Selasa, 16 November 2010

Sebuah Upaya Dalam Membangun Peradaban Islam


Pendahuluan

Peradaban Islam ditinjau dari terjemahan bahasa Arab adalah al-hadharah al-islamiyah. Kata peradaban (al-hadharat, civilization) seringkali diidentikkan dengan kata kebudayaan (al-tsaqafah, culture). Meskipun sementara kalangan membedakan pengertian kedua kata tersebut, namun argumen yang mengidentikkan keduanya juga cukup kuat. Kompromi dalam masalah ini ialah bahwa pada suatu saat pembedaan itu absah dan pada saat yang lain pengidentikan juga absah. Dalam bahasa Arab, selain disebut sebagai al-hadharat, peradaban terkadang juga disebut dengan al-tamaddun. Karena itu tidaklah mengherankan apabila masyarakat madani kemudian diterjemahkan menjadi masyarakat beradab atau civil society.

 Dalam pengertiannya yang paling luas, peradaban mencakup aspek material maupun immaterial. Aspek material bisa dicontohkan oleh piramida dan patung Sphinx Mesir, istana Al-Hamra, kastil Eropa Abad Pertengahan, atau gedung WTC yang telah runtuh, sementara aspek immaterial dicontohkan oleh ajaran Islam, ajaran Budha, filsafat Yunani, Konfusianisme, Kapitalisme, atau Sosialisme.

Menurut A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban diartikan dalam dua cara: (1) proses menjadi berkeadaban, dan (2) suatu masyarakat manusia yang sudah berkembang atau maju.
 Islam memang berbeda dengan agama-agama lain. H.A.R Gibb di dalam bukunya Whiter Islam menyatakan,"islam is indeed much more than a system of theology,it is a complete civilization " (Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, Ia adalah suatu peradaban yang sempurna.)

Peradaban Islam memiliki tiga pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.    

Menurut Hamid Fahmy Zarkasyi ''Substansi peradaban Islam itu ibarat pohon (syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi, sedangkan dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit dan memberi rahmat bagi alam semesta. Akar itu adalah teologi Islam (tauhid) yang berdimensi epistemologis, lalu, berkembang menjadi tradisi pemahaman terhadap Alquran sehingga lahir intelektual Islam. Dari tradisi ini, kemudian terbentuklah komunitas sehingga melahirkan konsep keilmuan dan disiplin keilmuan Islam. Dari sini, lalu lahir sistem sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan Islam,''.


Gerakan Penerjemahan

Berbicara mengenai peradaban Islam yang telah melahirkan konsep keilmuan dan disiplin keilmuan Islam dengan teologi Islam (tauhid). Hingga akhirnya tumbuh sistem sosial, politik, ekonomi, dan kebudayaan Islam, maka hal ini tidak dapat terlepas dari usaha penerjemahan yang dilakukan intelektual Muslim pada abad keemasan Islam (Islamic Golden Age) yaitu permulaan Islam (622) hingga serangan terhadap Bagdad (1258) tepatnya pada abad ke 13.

Upaya penerjemahan besar-besaran dilakukan pada masa daulah Al-Abbasiyah. Para ilmuwan abbasiyah diutus ke daerah bizantium untuk mencari naskah-naskah yunani dalam berbagai bidang ilmu meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia. ilmu hewan, dan ilmu falak. Sedangkan perburuan manuskrip di daerah timur seperti persia dalam bidang tatanegara dan sastra. para penerjemah tidak hanya terdiri orang-orang muslim saja tetapi juga dari nasrani syria dan majusi dari persia.

Pelopor penerjemahan adalah khalifah al-mansur (Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur (712 –775). Ia  merupakan Khalifah kedua Bani Abbasiyah  yang juga membangun ibukota baghdad. Al-Mansur mempekerjakan orang-orang persia yang baru masuk islam seperti Nawbaht, ibrahim al-Fazari, dan Ali ibn Isa untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa persi dalam bidang astrologi (ilmu perbintangan) yang sangat berguna bagi kafilah dagang baik melalui darat maupun laut.

Buku tentang ketatanegaraan dan politik serta moral dalam bahasa persia diterjemahkan ke dalam bahasa arab. manuskrip Yunani, seperti karya Plato, Logika Aristoteles, Almagest karya Prolemy, Arithmetic karya Nicomachus dari Gerassa, Geometri karya Euclid juga diterjemahkan. Selain itu penerjemahkan buku Euclid yang berjudul Elements dan buku Ptolemy yang berjudul Geograpia oleh Abu'l Hasan Tsabit bin Qurra' bin Marwan al-Sabi al-Harrani, (826 – 18 Februari 901) yang biasa disebut Tsabit bin Qurrah.

Sejak upaya penerjemahan meluas kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab, sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide-ide baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :
·          Al Kindi (Abu Yusu Ya’kub bin Ishak Al Kindi).
·          Al Farabi (Abu Nashar Muhammad bin muhammad bin ‘Uzlaq bin twirkhan Al Farabi).
·          Ibnu Sina (Abdullah bin Sina).
·          Al Ghazali ( Abu Hamid Muhammad Al Gazali).
·          Ibnu Bajah ( Abu Bakar Muhammad bln Yahya).
·          Ibnu Rusyd ( Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd)
·          Ibnu Khaldun, Ibnu Haltum, Al Hazen, Ibnu Zuhr.

Selain itu, bermunculan pula pusat-pusat utama belajar, dengan perpustakaan-perpustakaan besar, yaitu di Kordova,  Palermo,  Nisyapur,  Kairo, Baghdad,  Damaskus,  dan Bukhara, mengungguli Eropa yang tenggelam dalam abad-abad  kegelapan. 


Baitul hikmah: Perpustakaan dan observatoriom

Baitul Hikmah merupakan salah satu perpustakaan yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institusi ini merupakan kelanjutan dari institusi serupa di masa imperium saana Persia yang bernama jundishapur, institusi ini diperluas penggunaannya. pada masa khalifah Harun al-rasyid, institusi ini bernama khazanah al-hikmah (khazanah kebijasanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian. 

Sejak 815 M, Al-ma`mun mengembangkan lembaga ini dengan mengubah namanya menjadi Bait al-hikmah, sebagai tempat penyimpanan buku-buku kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan ethiopa dan india.


Penutup

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa proses penerjemahan merupakan salah satu upaya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Yang pada akhirnya membangun sebuah peradaban yang Islami, yang dapat berdiri tegak selama berabad-abad lamanya. 

Dari kajian ini, diharapkan mampu menyadarkan kita akan pentingnya proses penerjemahan literatur-literatur keilmuan. Baik dari barat maupun dari Islam, Guna meningkatkan kualitas intelektual umat saat ini, dan umat yang akan datang.


Oleh: Iskandar Zulkarnaen
www.inpasonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar