Minggu, 09 Oktober 2011
Tanjung Datu, Dicaplok atau Dijual ke Malaysia?
Baru dua pekan saya kembali melanjutkan studi
yang sempat saya tinggal selama tiga tahun. Konsentrasi studi tentang
Hubungan Internasional khususnya wilayah perbatasan darat Kalimantan
Barat (Indonesia) - Sarawak (Malaysia) untuk pascasarjana. Lalu, masalah
perbatasan darat kembali menjadi pemberitaan hangat baik di media massa
lokal, nasional, maupun sosial media Kompasiana.
Ada hal yang saya sesali, Awal Juni kemarin tidak jadi berlibur selama dua pekan di Temajo, menemani adik sepupu saya yang bertugas sebagai petugas kesehatan di wilayah Perbatasan. JikaAnda ingin ke ujung utara wilayah Kalbar ini, harus merogoh kocek sekira Rp400 - 500 ribu untuk menyewa ojek motor menuju Temajo. Pasalnya, wilayah ini hanya bisa ditempuh lewat pinggir pantai di saat air surut.
Camar Bulan dan Tanjung Datu
Kembali berdiskusi wilayah Desa Camar Bulan yang kini ramai diperbincangkan, wilayah Tanjung Datu memang telah masuk ke dalam teritorial Malaysia. Saya ingat liputan kawan-kawan dulu sekira 5 tahun lalu. Di daerah itu, nelayan harus memiliki surat izin dari Malaysia untuk melaut.
Wilayah ini pernah ramai diberitakan di media massa. Meskipun tidak sampai media massa nasional karena kegiatan sosial media belum begitu booming seperti hari ini. Seorang jurnalis grup Jawapos yang merupakan teman saya begitu semangat menulis soal Pantai Gosong Niger. Ini merupakan sengketa garis batas Indonesia dengan Malaysia yang memanjang 2004 Km sampai ke Pulau Sebatik di Kalimantan Timur. Sayang sekali, pemberitaan itu dulu hanya ramai sebatas media massa lokal.
Merujuk pada traktat 1891, bahwa intrepretasi yang nampak adalah bahwa pembagian wilayah berdasar batas 4 derajat 10′ Lintang Utara itu tidak hanya berperan sebagai pembatas wilayah semata, tetapi juga penentuan status pemilikan wilayah, bahwa wilayah sebelah utara garis 4 derajat 10′ adalah sebagai milik Inggris, sedangkan wilayah sebelah selatan garis adalah milik Belanda.
Nah, pertanyaannya adalah SIAPAKAH PERUNDING di tahun 1975, 1976, 1978 itu? Mengapa Indonesia begitu saja menyerahkannya kepada Malaysia? Disebutkan ada ‘oknum Kemlu’, tapi siapa? Lalu mengapa hari ini baru diributkan? Tahun 2006 lalu sudah ramai diperbincangkan lewat isu Gosong Niger?
Baru ribut sekarang
Pada akhirnya, Wilayah perbatasan kembali menjadi isu nasional setelah bangsa ini merasa wilayahnya dicaplok oleh Malaysia. Pemerintah hanya bisa protes dan protes tanpa mau berbenah diri soal kehidupan di perbatasan. Bagaimana Malaysia begitu gencar membangun di wilayah perbatasannya, sehingga masyarakat Indonesia lebih mudah untuk berniaga dengan masyarakat negeri tetangga.
Indonesia banyak kecolongan banyak hal di wilayah perbatasan. Jika di Kabupaten Sambas Desa Camar Bulan menjadi isu nasional lantaran penduduk di sekitarnya menginginkan jadi penduduk Indonesia sementara wilayahnya telah berada di Malaysia. Pembukaan PPLB Aruk Sambas tidak dibarengi dengan pembangunan jalan berkelas Internasional oleh pemerintah, dan pemberlakuan inland Port (pelabuhan darat peti kemas) Sarawak di Tebedu yang kemudian meresahkan ekportir-importir Indonesia di perbatasan Entikong, Sanggau, Kalbar.
Sementara di perbatasan yang terletak di Kabupaten Sintang, masyarakat mengancam mengibarkan bendera Malaysia lantaran tidak adanya infrastruktur yang memudahkan masyarakat untuk mencapai wilayah ibukota kabupaten untuk urusan administratif.
Sementara di perbatasan di kabupaten Kapuas Hulu, Malaysia pun menjadikan Danau Sentarum sebagai obyek wisata mereka juga. Lalu, Indonesia hanya bisa protes? Kembali lagi, SIAPAKAH OKNUM KEMLU yang menandatangani MoU yang membiarkan wilayah Desa Camar Bulan masuk ke dalam wilayah administratif Negeri Malaysia?
Ada hal yang saya sesali, Awal Juni kemarin tidak jadi berlibur selama dua pekan di Temajo, menemani adik sepupu saya yang bertugas sebagai petugas kesehatan di wilayah Perbatasan. JikaAnda ingin ke ujung utara wilayah Kalbar ini, harus merogoh kocek sekira Rp400 - 500 ribu untuk menyewa ojek motor menuju Temajo. Pasalnya, wilayah ini hanya bisa ditempuh lewat pinggir pantai di saat air surut.
Camar Bulan dan Tanjung Datu
Kembali berdiskusi wilayah Desa Camar Bulan yang kini ramai diperbincangkan, wilayah Tanjung Datu memang telah masuk ke dalam teritorial Malaysia. Saya ingat liputan kawan-kawan dulu sekira 5 tahun lalu. Di daerah itu, nelayan harus memiliki surat izin dari Malaysia untuk melaut.
Wilayah ini pernah ramai diberitakan di media massa. Meskipun tidak sampai media massa nasional karena kegiatan sosial media belum begitu booming seperti hari ini. Seorang jurnalis grup Jawapos yang merupakan teman saya begitu semangat menulis soal Pantai Gosong Niger. Ini merupakan sengketa garis batas Indonesia dengan Malaysia yang memanjang 2004 Km sampai ke Pulau Sebatik di Kalimantan Timur. Sayang sekali, pemberitaan itu dulu hanya ramai sebatas media massa lokal.
Merujuk pada traktat 1891, bahwa intrepretasi yang nampak adalah bahwa pembagian wilayah berdasar batas 4 derajat 10′ Lintang Utara itu tidak hanya berperan sebagai pembatas wilayah semata, tetapi juga penentuan status pemilikan wilayah, bahwa wilayah sebelah utara garis 4 derajat 10′ adalah sebagai milik Inggris, sedangkan wilayah sebelah selatan garis adalah milik Belanda.
Nah, pertanyaannya adalah SIAPAKAH PERUNDING di tahun 1975, 1976, 1978 itu? Mengapa Indonesia begitu saja menyerahkannya kepada Malaysia? Disebutkan ada ‘oknum Kemlu’, tapi siapa? Lalu mengapa hari ini baru diributkan? Tahun 2006 lalu sudah ramai diperbincangkan lewat isu Gosong Niger?
Baru ribut sekarang
Pada akhirnya, Wilayah perbatasan kembali menjadi isu nasional setelah bangsa ini merasa wilayahnya dicaplok oleh Malaysia. Pemerintah hanya bisa protes dan protes tanpa mau berbenah diri soal kehidupan di perbatasan. Bagaimana Malaysia begitu gencar membangun di wilayah perbatasannya, sehingga masyarakat Indonesia lebih mudah untuk berniaga dengan masyarakat negeri tetangga.
Indonesia banyak kecolongan banyak hal di wilayah perbatasan. Jika di Kabupaten Sambas Desa Camar Bulan menjadi isu nasional lantaran penduduk di sekitarnya menginginkan jadi penduduk Indonesia sementara wilayahnya telah berada di Malaysia. Pembukaan PPLB Aruk Sambas tidak dibarengi dengan pembangunan jalan berkelas Internasional oleh pemerintah, dan pemberlakuan inland Port (pelabuhan darat peti kemas) Sarawak di Tebedu yang kemudian meresahkan ekportir-importir Indonesia di perbatasan Entikong, Sanggau, Kalbar.
Sementara di perbatasan yang terletak di Kabupaten Sintang, masyarakat mengancam mengibarkan bendera Malaysia lantaran tidak adanya infrastruktur yang memudahkan masyarakat untuk mencapai wilayah ibukota kabupaten untuk urusan administratif.
Sementara di perbatasan di kabupaten Kapuas Hulu, Malaysia pun menjadikan Danau Sentarum sebagai obyek wisata mereka juga. Lalu, Indonesia hanya bisa protes? Kembali lagi, SIAPAKAH OKNUM KEMLU yang menandatangani MoU yang membiarkan wilayah Desa Camar Bulan masuk ke dalam wilayah administratif Negeri Malaysia?