Senin, 29 November 2010

Kasus Marsinah 1993

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGVw9yIjq_pnoyksF2QOUUncMWngCEcI3Uxr5jAu8soOJYxkBLtPq3iyTeLPr_Xd-usV-_zEHmBkYYv1mi05fYq40yqMyS7DQDIcSiy6KHxhZjJWW_akSJqpkEqVnOi3Ms-07nf2US0k-9/s200/marsinah.jpg

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993.

Sebelum diketemukan mayatnya tanggal 9 Mei 2002 di Dusun Jegong Kec. Wilangan Nganjuk, Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa tersebut. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain; terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo, Marsinah adalah salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Namun mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 2002.

Penemuan mayat Marsinah, telah menimbulkan tanda tanya besar apakah kematiannya terkait dengan unjuk rasa di PT. CPS atau sekedar pembunuhan biasa. Oleh karenanya, pada tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.

Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI. Dalam persidangan sampai dengan tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa"

Keterlibatan pihak Kodim Sidoarjo dalam penanganan unjuk rasa di PT. CPS dirasakan telah melampau wewenang sebagai aparat teritorial sehingga menyulut berkembangnya berbagai issue yang langsung ataupun tidak langsung telah menimbulkan sorotan masyarakat bahwa "ada keterkaitan aparat teritorial dam kasus pembunuhan Marsinah".

Kasus Pembunuhan Marsinah sampai saat ini belum pernah tuntas penyelidikannya, pelakunya masih bebas berkeliaran menghirup udara segar tanpa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Hukuman terhadap pelakunya memang tidak mungkin menghidupkan kembali Marsinah, tetapi dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap hukum.

KETERLIBATAN KOMNAS HAM DALAM UPAYA MENGUNGKAP KASUS PEMBUNUHAN MARSINAH

Setelah terjadinya kasus pembunuhan terhadap marsinah, Komnas HAM telah menerima berbagai laporan dan pengaduan. Oleh karenanya, sejak awal Komnas HAM terlibat aktif dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan Marsinah. Tercatat pada tahun 1994, Ketua Komnas HAM saat itu, Bapak Ali Said, telah mengeluarkan Surat Perintah Nomor 10/TUA/III/94. Surat Perintah itu diberikan kepada Ali Said, SH, Marzuki Darusman,SH, Prof. Dr. Baharuddin Lopa, SH, Prof. Dr. A. Hamid S. Attamimi, SH, Drs. Bambang W. Soeharto, Prof. Dr. Muladi, SH, Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Prof. Dr. Soetandyo Wignyosoebroto, MPA, Clementino Dos Reis Amaral, H.R. Djoko Soegianto, SH dan Soegiri, SH selaku Tim Pencari Fakta. Tim Pencari Fakta diperintahkan untuk segera ke Surabaya dan tempat-tempat lain yang diperlukan guna mengadakan pengecekan dan sekaligus berusaha untuk mengetahui siapa-siapa yang sebenarnya terlibat dalam kasus pembunuhan Marsinah.

Selanjutnya pada tanggal 16 Juli 1999, Tim Komnas HAM yang terdiri dari Koesparmono Irsan, Soegiri, PL. Tobing dan Sriyana bersama-sama pejabat dari Departemen Tenaga Kerja kembali melakukan kunjungan dinas ke Surabaya dengan tujuan untuk berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait di Jawa Timur dalam upaya pengungkapan kasus pembunuhan terhadap Marsinah. Kunjungan kerja ini merupakan perwujudan saran Menteri Kehakiman agar dibentuk Tim Khusus yang terdiri dari Departemen Tenaga Kerja dan Komnas Ham untuk menyelesaikan kasus Marsinah. Selain itu, Komnas HAM secara aktif telah meminta Polda Jawa Timur maupun Pomdam Jawa Timur untuk menindaklanjuti hasil temuan Polda serta menyarankan pembentukan Tim gabungan yang terdiri dari Polri, Pomdam dan kejaksaan.

Awal bulan Mei 2002, sidang pleno Komnas HAM telah memutuskan akan membuka kembali kasus Marsinah, seorang buruh PT.Catur Putra Surya di Surabaya yang dibunuh oleh sekelompok orang tak dikenal. Alasan Komnas HAM membuka kembali kasus ini adalah telah ditemukannya bukti-bukti baru yang sebelumnya tidak muncul. Oleh karena itu tanggal 20 Mei 2002 kemarin Komnas HAM telah mengirim Tim Penyelidiknya ke Surabaya yang dipimpin oleh Bambang W. Soeharto didampingi oleh Samsudin dan Nur Anwar untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

Sumber: Komnas HAM 
selokartojaya.blogspot.com

1 komentar: