Rabu, 11 Januari 2012

Uang Centeng dari Freeport

Nestapa Rakyat Papua

freport 


KAMI tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya. Kami hanya menjual buah-buah pinang.

Sepenggal lirik lagu penyanyi Edo Kondolangit, bisa menggambarkan rintihan hati rakyat Papua. Walau mereka hidup di bagian bumi yang kaya tiada tara, tapi terpuruk dalam nestapa kemiskinan dan keterbelakangan.

Berpuluh tahun mereka hanya menonton warisan kekayaan dari Tuhan itu dikeruk, diangkut dan dijual untuk memperkaya jutaan manusia di ujung benua Amerika serta segelintir elit di Indonesia, yang berfungsi sebagai centeng alias anjing penjaga tambang bernama Freeport.

Ekspedisi tiga orang Eropa tahun 1936, pimpinan DR Anton H Colijn bersama Jean-Jacques dan Frits J Wissel ke Gunung Gletser, Jayawijaya dan kemudian menemukan Ertsberg, seolah menjadi pembuka kotak pandora gunung emas di tanah Papua.

Sedangkan ekspedisi Freeport yang dikomandoi Forbes Wilson dan Del Flint, untuk menjelajahi Ertsberg tahun 1960, semakin menguatkan hasrat membangun proyek tambang di tanah yang diyakini orang Papua, sebagai tempat bersemayam moyang mereka.

Ertsberg, begitulah orang Belanda menyebut gunung ore (bijih). Bagi orang Papua, Ertsberg merupakan tanah warisan yang harus dijaga dan dipertahankan, agar terhindar dari malapetaka.

Namun nasib berkata lain. Sejak tahun 1967, perusahaan tambang PT Freeport Indonesia sebagai afiliasi Freeport-McMoRan Copper and Gold yang berpusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, menguasai Ertsberg dalam radius 10 kilometer persegi melalui kontrak karya eksklusif kontraktor tambang selama 30 tahun dan kemudian diperpanjang hingga 2041.

“Inilah awal malapetaka bagi orang Papua, membiarkan warisan kekayaan mereka disedot, sementara mereka hanya menonton dan pakai koteka,” ujar sumber matanews.com, Kamis (03/11).

Tahun 1970, operasi tambang berskala penuh pun dimulai dan kemudian pengapalan ekspor pertama kosentrat tembaga berlangsung 1972. Diperkirakan, sejak beroperasi hingga 2010 Freeport sudah menyedot 7,3 juta ton tembaga dan sekitar 725 juta ton emas, tanpa kontrol yang jelas dari rejim Orde Baru pimpinan Soeharto, rejim Habibie, Gus Dur, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono.

Sebaliknya, pihak Freeport dinilai tidak terbuka dan tidak jujur dalam pelaporan besaran dan jenis tambang yang dieksploitasi dari Ertsberg. Bahkan audit lingkungan dan sosial yang dilakukan terhadap tambang Freeport, dianggap hanya sebagai bentuk legitimasi atau pembenaran terhadap eksploitasi kekayaan tambang tanpa batas.

Tidak mengherankan, kalau ada pihak yang memperkirakan kandungan emas, tembaga serta uranium yang dikeruk dari Ertsberg dan Grasberg yang ditemukan pada tahun 1988, bisa mencapai nominal 8000 triliun rupiah setiap tahunnya dalam konversi rupiah.

“Bandingkan saja misalnya dengan jumlah APBN Indonesia setiap tahun, hanya sekitar 1200 triliun rupiah. Sementara royalti Freeport, secara resmi hanya sekitar 1 persen per tahun,” tutur sumber matanews.com, Kamis (03/11).

Lalu setega itukah Freeport untuk membagi hasil kekayaan yang dikeruk hingga ke perut bumi Cendrawasih dan membiarkan rakyat Papua mengais sampah sisa makanan yang dibuang dari camp Hidden Valley, lokasi tambang di ketinggian 4000 meter dari permukaan laut itu?

Sejak jaman Soeharto, secara kasat mata Freeport memang jadi bancakan bagi kaum penguasa republik dan aparat keamanan. Diduga banyak uang ilegal yang dibagi-bagi alias mengalir ke kantong-kantong pribadi dan kelompok.

Pihak Freeport pun sangat menyadari praktek distribusi uang centeng, dengan tujuan kelangsungan dan kelanggengan pengerukan emas, tembaga hingga uranium dari tanah Papua. Pengakuan pihak Freeport telah memberikan uang pengamanan sebesar 14 juta USD setiap tahun kepada pihak kepolisian, hanyalah salah satu alokasi dana yang tidak masuk resmi ke kas negara. Diyakini, uang centeng dari Freeport, juga mengalir ke pihak tentara, Pemda hingga elit penguasa lokal dan pusat.

Kisruh Freeport yang kini masih berlangsung, memang telah mengganggu kenyamanan kelompok centeng yang menari di atas penderitaan bahkan nyawa rakyat Papua, maupun buruh tambang yang gigih memperjuangkan haknya.

Bahkan upaya Presiden SBY membentuk Unit Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dikepalai Bambang Darmono, ditengarai hanya akal-akalan untuk menetralisir memburuknya situasi di bumi Cendrawasih, sekaligus alat mengatur penampungan aliran uang centeng dari Freeport yang terus mengalir, entah sampai kapan.

Sumber: http://matanews.com

Tomy Winata Siapkan Rp 9 Triliun untuk Gedung Tertinggi ke-5 Dunia

Suhendra - detikFinance

Signature Tower (Foto: Arcdaily)

Jakarta - Pengusaha Tomy Winata memastikan akan membangun salah satu gedung tertinggi di dunia yang diberi nama Signature Tower di kawasan SCBD. Gedung yang digadang-gadang menjadi gedung tertinggi ke-5 dunia ini akan memakan biaya US$ 1 miliar atau setara Rp 9 triliun.

"Total biaya US$ 1 billion di luar biaya bunga dan tanah," kata Tomy Winata kepada detikFinance, Jumat (6/1/2012).

Berdasarkan sumber Arch Daily, tinggi Signature Tower akan mencapai 638 meter sebelum 2020.
Sementara itu sumber www.scbd.com, tercatat gedung yang atapnya mirip nanas ini akan memiliki tingginya 111 lantai ini berada di tengah kawasan SCBD. Gedung ini akan menjadi salah satu bangunan mixed-use berkelas dunia menjadi gedung tertinggi masa yang akan datang di Indonesia.

Gedung itu akan dibangun di lot 6 kawasan SCBD yang kini menjadi tempat automall, butik ponsel dan millenia. Kawasan ini merupakan dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk

Berdasarkan laporan tahunan 2010, tercatat pemegang saham PT Danayasa Arthatama Tbk, kepemilikan saham Tomy Winata di perusahaan ini hanya 0,001%, kemudian publik 17,58% dan pemegang mayoritas adalah PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tbk sebesar 82,4%.

Sementara itu kepemilikan saham Tomy Winata berdasarkan laporan keuangan Maret 2011 di JIHD sebesar 15,87%, Sugianto Kusuma 9,76%, Santoso Gunara 0,40%, pemegang saham Indonesia, masing-masing dibawah 5% dengan total kepemilikan saham 53,32% dan pemegang saham asing dengan masing-masing persentase kurang dari 5% dengan total 20,65%.

PT Danayasa Arthatama Tbk bergerak dalam bidang pembangunan perumahan (real estat), perkantoran, pertokoan dan pusat niaga beserta fasilitasnya penyewaan bangunan-bangunan niaga ,kantor, pertokoan beserta fasilitasnya, penyediaan sarana dan prasarana, pelaksanaan pembangunan, pengusahaan, dan pengembangan kawasan niaga terpadu dan lainnya.

Rencananya, gedung tersebut akan masuk dalam daftar 20 menara tertinggi di 2020. Berikut daftarnya:


  1. Kingdom Tower, Jeddah dengan tinggi 1.000 meter.
  2. Burj Khalifa, Dubai dengan tinggi 828 meter
  3. Ping An Finance Center, Shenzhen dengan tinggi 660 meter
  4. Seoul Light DMC Tower dengan tinggi 640 meter
  5. Signature Tower Jakarta dengan tinggi 638 meter
  6. Shanghai Tower dengan tinggi 632 meter
  7. Wuhan Greenland Center dengan tinggi 606 meter
  8. Makkah Royal Clock Tower Hotel dengan tinggi 601 meter
  9. Goldin Finance, Tianjin dengan tinggi 597 meter
  10. Lotte World Tower, Seoul dengan tinggi 555 meter
  11. Doha Convention Center and Tower dengan tinggi 551 meter
  12. One World Trade Center, New York dengan tinggi 541 meter
  13. Chow Tau Fook Guangzhou dengan tinggi 530 meter
  14. Chow Tai Fook Binhai Center dengan tinggi 530 meter
  15. Dalian Greenland Center dengan tinggi 518 meter
  16. Pentominimum, Dubai dengan tinggi 516 meter
  17. Busan Lotte Town Tower dengan tinggi 510 meter
  18. Taipei 101 dengan tinggi 508 meter
  19. Kaisa Feng Long Centre dengan tinggi 500 meter
  20. Shanghai WFC dengan tinggi 492 meter.

Sebagai catatan, di Jakarta juga sudah lama ada rencana pembangunan Proyek Menara Jakarta di Kemayoran setinggi 558 meter. Sementara itu BUMN Adhi Karya juga berencana membangun gedung setinggi 100 lantai di kawasan Sudirman.

Menara 111 Lantai Tomy Winata, Bakal Jadi Kebanggaan RI 

Whery Enggo Prayogi - detikFinance


Jakarta - Pembangunan gedung-gedung pencakar langit tertinggi diberbagai negara bertujuannya untuk kebanggan sebuah negara. Tak kecuali rencana pembangunan Signature Tower 111 lantai dengan ketinggian 638 meter di kawasan SCBD, Jakarta.

Keberadaann gedung super tinggi juga menandai bahwa sebuah bangsa secara teknologi sipil mampu mewujudkan bangunan maha karya yang besar.

"Landmark biasanya sebuah kebanggan negara, bahwa mereka mampu. Namun orang banyak milih di lantai bawah. Kalau gedung pasti ditanya, lantai 1 sampai 10. Banyak pertimbangan. Aksesibilitas, atau kalau terjadi force majeure," kata Associate Director, Office Services Colliers Indonesia, Sutrisno R. Soetarmo di kantornya, Jakarta, Senin (9/1/2012).

Meski demikian, ia mengaku bangga jika Signature Tower yang akan digarap oleh Tomy Winata bisa terealisasi. Di banyak negara, gedung pencakar langit justru dibangun oleh pemerintah, melalui perusahaan negara atau BUMN namun di Indonesia oleh pelaku swasta.

Seperti disampaikan sebelumnya, Signature Tower bakal menjadi gedung tertinggi di Indonesia dan tertinggi ke-5 dunia. Gedung dengan 111 lantai ini rencananya akan mulai dibangun Juli 2012 di kawasan SCBD, Jakarta.

Menurut Tony Winata, Signature Tower akan menelan dan US$ 1 miliar atau setara Rp 9 triliun. Gedung ini akan menjadi ikon baru Indonesia dan terletak di Sudirman Central Business District (SCBD).

Signature Tower memiliki ketinggian 638 meter dan masuk 20 gedung tertinggi di dunia tahun 2020. Gedung yang atapnya mirip nanas ini menjadi salah satu bangunan mixed-use di Jakarta yang berkelas dunia.

Berdasarkan www.scbd.com, Signature Tower akan dibangun di lot 6 kawasan SCBD yang kini menjadi tempat automall, butik ponsel dan millenia. Kawasan ini dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk, yang kepemilikan sahamnya ada Tomy Winata.

Menara 111 Lantai Tomy Winata Baru akan Rampung 6-8 Tahun Lagi 

Suhendra - detikFinance  

Jakarta - Pihak pengembang kawasan SCBD memperkirakan pembangunan Signature Tower akan memakan waktu hingga 6-8 tahun. Targetnya proses pembangunan bisa dimulai pertengahan tahun 2012 ini.

"Kalau kita lihat orang (negara) lain bangun yang diatas 100 lantai itu rata-rata 6-8 tahun. Kita nggak mau berlebihan kurang lebih range-nya seperti itu," kata Wakil Presiden Direktur PT Jakarta International Hotels & Development Tbk Santoso Gunara kepada detikFinance di kawasan gedung BEI, Selasa (10/1/2012).

Saat ini pembangunan gedung yang bakal menjadi salah satu tertinggi di dunia ini masih dalam proses perizinan berbagai instansi seperti pemda, perhubungan dan lain-lain. Disaat yang bersamaan, sedang dilakukan proses uji kondisi tanah (geo test) di kawasan yang akan dibangun menara tersebut.

Sutanto menambahkan feasibility study (FS) atau studi kelayakan dari rencana proyek ini sudah selesai. Saat ini perseroan sedang memproses penghimpunan dana melalui sindikasi perbankan.

"Kita juga sedang atur pendanaannya sindikasinya, campur bank lokal dan asing, sudah kita bicarakan. Ini semua dalam proses kita tak boleh mendahului, jumlahnya lumayan besar US$ 1 miliar. Sindikasi tetap harus ada equity dari kita termasuk tanahnya," katanya.

Kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) yang menjadi lokasi Signature Tower dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk. Kepemilikan saham Tomy Winata PT Danayasa Arthatama Tbk hanya 0,001%, kemudian publik 17,58% dan pemegang mayoritas adalah PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tbk sebesar 82,4%.

Sementara itu,kepemilikan saham Tomy Winata berdasarkan laporan keuangan Maret 2011 di PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tb sebesar 15,87%, Sugianto Kusuma 9,76%, Santoso Gunara 0,40%, pemegang saham Indonesia, masing-masing dibawah 5% dengan total kepemilikan saham 53,32% dan pemegang saham asing dengan masing-masing persentase kurang dari 5% dengan total 20,65%.

Sumber: http://finance.detik.com

Ahli Gempa ITB Ikut Garap Proyek Menara 111 Lantai Tomy Winata Cs

Suhendra - detikFinance

Signature Tower (Foto: Archdaily)

Jakarta - Para ahli gempa akan dilibatkan dalam proyek pembangunan menara Signature Tower 111 lantai setinggi 600 meter di SCBD Jakarta. Para ahli gempa itu diantaranya berasal dari Jepang dan juga ITB (Institut Teknologi Bandung).

Demikian disampaikan oleh Wakil Presiden Direktur PT Jakarta International Hotels & Development Tbk Santoso Gunara kepada detikFinance di kawasan gedung BEI, Selasa (10/1/2012).

"Soal gempa sudah diperhitungkan makanya kita melakukan soil test, masuknya (dibor) 200 meter ke dalam, sekarang lagi ditest di Jepang, termasuk juga pakai teman-teman di ITB, ahli gempanya disini dan ahli gampanya Jepang. Nggak mungkin kita mau investasi dengan 111 lantai dengan struktur lantai yang tak memadai, semua pakai the best consultant," katanya.

Santoso mengatakan hasil uji tersebut akan menentukan desain pondasi menara yang lebih detail. Sehingga akan menentukan dalam menekan risiko terburuk jika adanya gempa bumi. Indonesia merupakan negara yang masuk dalam jalur gempa.

Menurutnya diberbagai negara masalah bangunan super tinggi berbeda-beda. Ia mencontohnya misalnya Menara Burj Khalifa di Dubai yang paling berat adalah masalah hembusan angin. "Kalau disini kita mesti jaga gempa," katanya.

Bahkan Menara Taipei 101 di Taiwan justru tantangan terberatnya selain angin topan, justru gempa bumi sangat rentan karena Taiwan pun berdekatan dengan patahan di Asia Pasifk.

Seperti diketahui, Signature Tower bakal menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia. Menara yang dibangun oleh pengusaha Tomy Winata Cs itu nantinya akan menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) yang menjadi lokasi Signature Tower dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk. Kepemilikan saham Tomy Winata PT Danayasa Arthatama Tbk hanya 0,001%, kemudian publik 17,58% dan pemegang mayoritas adalah PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tbk sebesar 82,4%.

Sementara itu, kepemilikan saham Tomy Winata berdasarkan laporan keuangan Maret 2011 di PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tb sebesar 15,87%, Sugianto Kusuma 9,76%, Santoso Gunara 0,40%, pemegang saham Indonesia, masing-masing dibawah 5% dengan total kepemilikan saham 53,32% dan pemegang saham asing dengan masing-masing persentase kurang dari 5% dengan total 20,65%.

Sumber: http://finance.detik.com

Menara 111 Lantai Tomy Winata Cs Juga Jadi Tempat Wisata

Suhendra - detikFinance

Signature Tower (Foto: Archdaily)

Jakarta - Bakal salah satu gedung tertinggi di dunia, Signature Tower nantinya tidak hanya menjadi pusat bisnis di kawasan SCBD, Jakarta. Namun puncak menara setinggi 600 meter itu akan disiapkan untuk tempat wisata untuk masyarakat umum.

"Diatasnya akan ada observatory untuk turis maupun student, kayak dulu aja orang mau ke Monas, sama saja gedung-gedung tinggi 100 lantai lainnya di dunia, karena view-nya pasti bagus," kata Wakil Presiden Direktur PT Jakarta International Hotels & Development Tbk Santoso Gunara kepada detikFinance di kawasan gedung BEI, Selasa (10/1/2012).

Nantinya akan ada ruang khusus bagi para pengunjung yang akan melihat wilayah Jakarta dari ketinggian. Selain itu, akan ada juga restoran yang akan melengkapi fasilitas gedung setinggi 600 meter tersebut.

Sesuai dengan peruntukannya, bagian bangunan teratas mendekati puncak menara akan disiapkan hotel berbintang mewah yang tentuny bertarif wah. "Yang paling bawah adalah ritel (mal) ada sambungan ke Pacific Place, atasnya perkantoran, baru top lantainya hotel," katanya.

Menurutnya menara yang memiliki 111 lantai ini akan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Walaupun ia mengakui ada saja masyarakat yang tak puas dengan tingginya yang hanya akan mencapai 600 meter. Bagaimana pun ketinggian sudah diperhitungkan secara masak dari sisi kelayakan bisnis maupun aspek teknis dan lainnya, termasuk sisi kebanggaan nasional.

"Karena maunya bukan yang tertinggi, karena ini hari bilang tertinggi besok ada yang tertinggi lagi," katanya.

Santoso juga menambahkan ada juga pertimbangan lainnya seperti luasnya ruangan menara ini yang diperkirakan akan seluas 500.000 meter persegi. Secara pemasaran,akan menjadi tantangan tersendiri untuk menggaet tenant-tenant atau penyewa. Salah satunya dengan memasukan unsur-unsur Feng Shui dalam pembangunan.

"Unsur fengshui ada tapi nggak menjadi faktor dominan karena ada keterbatasan tanah. Pasti (fengshui), kalau kita mengharapkan perusahaan Hong kong, China yangf masuk, mereka percaya (fengshui)," katanya.

Seperti diketahui, Signature Tower bakal menjadi salah satu gedung tertinggi di dunia. Menara yang dibangun oleh pengusaha Tomy Winata Cs itu nantinya akan menjadi yang tertinggi di Indonesia.

Kawasan Sudirman Central Business District (SCBD) yang menjadi lokasi Signature Tower dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk. Kepemilikan saham Tomy Winata PT Danayasa Arthatama Tbk hanya 0,001%, kemudian publik 17,58% dan pemegang mayoritas adalah PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tbk sebesar 82,4%.

Sementara itu, kepemilikan saham Tomy Winata berdasarkan laporan keuangan Maret 2011 di PT Jakarta International Hotels & Development (JIHD) Tb sebesar 15,87%, Sugianto Kusuma 9,76%, Santoso Gunara 0,40%, pemegang saham Indonesia, masing-masing dibawah 5% dengan total kepemilikan saham 53,32% dan pemegang saham asing dengan masing-masing persentase kurang dari 5% dengan total 20,65%.

Sumber: http://finance.detik.com