Minggu, 07 November 2010

Gunung Ceremai

Gunung Ceremai dari arah Cigugur, Kuningan
 
Gunung Ceremai (seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat.


Vulkanologi dan geologi

G. Careme di awal abad ke-20. Foto koleksi Tropenmuseum Amsterdam.

Gunung Ceremai termasuk gunungapi Kuarter aktif, tipe A (yakni, gunung api magmatik yang masih aktif semenjak tahun 1600), dan berbentuk strato. Gunung ini merupakan gunungapi soliter, yang dipisahkan oleh Zona Sesar Cilacap – Kuningan dari kelompok gunungapi Jawa Barat bagian timur (yakni deretan Gunung Galunggung, Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Patuha hingga Gunung Tangkuban Perahu) yang terletak pada Zona Bandung.

Ceremai merupakan gunungapi generasi ketiga. Generasi pertama ialah suatu gunungapi Plistosen yang terletak di sebelah G. Ceremai, sebagai lanjutan vulkanisma Plio-Plistosen di atas batuan Tersier. Vulkanisma generasi kedua adalah Gunung Gegerhalang, yang sebelum runtuh membentuk Kaldera Gegerhalang. Dan vulkanisma generasi ketiga pada kala Holosen berupa G. Ceremai yang tumbuh di sisi utara Kaldera Gegerhalang, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 7.000 tahun yang lalu (Situmorang 1991).

Letusan G. Ceremai tercatat sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 – 7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran abu mencapai daerah seluas 52,500 km bujursangkar (Kusumadinata, 1971). Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah baratdaya G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara – barat laut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat G. Ceremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga Desa Cilimus di timur G. Ceremai.

Jalur pendakian

Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Akan tetapi yang populer dan mudah diakses adalah melalui Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab. Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Satu lagi jalur pendakian yang jarang digunakan ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam "Akar (Aktivitas Anak Rimba)" yang dapat membantu menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai pendakian Gunung Ceremai.

Keanekaragaman hayati

Vegetasi

Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ceremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan. Kini, sebagian besar hutan-hutan di bawah ketinggian … m dpl. dikelola dalam bentuk wanatani (agroforest) oleh masyarakat setempat.

Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.

Lebih jauh, berdasarkan keadaan iklim mikronya, LIPI (2001) membedakan lingkungan Ciremai atas dataran tinggi basah dan dataran tinggi kering. Sebagai contoh, hutan di wilayah Resort Cigugur (jalur Palutungan, bagian selatan gunung) termasuk beriklim mikro basah, dan di Resort Setianegara (sebelah utara jalur Linggarjati) beriklim mikro kering.

Secara umum, jalur-jalur pendakian Palutungan (di bagian selatan Gunung Ciremai), Apuy (barat), dan Linggarjati (timur) berturut-turut dari bawah ke atas akan melalui lahan-lahan pemukiman, ladang dan kebun milik penduduk, hutan tanaman pinus bercampur dengan ladang garapan dalam wilayah hutan (tumpangsari), dan terakhir hutan hujan pegunungan. Sedangkan di jalur Padabeunghar (utara) vegetasi itu ditambah dengan semak belukar yang berasosiasi dengan padang ilalang. Pada keempat jalur pendakian, hutan hujan pegunungannya dapat dibedakan lagi atas tiga tipe yaitu hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas dan vegetasi subalpin di sekitar kawah. Kecuali vegetasi subalpin yang diduga telah terganggu oleh kebakaran, hutan-hutan hujan pegunungan ini kondisinya masih relatif utuh, hijau dan menampakkan stratifikasi tajuk yang cukup jelas.

Margasatwa

Keanekaragaman satwa di Ceremai cukup tinggi. Penelitian kelompok pecinta alam Lawalata IPB di bulan April 2005 mendapatkan 12 spesies amfibia (kodok dan katak), berbagai jenis reptil seperti bunglon, cecak, kadal dan ular, lebih dari 95 spesies burung, dan lebih dari 20 spesies mamalia.
Beberapa jenis satwa itu, di antaranya:
a:
    • Bangkong bertanduk (Megophrys montana)
    • Percil Jawa (Microhyla achatina)
    • Kongkang Jangkrik (Rana nicobariensis)
    • Kongkang kolam (Rana chalconota)
    • Katak-pohon Emas (Philautus aurifasciatus)
    • Bunglon Hutan (Gonocephalus chamaeleontinus)
    • Cecak Batu (Cyrtodactylus sp.)
    • Elang Hitam (Ictinaetus malayensis)
    • Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)
    • Elang Jawa (Spizaetus bartelsi)
    • Puyuh-gonggong Jawa (Arborophila javanica)
    • Walet Gunung (Collocalia vulcanorum) [masih perlu dikonfirmasi]
    • Takur Bultok (Megalaima lineata)
    • Takur Tulung-tumpuk (Megalaima javensis)
    • Berencet Kerdil (Pnoepyga pusilla)
    • Anis Gunung (Turdus poliochepalus)
    • Tesia Jawa (Tesia superciliaris)
    • Ceret Gunung (Cettia vulcania)
    • Kipasan Ekor-merah (Rhipidura phoenicura)
    • Burung-madu Gunung (Aethopyga eximia)
    • Burung-madu Jawa (Aethopyga mystacalis)
    • Kacamata Gunung (Zosterops montanus)
  • Tenggiling (Manis javanica)
  • Tupai kekes (Tupaia javanica)
  • Kukang (Nycticebus coucang)
  • Lutung Surili (Presbytis comata)
  • Lutung Budeng (Trachypithecus auratus)
  • Ajag (Cuon alpinus)
  • Teledu Sigung (Mydaus javanensis)
  • Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis)
  • Macan Tutul (Panthera pardus)
  • Kancil (Tragulus javanicus)
  • Kijang (Muntiacus muntjak)
  • Jelarang Hitam (Ratufa bicolor)
  • Landak Jawa (Hystrix javanica)


Gunung ini berada pada posisi geografis 6°53 1/2' LS dan 108°24' BT. Diantara tiga kabupaten, Cirebon, Majalengka dan Kuningan. Tertinggi di Jawa Barat yaitu 3078m. Dipuncak gunung ini terdapat beberapa kawah, diantaranya Kawah Barat, Kawah Timut, dan Goa Walet. Air agak susah ditemukan di gunung ini, terlebih lagi jika pendakian dimulai dari Linggarjati. Sebaik anda membawa perbekalan air yang cukup untuk perjalanan anda. Dari Jakarta gunung ini bisa dicapai dengan menggunakan bus kearah Kuningan atau Cirebon. Dan dari Cirebon kita mempunyai beberapa rute pendakian. Digunung ini banyak sekali kita jumpai monyet yang kadang-kadang melopat dari dahan kedahan mengikuti para pendaki. Dimusim hujan suhu dipuncak gunung Cereme bisa mencapai 2°c.
Rute Pendakian

AKSES TRANSPORTASI
Rute Apuy
Dari Jakarta naik bus menuju Kuningan (Rp. 20.000) lalu turun di pertigaan Palimanan. Dari pertigaan Palimanan naik mobil minibus (ELF/L300) jurusan Kadipaten dan turun di terminal Kadipaten (Rp.5.000), kemudian disambung lagi dengan menumpang minibus (ELF/L300) jurusan Talaga dan turun di terminal Maja (Rp.5.000). Terakhir angkutan disambung dengan memakai kendaraan pick-up menuju Apuy dengan tarif Rp.2.500.

Alternatif lain menuju Maja
Dari perapatan Palimanan naik minibus (ELF/L300) menuju Rajagaluh dan turun di terminal Rajagaluh Rp.3.000. Dari terminal Rajagaluh dilanjutkan naik colt menuju Majalengka dan turun di Cikasong, (Rp.2.000) dan disambung dengan menyetop minibus L300 yang dari Kadipaten menuju Maja (Rp.2.000)
Bisa juga dari pertigaan Palimanan menuju Maja mencarter minibus (ELF/L300) harga tergantung tawar menawar, biasanya Rp.110.000 per satu mobil.

Rute Palutungan
Dari Jakarta naik bus menuju Cirebon atau bias juga naik kereta api, kemudian dilanjutkan dengan naik angkot menuju Cigugur. Kemudian naik Ojek ke Palutungan.

Rute Linggajati

Dari Jakarta naik bus menuju Kuningan dan turun di Pertigaan Cilimus. Kemudian dilanjutkan dengan naik angkot atau naik ojek menuju Desa Linggajati, yang hanya berjarak 4 -5 km.


JALUR PENDAKIAN DARI JALUR APUY:

Rute Apuy adalah rute yang terpendek dibanding dengan dua rute lainnya yang umum dipakai. Akan tetapi untuk pencapaian ke Desa Apuy masih terbentur masalah kendaraan yang masih menggunakan mobil pick-up sayur. Berikut ulasan mengenai jalur Apuy:

Desa Apuy
Desa ini terletak pada ketinggian 1204m dpl dan berada pada Kecamatan Argapura, desa kecil ini merupakan desa terakhir untuk pendakian Gn. Ciremai melalui rute ini. Didesa ini juga terdapat sebuah objek wisata alam berupa sebuah air terjun bertingkat dua. Air terjun ini bernama Curug Muara Jaya. Para pendaki biasanya menginap di rumah Pak Kuwu atau Pak Kepala Desa. Desa ini berada pada koordinat 06° 54’ 38.9” LS dan 108° 21’ 20.0” BT.

Desa Apuy – Pos I ( Blok Arban)
Dari Apuy ke Pos I atau yang disebut juga dengan Blok Arban ini berjarak sekitar 2 jam berjalan kaki, dengan melewati perkebunan penduduk dan banyak sekali jalan bercabang. Alternatif menuju Pos I adalah dengan mencarter mobil Pick-up L300. Di pos ini merupakan tempat untuk mendapatkan air yang terakhir. Pos ini berada pada ketinggian 1.614m dpl dan pada posisi 06° 54’ 50.3” LS dan 108° 22’ 43.4” BT.

Pos I – Pos II (Simpang Lima)
Pos I ke Pos II atau Pos Simpang Lima ini berjarak sekitar 1 jam jalan kaki. Pos ini berada pada ketinggian 1.915m dpl dan pada koordinat 06° 54’ 47.1” LS dan 108° 23’ 10.0” BT. Pos ini tidak begitu luas bisa menampung sekitar 2-3 tenda. Dan dilokasi ini ada tenda terpal yang ditinggalkan pemiliknya, kondisinya masih bagus hanya tidak dipasang sebagaimana mestinya.

Pos II – Pos III (Tegal Wasawa)
Dari Pos II ke Pos III yang dikenal juga dengan Pos Tegal Wasawa, bias ditempuh dengan waktu lebih kurang satu jam. Pos III berada pada ketinggian 2.400m dpl dan pada posisi 06° 54’ 44.1” LS dan 108° 23’ 36.1” BT. Pos ini cukup sempit dan hanya bisa menampung 2 tenda dalam posisi yang cukup rapat.

Pos III – Pos IV (Tegal Jamuju)

Dari Pos III ke Pos IV atau Tegal Jamuju ini berjarak sekitar 50 menit. Pos IV berada pada ketinggian 2.600m dpl dan pada posisi 06° 54’ 33.4” LS dan 108° 23’ 46.9” BT. Pos IV ini cukup luas dan bisa menampung 5-6 tenda.

Pos IV – Pos V (Sanghiang Rangkah)
Pos V atau Sanghiang Rangkah ini berjarak lebih kurang 1.5 jam perjalanan dari Pos IV. Pos Sanghiang Rangkah ini adalah pos yang terluas, disini juga terdapat pertigaan jalur ke Palutungan. Dari Pos V ini keadaan medan sudah terbuka. Pos ini berada pada ketinggian 2.800m dpl dan pada posisi 06° 54’ 17.9” LS dan 108° 23’ 58.7” BT. Pertigaan ke Palutungan juga bisa kita temui setelah kira-kira 30 menit pendakian dari Pos V atau pada posisi 06° 53’ 59.2” LS dan 108° 24’ 08.1” BT.

Pos V – Pos VI (Goa Walet)
Pos VI berada persis diatas Goa Walet dan kita bisa mendapatkan air di Goa Walet yang berasal dari rembesan air dari atap goa. Akan tetapi perlu diingat dimusim kemarau kadang kala airnya kering. Pos VI berada pada ketinggian 2.950m dpl dan pada posisi 06° 53’ 53.1” LS dan 108° 24’ 11.6” BT. Pos ini medannya terbuka serta cukup luas dan bisa menampung 3-4 tenda. Selain di Pos ini kita juga bisa mendirikan tenda di areal Goa Walet dan lebih terlindung dari angin.

Pos VI – Daerah Puncak.

Dari Pos VI ke daerah puncak tidak begitu jauh, kira-kira memakan waktu 30-50 menit. Tanjakan cukup curam. Sampai didaerah puncak bisa mengitari kawah dengan waktu tempuh sekita 2.5 jam. Didaerah puncak ini kita bisa menemukan tiga titik trianggulasi. Jika kita memulai kearah kiri maka titik pertama yang kita temui adalah tiang 2.866m dpl pada posisi 06° 53’ 46.6” LS dan 108° 24’ 15.3” BT yang merupakan titik tertinggi ketiga, kemudian tiang trianggulasi yang sudah rubuh ini adalah titik tertinggi yaitu 3.073m dpl yang dikenal dengan nama Sunan Cirebon terletak pada posisi 06° 53’ 35.0” LS dan 108° 24’ 24.9” BT berikutnya titik ketinggian kedua tertinggi yang dikenal juga dengan nama Sunan Mataram dengan ketinggian 3.056m dpl serta posisi 06° 53’ 40.9” LS dan 108° 24’ 42.3” BT. Tiang Sunan Mataram ini berada persis dekat jalur turun ke Linggar Jati.


JALUR PENDAKIAN LINGGAJATI

Jalur Linggajati ini sangat terjal dan kondisinya hampir bisa dibilang hancur, jika hendak melewati jalur ini, kondisi fisik dan mental harus prima, karena medan Linggajati ini sangat tidak dianjurkan untuk pemula, maupun untuk yang jarang naik gunung. Menurut penduduk setempat jumlah pos jalur ini sampai puncak adalah 28 Pos, karena pos-pos kecil atau daerah kecil yang datar juga dihitung sebagai pos. Highcamp hanya membahas pos-pos yang besar dan umum. Berikut uraian singkat mengenai jalur Linggajati.

Desa Linggajati
Desa ini berada pada ketinggian 700m dpl berada dalam ruang lingkup Kecamatan Cilimus. Titik awal pendakian berada pada akhir jalan aspal dari Desa Linggajati didekat sebuah Villa yang benama Gajah Barong. Pada posisi 06° 52’ 54.1” LS dan 108° 27’ 48.8” BT.

Linggajati – Pos I Cibunar

Linggajati – Pos I atau Cibunar ini jalan setapaknya lebar berbatu dan bisa ditempuh olah mobil bergardan ganda atau motor. Disepanjang jalur hingga pos Cibunar banyak terdapat warung, yang beroperasi pada musim pendakian tapi ada juga yang beroperasi setiap harinya. Pos Cibunar berada pada ketinggian 863m dpl dan pada posisi 06° 53’ 01.19” LS dan 108° 27’ 25.0” BT.

Pos I – Pos II Condang Amis
Pos II atau Condang Amis terdapat sebuah pondok warung yang hanya beroperasi pada musim pendakian tahun baru. Pos ini sangat luas berada pada ketinggian 1.212m dpl dan pada posisi 06° 53’ 11.5” LS dan 108° 26’ 40.5” BT. Keadaan jalan setapak dari Pos Cibunar hingga Pos Condang Amis bertanah licin dengan kemiringan 30 – 50 derajat, hutannya rapat.

Pos II – Pos III Kuburan Kuda

Pos Kuburan kuda atau Pos III ini terletak pada ketinggian 0.000m dpl dan pada posisi 06° 52’ 58.7” LS dan 108° 26’ 21.1” BT. Pos III ini cukup luas bisa menampung 3-4 tenda.

Pos II – Pos IV Pangalap

Pos IV atau disebut juga dengan Pos Pangalap terletak pada ketinggian 1.673m dpl dan pada posisi 06° 53’ 00.9” LS dan 108° 26’ 07.1” BT. Pos ini luas bisa menampung 8-10 tenda.

Pos IV – Pos V Tanjakan Seruni

Pos V atau Pos Tanjakan Seruni ini berada pada ketinggian 1.812m dpl dan pada koordinat 06° 53’ 07.5” LS dan 108° 25’ 53.4” BT. Pos ini juga cukup luas untuk mendirikan tenda.

Pos V – Pos VI Bapa Tere
Pas VI atau Pos Bapa Tere ini berada pada ketinggian 2.146m dpl dan pada koordinat 06° 53’ 21.4” LS dan 108° 25’ 39.4” BT. Pos ini cukup luas akan tetapi Banyak permukaan tersebut yang sedikit miring.

Pos VI – Pos VII Batu Lingga

Pos ini terkenal dengan sebutan tempat keramat, pada pos ini terdapat sebuah batu besar, akan tetapi sekarang sudah tidak ada. Menurut penduduk setempat batu tersebut hilang secara misterius. Pos Batu lingga ini cukup lebar dan berada pada ketinggian 2.365m dpl dan pada koordinat 06° 53’ 24.6” LS dan 108° 25’ 29.9” BT

Pos VII – Pos VIII Sangga Buana 1

Pos Sangga Buana 1 ini cukup luas, bisa menampung 3-4 tenda dan berada pada ketinggian 2.491m dan pada koordinat 06° 53’ 26.5” LS dan 108° 25’ 16.5” BT.

Pos VIII – Pos IX Sangga Buana 2
Pos IX atau Pos Sangga Buana 2 ini tidak begitu besar dan terletak pada ketinggian 2.648m dpl dan pada posisi 06° 53’ 31.2” LS dan 108° 25’ 05.7” BT.

Pos IX – Pos X Pangasinan.
Pos Pangasinan ini adalah merupakan pos yang terakhir menuju daerah puncak. Pos ini berada pada ketinggian 2.842m dpl koordinat 06° 53’ 34.7” LS dan 108° 24’ 55.5” BT. Pos ini cukup lebar dan posisinya terbuka. Permukaannya sedikit miring.


JALUR PENDAKIAN PALUTUNGAN:


Jalur Palutungan adalah jalur yang terpanjang, dan tidak begitu curam karena kondisi konturnya yang landai. Jalur ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai jalur turun. Berikut ulasan singkat mengenai jalur Palutungan:

Desa Palutungan
Desa Palutungan ini terletak pada ketinggian 1.100m dpl. Desa ini adalah awal pendakian untuk jaluir Palutungan

Palutungan – Pos I (Pos Cigowong)

Pos satu atau Pos Cigowong ini berada pada ketinggian 1.450m dpl, dan terdiri dari dua pelataran dan masing-masing pelataran terdapat bekas bangunan pos yang tinggal rangka. Disini terdapat sebuah sungai kecil dan dari sini menuju puncak berjarak sekitar 5.6 km.

Pos I – Pos II (Pos Kuta)
Pos Kuta berada pada ketinggian 1.575m dpl, cukup luas untuk mendirikan dua tenda.

Pos II – Pos III (Pos Pangguyangan Badak)
Pos III atau Pos Pangguyangan Badak ini berjarak 4.5 km. Dan berada pada ketinggian 1.800m dpl.

Pos V – Pos VI ( Pos Pasanggrahan)

Pos Pasangrahan ini cukup luas bisa menampung 3 – 4 tenda. Berada pada ketinggian 2.450m dpl serta jarak kepuncak dari pos ini sekitar 1.6 km.

Pos VI – Pos VII (Pos Sanghiang Ropoh)

Pos Sanghiang Ropoh atau Pos VII untuk jalur Palutungan ini berada pada ketinggian 2.650m dpl dan berjarak lebih kurang 1.1 km. Pos ini merupakan pos terakhir pada jalur Palutungan setelah itu jalur Palutungan akan bergabung dengan jalur dari Apuy pada tanjakan batu-batu. Selanjutnya akan bertemu dengan Goa Walet.
Perijinan

ngurusan perijinan untuk rute Apuy tidak begitu berbelit-belit. pengurusan bisa dilakukan dikantor kepala desa yang merupakan kantor PHPA juga atau jika bermalam dirumah bapak Kepala Desa kita bisa langsung mendaftar dirumah kepala desa. Biaya retribusi per orang adalah Rp.4.500,- sudah termasuk asuransi, dengan menuliskan jumlah anggota, alamat dan rencana pendakian pada buku tamu. Dan jika anda membawa radio komunikasi jangan lupa untuk meminta frekweksi yang mereka pakai.

Puncak Ceremai

Untuk perijinan rute Linggajati bisa dilakukan di Pos PPGC Linggajati. Dahulu sebelum adanya pos PPGC, para pendaki mendaftar dirumah penduduk yang merupakan juru kunci gunung ini yaitu Almarhum Pak Ahmad. Pada Pos PPGC ini para pendaki harus mendaftarkan nama dan alamatnya serta membayar asuransi perlindungan wana artha. Biaya pendaftaran Rp.3000 (update unknown) sudah termasuk asuransi. Gunung Cereme adalah gunung yang terberat untuk wilayah Jawa Barat, jadi pendaki dituntut untuk mempunyai kondisi fisik yang baik serta jangan lupa untuk membawa persedian air yang cukup. karena anda tidak akan menemukan air disepanjang jalur linggarjati ini.

Untuk perijinan rute Palutungan dilakukan didesa palutungan tepatnya di pos PPGC Perhutani yang berada diseberang jalan tempat awal pendakian. Tatacara dan biaya sama dengan rute Apuy.
Tempat Menarik

Air Terjun Curug Muara Jaya
Air terjun ini terletak persis didesa Apuy. Dan sudah dikelola dengan baik desa Apuy. Air terjun ini bertingkat dua, tingkat pertamanya setinggi 50m dan tingkat keduanya setinggi 10m. Lokasinya terletak didasar sebuah lembah hasil dari aliran sungai Muara Jaya yang berair bening dan sejuk. Selain sarana pendukung yang sudah tersedia lengkap. Dilokasi ini juga terdapat sebuah camping ground. Air terjun ini selalu ramai dikunjungi oleh wisatawan pada saat libur ataupun akhir pekan.

Jika melewati jalur Linggajati, ada banyak tempat menarik yang biusa dikunjungi, diantaranya wisata sejarah berupa bangunan bersejarah tempat berlangsungnya perjanjian Linggajati antara pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda. Selain itu juga terdapat kolam pemandian air panas. Untuk akomodasi didesa Apuy tidak ada penginapan, biasanya para pendaki menginap di rumah kepala desa. Sedang di rute Linggajati, terdapat sebuah villa penginapan persis di dekat perbatasan jalan aspal dan jalan menuju Cibunar. Villa ini bernama Villa Gajah Baron.


Sumber: wikiedia & www.piyusahabatalam.co.cu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar