Selasa, 13 September 2011

Pondok Lontong Tahu Gimbal Ngaliyan Semarang





Lontong tahu gimbal sudah sangat familiar bagi masyarakat Semarang. Lontong dicampur tauge, tahu telur goreng dan peyek udang disiram sambal kacang, ditaburi bawang goreng dan irisan seledri ini cocok dinikmati sebagai menu makan siang. Makan sepiring cukup mengenyangkan perut.

Pondok Lontong Tahu Gimbal dan Mi Kopyok, Mi Lontong di Jalan Panembahan Senopati, Ngaliyan, Semarang bisa menjadi pilihannya. Ny. Mimin atau akrab disapa Bu Mimin, pengelolanya, piawai dalam meracik menu itu. Tak heran kalau warungnya selalu ramai pembeli, padahal baru buka sekitar 6 bulan. Kalau tidak makan di warung, biasanya  dibungkus untuk dinikmati di rumah atau kantor.

Sebelum membuka warung makan, Bu Mimin adalah loper beras dan telur. Kemudian banting stir jualan lontong tahu gimbal karena merasa capek di jalanan. Kebetulan di pinggir Jalan Senopati tersebut masih ada area pedagang kaki lima yang kosong.

“Awalnya saya jual menu ayam goreng kremes, tapi kurang laku. Hanya seminggu bertahan. Lalu saya ganti lontong tahu gimbal, mi kopyok dan mi lontong ini,”ujar Bu Mimin yang mengaku sebelumnya tidak suka masak itu.

Istri dari Abdul Rahman yang tinggal di Jalan Karonsih Selatan Gang 12/782 ini mencoba meracik lontong tahu gimbal. Beberapa waktu, ia coba dan coba terus, ternyata menurut suami, anak dan orang tua, rasanya mantap. Lantas, ia memberanikan diri mengganti menu ayam kremes menjadi lontong tahu gimbal. Tak diduga respon pembeli tinggi. Kebetulan di kawasan tersebut, waktu itu belum ada yang jual menu yang sama.

“Pelanggan saya bilang, kalau bumbu manis, asin dan pedasnya pas, sehingga banyak yang cocok. Saya juga tidak menduga bakal lancar seperti ini,”tambahnya seraya menambahkan warungnya buka mulai jam 10.00 sampai sore.

Untuk harga satu porsi lontong tahu gimbal tanpa telur Rp 5000, pakai telur Rp 6500. Sedangkan mi kopyok dan mi lontong masing-masing Rp 5000 per porsi. “Tidak saya patok mahal. Harapan saya siapa saja bisa beli di sini,”kata perempuan berusia 39 tahun itu sambil tersenyum ramah.
Ia ikut lomba Kuliner Khas Semarang persembahan Dji Sam Soe kerjasama dengan Jawa Pos Grup (Radar Semarang dan Meteor) untuk melestarikan menu tersebut, agar tidak hilang kalah oleh masakan ala barat.

Sumber: http://kulinerkhassemarang.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar