Senin, 19 September 2011

Pembantai Rawagede Kirim Surat Pengakuan, Belanda Membantai Penduduk Desa

Pembantai Rawagede Kirim Surat Pengakuan, Belanda Membantai Penduduk Desa
 
 
Kasus pembantaian ratusan warga Indonesia di Rawagede oleh prajurit Belanda terus bergulir. Setelah pengadilan Belanda memutuskan para korban mendapat kompensasi, sekarang muncul peristiwa lain.
Sebuah surat tanpa nama pengirim tiba di tangan Komite Utang Kehormatan Belanda(KUKB) di Belanda. Surat tidak disampaikan lewat pos, melainkan diberikan seseorang yang mengaku menerima dari seorang veteran perang Belanda di Indonesia.

Isinya menunjukkan sebuah guratan penyesalan seorang tentara Belanda yang diduga ikut dalam proses pembunuhan warga Rawagede. Seberapa jauh surat ini orisinil, tidak ada yang tahu. Sang penyampai, dan sang penulis, tetap ingin tidak diketahui.


Berikut isi suratnya:


 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Wamel  Rawa Gedeh         
Nama saya tidak bisa saya sebutkan, tapi saya bisa ceritakan kepada Anda apa yang sebenarnya terjadi di desa RAWA GEDEH.
 
Anda tahu, antara tahun 1945 – 1949, kami mencoba merebut kembali jajahan kami di Asia Tenggara. Untuk itu dari tahun 1945 sampai 1949,  sekitar 130.000 tentara Belanda dikirim ke bekas Hindia Belanda, sekarang Indonesia. Di sana terjadi berikut ini:

Di Jawa Barat, timur Batavia, di daerah Krawang, ada desa Rawa Gedeh. Dari arah Rawa Gedeh tentara Belanda ditembaki. Maka diputuskanlah untuk menghajar desa ini untuk dijadikan pelajaran bagi desa-desa lain.

Saat malam hari Rawa Gedeh dikepung. Mereka yang mencoba meninggalkan desa, dibunuh tanpa bunyi (diserang, ditekan ke dalam air sampai tenggelam; kepala mereka dihantam dengan popor senjata dll)

Jam setengah enam pagi, ketika mulai siang, desa ditembaki dengan mortir. Pria, wanita dan anak-anak yang mau melarikan diri dinyatakan patut dibunuh: semuanya ditembak mati.


JUMLAHNYA RATUSAN.

Setelah desa dibakar, tentara Belanda menduduki wilayah itu. Penduduk desa yang tersisa lalu dikumpulkan, jongkok, dengan tangan melipat di belakang leher. Hanya sedikit yang tersisa. Rawa Gedeh telah menerima 'pelajarannya'.

Semua lelaki ditembak mati – kami dinamai 'Angkatan Darat Kerajaan'.
Semua perempuan ditembak mati – padahal kami datang dari negara demokratis.
Semua anak ditembak mati – padahal kami mengakunya tentara yang kristiani

Pekan adven 1947               

Sekarang saya siang malam teringat Rawa Gedeh. Itu membuat kepalak saya sakit dan air mata saya terasa membakar mata. Terutama kalau aku teringat anak-anak yang tangannya masih terlalu pendek untuk melipat tangan di belakang leher, dan mata mereka terbelalak, ketakutan dan tak faham.

Saya tidak bisa menyebut nama saya, karena informasi ini tidak disukai kalangan tertentu.
Tapi mungkin dari Wamel, justru dari Wamel, akan muncul inisiatif.
Saya tidak tahu bagaimana.



Parsifal

*Wamel merupakan sebuah desa di propinsi Gerderland, Belanda Timur. Desa ini pada tanggal 20 September 1944 diserbu tentara Jerman. 14 warga sipil tewas dibunuh secara keji oleh tentara Jerman. Sekarang di sana dibangun monumen peringatan. Uniknya di antara nama-nama yang tercantum pada monumen, terdapat satu nama satu korban kekejaman perang di Hindia Belanda.


.co.id

Tangan Zionis Di Balik Veto Paman Sam Akan Gagalkan Kemerdekaan Palestina!

Bukan rahasia lagi bahwa sesungguhnya hak veto Paman Sam justru di pakai untuk kepentingan Zionis Yahudi dalam konteks membungkam  kemerdekaan Palestina,sebagaimana  sudah dipergunakan dengan sangat baik oleh Paman Sam sejak lama.Karenanya banyak kalangan menganggap,bahwa negara Israel merupakan salah satu negara bagian Paman Sam  sendiri  yang perlu dibela apapun resikonya.        

Hal ini buykanlah isapan jempol belaka,tetapi Paman Sam telah membuktikannya dengan amat sangat baik sejak lama .Berdasarkan rekaman karakter Paman Sam -Ben Gureon maka bisa di pastikan permintaan pengakuan PBB terhadap kemerdekaan Palestina tanggal 20 September 2011 dalam Sidang Majlis Umum PBB ke 66 akan digagalkan oleh Washington,sesuai keinginan Tel Aviv.                      

Selain Paman Sam yang dipastikan akan menggagalkan keinginan rakyat Palestina  ,juga masih terdapat juga beberapa negara lainnya yang memang sudah sangat banyak terutang budi dengan Zionis internasional seperti halnya Inggris,Perancis,dan juga beberapa negara lainnya.Sedangkan Jerman di perkirakan akan mendukung juga Zionis Yahudi  sebagai “penebus dosa”masa lalu yang dilakukan oleh Nazisme terhadap Yahudi(meskipun hasil rekayasa Freemasonry-Zionisme sendiri dalam konteks Judestaat di Palestina).     

Bapak Zionis Israel,Theodore Herzel berhasil membujuk Inggris sehingga keluar “Balfour Declaration”sebagai payung hukum bagi berdirinya “Judestaat “di Palestina.Kemudian orang-orang Azkanezim atas biaya Rotschild berduyun-duyun membanjiri Palestina ,dengan menyebarkan teror membakar perkampungan rakyat Palestina terutama pada dasawarsa 1940-an seperti membakar perkampungan Deir Yassin dan membantai penduduknya, termasuk wanita dan anak-anak.  

Kini hanya sebagian kecil saja dari wilayah Palestina itu yang di akui sebagai milik Palestina oleh masyarakat internasional seperti Jlur Gaza,Tepi Barat dan Yerusalem Timur itupun dalam pendudukan Yahudi.Dan teror yang dilakukan oleh Yahudi terus berlanjut seiring  mendatangkan orang-orang Yahudi dari Eropa Timur dan Uni Sovyet untuk mengusir rakyat Palestina dari tanah-tanah miliknya atau perkampungannya. 

Berbagai kebiadaban yang dilakukan oleh Zionis terhadap rakyat Palestina teresebut memang sesuai dengan “Protocols Basses”yang disusun dalam dokumen”The Protocols of  The Learned Elders of  Zion “dalam Kongres yahudi pertama yang berlangsung tanbggal 29-31 Agustus 1897   di Bassel,Swiss.Sebenarnya Protocols Bassel terdiri dari 24 pasal yang bisa mendirikan bulu kuduk bagi siapapun yang membacanya,dan sebagai contohnya Pasal pertama menegaskan,bahwa  hak itu terletak pada kekluasaan .Cara memerintah yang baik adalah lewat kekerasan dan terorisme . Oleh karenanya bagi Yahudi tidak akan mungkin tunduk kepada nilai-nilai norma-norma sosial internasional ,soalnya kitab sucinyapun dirubah-rubah sesuai dengan kehendak hatinya ,yang sesuai dengan kemauannya dipertahankan seiring mengubah suaikan yang lain supaya cocok dengan tujuan mereka.Jadi jika kandungan Kitab Sucinya saja yang ciptaan Tuhan saja di rubah- suaikan sesuai keinginannya , apalagi setiap perjanjian hasil buatan manusia. bisa dipastikan tetap ditentangnya. Dan Paman Sam siap pasang badan di samping Yahudi. 

Kekejaman itu juga merupakan anjuran kitab suci yang sengaja dirubah oleh para pendeta Yahudi jauh sebelumnya,misalnya menurut Talmud diwajibkan bagi yahudi untuk menghambat setiap bangsa lain yang berusaha untuk berkuasa di bumi..Bangsa non Yahudi(Ghoyim)diperlakukan sederajad dengan binatang ,karena Ghoyim tercipta hanya sebagai pelayan Yahudi ,dan semua harta benda mereka dirampas oleh Yahudi,wakil Tuhan(Syalabi 1990).      
                                                                                                    
Kemudian  hal semacam itu didukung pula oleh  Paman Sam dan sekutunya,sehingga wilayah Palestina sekarang semakin kecil dibawah kontrol Israel .Dari hulu sampai hilir Israel dengan tangan-tangan gurita Zionisnya sudah membeli kebijakan luar negeri Paman Sam,sehingga semua kebijakanPaman Sam  pasti akan menguntungkan Israel..Lobbi Yahudi internasional tidak akan mampu dilawan oleh Paman Sam sekalipun,terutama lobi yang dilakukan oleh AIPAC(The American Israil Public Affairs Committee).            
                                                         
Konsekuwensinya semua resolusi PBB tidak dipatuhi oleh Israel,dan inipun didukung oleh Paman Sam.Sebelum Israel berdiri PBB sudah menghendaki supaya Yerusalem menjadi”corpus separatum”,kota terpisah tidak dikuasai oleh Israel dan palestina,tetapi menjadi kota internasional di bawah pengawasan PBB.Pengakuan bahwa kota Yerusalem internasional dibawah pengawasan PBB merupakan syarat penting saat PBB menerima Israel sebagai anggotanya pada tanggal 11 Mei 1949.Namun Israel selalu bersikap sebaliknya, dan Paman Sam tetap dan selalu mendukungnya.
                                                                                     
Pada saat David Ben Gurion  mengklaim Yerusalem sebagai ibukota abadinya 5 Desember 1949,mulanya Paman Sam menentangnya,tetapi tahun 1976 selanjutnya mendukungnya dengan memveto resolusi DK-PBB yang menyesalkan perubahan status Yerusalam dari kota internasional menjadi “milik”Israel.Karenanya hanya Israellah satu-satunya negeri yang terbanyak di dunia mendapat kecaman bauik dari Majilis Umum maupun DK-PBB,serta hanya Paman Samlah satu-satunya negara di dunia yang selalu membantu Yahudi.Sebab semua resolusi DK-PBB yang dianggap oleh Zionis Yahudi merugikannya ,pasti Gedung utih akan memvetonya.Karena anggota Kongres Paman Sam sesungguhnya merupakan perpanjangan Zionis Yahudi.

Tengku Nurdin Tengku Abdul Gani Isa
www.kompasiana.com

Ketidakadilan Sikap Terhadap Libya dan Palestina

Setelah dipenuhi berita tentang memburuknya ekonomi Uni Eropa, berita tentang peringatan 1dekade tragedi 911, dan meluasnya kontrol NTC (Dewan Transisi Libya) merebut wilayah – wilayah yang dikontrol loyalis Khaddafi, pemberitaan internasional mulai terfokus pada perdebatan status Palestina di PBB. Dari hari ke hari mendekati pelaksanaan Sidang Majelis Umum PBB / SMU PBB (19 September 2011), silih berganti perubahan isu tentang siapa saja negara yang akan mendukung keanggotaan penuh Palestina dalam PBB.

Makin dekat pelaksanaan SMU PBB, Perancis dan Inggris mulai terbelah dalam isu Palestina. Inggris dikabarkan beralih mendukung keinginan Palestina menjadi anggota penuh di PBB. Sementara Perancis masih berusaha menjalankan rencana yang sama seperti AS, yaitu memveto. Rusia dan China sejak lama mendukung keberadaan Palestina mendapat keanggotaan penuh di PBB. Jerman cenderung mendukung posisi veto AS karena beban moral terhadap Yahudi, padahal negara – negara anggota tidak tetap DK PBB lainnya memilih mendukung Palestina. Sikap Brasil yang secara resmi mendukung posisi Palstina, disinyalir akan mendorong makin banyak negara berkembang makin menunjukkan kesediaan mendukung Palestina.

Amat ironis jika kita membandingkan nasib Palestina dengan nasib Libya. Dibandingkan puluhan tahun perjuangan Palestina yang tak kunjung diakui seluruh dunia sebagai suatu negara (utamanya AS dan negara – negara Eropa), tapi hanya sekitar 1 tahun eksistensi NTC sudah cukup membuat AS dan negara – negara Eropa mengakui sebagai pengganti rezim Khaddafi dalam keanggotaan PBB. Hal ini ironisnya, mungkin diantara kita pun tak menyadari, bahwa NTC akan secara resmi menggantikan rezim Khaddafi dalam keanggotaan PBB melalui SMU PBB, jalur yang sama yang dijalankan Palestina.

Apakah kita selalu harus menyangkut – pautkan penolakan keanggotaan penuh bagi Palestina di PBB hanya karena Israel ? Apakah kita bisa mengharapkan Joseph Deiss yang akan menjadi presiden SMU PBB nantinya akan mendesak tiap – tiap anggota tetap DK PBB untuk tak memakai hak vetonya untuk menolak permohonan Palestina, sementara wewenang Majelis Umum tidak ada apa – apanya dibanding kekuatan anggota tetap DK PBB ? Bukankah amat tak seimbang apa yang bisa dinikmati pihak NTC dibanding segala upaya yang selama puluhan tahun telah diupayakan Palestina ? Mengapa Obama bertindak setengah hati, dimana disatu sisi mendesak Israel kembali pada keadaan 1967 untuk menentukan batas wilayah dengan Palstina, tapi disisi lain terlalu cepat mengancam akan memveto (ditambah mencabut bantuan dana) jika pihak Palestina terus mendesak keanggotaan penuh di PBB? 

Tapi yang menjadi lebih penting, apakah sebetulnya Palestina siap jika benar – benar merdeka dan mendapat keanggotaan penuh di PBB ? Misal, karena keanggotaan penuh akan memberi akses bagi Palestina ke berbagai lembaga dibawah PBB sehingga bisa mengajukan kejahatan Israel selama ini ke Mahkamah Internasional dan atau Pengadilan Kejahatan Internasional (International Criminal Court), lalu siapa (pihak Palestina) yang akan ajukan gugatan ? Petinggi Palestina yang berafiliasi dengan Fatah atau yang (berafiliasi) HAMAS? 

Bukankah kejahatan kemanusiaan Israel lebih parah terjadi di Gaza (terutama invasi Israel 27 Desember 2008) yang kebetulan basis HAMAS. Padahal belum ada pembagian yang lebih rinci antara Fatah dan HAMAS terkait posisi pemerintahan seiring masih lambatnya perkembangan rekonsiliasi diantara kedua pihak. Jika benar AS mengancam membekukan bantuan ke Palestina jika Palestina bersikeras meminta keanggotaan penuh di PBB, apa benar selama ini masyarakat internasional benar – benar peduli dengan kehidupan ekonomi rakyat Palestina ? Kehidupan ekonomi suatu negara, sekalipun dalam keadaan terburuk, bukan semata membutuhkan bantuan internasional, tapi menyerap produk negara tersebut. Bukankah usaha ekonomi asli Palestina seperti kafiyeh sudah nyaris mati karena rusaknya pabrik – pabrik kecil dan kalah bersaing dengan kafiyeh buatan (ironisnya dari) China ? Bukankah produksi pangan dari Palestina sendiri sudah nyaris mati karena banyak lahan pertanian rusak dan para petani Palestina khawatir ada serangan terbuka dari udara? 

Sekalipun Palestina amat hancur lebur secara infrastruktur, dan sekalipun masih terjadi perpecahan antara Fatah dan HAMAS dalam kontrol pemerintahan, Palestina tetap memenuhi segala syarat yang dirinci dalam Pasal 1Konvensi Montevideo 1933 terkait Hak dan Kewajiban Negara. Bahkan Palestina masih lebih memenuhi syarat dibanding NTC yang masih belum jelas kepemimpinannya jika rezim Khaddafi yang melarikan diri mampu melakukan destabilitasi pemerintahan Libya melalui para loyalisnya yang bisa saja menyusup di dalam NTC. Bisa dikatakan, amat hipokrit sikap (utamanya) AS dan negara – negara Eropa yang memperlakukan Libya dan Palestina dengan standar ganda.

Apa kita harus selalu menyangkut – pautkan isu NTC dengan keberadaan minyak yang masih amat banyak di Libya, untuk menjelaskan betapa cepatnya negara – negara Barat mendukung posisi NTC ? Jangan salah, Palestina sebetulnya memiliki kekayaan alam yang amat kaya yang selalu diupayakan untuk dirahasiakan. Beberapa data dari pemerintah Israel sendiri yang menyebutkan kekayaan alam energi dalam jumlah amat besar dan terbukti keberadaannya (proved reserve) di sekitar lepas pantai Gaza. Data – data rahasia juga banyak terkuak seiring penyelidikan Mubarak pasca kejatuhannya, dimana Mesir selama kepemimpinan Mubarak dan pihak Israel berusaha memonopoli kekayaan energi di sekitar Gaza dengan menyembunyikan fakta – fakta hasil eksplorasi di sekitar perairan Gaza. 

Mungkin ini yang sebetulnya lebih ditakutkan AS, negara – negara Eropa, dan (apalagi) Israel. Dimana jika Palestina berhasil mendapat pengakuan penuh di PBB, akan terbuka kesempatan bagi seluruh rakyat Palestina mengubah nasibnya menjadi lebih makmur dengan kekayaan alam yang ada. Atau lebih spesifik lagi, karena HAMAS amat kuat posisinya di Gaza, banyak negara Barat (termasuk Israel) khawatir HAMAS akan mendapat kekuatan ekonomi berlimpah dengan memiliki kontrol energi di sekitar Gaza jika Palestina lebih diakui sebagai negara yang benar – benar merdeka. Isu kekayaan alam di perairan Gaza inilah yangmungkin bisa menjadi benang merah mengapa Israel selalu bersikeras mengusir segala kapal bantuan yang menuju ke Gaza. Hal ini karena Israel ingin menunjukkan bahwa pihaknya punya otoritas mutlak atas seluruh area perairan Gaza, area yang benar – benar harus diamankan Israel untuk makin mengeruk keuntungan ekonomi terhadap kekayaan energi yang berada di wilayah itu. 

Turki secara terang – terangan (melalui PM Reccep Erdogan) mendukung sepenuhnya keinginan Palestina mendapat keanggotaan penuh di PBB, dengan mengunjungi berbagai negara Timur Tengah dalam bulan ini untuk mengumpulkan dukungan politik sebelum menuju ke New York (markas PBB). Bahkan Erdogan bersikeras dengan rencana akan mengunjungi langsung wilayah Gaza sebagai dukungan nyata Turki terhadap kemerdekaan sepenuhnya bagi Palestina, suatu rencana kunjungan yang ditolak dan dikecam keras oleh pemerintah Israel. Sementara AS masih tergagap dengan yang sebetulnya terjadi dalam gejolak demokratisasi di Timur Tengah. Tergagap, karena sebagai negara yang (katanya) menjunjung demokrasi dan demokratisasi, justru AS terancam kehilangan sekutu – sekutunya di Timur Tengah. 

Mubarak yang selama ini amat nyata membantu kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah, sudah tak mungkin lagi menjadi “pion” bagi AS. Apalagi sikap muak terhadap Israel makin menjadi di Mesir, seperti terlihat dari kerusuhan di sekitar Kedubes Israel untuk Mesir di Kairo, suatu keadaan yang ikut pula merisaukan bagi AS. Bagaimana jika pemimpin Yaman yang amat membantu AS dalam mematikan Al – Qaeda, nantinya terguling ? Atau rezim – rezim petrodollar di sekitar Teluk Persia yang selama ini amat dekat dengan AS, tiba – tiba digulingkan oleh demokratisasi ? Padahal situasi Israel yang selama ini dijaga keberadaannya oleh AS, juga makin kritis di dalam negeri. Popularitas PM Netanyahu makin merosot karena harga properti makin melambung. Kondisi inilah yang mungkin mendesak Netanyahu untuk terus bersikeras menolak desakan Palestina untuk menghentikan perluasan pemukiman Yahudi di Tepi Barat, karena akan membuat harga properti di Israel makin melambung. Terlebih jika Palestina benar – benar merdeka seutuhnya, Palestina punya peluang menggugat setiap tanah yang telah dicaplok Israel bahkan sejak Deklarasi Balfour. 

Benar, “tak ada makan siang yang gratis”. AS dan negara – negara Eropa harus sesegera mungkin mendukung keberadaan NTC sebagai rezim baru yang sah, agar NTC memiliki hutang budi besar, dan konsekuensinya, Barat akan meminta konsesi dan akses lebih besar terhadap kekayaan minyak setempat. Inilah analogi yang mungkin bisa menjadi jawaban mengapa begitu aktifnya Barat mendukung keberadaan NTC, sementara Palestina dibiarkan nasibnya dengan ketidakjelasan. 

Ide agar Palestina mendapat status seperti Vatikan di PBB, yaitu negara pengamat bukan anggota, hanyalah akal – akalan agar Palestina mendapat kemenangan semu terkait status kemerdekaannya. Status seperti Vatikan tetap membuat Palestina tak leluasa untuk menjadi negara yang butuh pembangunan dari warganya sendiri, karena akses – akses ekonomi masih akan dibatasi oleh Israel. Pihak HAMAS menyebut, hadirnya opsi cadangan semacam ini semakin memperkuat bukti bahwa Presiden Mahmoud Abbas hanya mencari popularitas dalam tempo singkat ditengah warga Palestina, karena menjebak / menghadirkan konteks yang rentan multi tafsir dalam menerjemahkan status kemerdekaan yang diharap warga Palestina sedemikian lama. Justru opsi cadangan seperti ini akan menghambat proses rekonsiliasi kedua faksi. Pengakuan kemerdekaan terhadap suatu negara, entah kapan tercapai, akan lebih optimal jika negara itu memiliki pemerintahan yang solid dan seia sekata. Terlebih dengan beban harus membangun benar – benar dari nol. Kemerdekaan mungkin tinggal menunggu waktu bagi Palestina, tapi bagaimana mengisinya, ialah pekerjaan amat panjang bagi tiap warga Palestina. 

Adi Mulia Pradana
www.kompasiana.com