Selasa, 13 September 2011

Sate Gule dan Tengkleng Kambing Mbak Atun




Setiap jam makan siang tiba, warung sate dan gule kambing Mbak Atun yang terletak di samping lapangan voli Jl Cinde Barat Raya selalu dipenuhi pengunjung. Rata-rata mereka adalah pekerja kantoran yang sudah menjadi langganan masakan perempuan bernama Sofiatun tersebut. Kios berukuran sekitar 3 x 3 meter terkadang serasa sempit ketika sedang ramai.

”Rata-rata mereka membeli tongseng atau tengkleng,” jelas Mbak Atun saat ditanya menu favorit pelanggannya.

Ada lima macam menu yang ditawarkan. Yakni sate, gule, tongseng dan tengkleng. Dua menu terakhir inilah yang jadi favorit pelanggannya. Harga per porsi masing-masing menu dipatok Rp 18.000. Setiap hari, warung ini buka jam 11.00 hingga 21.00.

Meski warung ini baru berdiri pada 17 Agustus 2005, tapi pengalaman Mbak Atun dalam mengolah masakan dari daging kambing sudah tidak diragukan lagi. Maklum, orangtuanya ahli mengolah masakan kambing. Sejak kecil ia membantu ibunya ketika mendapat pesanan masakan untuk hajatan atau akikah.
”Pada awal buka warung ini, saya menggunakan resep warisan dari ibu,” tutur Mbak Atun. Sebagian besar keluarganya, turun-temurun berprofesi sebagai pengolah masakan daging kambing.

Setahun berjualan, ia sering mendapatkan masukan resep dari para pelanggannya. Masukan-masukan tersebut ditampung dan ia melakukan eksperimen mencari bumbu-bumbu baru agar masakannya semakin enak. Sehingga, dalam setahun ia sering gonta-ganti bumbu hingga mendapatkan racikan yang dirasa pas. ”Sekarang sudah tidak lagi gonta-ganti resep, karena resep yang sekarang sudah disenangi pelanggan,” jelasnya.

Untuk menjaga mutu masakan, Mbak Atun mengaku selalu memilih bahan baku tertentu. Tak ada jerohan kecuali hati untuk sate. Tulang untuk gule dan tengkleng pun hanya pada bagian tertentu, yakni tulang iga dan tulang belakang. Bagian ini memang dikenal sebagai enak untuk dimasak dan tidak alot.

Salah seorang pembeli di warung ini, Jihan mengaku bahwa tengkleng Mbak Atun cukup enak dan bikin ketagihan. ”Dagingnya empuk dan bumbunya enak. Selain itu sambalnya juga istimewa,” jelas mahasiswa pascasarjana Undip ini.

Sumber: http://kulinerkhassemarang.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar