Jumat, 12 November 2010

Kahlil Gibran: Cinta (I)


Lalu berkatalah Almitra, Bicaralah pada kami perihal Cinta.

Dan dia mengangkatkan kepalanya dan memandang ke arah kumpulan manusia itu, dan keheningan menguasai mereka. Dan dengan suara lantang dia berkata:

Apabila cinta menyertaimu, ikutlah ia walaupun jalan-jalannya sukar dan curam. Apabila ia mengepakkan sayapnya, engkau serahkanlah dirimu kepadanya, walaupun pedang yang tersisip pada sayapnya akan melukakan kamu.

Apabila ia berkata-kata engkau percayalah kepadanya. Walaupun suaranya akan menghancurkan mimpimu, seperti angin utara yang memusnahkan taman-taman karena sekalipun cinta memahkotakan kamu, ia juga akan mengorbankan kamu. Walaupun ia menyuburkan dahan-dahanmu, ia juga mematahkan ranting-rantingmu. Walaupun ia memanjat dahanmu yang tinggi, dan mengusap ranting-rantingmu yang gementar dalam remang cahaya matahari, ia juga turun ke akar-akarmu dan menggoncangkannya dari perut bumi.

Seperti seberkas jagung ia akan mengumpulmu, untuk dirinya membantingkanmu, sehingga engkau telanjang mengoyakkanmu, sehingga terpisah kamu dari kulitmu. Mengisarkanmu sehingga engkau menjadi putih bersih, mengulimu agar kamu mudah dibentuk dan selepas itu membakarmu di atas bara api, agar kamu menjadi sebuku roti yang diberkati untuk hidangan kenduri Tuhanmu yang suci.

Semua ini akan cinta lakukan kepadamu supaya engkau memahami rahasia hatinya dan dengan itu menjadi wangi-wangian kehidupan, tetapi seandainya di dalam ketakutanmu engkau hanya mencari kedamaian dan nikmat cinta, maka lebih baiklah engkau membalut dirimu yang telanjang itu dan beredarlah dari laman cinta yang penuh gelora, ke dunia gersang yang tidak bermusim. Di sana engkau akan ketawa, tetapi bukan tawamu. Dan engkau akan menangis, tetapi bukan dengan air matamu.

Cinta tidak memberikan apa-apa melainkan dirinya, dan tidak mengambil apa-apa melainkan daripada dirinya. Cinta tidak mengawal sesiapa, dan cinta tidak boleh dikawal sesiapa karena cinta lengkap dengan sendirinya.

Dan apabila engkau bercinta, engkau tidak seharusnya berkata “kejadian adalah hatiku,” sebaliknya berkatalah: “aku adalah kejadian”

Dan janganlah engkau berpikir, engkau boleh menentukan arus cinta karena seandainya cinta memberkatimu, ia akan menentukan arah perjalananmu.

Cinta tiada nafsu melainkan dirinya, tetapi seandainya kamu bercinta dan ada nafsu pada cintamu itu, maka biarlah yang berikut ini menjadi nafsumu;

menjadi air batu yang cair,
membentuk anak-anak sungai yang menyanyikan melodi cinta pada malam yang gelap gulita,
untuk mengenal betapa pedihnya kemesraan,
untuk merasa luka karena engkau kini mengenali cinta dan rela serta gembira melihat darah dari lukanya,
untuk bangun pada waktu fajar dengan hati yang lega dan bersyukur untuk satu hari lagi yang terisi cinta,
untuk beristirahat ketika matahari remang untuk mengingati kemanisan cinta yang tidak terberi,
untuk kembali ke rumahmu ketika air mati dengan rasa kesyukuran di dalam hati,
dan dalam tidurmu berdoalah untuk kekasihmu yang bersemadi di dalam hatimu,
dengan lagu kesyukuran pada bibirmu.

(Dari ‘Sang Nabi’)
(Khalil Gibran)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar