Sabtu, 02 Oktober 2010

Sejarah Kereta Api Indonesia



Samarang, stasiun tertua di Indonesia (1873)

Sejarah perkeretaapian Indonesia adalah sebuah mimpi untuk menghubungkan semua daerah Hindia Belanda, dengan sebuah solusi transportasi praktis dan efisien saat itu. Saat itu, pemerintah kolonial Belanda bercita-cita menghubungkan seluruh Jawa, Sumatra, dan Sulawesi dengan membangun jalur kereta api.

Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jendral Mr. L. A. J. W. Baron Sloet van Beele memulai pembangunan jalur kereta api pertama di Jawa. Jalur pertama ini dibangun oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS/Perusahaan Kereta Hindia Belanda). Jalur pertama NIS yang menghubungkan Semarang (stasiun Samarang) dan Tanggung dibuka pada 10 Agustus 1867. Jalur ini dibangun dengan gauge(lebar) 1435 mm. Pembukaan jalur ini menjadikan Indonesia negara kedua di Asia yang memiliki jalan kereta api, setelah India.



KRL pertama di Indonesia

Tanggal 10 April 1869 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen (SS) dan membangun lintasan Batavia-Bogor. Tanggal 16 Mei April 1878, perusahaan negara ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, dan 20 Juli 1879 membuka jalur Bangil-Malang.

Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api.Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1 Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar (Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada 25 Juli 1886.

Jalur SS dari timur dibangun hingga mencapai Surakarta, bertemu dengan jalur NIS. Pada 1888 jalur SS dari Barat pun dibangun sampai Cilacap. Jaringan rel dari Jakarta ke Surabaya pun menjadi utuh pada tahun 1894 dengan selesainya petak Maos-Cibatu.

Saat itu, perjalanan antara Jakarta-Surabaya memerlukan waktu 32,5 jam. Hal ini terjadi karena kereta api tidak berjalan di malam hari, serta adanya perbedaan lebar lintasan (gauge break) antara Yogyakarta sampai Surakarta. Meskipun lama, saat itu ini merupakan kemajuan besar, menggantikan transportasi tradisional dengan kuda yang membutuhkan waktu 2 minggu.

Lalu bagaimana cikal bakal jalur KRL di Jabotabek? Lintas Batavia-Buitenzorg (Jakarta-Bogor) dibangun oleh NIS, dan dibuka pada 31 Januari 1973. Kemudian, jalur ini pun dijual kepada SS pada tahun 1913. Pada 1925, jalur KRL pertama di Hindia Belanda pun dibuka dengan elektrifikasi lintas Bogor-Jakarta dengan tegangan 1500V (DC).

Jakarta-Surabaya: Saat Perjalanan Semakin Cepat



Brosur Promosi Nacht Express, layanan KA ekspres Jakarta-Surabaya.

Pada 1894, perjalanan antara Jakarta-Surabaya ditempuh dalam waktu 32,5 jam. SS kemudian membuka jalur baru antara Purwakarta-Padalarang-Bandung pada 2 Mei 1906, yang berhasil mengurangi waktu perjalanan menjadi 23 jam.

Jalur SS ini masih dianggap terlalu lama, sehingga SS kembali membangun lintas Cirebon-Kroya. Jalur ini dibuka pada 1 Januari 1917, sekaligus menghindari terjalnya lintas selatan ini. Pada 1918, kereta api pun diizinkan untuk berjalan pada malam hari, dan lama perjalanan Jakarta-Surabaya pun berkurang menjadi 17 jam.

Di tahun 1914, Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij(SCS) meningkatkan kapasitas lintas antara petak Cirebon-Semarang. Ini dimanfaatkan oleh SS, yang kini dapat menggunakannya juga untuk mengangkut penumpang, setelah sebelumnya jalur SCS ini hanya dipakai untuk kereta pengangkut gula saja.


Lokomotif uap C1218 yang digunakan untuk melayani KA Eendaagsche Express, lok tercepat di masanya dengan kecepatan operasi 75 km/jam.

Pada 1929, rel baru di petak Yogyakarta-Surakarta pun dibangun oleh SS. Jalur baru ini semakin mempersingkat waktu perjalanan, dan saat itu perjalanan Jakarta-Surabaya dapat ditempuh dalam waktu 13,5 jam. Pada 1939, Eendaagsche Express mencetak rekor perjalanan dengan waktu tempuh 11 jam 27 menit antara Jakarta-Surabaya.

Saat itu, ada dua perjalanan yang melayani koridor Jakarta-Surabaya. Ada Eendaagsche Express yang berjalan pada siang hari, dan Nacht Express yang berjalan pada malam hari. Nacht Express diluncurkan pada 1 November 1936, bagi mereka yang menginginkan kenyamanan bepergian pada malam hari.

Di lintas Jakarta-Bandung, SS mengoperasikan Vlugge Vier. Sebelumnya, perjalanan Jakarta-Bandung ditempuh dalam waktu 3 jam 40 menit. Pada 1934, perjalanan ditempuh dalam 2 jam 45 menit, dan kemudian dengan lama 2 jam 30 menit saja. Bandingkan dengan KA jaman sekarang (Parahyangan dan Argo Gede membutuhkan waktu 3 jam untuk perjalanan Jakarta-Bandung).




Jaman Penjajahan Jepang

Pada 1942, pasukan Jepang berhasil menduduki Hindia Belanda dalam waktu 2 minggu. Hal ini menyebabkan penggabungan seluruh jawatan kereta api di Jawa di bawah pemerintahan militer (Rikuyu Kyoku). Di Sumatera, ada 3 sistem yang mengatur perkeretaapian di Sumatera, yakni
Kita Sumatora Tetsudo (Sumatera Utara dan Aceh), Seibu Sumatora Tetsudo (Sumatera Barat) and Nanbu Sumatora Tetsudo (Sumatera Selatan).

Pemerintah Jepang menghapus semua jalur standard gauge (1435mm), menjadikan semuanya dengan lebar sepur 1067mm. Lokomotif dan rel kereta yang ada di Indonesia dibawa dan dipakai di luar negeri, seperti di Malaysia, Thailand, Manchuria, dan Birma. Romusha dipaksa membangun jalan kereta api di petak Saketi-Bayah (Banten) dan Muaro-Pekanbaru (di Riau), yang menelan banyak korban jiwa. Banyak lokomotif tua yang tidak terurus, serta banyak pegawai jawatan kereta api yang dikirim ke luar negeri untuk mengoperasikan sistem kereta api di Birma dan Thailand (dan tidak pernah kembali).

Kemerdekaan Indonesia: Jasa Kereta Api dalam Perjuangan Kemerdekaan



Pada 17 Agustus 1945, Indonesia pun merdeka. Serikat pegawai jawatan kereta api saat itu (Angkatan Muda Kereta Api) berhasil memaksa nasionalisasi sistem kereta api dari Jepang ke tangan bumiputera. Maka, berdirilah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).

Saat Belanda kembali (dan mencoba menguasai) Indonesia, Belanda mendirikan Staatsspoorwegen/Verenigd Spoorwegbedrijf (SS/VS) yang mengurus perkeretaapian di Jawa saat itu. Selain Sumatera, ia mengurus semua jalur di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan.

Kereta api sangat berjasa, ketika pada 3 Februari 1945, sebuah KLB (kereta luar biasa) diberangkatkan dari Jakarta menuju Yogyakarta, yang berhasil membawa rombongan Presiden Ir. Soekarno dan Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta keluar dari Jakarta dengan aman dan selamat. Kereta api juga berjasa membantu perjuangan, dengan mengangkut bahan persenjataan dan pejuang kemerdekaan saat itu. Jalur kereta api pun menjadi garis demarkasi wilayah Indonesia dan Belanda saat perjanjian Renville berlaku.

Selama Perang Kemerdekaan, layanan kereta api tetap berjalan. Sebagian dikelola oleh DKARI, dan sebagian lagi dikelola oleh SS/VS. DKARI mengelola jalur antara Malang, Yogyakarta, dan Cisurupan, serta semua jalur yang berada di wilayah Republik. Sementara SS/VS mengontrol jalur di wilayah Belanda. Meski demikian, sering terjadi gangguan dan sabotase antara DKARI dan SS/VS, dan umumnya jalur SS/VS yang sering menjadi sasaran sabotase.


Setelah Kemerdekaan


Lok C2716. Foto diambil tahun 1963.

Sarana kereta api Indonesia berada dalam kondisi memprihatinkan. Banyak sarana dan prasarana yang hancur akibat perang, dan harus diperbaiki. DKA pun memesan lokomotif untuk melakukan peremajaan. Dekade 1950-1960an merupakan “masa perjuangan” sebab DKA harus bertahan dengan banyak jalur yang merugi, dan kurangnya sarana dan prasarana, itu pun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Meski demikian, era 1950an menjadi penting dengan datangnya lokomotif diesel. Pada 1957-1967 sekitar 250 lokomotif diesel beroperasi, dan menggantikan berbagai lok uap yang banyak beroperasi di lintasan utama. Di tahun 1963, DKA berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA).
Kisruh politik di tahun 60-an cukup menggangu operasional kereta api. Sebagian pegawai mengadakan mogok dan sabotase. Setelah pemberontakan komunis gagal, mereka ini pun dipecat.

Dekade 1970-1990-an dan era PJKA

Pada 1971, PNKA meluncurkan layanan KA Parahyangan, setelah sebelumnya ada 1967 PNKA meluncurkan KA Bima. Di tahun 1973, PNKA pun berevolusi menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).

Di era ini, banyak jalur yang dimatikan. Proses dieselisasi semua lokomotif berhasil diselesaikan pada pertengahan 1980-an, dan membantu PJKA. Meski demikian, masalah lama masih menghantui, yakni penumpang yang tidak membayar dan kereta-kereta yang sudah tua masih menjadi masalah utama.

Di tahun 1991, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Di era 1990-an, Perumka meluncurkan berbagai layanan kereta kelas eksekutif dan eksis (eksekutif-bisnis), dengan konsep subsidi silang. Penghasilan dari KA non subsidi ini digunakan untuk menyubsidi kereta kelas ekonomi, yang selalu merugi karena pendapatan tidak pernah mencukupi untuk menutupi biaya operasional.

Salah satu hal yang dilakukan di masa ini adalah peluncuran kereta kelas Argo. Di tahun 1995, Perumka meluncurkan 2 layanan KA Argo, yakni Argo Gede (Jakarta – Bandung) dan Argo Bromo (Jakarta – Surabaya Ps Turi). Dengan KA Argo Bromo, perjalanan Jakarta-Surabaya dengan lintas utara ditempuh dalam 9,5 jam. Selain itu, bersamaan dengan pengoperasian kereta kelas Argo, Perumka mengoperasikan lokomotif generasi baru, yakni seri CC203 yang lebih bertenaga.

Manajemen baru ini dipimpin oleh Soemino Ekasapoetro. Pada 1994, Perumka berhasil mencetak keuntungan pertamanya setelah kemerdekaan, sebesar 3,88 miliar rupiah. Keuntungan ini meningkat di tahun 1997, menjadi 23,2 miliar rupiah.

Krisis 1997 membawa dua sisi bagi Perumka. Di satu sisi, Perumka mendapatkan keuntungan yang signifikan dengan melambungnya tarif penerbangan, yang menyebabkan penumpang beralih ke kereta api. Namun di sisi lain, hal ini menyebabkan upaya Perumka melakukan peremajaan armada terhambat karena harganya yang meningkat signifikan.

Di tahun 1999, Perumka kembali berubah menjadi PT Kereta Api (Persero), atau cukup disingkat PTKA.

2000-2010, Kereta Api Menghadapi Perubahan Jaman


KRL eks Toei seri 6000 yang datang ke Indonesia pada awal 2000-an. Pelopor operasi layanan KRL modern di Indonesia.

Di awal operasionalnya, masalah klasik masih menghantui PTKA. Penumpang yang tidak membayar, serta layanan kereta yang buruk masih menjadi masalah. Namun, di tahun 2000 mengawali sejarah baru kereta api di abad ke 21.

Kasus yang menarik adalah di lintas Bogor-Jakarta. Pada 2000, PTKA (Divisi Jabotabek) mendapatkan 72 unit Kereta Rel Listrik (KRL) eks-Jepang. Di tahun-tahun berikutnya, PTKA terus menambah armada, dan memperbaiki pelayanan KRL Jabotabek. Di tahun 2007, Divisi Jabotabek mengoperasikan layanan KRL ekonomi dengan pendingin udara, yang pertama di Indonesia.

Pembenahan kereta komuter juga mulai diperhatikan. KA Prameks (Prambanan Ekspres) mendapatkan armada baru yaitu Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE). “Prameks Holec” namanya, sebab menggunakan kereta rekondisi KRL Holec yang dahulu beroperasi di Jakarta. Prameks Holec ini menjadikan Prameks sebagai ikon KA komuter tersukses kedua di luar KRL Jabodetabek. Selain Yogyakarta, daerah Bandung pun mendapat armada KRDE yang digunakan untuk layanan Baraya Geulis (Padalarang-Cicalengka) dan Rencang Geulis (Padalarang-Cibatu).




KRDI Banyubiru/Joglosemar di stasiun Solo Balapan.

Selain Prameks, PTKA juga melakukan peremajaan dengan menambah Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI), yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan KA komuter yang selama ini dianggap bobrok dan tidak layak. Tercatat sejumlah layanan yang mendapatkan KA komuter ini seperti Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang), Blora Jaya, Kaligung (Semarang-Tegal), Arek Surokerto, dan Madiun Jaya. Tidak hanya di Jawa, di Sumatera pun PTKA mendapatkan KRDI seperti Si Minung (Divre III Sumatera Selatan) dan Ruwa Jurai (Divre I Sumatera Utara).

Rute Bandung-Jakarta mengalami efek yang signifikan setelah tol Cipularang dioperasikan pada 2005. Okupansi KA Parahyangan dan Argo Gede menurun hingga 70 persen. Hal ini menyebabkan PTKA terpaksa melikuidasi KA Parahyangan pada 27 April 2010, setelah pengoperasiannya membuat PTKA merugi 35 miliar.

PTKA pun harus memulai dekade 2010 dengan persaingan yang semakin berat, baik dari transportasi udara maupun dari jalan tol.
Sumber: kaorinusantara.web.id


Daftar Stasiun Kereta Api Tertua dan Bersejarah Di Indonesia. 

Bangunan Stasiun Kereta Api bersejarah di Indonesia pada jaman Belanda, setasiun tertua yang masih beroperasi ataupun sudah menjadi gudang. Mengetahui 10 Stasiun Kereta Api tertua di Indonesia hingga saat ini.

Berikut 10 Stasiun Kereta Api tertua Di Indonesia :

1. Stasiun Semarang Gudang / Tambaksari (1864)
Stasiun Tambaksari Semarang
Stasiun Semarang Gudang / Tambaksari (1864)

Stasiun ini dibangun pada tanggal 16 Juni 1864 yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal Baron Sloet van de Beele. Untuk pengoperasian rute ini, pemerintah Belanda menunjuk Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), salah satu markas NIS yang sekarang dikenal sebagai Gedung Lawang Sewu. Dan tepatnya pada 10 Agustus 1867 sebuah kereta meluncur untuk pertama kalinya di stasiun ini.


2. Stasiun Semarang Tawang (1868)
Stasiun Tawang Semarang
Stasiun Semarang Tawang

Stasiun Semarang Tawang (kode SMT) adalah stasiun induk di Tanjung Mas, Semarang Utara, Semarang yang melayani kereta api eksekutif dan bisnis. Kereta api ekonomi tidak singgah di stasiun ini. Stasiun ini merupakan stasiun kereta api besar tertua di Indonesia setelah Semarang Gudang dan diresmikan pada tanggal 19 Juli 1868 untuk jalur Semarang Tawang ke Tanggung. Jalur ini menggunakan lebar 1435 mm. Pada tahun 1873 jalur ini diperpanjang hingga Stasiun Solo Balapan dan melanjut hingga Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta.


3. Stasiun Lempuyangan (1872)
Stasiun Lempuyangan
Stasiun Lempuyangan

Stasiun Lempuyangan (kode: LPN, +114 m dpl) adalah stasiun kereta api yang terletak di Kota Yogyakarta, berjarak sekitar 1 km di sebelah timur dari stasiun utama di kota ini, yaitu Stasiun Yogyakarta. Stasiun yang didirikan pada tanggal 2 Maret 1872 ini melayani pemberhentian semua KA ekonomi yang melintasi Yogyakarta. Stasiun Lempuyangan beserta dengan rel yang membujur dari barat ke timur merupakan perbatasan antara Kecamatan Gondokusuman di utara dan Danurejan di selatan.


4. Stasiun Ambarawa (1873)
Stasiun Ambarawa
Stasiun Ambarawa (1873)

Museum Kereta Api Ambarawa adalah sebuah stasiun kereta api yang sekarang dialihfungsikan menjadi sebuah museum di Ambarawa, Jawa Tengah yang memiliki kelengkapan kereta api yang pernah berjaya pada zamannya. Salah satu kereta api uap dengan lokomotif nomor B 2502 dan B 2503 buatan Maschinenfabriek Esslingen sampai sekarang masih dapat menjalankan aktivitas sebagai kereta api wisata. Kereta api uap bergerigi ini sangat unik dan merupakan salah satu dari tiga yang masih tersisa di dunia. Dua di antaranya ada di Swiss dan India. Selain koleksi-koleksi unik tadi, masih dapat disaksikan berbagai macam jenis lokomotif uap dari seri B, C, D hingga jenis CC yang paling besar (CC 5029, Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik) di halaman museum.


5. Stasiun Kedungjati (1873)
Stasiun Kedungjati
Stasiun Kedungjati (1873)

Stasiun Kedungjati (KEJ) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Kedungjati, Kedungjati, Grobogan. Stasiun yang terletak pada ketinggian +36 m dpl ini berada di Daerah Operasi 4 Semarang. Stasiun Kedungjati diresmikan pada bulan 21 Mei 1873. Arsitektur stasiun ini serupa dengan Stasiun Willem I di Ambarawa, bahkan dulu beroperasi jalur KA dari Kedungjati ke Ambarawa, yang sudah tidak beroperasi pada tahun 1976. Pada tahun 1907, Stasiun Kedungjati yang tadinya dibangun dari kayu diubah ke bata berplester dengan peron berkonstruksi baja dengan atap dari seng setinggi 14,65 cm.


6. Stasiun Solo Balapan (1873)
Stasiun Balapan Solo
Stasiun Balapan Solo sekarang


 
 Stasiun Balapan 1873

Stasiun Solo Balapan (kode: SLO, +93m) adalah stasiun induk di Kestalan dan Gilingan, Banjarsari, Surakarta yang menghubungkan Kota Bandung, Jakarta, Surabaya, serta Semarang. Stasiun ini didirikan oleh jaringan kereta api masa kolonial NIS pada abad ke-19 (tepatnya 1873).


7. Stasiun Purwosari (1875)
Stasiun Purwosari
Stasiun Purwosari (1875)

Stasiun Purwosari (PWS) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Jl. Slamet Riyadi No. 502, Purwosari, Lawiyan, Surakarta. Stasiun yang terletak pada ketinggian +98 m dpl ini berada di Daerah Operasi 6 Yogyakarta.
Stasiun Purwosari dibangun pada tahun 1875, dan merupakan stasiun tertua di Surakarta. Pembangunannya ditangani oleh NISM. Stasiun Purwosari berada di wilayah Mangkunegaran.


8. Stasiun Surabaya Kota (1878)
Stasiun Surabaya Kota
Stasiun Surabaya Kota (1878)

Stasiun Surabaya Kota (SB) yang populer dengan nama Stasiun Semut terletak di Bongkaran, Pabean Cantikan, Surabaya. Letaknya sebelah utara Stasiun Surabaya Gubeng dan juga merupakan stasiun tujuan terakhir di kota Surabaya dari jalur kereta api selatan pulau Jawa yang menghubungkan Surabaya dengan Yogyakarta dan Bandung serta Jakarta. Stasiun lain yang juga penting di Surabaya adalah Stasiun Pasar Turi yang menghubungkan Surabaya dengan Semarang. Baru dalam masa kemerdekaan, Jawatan Kereta Api mengadakan layanan kereta api antara Jakarta dan Surabaya Pasar Turi melalui Semarang.
Berdasarkan sejarahnya, Stasiun Surabaya Kota dibangun ketika jalur kereta api Surabaya-Malang dan Pasuruan mulai dirintis sekitar tahun 1870. Tujuannya untuk mengangkut hasil bumi dan perkebunan dari daerah pedalaman Jatim, khususnya dari Malang, ke Pelabuhan Tanjung Perak yang juga mulai dibangun sekitar tahun itu. Gedung ini diresmikan pada tanggal 16 Mei 1878. Dengan meningkatnya penggunaan kereta api, pada tanggal 11 Nopember 1911, bangunan stasiun ini mengalami perluasan hingga ke bentuknya yang sekarang ini.


9. Stasiun Malang Kotalama (1879)
Stasiun Malang Kotalama
Stasiun Malang Kotalama (1879)

Stasiun Malang Kotalama (MLK) merupakan stasiun kereta api yang terletak di Kecamatan Sukun, Malang. Stasiun yang berada pada ketinggian +429 m dpl ini berada di Daerah Operasi 8 Surabaya. Stasiun ini merupakan stasiun KA paling selatan yang berada di Kota Malang, dan tertua, dibangun pada tahun 1879. Penambahan nama “Kotalama” dimaksudkan untuk membedakan dengan Stasiun Malang Kotabaru yang dibangun belakangan.
Dari Stasiun Malang Kotalama terdapat percabangan rel yang menuju ke Dipo Pertamina.


10. Stasiun Ijo (1880)
Stasiun Ijo
Stasiun Ijo (1880)

Stasiun Ijo (IJ) adalah stasiun kereta api yang terletak di sebelah barat Stasiun Gombong. Secara administratif, stasiun ini berada di Desa Bumiagung, Kecamatan Rowokele, Kabupaten Kebumen. Selain sebagai stasiun persilangan, fungsi lainnya adalah sebagai pengontrol terowongan jalur rel (disebut Terowongan Ijo) yang berada di sisi timur stasiun ini. Pengelolaan stasiun yang terletak pada ketinggian +25 m dpl ini berada di bawah Daerah Operasi 5 Purwokerto. Stasiun yang dibangun pada pertengahan tahun 1880-an ini jarang disinggahi oleh kereta api. Stasiun berperon sisi ini memiliki tiga jalur rel.

4 komentar:

  1. Bagus, lumayan lengkap ... emm tapi darimana sumbernya nehh? emm background sangat menyusahkan membaca harus di block dulu baru bisa kebaca..

    www.banjoemas.co.cc

    BalasHapus
  2. dear sdr. miko,
    sumber kami dapatkan dari KAORI Newsline: kaorinusantara.web.id.
    mas" sich susah bacanya, mungkin tergantung pc ato netbook nya ya.
    terima kasih, semoga bermanfaat.

    BalasHapus
  3. ....2 jempol untk noenk CAHAYA...."satu usaha seorang putera bangsa yg mencintai per kereta api an di bumi Pertiwi...".Terima kasih utk noenk CAHAYA yg telah membuka jendela sejarah per kereta api an di bumi Persada ini......

    BalasHapus
  4. "....tampilkan jga donk...photo2 rangkaian kerta api nya, beserta nama, masa bhakti nya dan tujuan kereta api tsb, agar konten nya dpt melengkapi perjalanan sejarah per kereta api an di tanah air kita tercinta....., trims"

    BalasHapus