Rabu, 06 Agustus 2014

Keunikan Petani Garam di Desa Jono Kabupaten Grobogan



Biasanya tambak garam ada di tepi pantai, tetapi di desa Jono, Tawangharjo, Grobogan ini lokasi tambak garam seluas 120 hektare itu jauh dari pantai dan hanya mengandalkan air sumur asin yang berada di tengah daratan yang tandus dan gersang. Cukup unik karena dibuat dari bahan baku air yang muncul dari perut bumi. Karena keunikan tersebut perlu kita pertahankan dan lestarikan. Garam yang dibuat di Desa Jono itu barangkali satu-satunya yang ada di Indonesia bahkan di dunia. Di desa Jono ini dan di kawasan Bledug Kuwu sumber airnya memang rasanya asin mirip air laut.

Bahkan kualitas garamnya pun jauh lebih baik dibandingkan garam air laut. Namun, garam itu kurang diminati karena warnanya kecokelat-cokelatan. Tapi harga garam produksi Desa Jono jauh lebih mahal. Sebab tanpa diberi zat yodium garam ini sudah mengandung iodium hingga 8 persen. Di desa ini hanya ada 7 sumur yang bisa dimanfaatkan. Tujuh sumur ini konon merupakan peninggalan Joko Linglung, putra Ajisaka, tokoh legenda Jawa.

Garam yang dihasilkan pada lembah Jono sebenarnya memiliki kadar iodium yang lebih tinggi daripada garam laut yang dihasilkan di pantai. Di masa lalu, Desa Jono memiliki catatan masa keemasan yakni menjadi satu-satunya produsen garam di Indonesia.  Pada masa itu produksi garam laut masih belum dapat dilakukan dan hanya petani-petani  di Jono yang dapat memproduksi garam. Maka, tidaklah mengherankan jika pada masa tersebut banyak petani garam di Jono menjadi saudagar-saudagar yang kaya.  Namun setelah tahun 1970-an, garam laut akhirnya berhasil diproduksi sehingga ketergantungan terhadap komoditas garam dan bleng di Jono semakin berkurang.

Sekitar tahun 1950, jumlah pengusaha garam di Desa Jono ada ratusan orang dengan produksi hampir 5.000 ton pertahun. Namun, saat ini pembuat garam itu hanya tinggal 50 orang dengan produksi sekitar 100 ton pertahun. Kondisi ini lantaran masalah pemasaran yang masih kalah dengan garam air laut karena terbatasnya hasil produksi. Selain itu, masih dilakukannya produksi dengan tradisional juga menjadikan garam itu baru dihasilkan dalam dalam jangka waktu cukup lama.

Darimana asal garamnya? Semula lembah Jono adalah perairan laut, terletak di antara pegunungan Kendeng dan pegunungan Rembang. Karena adanya proses sedimentasi dari Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Rembang, maka lama kelamaan menjadi dangkal dan terbentuk rawa (ditumbuhi tumbuhan rawa). Proses sedimentasi terus berlanjut sehingga daerah tersebut menjadi kering dan tumbuhan rawa mati. Sisa-sisa tumbuhan rawa yang mati diendapkan oleh sedimen kemudian membentuk gas metana. Selain itu sisa-sisa tumbuhan yang bercampur air laut dan tertutup oleh material sedimen kemudian menjadi lumpur. Maka tidaklah mengherankan apabila pada daerah Jono dapat ditemukan jebakan-jebakan air payau, lumpur, serta semburan gas metana di beberapa lokasi. Gas metana ini sangat berbahaya karena mudah terbakar, sehingga biasanya pada lubang di mana gas tersebut keluar pasti akan dibakar supaya gas tersebut tidak membahayakan warga setempat.