Rabu, 10 November 2010

Buya HAMKA: Ulama Pejuang, Politisi Sejati dan Pujangga Terkemuka

BUYA HAMKA adalah potret ulama kharismatik, politisi sejati dan pujangga terkemuka yang memilih berkiprah dalam perjuangan pembentukan karakter ummat dan bangsa.

Prof. Dr. HAMKA
Prof. Dr. HAMKA
Buya Hamka bukan sosok ulama istana, beliau adalah ulama pejuang yang berhasil menjadi peletak dasar kebangkitan komunitas islam modern atau kaum gedongan di Ibukota lewat icon al azhar yang pada akhirnya berhasil pula melebarkan sayap sebagai lembaga pendidikan modernis dan agamis.
Sebagai politisi buya hamka patut menjadi teladan, Pandangan dan keyakinannya senantiasa lurus – lurus saja memperjuangkan aspirasi ummat, beliau bersama tokoh-tokoh Masyumi lainnya adalah para pejuang Islam yang gigih dalam mengajukan konsep-konsep Islam, secara ilmiah dan argumentatif. Tetapi, juga konsisten dalam memegang teguh aturan main secara konstitusional. Ketika perjuangan melalui jalur partai politik terganjal, buya hamka dan para tokoh Masyumi memilih hijrah dengan menempuh jalur dakwah di masyarakat, masjid, pesantren, dan perguruan tinggi. Karena sesungguhnya dakwah adalah laksana air yang mengalir, tidak boleh berhenti, dan tidak bisa dibendung.
Sikap Istiqomah menjadi garda terdepan walau harus menghadapi tangan – tangan besi kekuasaan yang terbukti berhasil menjebloskannya ke penjara.
Penjara badaniah tak sekalipun kuasa memenjarakan kebesaran jiwa seorang hamka yang tetap merdeka, sejarah pula yang akhirnya mencatat bahwa dari dalam penjara lahir karya terbesar buya hamka yang membuatnya dikenal hingga ke mancanegara, Tafsir Al Azhar adalah satu – satunya Tafsir Al Qur’an yang ditulis oleh ulama melayu dengan gaya bahasa yang khas dan mudah dicerna.
Bukan Sekedar itu karya sastra buah penanya tak kalah hebatnya, beberapa novelnya seperti Dibawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wickj , Merantau ke Deli dan banyak karya – karya beliau ternyata tidak hanya dipublikasikan oleh penerbit nasional sekelas Balai Pustaka dan Pustaka Bulan Bintang melainkan juga diterbitkan di beberapa negara asia tenggara bahkan di release juga diberbagai situs, blog dan media informasi lainnya.
Pendek kata karya besar buya hamka saat ini telah mendunia meski ironisnya di negeri sendiri sudah jarang generasi muda yang mengenal sosoknya yang fenomenal.
Sikap Istiqomah yang dicontohkan buya hamka bisa menjadi inspirasi bagi kita, beliau bukan alumni perguruan tinggi manapun namun banyak sekali kalangan yang menuliskan di depan namanya gelar atau title Prof Dr, siapa yang bakal menyangka jika seorang yang pada awalnya belajar secara otodidak belakangan justru banyak di berikan gelar doctor honoris causa oleh banyak universitas terkemuka.
Karya – karya buya hamka terutama di bidang sastra memang telah melambungkan nama bangsa, mengharumkan nusantara hingga ke manca negara.
Simaklah petikan puisi yang dituliskannya secara khusus untuk Pak Natsir, Puisi yang ditulis Buya Hamka pada tanggal 13 November 1957 setelah mendengar uraian Pidato Natsir yang dengan tegas menawarkan kepada Sidang Konstituante agar menjadikan Islam sebagai dasar negara RI.
Kepada Saudaraku M. Natsir
Meskipun bersilang keris di leher
Berkilat pedang di hadapan matamu
Namun yang benar kau sebut juga benar
Cita Muhammad biarlah lahir
Bongkar apinya sampai bertemu
Hidangkan di atas persada nusa
Jibril berdiri sebelah kananmu
Mikail berdiri sebelah kiri
Lindungan Ilahi memberimu tenaga
Suka dan duka kita hadapi
 
