kolonialisme, yaitu pengelompokkan kepentingan-kepentingan. Stelsel atau struktur sistem birokrasi kita masih kental dengan manipulasi. Sulit melepaskan diri dari pengaruh feodalisme.
RI mengalami shocking perubahan kebudayaan berpolitik
Kita mengalami shocking kebudayaan berpolitik. Landasan mengolah dan menyelenggarakan negara dan rakyat ini hanya dua, yaitu Pancasila dan UUD tahun 1945.
Tetapi, anda boleh percaya saya atau tidak, akan saya tulis. Bahwa dalam penerapan struktur birokrasi pemerintahan ternyata kedua element di atas sering dianggap menjadi hambatan. Kita membuat pemakluman sendiri, sehingga tak heran implementasinya menjadi tidak jelas.
Iklim berpolitik kita mengalami perubahan besar-besaran ketika rezim Orba tumbang. Dan tahun 1998 adalah tonggak bersejarah dimana RI mengalami pergulatan perubahan cara berpolitik, berpikir dan membentuk struktur birokrasi yang transparan dan lurus.
Terus terang tindakan terburu-buru ini sebenarnya banyak ruginya.
Banyak produk peraturan dan perundang-undangan era Reformasi yang justru kalau diperhatikan masih meniru pola cara berpikir rezim Orba, hanya saja dalam pakaian yang baru, sementara pemikiran sudah kita aklamasikan ke arah Reformasi. Tidak sinkron akhirnya. Terlihat peraturan dan undang-undang dibuat sangat terburu-buru dan tidak siap. Salah satunya adalah Undang-Undang Otonomi Daerah dan Undang-undang Otonomi Khusus. Oleh karena memang tujuan Reformasi yang utama adalah mengendalikan sistem Hamkamnas pasca tumbangnya Orba.
Banyak pengamat politik menyatakan bahwa peraturan dan undang-undang baru produk era Reformasi sangat tidak komprehensif, karena tidak melalui penelitian segi Geografis kepulauan dan segi Ethnis kebudayaan masyarakat.
Kita memang masuk dalam masa krisis, itu harus kita akui. Kita masih mencari bentuk atau model yang tepat, itupun kita harus akui, yang sesuai dengan perubahan global dunia baik dari segi perekonomian, sosial dan tekhnologi. Tetapi tentunya harus ada batas waktu sebagai tonggak ukuran kita, karena bagaimanapun kita berpacu dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan tekhnologi global dunia.
Kita memang mengalami perubahan yang sangat besar. Secara kasat mata, kita mengalami krisis radikalisasi.
Berat sekali memang tantangan Reformasi, karena suka atau tidak, kita harus menjalankan peraturan yang dicoba untuk diadaptasikan dengan iklim Reformasi.
Radikalisasi bukan hanya pada sistem pemerintahan saja, tetapi juga sistem sosial. Perangkat peraturan yang kita ciptakan masih mengandung nilai-nilai frustasi karena adanya tekanan-tekanan moralitas dari perbedaan-perbedaan nilai-nilai.
Shocking dalam perubahan budaya politik ini ternyata menghantam moralitas para pejabat pemerintah, seperti;
> Berkembangnya “Dualisme management.”
Sekilas maksud ini mengandung makna positip. Karena dalam masa krisis kita mengalami perubahan moralitas, management birokrasi menjadi ragu-ragu. Sehingga perlu “memasang filter.” Tetapi akhirnya menjadi fatal, karena dari kondisi ini timbul marak “Corrupted Information.”
Bisa kita lihat dalam praktek hari-hari, sering terjadi informasi dari institusi yang saling bentrok. Akhirnya komentar pejabat “Nanti saya check dulu.” Ini bukan jawaban diplomatis tetapi secara psikologis untuk melindungi diri agar tidak terjebak. Namun ada saja yang berani melawan arus, seperti Ruhut Sitompul yang terkenal berani.
> Peraturan dan Undang-undang.
Banyak peraturan dan undang-undang produk era Reformasi dibentuk dengan tidak komprehensif, karena minim perangkat survey. Mungkin maksud tim pembentuk undang-undang menempuh jalan yang paling murah dan cepat, karena situasi memang membutuhkan cepat. Namun dalam jangka panjang peraturan dan undang-undang justru saling tindih, karena melupakan faktor geografis dan ethnologis. Padahgal kedua perangkat ini penting sekali untuk kelancaran sebuah Undang-undang Otonomi Daerah dan Undang-undang Otonomi Khusus. Dalam praktek ternyata kedua undang-undang ini sering mendapat hambatan dengan undang-undang dari pusat.
> Morality dari para pejabat.
Terus terang kita tidak boleh malu mengakui hal ini.
Pejabat kita masih menyandang moral feodal – Asal Bapak Senang/ABS. Masalah ini memang penghambat jalannya struktur birokrasi. Maka tidak heran, rakyat menikmati tayangan kasus perkasus manipulasi kewenangan dan anggaran. Lembaga peradilan retan rongrongan korupsi dan pengaruh kekuasaan. Jadi istilah institusi yang independen dan non partisant sangat semu.
Indonesia kearah yang lebih baik?
Langkah ini dapat kita tempuh, kalau saja seluruh lembaga pemerintah mendukung;
a. Diperlukan keberanian melaksanakan birokrasi yang transparan lewat ICT (Information and Communication Technology). Ini merupakan suatu filosofi system untuk menggerakkan TED (The Economic Development).
Bisa diterapkan pada departemen atau lembaga yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik, seperti Dirjen Pajak, Depnakertrans, Imigrasi, DepSos, DepKes, BNP2TKI, kepolisian, kejaksaan. Lembaga-lembaga ini bisa menerapkan ICT. Negara lain telah menerapkan sistem ini untuk menekan KKN dan meningkatkan pelayanan umum yang baik.
b. Dengan ICT maka diharapkan praktek-praktek KKN yang begitu marak dan mendapat sorotan tajam pers luar negeri, dan juga beban rakyat dalam keikut sertaan pada pemerintahan minimal bisa ditekan.
Apakah kita masih mau memelihara mental tempe kita? Kalau masih, maka memang situasi negeri ini sangat menakutkan. Oleh karena untuk membersihkan birokrasi dari KKN memang akan membuat kita menjadi frustasi, tidak tahu lagi mau mulai dari mana.
Dengan kasus Nazaruddin ini saja sudah membuktikan, bahwa memang birokrasi carut marut kita memiliki mental tempe. Penuh dengan jamur yang membuat busuk institusi.
Bagaimana dengan anda? silahkan makan tempe, sebab tempe itu sehat. Tapi jangan sampai mentalnya berubah menjadi mental tempe.
Berjaya kita maju, bercerai kita jatuh.
Selamat menyongsong Hari kemerdekaan RI ke- 66 tahun
M E R D E K A !
Della Anna
Sumber: www.kompasiana.com
Riwu Ga, Sukarno dan Proklamasi 1945
Pada tahun 1934 saat Bung Karno baru saja sampai di tempat pembuangannya di Ende, Flores. Ada seorang muda yang senang melihat kedatangan orang buangan dari Jawa. Anak berumur 14 tahun itu bernama Riwu Ga. Ia setiap pagi berjalan 3 kilometer untuk menonton orang dari Jawa yang katanya terkenal. Suatu siang saat Bung Karno sedang mengerjakan potongan kayu untuk ganjel pintu, Riwu Ga datang membawa pisang dan bertanya-tanya pada Sukarno tentang caranya membuat potongan kayu. Sukarno adalah seorang Insinyur, tapi ia selalu bicara dengan bahasa yang dimengerti lawan bicara dan Sukarno senang dengan anak ini yang banyak ingin tau. Saat itu jam 10 pagi, Sukarno dan Riwu bicara sampai sore.
Akhirnya Sukarno meminta Riwu membantu di rumahnya, banyak juga pemuda flores membantu di rumah Sukarno. Riwu ikut maen tonil dan membenahi baju-baju pemain tonil sambil belajar lagu Indonesia Raya dengan caranya yang gembira. Ia senang dan melompat-lompat ketika Bung Karno melawak dan menceritakan soal yang seru-seru.
Tahun 1942 Jepang datang ke Indonesia, Bung Karno akan dibawa ke Australia oleh Belanda dengan alasan untuk menyelamatkan jiwa Sukarno. Tapi saat di pinggir pesawat Riwu minta ikut, Bung Karno memaksa Belanda agar Riwu ikut ke Australia, tapi Belanda menolak. Bung Karno juga menolak bila Riwu tidak diajak, jadilah Bung Karno tidak diajak ke Australia. Sejarah Indonesia akan berubah total andai Riwu tidak memaksa dirinya ikut….
Saat dibuang ke Bengkulu dan berjalan kaki di tengah hutan lebat Inggit, Sukarno dan Riwu menuju Kota Padang. Di Padang mereka tinggal di kota itu beberapa bulan, Sukarno tiba di Djakarta bersama Riwu yang setia mengikutinya. Riwu adalah pembantu kesayangan Sukarno dan Ibu Inggit. Saat Proklamasi 1945 dibacakan dan Fatmawati isteri baru Sukarno yang berada di samping Bung Karno saat membacakan Proklamasi, mata Riwu berkaca-kaca dalam hatinya berteriak : “Mustinya Ibu Inggit yang disana, mustinya Ibu Inggit yang berdiri di bawah kibaran merah putih, karena Inggitlah yang tau susah dan jerih payah Sukarno.
Beberapa jam setelah Proklamasi, Sukarno memanggil Riwu dan menyuruh untuk ngabarin satu Djakarta sudah merdeka. Riwu mencari Jeep dan diajaknya seorang bernama Sarwoko yang menyetir. Di tengah jalan Riwu berteriak “Merdeka…Merdeka…Merdeka!!!!!!!” sambil mengepalkan tangan keras-keras. Orang2 pada bingung melihat kelakuan Riwu tapi akhirnya paham, orang tau Sukarno sudah memerdekakan Republik ini.
Di hari tuanya siapa yang mengenal Riwu, dia hanya memacul tanah tandus di Flores, Riwu tak seperti pejabat yang dengan mobil mewah ke Istana dan dengan jas puluhan juta menghormat pada bendera Indonesia Raya. Ia hanya orang tua yang rapuh dan ia tidak pernah diundang ke Istana, karena mungkin saja bau dekil dan baju kotor tak pantas bagi Istana yang megah. Tapi tanpa Riwu kita tak mengenal Indonesia seperti apa yang kita kenal sekarang.
Sumber: www.kompasiana.com