Selasa, 29 November 2011

Puisi Pegawai Negeri

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjw8ktKpnbNRKNA01y2nxvBWoRdGdbb5CBxOLG1w1wgDnexgVuwXcNYvvc0Hg4qbVfRzxriJCnr0RNGwZ9uNbSOYk5ZpmydjykpbfVzkAPZfawHWaaE2YPV34xbsEv7Gei3N8sAc5p-e0E-/s1600/KORPRI+STARS.jpg


Pegawai Negeri

Setiap kami menyaksikan berbagai penghargaan diberikan
Di istana negara, dalam macam-macam upacara
Satu saja yang tak tampak di layar kaca
Penyerahan medali dan selempang warni-warna pada



Pegawai Negeri
Paling Jujur
Tahun Ini


Wakil dari mereka yang tak pernah kecukupan dalam rezeki
Wakil dari mereka yang sudah luluh dalam keluh
Anak-anak berlahiran juga, nafkah selalu payah
Dalam pemilihan umum selalu diancam macam-macam
Tak pandai ngobyek, tak disertakan dalam proyek
Dalam kalkulasi hidup mana pernah bisa cukup
Tapi ajaib tak sampai terdengar bergeletakan kelaparan
Ada saja jalan keluar yang meringankan beban
Anak-anak pun tahu diri orang tua pegawai negeri
Susah payah sekolah dan kuliah, dan kok ya jadi
Insinyur, dokter, pengacara, S-dua dan Pi-Eic-Di
Lumayanlah, walau tak sangat banyak barangkali
Apabila di dunia ada tujuh macam keajaiban
Maka fenomena pegawai negeri sini mesti yang ke delapan
Menurut teori mutakhir administrasi dan metoda renumerasi
Mestinya di awal karier dulu dari dunia sudah permisi
Memang ada yang terlibat proyek dan bersiram komisi
Tapi itu ‘kan jumlahnya terbatas sekali, yakni
Mereka yang berkerumun di sekitar keran pembangunan

Selebihnya hidup rutin ya begitu itu
Dan pastilah ada juga yang jujur secara sejati
Yang membuat lentur tegang-kakunya prosedur
Bukan mempersukar-sukar, justru memudahkan urusan
Yang betul-betul melayani rakyat, bukan budak kekuasaan
Yang susah payah istikomah di dalam kehalalan rezeki
Yang menahankan pedihnya susah nafkah
Yang masih saja bisa bertahan dilanda arus materi
Mereka tak tampak oleh mata kami
Mereka bukan tipe mengeluh-mengadu ke sana ke mari
Mungkin karena maqamnya sudah mirip orang sufi
Siapa tahu mereka lah sebenar penyangga struktur ini
Yang begitu lapuk rayap dan roboh sudah mesti
Tapi sampai sekarang masih juga berdiri
Mereka sungguh kami hormati
Terutama para guru yang begitu sabar menyebar ilmu
Dan semua yang berdedikasi sejati di struktur birokrasi
Masih tetap bertahan diterjang gelombang hidup serba materi
Kalian tidak nampak, karena memang merundukkan diri.

1998
Taufik Ismail

Pieces of another life








"PASAL 34 UUD 1945 : FAKIR MISKIN DAN ANAK-ANAK TERLANTAR DIPELIHARA OLEH NEGARA"

http://chikianwar.blogspot.com

Lunpia Semarang dan Aroma Tiongkok

http://www.lenteratimur.com/wp-content/uploads/2009/10/lunpia-basah2.jpg
Lunpia basah.

Jika berkunjung ke kota Semarang, Jawa Tengah, besar kemungkinan yang terbersit dibenak Anda adalah jajanan khas. Sebut saja bandeng duri lunak ataupun wingko babat. Jajanan seperti ini banyak terlihat di sepanjang jalan Pandanaran, baik melalui pedagang kaki lima atau toko oleh-oleh khas Semarang. Namun ada satu jajanan khas terkenal lain yang dapat Anda jadikan alternatif untuk oleh-oleh, yakni lunpia Semarang.

Dari sekian banyak lunpia Semarang, salah satu yang sangat tersohor adalah Lunpia Gang Lombok. Lunpia ini merupakan bisnis turun temurun yang sekarang dipegang oleh generasi ketiga dari penjual Lunpia Gang Lombok, Siem Swie Kiem. Dan hingga kini, jumlah peminatnya cukup besar, baik oleh pelanggan tetap maupun wisatawan dalam dan luar negeri yang ingin sekedar menikmati lunpia yang terkenal ini.

Lunpia merupakan jajanan yang berasal dari tradisi turun temurun keluarga keturunan Tiongkok. Makanan ini pertamakali dibawa masuk ke kota Semarang pada 1930 oleh seorang pemuda Tiongkok bernama Jwa Dayu. Dengan keahlian dalam meracik dan membuat lunpia, Jwa Dayu mencoba peruntungannya dengan cara berdagang keliling. Dan Jwa Dayu memang beruntung. Lunpia buatannya, yang berisi tumisan rebung muda, telur, dan udang, ini diminati oleh banyak orang.

http://www.lenteratimur.com/wp-content/uploads/2009/10/lunpia-kering.jpg
Lunpia kering.

Pada 1940, usaha keluarga ini diteruskan oleh anaknya, Siem Gwan Sing. Siem Gwan Sing lantas membuka kios tetap untuk berjualan lunpia di Gang Lombok nomor 11, Kawasan Pecinan, Semarang. Dan pada 1956, warisan usaha ini kemudian diturunkan lagi secara estafet kepada anak Siem Gwan Sing, Siem Swie Kim.

Ditangan Siem Swie Kim inilah usaha lunpianya dipatenkan pada 1996 dengan nama Lunpia Semarang Gang Lombok. Praktek mempatenkan dagangan ini dilakukannya mengingat mulai maraknya pedagang yang menjual jajanan serupa.

Ada dua jenis lunpia yang dimiliki Siem, yakni lunpia basah dan lunpia kering (sudah digoreng terlebih dahulu). Jajanan yang ditawarkan dengan harga Rp 10 ribu ini disajikan dengan saus kental yang ditaburi cacahan bawang putih, cabe rawit, dan bawang muda. Taburan ini akan menambah citarasa lezatnya lunpia.

http://www.lenteratimur.com/wp-content/uploads/2009/10/lunpia-gang-lombok-semarang.jpg
Lunpia Gang Lombok Semarang.

Warung Siem buka dari pukul 08.00 sampai 17.00 WIB. Letaknya bersebelahan dengan Klenteng Tay Kak Sie. Jadi, tak afdol rasanya jika Anda ke Semarang namun belum mencicipi lunpia di Lunpia Semarang Gang Lombok.

Sumber: http://www.lenteratimur.com

KISAH ORANG KAYA DAN ORANG MISKIN - Apa yang anda pelajari?















Suatu hari

Seorang ayah dari keluarga yang kaya mengajak anak lelakinya pergi ke suatu daerah untuk memberi pengalaman kepada anak lelakinya tentang bagaimana kehidupan masyarakat miskin. Mereka menghabiskan beberapa hari dan malam diperkampungan untuk merasakan kehidupan keluarga miskin.

Dalam perjalanan pulang, si ayah bertanya pada anak lelakinya, "Bagaimana pengalamannya?"
Anaknya menjawab, "Ini menyenangkan, Ayah."

"Apakah kamu biasa melihat kehidupan orang miskin?" tanya si Ayah.
"Oh Ya," jawab anak lelaki.
"Jadi, katakan padaku, apa yang kamu pelajari dari pengalaman ini?" tanya si Ayah

Jawab si anak:
"Aku melihat bahawa kita punya 1 ekor anjing dan mereka punya 4 ekor anjing.
Kita punya kolam renang yang menjangkau taman kita dan mereka punya teluk yang tak berujung. Kita punya lampu taman buatan luar negeri dan mereka punya bintang dilangit malam. Teras belakang kita menjangkau pekarangan dan mereka punya seluruh alam semesta. Kita punya sejengkal tanah untuk hidup dan mereka punya ladang luas untuk hidup selamanya. Kita ada banyak pembantu yang melayani kita, tapi mereka saling melayani. Kita selalu membeli makanan, tapi mereka menyediakannya sendiri.
Kita punya dinding-dinding untuk melindungi harta benda kita, mereka punya teman untuk melindungi mereka."

Si Ayah hanya terdiam terpaku
Lalu si anak menambahkan, "Terima kasih Ayah karena menunjukkan betapa miskinnya kita!"

(Apa yang anda pelajari dari cerita ini?)

Sumber: http://coachfauzi.blogspot.com

Sate Kere yang Kaya Rasa

http://www.lenteratimur.com/wp-content/uploads/2009/09/sate-kere11.jpg
Sate kere. Foto-foto: Dewi Suspaningrum.

Jangan berprasangka dulu dengan makanan satu ini. Kere memang salah satu kata dalam bahasa Jawa yang berarti miskin. Tapi bukan berarti sate kere ini miskin rasa atau hanya diperuntukkan bagi orang miskin. Anda salah besar. Sate kere justru merupakan satu sate yang kaya rasa. Orang Jawa menyebutnya sugih rasa.

Jika berdomisili atau sedang mampir ke Solo, Anda bisa menemui sejumlah depot makanan yang menawarkan menu sate kere. Salah satunya di Pasar Legi, Kauman, Solo. Di depan gang II pasar tersebut, ada sebuah gerobak milik pak Atien yang sudah menjajakan sate kere sejak 10 tahun lalu.

Pak Atien, yang membuka gerobaknya sejak pukul 12.00 WIB sampai sore hari, tampak begitu menguasai mengenai seluk beluk sate kere. Maklum, ia sudah berdagang selama 10 tahun. Terlebih usahanya merupakan terusan dari mertuanya yang sudah lebih 20 tahun berdagang di tempat itu.

 http://www.lenteratimur.com/wp-content/uploads/2009/09/pak-atien-dan-ragam-sate-yang-siap-dibakar.jpg
Pak Atien dan ragam sate yang siap dibakar.

Sate kere yang ditawarkan Pak Atien adalah sate daging tetelan, babat, hingga kulit sapi atau kikil. Meski demikian, yang paling khas di sini adalah tempe kedelai dan tempe gembus. Ini adalah tempe yang terbuat dari ampas kedelai sisa pembuatan tahu.

Semua bahan sate kere ini dipotong terlebih dahulu dengan ukuran memanjang 5 x 10 sentimeter dan ditusuk dengan tusukan kayu. Sebelum ditusuk untuk dipanggang, bahan sate kere direbus sekitar dua jam bersama bumbu bacem agar meresap, terutama buat kulit sapi, kikil dan babat sehingga terasa empuk saat digigit. Bahan yang direbus bumbu ini kemudian diangkat dan direndam kembali dengan bumbu baru. Saat kita pesan, bahan baru dibakar selayaknya sate, dan dihidangkan dalam pincuk daun pisang.

Bumbunya sendiri mirip dengan bumbu pecel. Hanya saja, bumbu sate kere lebih terasa kencur dan cabe rawitnya, serta lebih encer. Wangi jeruk purut juga menambah selera saat kita mengunyah potongan-potongan sate.

http://www.lenteratimur.com/wp-content/uploads/2009/09/sate-kere-tempe.jpg
Sate kere tempe.

Harga yang ditawarkan Pak Atien cukup beragam. Untuk sate daging tetelan, Atien memberi harga Rp 1.000 pertusuk. Sementara untuk kikil dan babat hanya Rp 750 dan untuk tempe gembus serta tempe kedelai dipatok Rp 500 pertusuk. Sebagai peneman sate lontong yang berfungsi sebagai asupan karbohidratnya, ia menjualnya seharga Rp 1000 berbungkus.

Kini tidak alasan buat Anda untuk tidak mencicipi sate kere yang sugih rasa ini toh.

Sumber: http://www.lenteratimur.com