Suaramu wahai Natsir, suara kaum-mu
Kemana lagi, Natsir kemana kita lagi
Ini berjuta kawan sepaham
Hidup dan mati bersama-sama
Untuk menuntut Ridha Ilahi
Dan aku pun masukkan
Dalam daftarmu …….!
Jalan Istiqomah yang dilalui dalam setiap jejak pergerakan dan perjuangan Buya Hamka untuk memajukan kaumnya merupakan rintisan yang seharusnya bisa diteruskan dari generasi ke genarasi. 

Pengenalan Tokoh

Tokoh dan Ulama Indonesia sengaja dipilih karena Faisal meyakini sosok beliau pada masa kini belum tergantikan baik keteladanannya, keilmuannya dan keistiqomahannya oleh karena itu saya menyajikan profile Almarhum Haji Abdul Malik Bin Haji Abdul Karim Amarullah atau dikenali sebagai Prof. Dr Hamka Sebagai cerminan dan suri tauladan bagi generasi muda Indonesia dan Pemimpin Negara ini sehingga Negara Kita yang rindu akan kearifan dan keluhuran Budi Pekerti Beliau dapat kita contoh dan teladani dalam kehidupan ini.

Prof. Dr. Buya Hamka, beliau berasal dari tanah Minangkabau Sumatera Barat yang mempunyai adat melayu yang kental, Setiap orang di negara ini yang pernah melihat dan mendengar kuliah agama yang disampaikan oleh tokoh ini pastinya merasai kerinduan yang mendalam terhadap nastolgia masa lampau dengan Gayanya yang tersendiri dalam berdakwah amat memukau sekali bagai magnet yang boleh menyentuh hati setiap insan yang mendengar.


Profile

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya), lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981, adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.

Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayahku, atau seseorang yang dihormati.

HAMKA (1908-1981), adalah lebih terkenal daripada nama sebenar. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 14 Muharram 1326H bersamaan 17 Februari 1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, yang tersohor dan dianggap pula pembawa reformasi Islam ( kaum muda). Menariknya pula, datuk beliau adalah ulama tarekat yang bersuluk terkenal. Tuan Kisa-i ( datuk Hamka) tetap mengamal Thariqat Naqsyabandiyah, istiqamah mengikut Mazhab Syafie. Pemahaman Islam Tuan Kisa-i sama dengan pegangan ‘Kaum Tua’, tetapi pada zaman beliau istilah ‘Kaum Tua’ dan ‘Kaum Muda’ belum tersebar luas.

Anak beliau, Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang pelopor dan termasuk tokoh besar dalam perjuangan ‘Kaum Muda’. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah menolak amalan Thariqat Naqsyabandiyah, sekali gus menolak ikatan ‘taqlid’, tetapi lebih cenderung kepada pemikiran Syeikh Muhammad Abduh. Manakala ibunya pula bernama Siti Safiyah Binti Gelanggar yang bergelar Bagindo nan Batuah. sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.

Menurut sejarahnya, bapa beliau pernah dibuang daerah oleh penjajah Belanda ke Sukabumi dalam tahun 1941 lantaran fatwa beliau yang dianggap membahayakan penjajah dan keselamatan umum. Haji Abdul Karim adalah tuan guru kepada Sheikh Haji Ahmad Jelebu[1] yang riwayat hidupnya turut disajikan dalam koleksi ini. Beliau meninggal dunia pada 21 Jun 1945.

Hamka mendapat didikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjopranoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.

Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui organisasi Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.

Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.

Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 ketika beliau menjadi anggota partai politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerilya di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, Hamka diangkat menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Sukarno karena dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mulai menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka diangkat sebagai anggota Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majelis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.

Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, Hamka menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.

Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.

Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelar Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.


Pendidikan

Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga kelas dua. Ketika usia HAMKA mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadikusumo. Masa kecilnya, seperti kanak-kanak lain beliau juga dikatakan lasak dan nakal. Ini diceritakan sendiri oleh Sheikh Haji Ahmad Jelebu bahawa Hamka pernah menyimbah air kepada penuntut lain semasa mengambil wuduk. Selepas itu beliau berguru pula kepada Sheikh Ibrahim Musa di Bukit Tinggi. Dalam tahun 1924, Hamka berhijrah ke Jawa sempat menuntut pula kepada pemimpin gerakan Islam Indonesia seperti Haji Omar Said Chakraminoto. Lain-lain gurunya ialah Haji Fakharudin, Ki Bagus, Hadi Kesumo dan iparnya sendiri Rashid Sultan Mansur.


Karya

Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padang panjang pada tahun 1929. Hamka bergiat aktif bagi menentang gejala khurafat, bidaah dan kebatinan sesat di sana. Beliau menubuhkan Madrasah Mubalighin pada 1929 dan dua berikutnya, Pak Hamka berpindah pula ke Kota Makasar, Sulawesi untuk menjadi pimpinan Muhamadiah.

Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).

Keilmuan dan ketokohan yang ada pada beliau mendorong beberapa buah universiti mengambilnya sebagai pensyarah dalam bidang agama dan falsafah. Antara universiti itu ialah Universiti Islam Jakarta, Universiti Mohamadiah Sumatera Barat, Universiti Islam Pemerintah di Jogjakarta dan Universiti Islam Makasar. Bagi mengiktiraf keilmuannya, Universiti Al Azhar, Mesir telah menganugerahkan Doktor Kehormat dalam tahun 1958 dan beliau turut menerima ijazah Doktor Persuratan UKM pada 7 Jun 1974.


Karya Buya Hamka

Keistimewaan Pak Hamka ialah kebolehannya menulis novel dan menghasilkan kitab-kitab agama yang terkenal. Berikut ialah beberapa buah buku karangan tersebut:

Khatibul Ummah, Jilid 1-3. Ditulis dalam huruf Arab.
Si Sabariah. (1928)
Pembela Islam (Tarikh Saidina Abu Bakar Shiddiq),1929.
Adat Minangkabau dan agama Islam (1929).
Ringkasan tarikh Ummat Islam (1929).
Kepentingan melakukan tabligh (1929).
Hikmat Isra’ dan Mikraj.
Arkanul Islam (1932) di Makassar.
Laila Majnun (1932) Balai Pustaka.
Majallah ‘Tentera’ (4 nomor) 1932, di Makassar.
Majallah Al-Mahdi (9 nomor) 1932 di Makassar.
Mati mengandung malu (Salinan Al-Manfaluthi) 1934.
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936) Pedoman Masyarakat,Balai Pustaka.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1937), Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
Di Dalam Lembah Kehidupan 1939, Pedoman Masyarakat, Balai Pustaka.
Merantau ke Deli (1940), Pedoman Masyarakat, Toko Buku Syarkawi.
Margaretta Gauthier (terjemahan) 1940.
Tuan Direktur 1939.
Dijemput mamaknya,1939.
Keadilan Ilahy 1939.
Tashawwuf Modern 1939.
Falsafah Hidup 1939.
Lembaga Hidup 1940.
Lembaga Budi 1940.
Majallah ‘SEMANGAT ISLAM’ (Zaman Jepun 1943).
Majallah ‘MENARA’ (Terbit di Padang Panjang), sesudah revolusi 1946.
Negara Islam (1946).
Islam dan Demokrasi,1946.
Revolusi Pikiran,1946.
Revolusi Agama,1946.
Adat Minangkabau menghadapi Revolusi,1946.
Dibantingkan ombak masyarakat,1946.
Didalam Lembah cita-cita,1946.
Sesudah naskah Renville,1947.
Pidato Pembelaan Peristiwa Tiga Maret,1947.
Menunggu Beduk berbunyi,1949 di Bukittinggi,Sedang Konperansi Meja Bundar.
Ayahku,1950 di Jakarta.
Mandi Cahaya di Tanah Suci. 1950.
Mengembara Dilembah Nyl. 1950.
Ditepi Sungai Dajlah. 1950.
Kenangan-kenangan hidup 1,autobiografi sejak lahir 1908 sampai pd tahun 1950.
Kenangan-kenangan hidup 2.
Kenangan-kenangan hidup 3.
Kenangan-kenangan hidup 4.
Sejarah Ummat Islam Jilid 1,ditulis tahun 1938 diangsur sampai 1950.
Sejarah Ummat Islam Jilid 2.
Sejarah Ummat Islam Jilid 3.
Sejarah Ummat Islam Jilid 4.
Pedoman Mubaligh Islam,Cetakan 1 1937 ; Cetakan ke 2 tahun 1950.
Pribadi,1950.
Agama dan perempuan,1939.
Muhammadiyah melalui 3 zaman,1946,di Padang Panjang.
1001 Soal Hidup (Kumpulan karangan dr Pedoman Masyarakat, dibukukan 1950).
Pelajaran Agama Islam,1956.
Perkembangan Tashawwuf dr abad ke abad,1952.
Empat bulan di Amerika,1953 Jilid 1.
Empat bulan di Amerika Jilid 2.
Pengaruh ajaran Muhammad Abduh di Indonesia (Pidato di Kairo 1958), utk Doktor Honoris Causa.
Soal jawab 1960, disalin dari karangan-karangan Majalah GEMA ISLAM.
Dari Perbendaharaan Lama, 1963 dicetak oleh M. Arbie, Medan; dan 1982 oleh Pustaka Panjimas, Jakarta.
Lembaga Hikmat,1953 oleh Bulan Bintang, Jakarta.
Islam dan Kebatinan,1972; Bulan Bintang.
Fakta dan Khayal Tuanku Rao, 1970.
Sayid Jamaluddin Al-Afhany 1965, Bulan Bintang.
Ekspansi Ideologi (Alghazwul Fikri), 1963, Bulan Bintang.
Hak Asasi Manusia dipandang dari segi Islam 1968.
Falsafah Ideologi Islam 1950(sekembali dr Mekkah).
Keadilan Sosial dalam Islam 1950 (sekembali dr Mekkah).
Cita-cita kenegaraan dalam ajaran Islam (Kuliah umum) di Universiti Keristan 1970.
Studi Islam 1973, diterbitkan oleh Panji Masyarakat.
Himpunan Khutbah-khutbah.
Urat Tunggang Pancasila.
Doa-doa Rasulullah S.A.W,1974.
Sejarah Islam di Sumatera.
Bohong di Dunia.
Muhammadiyah di Minangkabau 1975,(Menyambut Kongres Muhammadiyah di Padang).
Pandangan Hidup Muslim,1960.
Kedudukan perempuan dalam Islam,1973.
Tafsir Al-Azhar Juzu’ 1-30, ditulis pada masa beliau dipenjara oleh Sukarno.
Majalah
Kemahuan Zaman ( 1929)
Al Mahdi ( 1933)
Pendoman Masyarakat ( 1936 – 1942)
Semangat Islam ( 1944- 1948)
Menara ( 1946-1948)
Panji Masyarakat ( 1959)

Hasil tulisan beliau ini banyak memberi petunjuk dan ilham kepada para pembacanya. Malah karya-karya Almarhum Pak Hamka mampu membangkit semangat perjuangan seperti karya-karyanya dalam majalah selepas perang. Majalah Panji Masyarakat sendiri telah telah diharamkan oleh pemerintahan Sukarno dalam tahun 1960 iaitu setahun selepas penerbitannya. Bagaimanapun, majalah ini diterbitkan semula dalam pemerintahan order baru Suharto tahun 1966.

Pak Hamka pernah dipenjarakan awal tahun 1960an. Zaman pemerintahan Sukarno dan ketika kominis bermaharajalela, selain ditangkap buku-buku Almarhum ada yang dibakar. Di dalam penjara inilah, beliau melahirkan kitab Tafsir Al Azhar yang menjadi bacaan ummah sekarang. Penahanan batang tubuhnya dalam sangkar besi itu tidak dapat membunuh semangatnya untuk beribadah kepada Tuhannya.

Penyusun pernah membaca kisah riwayat Presiden Sukarno yang penuh kontroversi itu. Dinyatakan apabila bekas Presiden itu meninggal dunia, Pak Hamka telah dijemput dan dirayu supaya mengimami sholat jenazah Sukarno. Peringkat awalnya, Almarhum agak keberatan menunaikannya kerana sikap Sukarno masa hidupnya amat dipertikaikan. Namun apabila teringat tentang sifat Allah yang Maha Pengampun untuk mengampun dosa-dosa hambaNya. Buya Hamka maju juga ke hadapan untuk mengetuai sholat jenazah itu, dikatakan saat akhir hidupnya Sukarno mulai kembali kepada fitrah mengingati penciptanya.


Berdakwah

Penyusun amat bersetuju dengan pandangan bahawa Pak Hamka adalah tokoh Ulama besar dan pendakwah tersohor yang pernah dilahirkan untuk abad kedua puluh di Nusantara ini. Kewalian dan sifat karamah maknawiyah yang dimilikinya, mampu menyentuh hati dhamir ribuan insan yang mendengar kata bicaranya yang lunak dan menyegarkan. Penyusun ingin mengutip tulisan Saudara Abdul Ghani Said, penyusun buku “7 wali Melayu” bahwa Keistimewaan karamah maknawiyah antara lain ialah kata-katanya memberi kesan pada hati pendengar hingga mendorong orang membuat perubahan pada jalan kebaikan.”

Kekuatan minda dan kefasihan lidahnya untuk berdakwah dengan susun kata yang memukau jarang dimiliki oleh kebanyakan pendakwah. Kalau ada kisah tentang burung boleh berhenti terbang di udara apabila mendengar kemerduan bacaan Kitab Zabur oleh Nabi Daud A.S, maka Buya Hamka juga mempunyai magnet yang boleh meruntun jiwa pendengarnya untuk melabuhkan punggung mendengar sebentar ceramah dakwahnya. Hati yang keras bisa terlunak dan terpegun. Memang Allah memberi keistimewaan besar kepadanya iaitu senjata sulit berdakwah dengan lidahnya.

Di Negara kita, Pak Hamka sering juga berkunjung dan memenuhi undangan untuk berceramah termasuk di kaca TV hingga awal tahun 1980an. Beliau sering diundang menyertai muktamar Islam peringkat antarabangsa dan pernah berdakwah hingga ke Benua Eropah dan Amerika Syarikat. Kata Dr H. Ibnu Sutowo, hampir kesemua perjalanan hidupnya di dunia ini dimaksudkan untuk agama.


Kembali Ke Rahmatullah

Ulama istimewa ini kembali menemui Al Khaliq nya sewaktu berusia 72 tahun pada 24 Julai 1981 jam 11.10 pagi waktu Malaysia. Almarhum dipercayai mengalami serangan penyakit jantung. Penyusun berharap agar paparan kisah hidup tokoh nusantara yang agung ini dapat mengimbau kembali kenangan kita terhadap Pak Hamka yang dikasihi dan kita tidak rugi apabila mengingati orang-orang yang soleh kerana ia boleh mendatangkan rahmah. Rasulullah sendiri pernah bersabda yang bermaksud:
“ Sesungguhnya perbandingan ulama di bumi sepertilah bintang- bintang di langit yang boleh dijadikan panduan di dalam kegelapan di bumi dan di laut..”

Golongan yang cuba mengelak diri dari mendampingi ulama atau memusuhi mereka yang ikhlas untuk memandu kita di dunia ini perlulah berwaspada. Ingatlah, peringatan Allah SWT dalam Hadith Qudsi : “Barang siapa memusuhi waliKu ( ulama), maka Aku akan mengisytiharkan perang terhadapnya” ( Riwayat Al Bukhari).
Tokoh Ulama Indonesia Yang dikagumi dan disegani baik oleh kawan dan lawan

Sumber: www.rifafreedom.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar