Senin, 12 September 2011

Mencari Tokoh Intektual Di Balik Kerusuhan Ambon (11 September 2011)

Bertepatan dengan tanggal 11 Septermber 2011 saat Paman sam sedang mempreingati Hut ke 10  tragedi WTC itu, sebagaimana juga dilakukan di beberapa negara lainnya, sehingga sebagian besar sorotan mata masyarakat internasional tertuju ke negara adi daya itu. Akat tetapi sangat mengejutkan justeru di kawasan yang selama ini  krelihatannya di permukaan  aman harmoni saja secara spontan bergolak yang  kononnya menurut Anton Bahrul Alam  dipicu oleh isu tewasnya tukang ojek, Darkin Saemen, Minggu 11 September 2011.

Menurut berbagai informasi sesungguhnya Darkin Saimen mengalami kecelakan tunggal karena sepeda motornya menabrak pohon hingga masuk kediaman Okto, salah seorang penduduk kota Ambon. Namun dari isu-isu tersebut berkembang cepat, bahwa tukang ojek yang tewas dalam kecelakan tunggal itu di isukan oleh provokator yang kini sedang di buru itu karena dibunuh (Kompas.com, Minggu 11/9/2011). Isu itulah yang menjadi sebab terjadinya bentrokan antara kelompok-kelompok masyarakat di kota Ambon tersebut.

Bentrokan yang sudah meneewaskan 3 warga Ambon tersebut justeru karena tertembak  oleh aparat keamanan dalam hal ini adalah Polri,sedangkan  menurut TV  One,Metro TV terdapat 106 lainnya mengalami luka-luka  dalam bentrokan itu. Meskipun menurut informasi, bahwa kondisional Ambon sejak sore tadi sudah mulai kondusif, tetapi banyak warga kota Ambon yang mengungsi untuk menjauhi kawasan tersebut karena khawatir konflik akan meluas sebagaimana  beberapa tahun yang lalu.


Untuk mengentaskan masalah kerusuhan Ambon yang acapkali berbau ”Sara” maka berbagai pihak sudah menyerukan kepada masyarakat supaya tidak terprovokasi oleh isu-isu yang diplintir oleh pihak-pihak tertentu yang memang sangat cepat berkembang  melalui dunia maya tersebut. Karenanya para elite politik lokal  maupun nasional segera merapatkan barisan,untuk meredam bentrokan di Ambon Manise tersebut supaya tidak sempat berkembang luas. Sebagai tindak lanjut, maka Gubernur Maluku, Kapolda, serta  para tokoh masyarakat Maluku segera bertemu membahas masalah itu. Sementara di Jakartapun,Kapolri Timur Pradopo, Anton Bachrul Alam dan Sutarman  berserta jajarannya saaat ini juga dengan sangat serius membicarakan masalah tersebut.

Sementara dari Maksar di informasikan,bahwa 200 personil Brimog segera diterbangkan ke Maluku untuk membantu aparat keamanan setempat dalam mengentaskan segera masalah tersebut,sambil terus menerus memburu tokoh intelektual yang diduduh sebagai provokator kerusuhan Ambon sejak Minggu siang itu.
Siapa sesungguhnya yang masih bermain di Maluku, sehingga hanya karena kecelakan tunggal yang dialami Darkin Saemen yang diplintir sedikit bisa dengan spontanitas yang demkian tinggi memicu kerusuhan itu?  Dan menurut Humas Polri, Anton Bachrul Alam bentrokan itu terjadi antara dua kelompok masyarakat yang teridiri dari kelompok-kelompok lama juga. Apakah ini berarti ada kaitannya dengan kerusuhan Maluku sebelumnya, dan jika memang sudah bisa dipetakan seperti itu mengapasih hal itu bisa saja muncul kembali?

.Jika memang sudah mengetahui permasalahannya semestinya juga memahami proses penyelesainanya.
Wilayah Maluku sebenarnya sudah diketahui sebagai salah satu wilayah yang rawan dan potensi konflik vertikal (RMS -Jakarta)dan horisontal (SARA) sekaligus, yang biasanya segera mendapat dukungan gerakan separatisme yang masih eksis di pengasingannya di negeri Belanda, bahkan terdapat salah seorang anggota Parlemen negeri Belanda, Huis Geldhess yang masih mendukung RMS. Ia pula yang memimpin gerakan  anti Indonesia di negeri kincir angin tersebut. Mereka telah berhasil menggagalkan rencana kunjungan SBY kenegeri yang pernah menjajah Indonesia itu.

Oleh sebab itu kerusuhan Ambon meskipun menurut aparat keamanan sudah bisa di kendalikan sehingga malam ini meskipun masih mencekam tetapi sudah kodusif sifatnya,akan menjadi sorotan masyarakat internasional terutama Belanda sebagaimana halnya soal Papua. Bukankah hal-hal semacam itu semakin mempersulit posisi Indonesia dalam persepsi masyarakat Internasional, karena kerusuhan di Papua dan Maluku dampaknya sangat luas terhadap kredibilitas Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah tidak bisa main-main lagi dalam masalah tersebut, tetapi perlu segera mengentaskannya secara damai. Dalam kabinet Indonesia bersatu terdapat menteri khusus mengurus daerah-daerah tertinggal,dan kawasan Indonesia timur itu termasuk salah satu kawasan yang memang tertinggal dalam berbagai aspek sosial kehidupannya. Inilah sesungguhnya yang  senantiasa menjadi  provokator nya, yang perlu segera dilenyapkan dari bumi Maluku itu.

Dalam menanggulangi masalah konflik-konplik sosial di kawasan Indonesia bagian Timur  terutama di Maluku dan Papua tidak perlu membentuk semacam Satgas lagi,karena tidak efekti sebagaimana puluhan badan, satgas sebelumnya selain hanya menghambur-hambur uang negara saja.Namun masalah Papua, Maluku, Poso segera di selesaikan dengan pendekatan yang sifatnya persuasif. Dan tingkatkan berbagai pembnagunan yang menyentuh kemakmuran rakyat, seperti pembangunan bagi industri-industri kelautan, perikanan sebagai lokomotof bagi peningkatan perekonomian masyarakat Maluku yang memang sangat akrab dengan perairan yang luas tersebut.

Sejak terjadi kerusuhan Maluku tahun 1990-an sampai sekarang, kelihatannya proses pembangunannya masih berjalan di tempat, sehingga mereka merasa tidak diperlakukan dengan wajar sebagaimana halnya warga negara Indonesia.Begitu juga Papua, Poso tidak jauh berbeda dengan kawasan timur lainnya, yang sangat jauh tertinggal dengan warga Indonesia yang mendiami pulau  Jawa. Lalu bagaimana realisasinya sudah 66 tahun Indonesia merdeka, proses pembangunannya dalam berbagai aspek sosialnya   masih terpusat hanya di pulau Jawa. Ini sebenarnya pokok masalahnya, seperti halnya juga bagian barat Indonesia terutama Aceh. Pemerintah semestinya masalah ketimpangan sosial ini perlu secepatnya diselesaikan, sehingga pembangunannya akan  lebih merata.  Semoga saja masalah itu tidak meluas ,serta segera bisa di selesaikan secara damai. Amin.

Teungku Nurdin
www.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar