Sabtu, 23 Oktober 2010

Angklung Diakui Unesco Sebagai Warisan Budaya Dunia

Pementasan Angklung di saung Angklung Udjo


Kesenian angklung mendapatkan pengakuan sebagai salah satu warisan budaya dunia dari Unesco. Prosesi pengukuhan rencannya akan dilangsungkan November mendatang. “Ya, dikukuhkan sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia,” kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco, Prof Arief Rachman di Bandung, Senin (18/10).
Sebelum angklung,  pengakuan serupa diterima Indonesia untuk sejumlah warisan budaya yaitu  keris, wayang, dan batik. Sejumlah kesenian lainnya yang saat ini tengah diupayakan untuk mendapatkan pengakuan adalah  Tari Saman asal Nangroe Aceh Darussalam serta budaya tenun. “Pengakuan ini untuk kepentingan pengetahuan dan kebudayaan,” katanya.

Arif  mengingatkan, ada sejumlah catatan yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dengan adanya pengakuan itu. Yakni kebijakan untuk melindungi, menyebarluaskan, serta pewarisan  pada generasi penerus.

Duta besar Indonesia untuk Unesco, Tresna Dermawan Kunaefi mengatakan, pelestarian budaya ini tidak cukup hanya sebatas mendapatkan pengakuan. ”Yang jadi utama adalah bagaimana mengkonservasi apa yang kita miliki, tapi juga mensejahterakan masyarakat,” katanya.

Menurut tresna, dengan pengakuan ini dunia menuntut Indonesia memberikan jaminan bahwa budaya itu tetap lestari dan menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Dia memuji langkah Koperasi Batik Pekalongan, yang memfasilitasi masuknya pendidikan soal batik dalam kurikulum sekolah. ”Itu menjadi jaminan kontinuitas pelestarian budaya batik akan terus berlanjut,” kata Tresna.

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, akan menyiapkan program khusus menyambut pengakuan itu. ”Kami akan bikin action-plan untuk mengembangkannya terus menerus,” katanya.  Di antaranya dengan memasukkan keseniang angklung ke sekolah. ”Kalau tidak jadi kurikulum di sekolah, itu jadi bagian seni budaya yang hadir di setiap sekolah,” kata Heryawan.

Bagi Ahmad, sekolah menjadi  lembaga yang diandalkan karena lembaga itu tersebar di mana-mana. Dengan keberadaannya itu, memungkinkan memanfaatkan untuk melestarikan kesenian itu dibandingkan lembaga lainnya.

Sumber: tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar