Senin, 18 Oktober 2010

Nasi Pedas Bali


 
Salah satu menu nasi pedas.


Siapa tak kenal Kuta di Bali? Inilah sebuah kawasan wisata yang terintegrasi dengan kebudayaan lokal. Kesan akan pantai berombak tinggi di antara matahari terbenam, keramaian, dan keanekaragaman suku bangsa yang berinteraksi telah melekat  erat di ingatan setiap wisatawan yang pernah singgah di Bali.

Terlepas dari serangkai ingatan tersebut, tak jauh dari pantainya, berdiri sebuah warung sederhana yang ikut meramaikan ragam kuliner di Bali, yakni Nasi Pedas Ibu Andika.

Berlokasi di Jalan Raya Kuta, persisnya di seberang pasar swalayan dan toserba Supernova, kanopi merah cerah menjadi penanda  warung ini. Tempatnya yang mungil, mungkin luasnya hanya 4 x 4 meter persegi, tidak menjadi penghalang untuk menarik pelanggan. Banyak orang rela mengantri atau bahkan menyantap nasi pedas tersohor ini meski hanya di meja kecil yang terletak di luar warung. Antrian yang memanjang menjadi bukti bahwa kelezatan nasi pedas ini membuat para penikmatnya tak peduli akan panas matahari sedang menggantang dengan panasnya, demi seporsi nasi pedas.

Di warung ini, terdapat  etalase makanan yang menyediakan aneka menu dalam variasi beragam.
“Kami punya sekitar dua puluh menu lauk dan sayur yang secara rutin diperbaharui agar pelanggan tidak bosan,” ujar Nia, adik ipar dari pendiri warung ini, Ibu Sri Riani.

Menu seperti abon ayam, ayam suwir, kulit ayam renyah, mie goreng, teri kering, telor bumbu yang disajikan dengan  sambal pedas, adalah sajian condiment (bumbu) yang melambungkan nama warung ini.
Dua belas tahun yang lalu, Ibu Sri Riani memulai usahanya dengan berkeliling untuk menjual nasi bungkusnya. Ia tak pernah memberikan nama pada makanan hasil olahnya. Lambat laun, para pelanggannya sendirilah yang memberikan nama nasi pedas.

“Para pelanggan yang memberi nama nasi pedas, ya karena rasanya yang pedas itu. Sementara nama Andika diambil dari nama putra Ibu Sri sendiri,” ujar Nia dengan keramahannya.

Bermula dari berdagang keliling, Ibu Sri akhirnya dapat membuka warung makan di pasar tradisional Kuta. Warung nasi pedas ini setiap harinya buka dari pukul tiga sore hingga sembilan malam. Sejak itu, mulai banyak pula pesanan untuk acara-acara seperti arisan, ulang tahun, dan pertemuan. Tak berselang lama, barulah ia mendirikan warung mungil di Jalan Raya Kuta, sebuah lokasi yang ramai dan strategis untuk dikunjungi wisatawan.

Promosi dari mulut ke mulut yang dilakukan sejauh ini rupanya berbuah sukses. Sudah bermacam-macam media cetak dan elektronik yang datang meliput warung ini, termasuk salah satu program kuliner terkenal yang ditayangkan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Beberapa selebritas ibukota pun tak ketinggalan untuk turut memberitakan nasi pedas ini dalam blog mereka.

  http://www.foodtravelblog.com/blog/wp-content/uploads/2008/12/nasi-pedas.jpg

Etalase nasi pedas Ibu Andika.


Sekilas, nasi pedas ini memang mirip dengan nasi campur atau nasi rames. Yang membedakan adalah bahwa hampir semua jenis lauk memiliki rasa pedas, sesuai dengan namanya. Rasa pedas yang khas dari sambal ini membuat banyak pelanggan berbondong-bondong untuk dapat membeli dan membawa pulang sambalnya. Demi memenuhi banyaknya permintaan, sambal tersebut akhirnya turut dijual botolan oleh warung makan ini. Sambal nasi pedas ini memang rasanya sanggup mencubit lidah, namun tidak sampai membuat tenggorokan menjadi sakit.

Lauk dan sayur nasi pedas memiliki bumbu yang merupakan kombinasi antara bawang putih, kunyit, jahe, lengkuas dan cabe. Meskipun tidak rumit, cara pembuatan Nasi Pedas ternyata membutuhkan kesabaran dan ketelitian yang baik. Bahan-bahan terlebih dahulu direbus dan dibumbui, kemudian digoreng hingga masak. Tak sampai di situ saja, sesudah digoreng, bahan-bahan kembali dibumbui. Dari sinilah kepedasan dari nasi pedas ini menjadi begitu meresap.
Harga nasi pedas ini berkisar antara Rp. 5 ribu hingga Rp. 30 ribu. Harga ini disesuaikan pada jenis dan banyaknya lauk yang diinginkan. Di warung ini tersedia minuman ringan, baik soda maupun non-soda.
Diakui oleh Ayu, 24 tahun, menantu Ibu Sri, saat ini mulai bermunculan usaha kuliner lain yang memberi nama serupa.

“Banyak warung makan yang namanya nyerempet. Misalnya Nasi Pedas Ibu Anita, Nasi Pedas Ibu Ana, pokoknya mirip dan entah kenapa selalu hurufnya berawalan A dan N. Tapi tentu mutu dan rasa berbeda, ini sudah dibuktikan oleh pelanggan setia kami.”

Hingga saat ini Nasi Pedas Ibu Andika telah memiliki dua puluh dua orang karyawan operasional dengan tingkat kelarisan yang terbilang tinggi.

“Kalau secara nominal, pendapatan pasti berbeda setiap harinya, karena penjualan kami berdasarkan variasi menu yang dibeli oleh pelanggan. Kami menggunakan sistem hitung kertas nasi yang terpakai. Biasanya dalam satu hari lebih dari 1.000 kertas,” tutur Nia.

Nia berharap agar warung nasi pedas ini semakin dikenal oleh masyarakat. Ia juga berharap dapat mendirikan cabang di kawasan lain.

“Harapan kami tidak muluk-muluk. Yang terpenting adalah mengembangkan usaha ini menjadi lebih baik,” ucapnya.

Teks dan foto: Novieta Tourisia 
Wisataloka.com di Bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar