Selasa, 23 Agustus 2011

20 Personel Militer yang Menyerbu Markas Bin Laden Tewas dalam Kecelakaan Helikopter

Jet Tempur F-16 Serang dan Tewaskan Sejumlah Penembak Helikopter AS


The Associated Press dalam laporan eksklusifnya menuliskan, lebih dari 20 anggota Navy SEAL dari unit yang menewaskan Osama bin Laden berada di antara mereka hilang dalam kecelakaan helikopter di Afghanistan.

Operator dari Tim SEAL Enam diterbangkan oleh awak Resimen Penerbangan Operasi Khusus 160. Informasi itu didapat AP dari satu mantan pejabat AS. Keduanya berbicara dengan syarat anonim karena keluarga masih sedang diberitahu tentang kehilangan orang yang mereka cintai.

Sebelumnya, kantor berita ini melaporkan sebuah helikopter militer jatuh di Afghanistan timur, menewaskan 31 tentara AS dan tujuh personel operasi khusus pasukan Afghanistan. Seorang pejabat Amerika mengatakan kemungkinan helikopter itu ditembak jatuh, dalam insiden tunggal paling mematikan bagi pasukan Amerika dalam perang selama satu dekade ini.

Taliban menyatakan bahwa mereka menjatuh helikopter dengan api roket. Dikatakan reruntuhan pesawat itu bertebaran di TKP.

NATO membenarkan kecelakaan semalam terjadi dan bahwa hal itu  "adalah akibat  kegiatan musuh di daerah itu." Namun mereka menolak untuk merilis rincianpara korban.
"Kami sedang dalam proses mengakses fakta," kata Angkatan Udara AS Kapten Justin Brockhoff, juru bicara NATO.

Presiden Barack Obama telah menyatakan berduka atas kematian pasukan terbaik AS itu. Ia menyebut kecelakaan berfungsi sebagai pengingat dari "pengorbanan luar biasa" yang dibuat oleh militer AS dan keluarga mereka. Ia mengatakan Amerika berduka bagi "warga  Afghanistan yang tewas bersama tentara kami."

Sumber: www.r

Tafsir Surat Al-Qadr




Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
1. Sesungguhnya, Kami telah menurunkan (AL-Qur’an) pada malam qadar.
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih aik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan.
5. Sejateralah (malam itu) sampai terbit fajar.


Keutamaan Malam Al-Qadr (Malam Kemuliaan)

Allah swt mengatakan bahwa Allah mengirimkan Qur’aan selama Malam Lailatul Qadr, dan itu adalah malam yang diberkahi seperti firman Allah:
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi… (Q.S. Ad-Dukhan:3)

Ini adalah Malam Lailatul Qadr dan malam ini terjadi pada bulan Ramadhan.
Allah swt berfirman :
Bulan ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an … (Q.S. Al-Baqarah:185)

Ibn Abbas dan yang lainnya mengatakan: “Allah swt menurunkan Al-Qur’an dalam satu waktu dari Preserved Tablet (Al-Lawh Al-Mahfuz) hingga the House of Might (Baytul-Izzah), yang merupakan surga dunia. Lalu kemudian diturunkan sebagian-sebagian kepada utusan Allah swt, Rasulullah saw berdasarkan kejadian yang berlangsung selama masa dua puluh tiga tahun."

Kemudian Allah swt …….. status Malam Lailatul Qadr, yang Allah swt kaitkan dengan Qur’an, Allah swt berfirman :
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

[At-Tabari 24:531, 532, and Al-Qurtubi 20:130].

Imam Ahmad mencatat bahwa Abu Hurairah berkata : “Ketika datang bulan Ramadhan maka Nabi Muhammad saw berkata:
“Sesungguhnya bulan Ramadhan telah datang kepadamu. Ini adalah bulan yang diberkahi, dimana Alla swt mewajibkan atas kamu brepuasa. Selama bulan ini pintu surga akan dibuka, pintu neraka akan ditutup dan setan akan dibelenggu. Di dalamnya ada malam yang lebih baik dari pada malam seribu bulan. Barangsiapa melewatkannya, maka ia benar-benar celaka.”
[Ahmad 2:230. Ada saksi yang menguatkan hadis ini : Hadis Anas bin Malik di dalam buku Sunan] An Nasai mencatat hadis yang sama [An-Nasai 4:129].

Selain kenyataan bahwa ibadah selama Malam Lailatul Qadr adalah sama dengan beribadah selama seribu bulan, ini juga dinyatakan dalam dua hadis sahih dari Abu Huraitah bahwa Rasulullah saw berkata,
“Barangsiapa yang berdiri (untuk sholat) selama Malam Lailatul Qadr dengan keyakinan dan mengharapkan pahala (dari Allah swt), maka ia akan diberi ampunan atas dosa-dosanya." [Fath Al-Bari 4:294, dan Muslin 1:253]


Turunnya Para Malaikat dan Ketetapan Untuk Setiap Ibadah Selama Malam Lailatul Qadr

Allah berfirman,
Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Allah untuk mengatur semua urusan
Artinya, para malaikat turun dengan melimpah selama Malam Lailatul Qadr sebagai hak atas rahmatnya yang berlimpah. Para malaikat turun dengan membawa rahmat dan ampunan, seperti saat mereka turun ketika Al Qu’an diwahyukan, mereka berkeliling dalam lingkaran untuk berdzikir (mengingat Allah SWT) dan mereka merendahkan sayap-sayap mereka sebagai penghormatan yang tulusa kepada murid pengetahuan.

Sebagai referensi Ar-Ruh, dikatakan bahwa ini berarti malaikat JIbril, kata-kata dalam ayat ini adalah metode untuk menambahkan nama dari objek yang berbeda (dalam hal ini Jibril) yang terpisah dari kelompok umum (dalam hal ini para malaikat).

Merujuk pada keterangan Allah, dengan semua urusan.
Mujahid berkata, “Kedamaian yang meliputi semua perkara.” Sa’id bin Mansur berkata, Isa bin Yunus mengatakan kepada kami bahwa Al’mash menceritakan kepada merekan bahwa Mujahid berkata kepada keterangan Allah,
Ada kedamaian

 “Ini adalah keamanan dimana syaitan tidak dapat melakukan hal-hal yang jahat maupun yang merusak.” Qatadah dan yang lainnya telah mengatakan, “Perkara-perkara in telah ditetapkan selama bulan Ramadhan, dan waktu kematian, dan ketetapan akan diukur selama itu.”

Allah SWT berkata
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.

Lalu Allah SWT berkata,
Sejateralah (malam itu) sampai terbit fajar.

Sa’id bin Mansur mengatakan, “Hushaym menceritakan kepada kami dalam kesungguhan hati Abu Ishaq, yang menceritakan bahwa Ash-Sha’bi berdasarkan pada keterangan Allah SWT,
Dengan segala urusan, sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.

“Para malaikat memberi salam sejahtera selama Malam lailatul Qadr kepada orang-orang yang berdiam di mesjid sampai terbitnya fajr (subuh).”

Qatadah dan Ibn Zayd, keduanya mengatakan beradsarkan ketrangan Allah SWT,
Adanya kesejahteraan

“Ini artinya adanya kebaikan dan tidak ada syetan di dalamnya sampai datangnya Fajr (subuh).”


Mencari Malam Kemuliaan dan Tanda-tandanya

Keterangan ini didukung oleh apa yang Imam Ahmad catat dari Ubadah bin As-Samit bahwa Rasulullah SAW berkata,
“Malam Lailatul Qadr datang selama sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan). Barangsiapa yang berdiri untuk mengerjakan sholat malam untuk mencari pahala, maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya yang dahulu dan yang akan datang. Malam Lalilatul Qadr etrjadi pada malam ganjil : malam ke dua puluh satu atau malam ke dua tujuh, malam kedua puluh lima, atau malam terakhir dari bulan Ramadhan.”

Rasulullah saw juga mengatakan,
“Sesungguhnya, tanda-tanda Malam Lailatul Qadr adalah malam yang jernih dan bersinar seperti saat bulan terang, tranquil, tenang menyinari malam itu. Tidak terlalu dingin, juga tidak terlalu panas dan tidak ada satu bintang yang muncul sampai pagi. Tanda-tanda ini diikuti dengan terbitnya matahari dengan sinar yang lembut seperti saat bulan purnama. Setan tidak diijinkan untuk keluar (bersama matahari) pada malam itu.” [Ahmad 5:324. Riwayat Murshal].

Rangkaian riwayat ini baik. Di dalamnya disebutkan beberapa keganjilan dan beberapa kata-katanya menyebutkan objek yang terlihat.
Abu Dawud menyebutkan dalam suatu bab di bukunya Sunan yang ia beri judul, “Kitab: Penjelasan tentang Malam Lailatul Qadr yang datang setiap Ramadhan.”
Lalu ia mencatat bahwa Abdullah bin Umar mengatakan, “Rasulullah saw sedang ditanya tentang Malam Lailatul Qadr ketika aku mendengarkan dan Beliau berkata,“Datangnya setiap bulan Ramadhan.” [Abu Dawud 2:111. Riwayat ini berdsarkan Mawquf].

Orang dalam rangkaian riwayat ini adalah orang-orang yang reliable, tetapi Abu Dawud mengatakan bahwa Shu’bah dan Sufyan, keduanya meriwayatkan dari Ishaq dan keduanya mempertimbangkannya dari keterangan para Sahabat Rasulullah saw (Ibn Umar, dan selanjutnya ketrangan dari Rasulullah saw sendiri)
Telah disebutkan bahwa Abu sa’id Al-Khudri mengatakan, “Rasulullah saw melakukan Itikaf selama sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan dan kami juga beritikaf dengan Beliau." Kemudian Jibril mendatanginya, dan berkata, “Apa yang engkau cari sesungguhnya ada di hadapanmu.” Sehingga Rasulullah saw melakukan Itikaf selama pertengahan sepuluh hari terakhir Ramadhan dan kami ikut beritikaf dengan Beliau. Kemudian datang JIbril dan berkata, “ Apa yang engkau cari sesungguhnya telah dekat denganmu.’ Sehingga Rasulullah saw berdiri dan memberi khutbah di hari keduapuluh dan Beliau mengatakan,
“Barangsiapa yang melakukan Itikaf denganku, kembalilah (untuk beritikaf lagi), karena sesungguhnya aku telah melihat Malam Lailatul Qadr, dan dikarenakan aku melupakannya, dan betul bahwa itu terjadi selama sepuluh malam terakhir. Selama malam ganjil dan aku melihat diriku sendiri seperti sujud diantara lumpur dan air.”

Pada saat itu atap mesjid terbuat dari daun kurma yang kering dan kami tidak melihat sesuatu di langit (semisal awan). Tetapi seketika itu datang segumpal awan biru dan kemusian turunlah hujan. Kemudian Rasulullah saw memimpin kami untuk sholat sampai kami melihat jejak dari lumpur dan air di hadapan Rasulullah saw, seperti mimpinya.

Dalam riwayat lain ditambahkan bahwa ini terjadi pada pagi malam ke dua puluh satu (artinya di keesokan harinya). Keduanya mencatat (Al-Bukhari dan Muslim) dalam dua hadis shaih. [fath Al Bari 2:329, 318, dan Muslim 2:824].

Ash-Shafii berkata, “Hadis ini adalah hadis paling otentik dari yang telah dilaporkan.”

Juga telah disebutkan bahwa pada malam ke dua puluh tiga dalam hadis riwayat Abdullah bin Unays dalam Sahih Muslim. [Muslim 2:827].

“Carilah di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan. Di malam ke sepuluh masih terus berlangsung, di malam ketujuh masih terus berlamgsung, di malam kelia masih terus berlangsung.” [Fath al-Bari 4:306]

Banyak penjelasan hadis ini yang merujuk pada malam-malam ganjil, dan ini adalah penjelasan yang paling popular dan yang sering muncul. Telah dikatakan juga bahwa Malam Lailatul Qadr terjadi pada malam kedua puluh tujuh karena pa yang Muslim catat di dalam hadis sahih dari Ubay bin Ka’b bahwa Rasulullah saw menyebutkan bahwa terjadi di malam kedua puluh tujuh. [Muslim 2:282].

Imam Ahmad mencatat dari Zirr bahwa dia ditanya oleh Ubayy bin Ka’b, “Wahai Abu Al-Mundhir! Sesungguhnya, saudara kamu Ibn Masud mengatakan bahwa barangsiapa yang mengerjakan sholat malam sepanjang tahun maka ia akan meraih Malam Kemuliaan.”

Ubay kemudian menjawab, “Semoga Allah swt memberi ampunan kepadanya. Seharusnya ia tahu bahwa malam kemuliaan itu terjadi pada malam ke dua pulu tujuh (bulan Ramadhan).’ Lalu ia bersumpah dengan nama Allah swt. Zirr lalu berkata, “Bagaimana kamu mengetahuinya?”

Ubayy menjawab, “Dengan tanda dan indikasi yang diberikan oelh Rasulullah saw kepada kami. Terbitlah keesokan harinya tanpa sinar – maksudnya matahari.” [Ahmad 5:130] Muslim juga mencatatnya. [Muslim 2:82]

Telah dikatakan bahwa itu terjadi pada malam ke dua puluh sembilan. Imam Ahmad bin Hanbal mencatat dari ‘Ubadah bin As Samit bahwa ia bertanya kepada Rasulullah saw tentang Malam Kemuliaan dan Beliau menjawab,
“Carilah di bulan Ramadhan di sepuluh malam terakhir. Sesungguhnya di malam-malam ganjil, malam kedua puluh satu, atau malam kedua puluh tiga, atau malam kedua puluh lima, atau malam ke dua puluh tujuh, atau selama malam terakhir.”
[Ahmad 5:318. ada perbedaan dalam hadis ini, tetapi artinya sama dengan yang lain.]

Imam Ahmad juga mencatat dari Abu Huaraira bahwa rasulullah saw mengatakan tentang Malam Lailatul Qadr,
“Sesungguhnya, selama malam kedua puluh tujuh dan malam kedua puluh sembilan. Dan sesungguhnya, para malaikat yang turun ke bumi di malam itu lebih banyak daripada jumlah baru kerikil.” [Ahmad 2:519]

Ahmad sedang sendirian ketika meriwayatkan hadis ini dan tidak ada keraguan dalam riwayat ini.

Ar Timidzi meriwayatkan dari Abu Qilabah bahwa dia berkata,
“Malam Lailatul Qadr bergerak dari tahun ke tahun sampai pada sepuluh malam terakhir.”
Ini menunjukan bahwa at-Tirmidzi menyebutkan dari Abu Qilabah juga meriwayatkannya dari Malik, Ath-Thawri, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Thar, Al-Muzani, Abu Bakr bin Khuzaymah dan lainnya. Dan ada hubngannya dari Ash-Shafi’I dan Al-Qadhi meriwayatkannya darinya, dan ini yang paling diminati. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui.


Permohonan Selama Malam Kemuliaan

Di sarankan untuk mengucapkan permohonan (berdo’a) setiap waktu, khususnya selama bulan ramadhan, di sepuluh malam terakhir, dan selama malam-malam ganjil. Disarankan untuk mengucapkan permohonan ini sebanyak-banyaknya:
“Ya Allah! Sesungguhnya, engkau adalah Maha Pemberi Ampunan, Engkau menyukai ampunan, jadi maafkanlah aku.”

Ini berdasarkan apa yang Imam Ahmad riwayatkan dari Aishah bahwa ia berkata “Ya Rasulullah saw! Jika kau menemukan Malam Lailatul Qadr apa yang harus kuucapkan?”
Beliau menjawab,
Katakan : ““Ya Allah! Sesungguhnya, engkau adalah Maha Pemberi Ampunan, Engkau menyukai ampunan, jadi maafkanlah aku.” [Ahmad 6:182].

At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibn Majah telah meriwayatkan hadis ini. At Tirmidzi berkata “Hadis ini adalah Hasan sahih.” [Tahfat Al-Ahwadhi 9:495, An-Nasai in Al-Kurba 6:218, and Ibn Majah 2:1265].

Al-Hakim meriwayatkannya dalam Mustadrak (dengan rangkain riwayat yang berbeda) dan dia mengatakan bahwa hadis ini adalah otentik berdasarkan pada kriteria dua Syekh (Al-Bukhari dan Muslim). [Al-Hakim 1:530]. An nasai juga meriwaytakannya. [An-Nasai in Al-Kubra 6:219].

Ini adalah akhir dari Tafsir Surat Lailatul Qadr dan segala puji dan rahmay hanya milik Allah SWT.

Sumber : Tafsir Ibn Kathir

http://indonesian.iloveallaah.com

Lailatul Qadar






















Sudah sering kita dengar istilah Lailatul Qadar, bahkan selalu lekat dalam ingatan. Namun demikian, nyatanya kita tidak akan pernah mengenal hakikat Lailatul Qadar itu sendiri, lantaran masalahnya amat ghaib. Pengetahuan kita terbatas hanya pada apa yang telah ditunjukkan di dalam berbagai nash, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta interpretasinya.
   
Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini :


إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malm kemuliaan (Lailatul Qadar)” (QS Al-Qadar (97):1)

Dari pernyataan bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan pada saat Lailatul Qadar, dapat kita tangkap pengertian, yakni; pertama , Lailatul Qadar merupakan dari suatu malam, saat diturunkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Walhasil, Lailatul Qadar itu terjadi hanya satu kali, tidak sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi keagungan dan keutamaannya itu diabadikan oleh Allah SWT untuk tahun-tahun berikutnya. Tegasnya, Lailatul Qadar yang ada sekarang ini, hanyalah semacam hari peringatan yang memiliki berbagai keistimewaan yang sangat luar biasa.

Kedua, Lailatul Qadar merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan, yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara keseluruhan.

Kedua pengertian tersebut di atas, merupakan hasil analisa yang boleh jadi dapat diterima oleh semua pihak, lantaran sama sekali tidak mengingkari keutamaan Lailatul Qadar. Sedangkan hakikatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahui. Sementara lailatul Qadar itu sendiri, dalam sebuah ayat dinyatakan sebagai Lailah Mubarakah (ةalam kebaikan).

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ

Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.”(Q.S Ad Dukhaan (44):3)

Dalam masalah ini, para Muffasir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar itu adalah saat diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzhke Baitul’Izzah, sebelum diwahyukan kepada Rasulullah SAW secara berangsur. Olah sebab itu, tidaklah dapat disamakan antara Lailatul Qadar dengan Nuzulul Qur’an atau turunnya ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.

Betapa mulia dan begitu istimewanya Lailatul qadar itu, sebagai rahmat dan nikmat Allah SWY bagi seluruh ummat Muhammad. Sehingga tak satupun dari kita yang tak suka jika mampu meraihnya. Dan wajar pula, jika malam jatuhnya Lailatul Qadar itupun selau dipertanyakan, bahkan nyaris selalu menimbulkan perselisihan pendapat.


Kapan Lailatul Qadar?

Menurut suatu pendapat ; Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke 27 setiap bulan Ramadhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:


مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا، فَلْيَتَحَرِّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

Siapapaun mengintainya maka hendaklah mengntainya pada malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar)
   
Sementara menurut pendapat yang lain; perintah Rasulullah SAW untuk mengintai pada malam ke 27 itu, bukan merupakan suatu kepastian bahwa Lailatul Qadar akan terjadi pada malam itu. Akan tetapi hanya sebagai petunjuk, bahwa pada malam itu memang kemungkinan besar akan terjadi. Terbukti dengan permyataan Rasulullah SAW sendiri dalam hadist yang lain.

أخْبَرَنَا رسول الله صلى الله عليه و سلم عن لَيْلَةِ الْقَدْرِقال : هي في رمضان في العشر الأواخر ، في إحدى و عشرين أو ثلاث و عشرين أو خمس و عشرين أو سبع و عشرين أو تسع و عشرين أو في آخِرِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ

Rasulullah SAW telah memberitakan kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada Ramadhan; dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau ,malam terakhir.”

Adapun yang dimaksud dengan malam terakhir dalam hadts di atas, tentunya jika sebulan Ramadhan itu hanya 29 hari. Sehingga malam yang ke 29 otomatis merupakan malam terakhir.

Dengan demikian, menurut kami pendapat yang kedua ini jauh lebih dasarnya ketimbang pendapat pertama. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa; jatuhnya Lailatul Qadar itu sama sekali tak dapat ditentukan secara pasti. Lantaran perupakan rahasia Allah SWT.

Lailatul Qadar yang agung itu—sebagaimana jawaban terdahulu sangantlah ghaib malam jatuhnya. Namun demikian, Rasulullah SAW telah memberi petunjuk kepada ummatnya bahwa jatuhnya itu di antara malam-malam ganjil pada sepuluh hari Ramadhan terakhir. Maka tidak mustahil, jika diantara hari-hari itu setiap tahunnya akan berubah-ubah, sebagaimana dapat dicerna pula dari berbagai hadits yang berbeda-beda penjelasannya.

Kemungkinan berubah-ubah tersebut, jika dimaksudkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan. Adapun jika dimaksudkan bahwa, Lailatul Qadar hanya semacam hari peringatan, maka tidak mungkin jatuhnya Lailatul Qadar itu akan berubah, bahkan sampai kiamat nanti.

Selain itu, nampaknya perlu kita sadari pula, bahwa tidak adanya kepastian pada malam tertentu tentang jatuhnya Lailatul Qadar  ini, justru banyak membawa hikmah yang antara lain, untuk mandapatkan keutamaan dan berkah dari saat turunnya Lailatul Qadar itu, kaum Muslimin tidak hanya dengan bertekun ibadah semalam saja. Akan tetapi harus selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW beserta keluarganya.

Tidak Mustahil, jika Lailatul Qadar yang sangat didambakan namun tak dapat ditentukan tanggal pastinya itu sering diamati oleh banyak orang. Sehingga tentu saja setiap pengamat membutuhkan data dan informasi tentang tanda-tanda jatuhnya.

Dalam sejarah, salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama ’Ubal bin Ka’ab telah bersumpah bahwa ia pernah menyaksikan Lailatul Qadar itu. Sehingga ia mampu menjelaskan tanda-tandanya, sebagaimana dalam pernyataanya:

وَأمَارَتُهَا أنْ تَطْلُعَ الشَّمْسَ فِيْ صَبِيْحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا

Dan salah satu tandanya adalah, pada pagi harinya cahaya matahari terbit memutih atau tidak bersinar seperti biasa.”(HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan Tarmizi, dari Ubai bin Ka’ab)

Tanda ini hanya diketahui setelah Lailatul Qadar terjadi. Jadi, sama sekali bukan tanda akan jatuhnya. Sedangkan tanda-tanda ketika sedang terjadi Lailatul Qadar, menurut sebuah keterangan, adalah malam terasa begitu hening cuaca cerah, langit bersih, tak ada angin dan bebas dari mendung.

Namun bisa dipastikan Lailatul Qadar yang terjadi pada setiap bulan Ramadhan itu, merupakan waktu mustajab untuk berdo’a. Jika seseorang telah yakin bahwa malam itu sedang terjadi Lailatul Qadar, maka hendaknya ia membaca do’a sebagaimana telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada Aisyah, ketika beliau ditanya.

اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا

Wahai Allah Sesungghnya Engkau maha pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Tarmizi dari’ Aisyah)

Adapun do’a sebagaimana dalam hadits tersebut di atas, merupakan do’a yang sekali diucapkan ketika seorang telah yakin bahwa, malam itu adalah Lailatul Qadar. Jadi, bukan do’a yang harus dibaca berulangkali semalam suntuk ketika diyakini sebagai Lailatul Qadar.

Lailatul Qadar yang penuh dengan keagungan, berkah dan hikmah itu, merupakan kesempatan emas bagi umat Muhammad untuk meraih keutamaan ibadah yang sangat istimewa dengan modal ketentuan maksimal. Adapun keutamaannya ibadah yang semalam itu melebihi pahala ibadah seribu bulan.

وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ

Tahukah engkau, apakah Lailatul Qadar Itu? Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.” (Q.S Al Qadr(97):2-3)

Selain itu, dalam sebuah hadits dinyatakan bahwa orang yang bertekun ibadah pada saat Lailatul Qadar hanya karena Allah SWT, dengan hati senang serta selalu mengahrap ridha-Nya, maka akan diampuni dosa-dosanya.

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ   

Siapapun yang ibadahnya pada saat Lailatul Qadar karena iman serta mengharap ridho Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Pengertian ibadah sebagaimana dalam hadits di atas, memiliki makna yang sangat luas. Yakni mencakup segala macam bentuk ibadah; shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an, i’tiqaf, Belajar ilmu agama dan lain sebagainya.


Cara Rasulullah SAW Menghadapi Lailatul Qadar

Rasulullah SAW, sebagai teladan yang terbaik, tentu saja akan jauh lebih sempurna amal ibadahnya dari pada umatnya. Dan dalam manghadapi Lailatul Qadar itu, beliau selalu membangunkan keluarganya untuk bertekun ibadah, agar supaya mendapatkan kehormatan yang teramat istimewa dari Allah SWT. Sedangkan hal ini dilakukannya pada setiap 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dengan harapan dapat terjaring Lailatul Qadar yang didambakannya.


كَانَ إذَا دَخَلَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرِ أَحْيَ الَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَشَدَّ الْمِئْزَرِ

Nabi SAW ketika telah masuk sepuluh hari terakhir maka beliau menghidupkan malam itu dengan membangunkan seluruh anggota keluarganya serta mengencangkan sarungnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari ’ Aisyah)

كَانَ رسول الله صلى الله عليه و سلم يُوْقِظُ أَهْلَهُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ وَيَرْفَعُ الْمِئْزَرِ


Rasulullah SAW membangun keluarganya pada sepuluh hari terakhir dan menyingsingkan sarungnya.” (HR. Tarmizi, dari Ali bin abi Thalib)

Yang dimaksud dengan mengencangkan dan atau menyingsingkan sarungnya sebagaimana termaktub dalam kedua hadits tersebut di atas, adalah segera melaksanakan kegiatan ibadah, serta menjauhi isterinya.

Memang, banyak orang yang tahu persis keutamaan serta keistimewaan bergiat ibadah pada saat lailatul Qadar. Namun ternyata hanya sedikit orang yang yang mau berusaha melaksanakan ibadah tersebut supaya dapat meraih keutamaannya. Orang yang mengabaikan kesempatan ibadah dalam Lailatul Qadar, sama artinya dengan membuang kesempatan emas yang sangat berharga, serta menjauhkan dirinya dari segala kejahatan.

إنَّ هَذاَ الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ وَفِيْهِ لَيْلَةً خَيْرُ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حَرَمَهَا فَقَدْ حَرَمَ الْخَيْرَ كًلُّهُ وَلَا يُحْرَمُ خَيْرَهَا إلَّا مَحْرُوْمٌ

Sesungguhnya bulan ini (Ramadhan) telah datang kepadamu, dan di dalamnya ada semalam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja terhalang darinya maka terhalang dari segala kebaikan dan tidaklah terhalang darinya kecuali orang yang terhalang.” (HR. Ibnu Majah, dari Anas bin malik)

Maksud dari hadits tersebut di atas yakni, jika seorang tidak mempedulikan ibadah dengan pahala yang amat besar pada Lailatul Qadar ini, maka secara logis sama artinya ia akan tertarik dengan ibadah di saat lain, yang tentu lebih rendah imbalan pahalanya. Dan alangkah meruginya orang-orang yang seperti itu.

KH Arwani Faishal
 
Sumber: http://almuayyad.org

Lailatul Qadar Adalah Malamnya Nuzulul Qur'an

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.... 
Bismillahirrahmaanirrahiim.... 

Tahukah anda bahwa Al Qur'an diturunkan pada Bulan Ramadhan yaitu pada malam Lailatul Qadar.  Rasul SAW pernah bersabda bahwa malam lailatul Qadar itu adanya pada 10 malam terakhir Bulan Ramadhan yaitu  malam-malam ganjil. Lalu Mengapa Tanggal 17 Ramadhan diperingati sebagai malam Nuzulul Qur'an?

Al-Quran merupakan f irman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.

Pada kenyataannya, al-Quran benar-benar telah mengepung level kecil klasik kesusastraan jahiliyah untuk memperkenalkan pemikiran keagamaan dan konsep-konsep monoteistiknya ke dalam Bahasa Arab. la juga menciptakan design dahsyat dalam Bahasa Arab dengan mengubah instrument-instrument teknis pengungkapannya. Pada satu sisi, ia menggantikan syair metrik dengan bentuk ritmenya sendiri yang tak tertirukan, dan pada sisi lain memperkenalkan konsep-konsep dan tema-tema baru yang mengarah kepada arus besar monoteisme.

Luas dan keberagaman tema al-Quran merupakan hal yang sangat unik. la menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya.

Al-Quran juga mengalihkan perhatiannya kepada masa lalu yang jauh dalam sejarah perjalanan ummat manusia sekaligus mengarah ke masa depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa kini. la melukiskan gambaran dan tanda-tanda yang mengundang manusia untuk segera menarik pelajaran darinya. Setelah pelajaran dapat ditarik kesimpulannya, ternyata jiwa manusia tanpa disadari terseret serta terpesona oleh kedalaman dan keluasan makna al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa al-Quran sebagai mukjizat terbukti menjadi modal kehidupan dunia dan akhirat.

Melalui risalah Nabi Muhammad.SAW, Allah SWT menurunkan al-Quran saat manusia sedang mengalami kekosongan para rasul, kemunduran akhlak dan kehancuran problem kemanusiaan, sosial politik dan ekonomi. Pada setiap problem itu, al-Quran meletakkan sentuhannya yang mujarrab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia selanjutnya yang relevan di setiap zaman. Sejak diturunkannya sampai dengan sekarang al-Quran tidak pernah terlepas dari suatu tradisi yang sedang berjalan. Dengan kata lain, pesan-pesan al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral atau sebagai sentralitas etika universal.

Tentang bagaimana Al Qur’an itu diturunkan dari Lauh Mahfuzh maka ada beberapa pendapat dikalangan para ulama.

Al Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diutus di Mekah dan Madinah. Banyak para ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling benar berdasarkan suatu riwayat dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas yang telah dikeluarkan oleh Hakim dan Baihaqi serta yang lainnya, dia mengatakan bahwa Al Qur’an diturunkan pada suatu malam ke langit dunia yaitu Lailatul Qodr kemudian diturunkan setelah itu selama dua puluh tahun kemudian dia membaca :

وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

Artinya : “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik .” (QS. Al Furqon : 33)

وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلا


Artinya : “Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra : 106)

Hakim dan Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan,”... maka Al Qur’an diletakkan di Baitul Izzah dari langit dunia lalu Jibril turun dengan membawanya kepada Nabi saw.’

Terdapat beberapa riwayat lain dari Ibnu Abbas dengan sanad-sanad yang tidak bermasalah yang menguatkan makna itu.

Al Qur’an diturunkan ke langit dunia pada malam 20 Lailatul Qodr atau 23 atau 20 atau 25 sebagaimana adanya perbedaan pendapat tentang lamanya Rasulullah saw menetap di Mekah setelah diutus di setiap malam lailatul qodr diturunkan sejumlah tertentu sesuai dengan ketetapan Allah swt setiap tahunnya lalu turun setelah itu secara berangsur-angsur di seluruh tahunnya, demikianlah pendapat Fakhrur Rozi dan dia sendiri tidak berpendapat tentang apakah pendapat ini atau pendapat pertama yang lebih utama.

Al Qur’an diturunkan pertama kali pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan setelah itu dengan cara berangsru-angsur pada waktu yang berbeda-beda, demikianlah pendapat Sya’bi.

Al Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuz sekaligus dan malaikat-malaikat penjaga menurunkannya secara berangsur-angsur kepada jibril selama 20 malam lalu Jibril menurunkannya secara berangsur-angsur kepada Nabi saw selama 20 tahun. Ini adalah pendapat yang aneh. (Fatawa al Azhar juz VII hal 469)

Adapun yang menjadi dasar kaum muslimin didalam memperingati Nuzulul Qur’an pada tanggal 17 Ramadhan dimungkinkan karena pada tanggal itu diturunkannya ayat pertama dari surat al Alaq kepada Nabi Muhammad saw,

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Artinya : ”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.” (QS. Al A’laq : 1 – 5)

Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir didalam kitabnya ”Al Bidayah wa an Nihayah” menukil dari al Waqidiy dari Abu Ja’far al Baqir yang mengatakan bahwa awal diturunkannya wahyu kepada Rasulullah saw adalah pada hari senin tanggal 17 Ramadhan akan tetapi ada juga yang mengatakan tanggal 24 Ramadhan.

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ibnu Abbas RA menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar keseluruhnya; baru kemudian secara berangsur diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. (HR. Ath-Thabrani).

Sementara itu Nuzulul Qur’an sering diperingati pada tanggal 17 Ramadhan, dengan mengadakan pengajian atau tabligh akbar, dan bukan pada malam Lailatul Qadar. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa pada tanggal tersebut Rasulullah SAW pada umur 41 tahun mendapatkan wahyu pertama kali. Yaitu surat Al-‘alaq ayat 1-5 ketika beliau berkonteplasi (berkhalwat) di gua Hira, Jabal Nur, kurang lebih 6 km dari Mekkah.

Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh umat Islam dimaksudkan itu adalah sebagai peringatan turunnya ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW yakni ayat 1-5 Surat Al-Alaq.

Adapun Lailatul Qadar merujuk kepada malam diturunkannya Al-Qur’an dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia. Dikisahkan bahwa pada malam itu langit menjadi bersih, tidak nampak awan sedikitpun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh...

Sumber: http://abinyaazka.blogspot.com

Al-Quran Diturunkan di Malam Lailatul Qadr, Bukan Malam ‘Nuzulul Quran’ 17 Ramadhan

 



Ketika memasuki malam yang ke 17 di bulan Ramadhan sebagian kaum muslimin dan masjid-masjid mulai diadakan peringatan turunnya al-Quran pertama kali yang disebut malam peringatan Nuzulul Quran. Hal ini juga ‘terkesan’ dikuatkan dengan catatan kaki dalam “al-Quran dan Terjemahnya” surat adh-Dhukhan ayat 3.

إِنَّآ أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ


"Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan."

[1369] malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.

Keyakinan ini bertentangan dengan firman Allah subhanahu wa ta’alaa dalam surat al-Qadr ayat pertama:

إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ


“Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.”

[1593] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya Al Quran.

Ayat diatas dengan jelas bahwa al-Quran diturunkan pada malam kemulian (Lailatul Qadar) dan juga Terlihat jelas bahwa catatan kaki untuk ayat di atas dalam “al-Quran dan Terjemahnya” juga menjelaskan bahwa malam permulaan turunnya al-Quran adalah pada malam tersebut. Sekarang yang menjadi pertanyaan, kapan terjadinya malam Lailatul Qadar, malam dimana al-Quran itu turun? apakah benar pada 17 Ramadhan seperti yang selama ini oleh sebagian kaum muslimin Indonesia mempertingatinya?

Nabi shallahu’alaihi wa sallam pernah mengabarkan kepada kita tentang kapan akan datangnya malam Lailatul Qadar. Beliau pernah bersabda:
“Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” (Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Beliau shallahu’alaihi wa sallam juga bersabda:
“Berusahalah untuk mencarinya pada sepuluh hari terakhir, apabila kalian lemah atau kurang fit, maka jangan sampai engkau lengah pada tujuh hari terakhir” (Riwayat Bukhori dan Muslim).

Dengan demikian telah jelas bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan yaitu pada malam-malam ganjilnya 21, 23, 25, 27 atau 29. Maka gugurlah keyakinan sebagian kaum muslimin yang menyatakan bahwa turunya al-Quran pertama kali pada tanggal 17 Ramadhan.

Jika ada yang berargumen, “Tanggal 17 Ramadhan yang dimaksud adalah turunnya al-Quran ayat pertama ke dunia kepada Nabishallallahu’alaihi wa sallam yaitu surat al-‘Alaq  ayat 1-5, sedangkan Lailatul qadar pada surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran seluruhnya dari lauhul mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia !!?”.

Maka jawabnya: Benarbahwa turunnya al-Quran yaitu pada Lailatul qadar seperti yang tertuang dalam surat al-Qadar adalah turunnya al-Quran dari Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia, dan setelah itu al-Quran diturunkan secara bertahap selama 23 tahun. Seperti perkataan Ibnu Abbas radliyallahu’anhu dan yang lainnya ketika menafsirkan QS. Ad-Dukhon ayat 3:
“Allah menurunkan al-Quran sekaligus daru Lauh Mahfudz ke baitul izzah (rumah kemuliaan) di langit dunia kemudian Allah menurunkannya secara berangsur-angsur sesuai dengan berbagai peristiwa selama 23 tahun kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.” (Tafsir Ibnu Katsir 8/441).

Tetapi apakah ini menjadikan bahwa benar nya pendapat bahwa turunnya ayat pertama (QS. Al-‘Alaq: 1-5) kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah 17 Ramadhan ?? mari kita simak pembahasan dibawah ini.


Pendapat bagus syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury di Kitab Sirohnya tentang kapan awal permulaan wahyu

Dalam kitab siroh beliau, beliau menjelaskan bahwa memang ada perbedaan pendapat diantara pakar sejarah tentang kapan awal mula turunnya wahyu, yaitu turunnya surat Al-Alaq: 1-5. Beliau menguatkan pendapat yang menyatakan pada tanggal 21. Beliau mengatakan:

“Kami menguatkan pendapat yang menyatakan pada tanggal 21, sekalipun kami tidak melihat orang yang menguatkan pendapat ini. Sebab semua pakar biografi atau setidak-tidaknya mayoritas di antara mereka sepakat bahwa beliau diangkat menjadi Rasul pada ahari senin, hal ini diperkuat oleh riwayat para imam hadits, dari Abu Qotadah radliyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallampernah ditanya tentang puasa hari senin. Maka beliau menjawab,“Pada hari inilah aku dilahirkan dan pada hari ini pula turun wahyu (yang pertama) kepadaku.”

Dalam lafdz lain disebutkan, “Itulah hari aku dilahirkan dan pada hari itu pula aku diutus sebagai rasul atau turun wahyu kepadaku”.


Lihat shahih Muslim 1/368; Ahmad 5/299, Al-Baihaqi 4/286-300, Al-Hakim 2/602.
Hari senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu adalah jatuh pada tanggal 7, 14, 21, dan 28. Beberapa riwayat yang shahih telah menunjukkan bahwa Lailatul Qodar tidak jatuh kecuali pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Jadi jika kami membandingkan antara firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Quran) pada Lailatul Qodar”, dengan riwayat Abu Qotadah, bahwa diutusnya beliau sebagai rasul jatuh pada hari senin, serta berdasarkan penelitian ilmiah tentang jatuhnya hari senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu, maka jelaslah bagi kami bahwa diutusnya beliau sebagai rasul jatuh pada malam tanggal 21 dari Bulan Ramadhan. (Lihat Kitab Siroh Nabawiyyah oleh Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarokfury Bab Di Bawah Naungan Nubuwah, hal. 58 pustaka al-Kautsar).

Maka jelaslah bahwa pendapat kapan al-Quran turun, baik al-Quran turun dari Baitul Izzah ke langit dunia atau dari langit dunia ke Rasulullah keduanya  saling melengkapi, dan bukan terjadi di 17 Ramadhan. Wallahu’alam.

Yang bisa dipetik dari pembahasan di atas
  1. Al-Quran diturunkan pada malam lailatul qadar bukan pada malam yang dikenal dengan malam ‘Nuzulul Quran’ yang bertepatan pada tanggal 17 Ramadhan.
  2. Lebih khusus lagi bahwa turunnya wahyu kepada Rasulullah shalallallahu’alaihi wa sallam yang pertama adalah 21 Ramadhan, seperti pendapat syaikh Shafiyyurahman.
  3. Peringatan Nuzulul Quran 17 Ramadhan dengan dzikir tertentu dan bentuk pengajian khusus adalah bentuk peringatan yang tidak pernah ada landasannya dari al-Quran dan Hadist Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam, sehingga termasuk dalam perkara bid’ah.
  4. Lailatul qadar terjadi pada sepuluh malam terakhir yang ganjil dibulan Ramadhan.
  5. Peringatan lailatul qadar pada malam 27 Ramadhan (atau malam ganjil lainnya) dengan suatu pengajian khusus juga merupakan bid’ah karena Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam tidak pernah memperingatinya melainkan beliau shallahu’alahi wa sallam menghidupkan malam tersebut dengan qiyamul lail dan memperbanyak doa.
  6. Himbauan kepada para penanggung jawab “al-Quran dan Terjemahnya” agar meluruskan catatan kaki atau takwil-takwil dari ayat suci al-Quran yang hanya merupakan anggapan-anggapan yang tidak berdalil atau bahkan tafsiran/takwil yang bathil.

Referensi

  • Ustadz Aunur Rofiq. Nuzulul Quran pada bulan Romadhon. Majalah al-Furqon Edisi 84, th ke-8 1429/ 2008
  • Abu Musa al-Atsari. Lailatul Qadar Malam Kemulian. Majalah adz-Dzakiroh Edisi 43, Edisi Khusus Ramadhan-Syawal, Vol 8, No.1 1429 H
  • Al-Quran dan Terjemahnya
  • Siroh Nabawiyah, oleh Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarokfury

Sumber: http://ngajiman.wordpress.com

  


Tafsir Ayat-Ayat Nuzulul Qur’an dan Lailatul Qadar



Oleh: Al-Habib S.Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini

Nuzulul Qur’an adalah waktu turunnya Al-Qur’an yang bertepatan dengan malam yang disebut Lailatul Qadar. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan Al-Qur’an pada Lailatul Qadar. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Surah Al-Qadr ayat 1-5.

Namun begitu, Nuzulul Qu’an sering diperingati pada malam 17 Ramadhan, sementara umum diketahui bahwa malam Lailatul Qadar jatuh pada sepertiga malam yang terakhir bulan Ramadhan. Mengapa bisa berbeda?

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,


إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadr 1-5).

Para ulama berbeda pendapat tentang dlamir “hu” atau kata ganti yang merujuk kepada Al-Qur’an dalam ayat pertama. Apakah Al-Qur’an yang dimaksud dalam ayat itu adalah keseluruhannya, artinya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan Al-Qur’an sekaligus dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) pada malam Lailatul Qadar, ataukah sebagiannya, yaitu bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala menurunkan pertama kali Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, yaitu surah Al-‘Alaq Ayat 1-5 pada malam Lailatul Qadar?

Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ibnu Abbas RA menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar keseluruhnya; baru kemudian secara berangsur diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. (HR. Ath-Thabrani).

Sementara itu Nuzulul Qur’an sering diperingati pada tanggal 17 Ramadhan, dengan mengadakan pengajian atau tabligh akbar, dan bukan pada malam Lailatul Qadar. Hal ini didasarkan pada pendapat yang menyatakan bahwa pada tanggal tersebut Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada umur 41 tahun mendapatkan wahyu pertama kali. Yaitu surah Al-‘alaq ayat 1-5 ketika beliau berkontemplasi (berkhalwat) di gua Hira, Jabal Nur, kurang lebih 6 km dari Makkah.

Nuzulul Qur’an yang diperingati oleh umat Islam dimaksudkan itu adalah sebagai peringatan turunnya ayat Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam yakni ayat 1-5 Surah Al-Alaq.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ. اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al Alaq 1-5).

Adapun Lailatul Qadar merujuk kepada malam diturunkannya Al-Qur’an dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah atau langit dunia. Dikisahkan bahwa pada malam itu langit menjadi bersih, tidak nampak awan sedikitpun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas. 
Sumber: www.lailahaillallah.com