Jumat, 24 Desember 2010

Benarkah Yesus Lahir 25 Desember?

Natal (Christmass) diartikan sebagai hari kelahiran Yesus. Perayaan yang diselenggarakan oleh semua orang Kristen dan juga non Kristen ini berasal dari ajaran gereja Keristen Katolik Roma. Tetapi, dari manakah mereka mendapatkan ajaran itu? Sebab Natal bukan ajaran Alkitab (Bibel) dan Yesus pun tidak pernah memerintahkan para muridnya untuk menyelenggarakannya. Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen  Katolik Roma pada abad IV ini adalah berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala (paganisme-politeisme).

Berikut beberapa dasar bahwa Natal bukanlah berasal dari ajaran Alkitab:
1.       Catholic Encyclopedia, edisi 1911, dalam judul Christmas:
Natal bukanlah upacara gereja yang pertama …melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari ini kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.”
Dalam judul Natal Day, Bapak Katolik I mengakui bahwa:
Di dalam kitab suci, tidak seorangpun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanya orang-orang kafir sajalah (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta-pora merayakan hari kelahirannya di dunia.”

2.       Encyclopedia Britannica (1946), menjelaskan:
Natal bukanlah upacara gereja abad pertama. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.”

3.       Encyclopedia Americana (1944), menjelaskan:
Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut. (Perjamuan Suci yang termaktub dalam Kitab Perjanjian Baru hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus). ….Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus mulai diresmikan pada abad IV M. Pada abad V, gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari pesta bangsa Roma yang merayakan hari kelahiran ‘Dewa Matahari’. Sebab tidak seorangpun yang mengetahui hari kelahiran Yesus.”


Yesus tidak lahir 25 Desember!
Sungguh sangat mustahil jika Yesus dilahirkan pada musim dingin. Susana kelahiran Yesus diceritakan dalam Injil Lukas 2: 11 sebagai berikut:
Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka, dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: ‘Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu berita gembira untuk seluruh bangsa.’ Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, di kota Daud.”

Tidak mungkin para ternak itu berada di padang Yudea pada bulan Desember. Sebab wilayah Yudea, setiap bulan Desember adalah musim hujan dan hawanya sangat dingin. Biasanya mereka melepas ternak mereka ke padang dan lereng-lereng gunung. dan paling lambat tanggal 15 Oktober, ternak tersebut sudah dimasukkan ke kandangnya untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil.

Demikian pula dijelaskan pada Perjanjian Lama, kitab Kidung Agung 2 dan Ezra 10: 9,13. dan dalam kitab Talmud (kitab suci agama Yahudi) dalam bab Ringan Kaki.
Jika Yesus menghendaki kita untuk mengingat-ingat dan merayakan hari kelahirannya, niscaya dia tidak akan menyembunyikan hari kelahirannya.


Proses Natal masuk ke gereja
A New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge dalam artikelnya yang berjudul Christmas menguraikan dengan jelas sbb:
Sungguh banyak tanggal perayaan yang terkait pada kepercayaan kafir Brumalia (25 Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember) dan perayaan menjelang akhir tahun serta festival menyambut kelahiran matahari baru. Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sanga tpopuler di masyarakat itu diambil Kristen…. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tata caranya. Pada pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus Kristus yang meniru agama berhala ini. Di samping itu, Kristen Mesopotamia menuding Kristen Barat telah mengadopsi model penyembahan kepada dewa Matahari.”

Perlu diingat, menjelang abad I s/d IV M, dunia dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis-politeisme. Sejak agama Kristen masih kecil hingga berkembang pesat, para pemeluknya dikejar-kejar dan disiksa oleh penguasa Romawi. Setelah Konstantin naik tahta dan kemudian memeluk agama Kristen serta menempatkan agama Kristen sejajar dengan agama kafir Roma, banyak rakyat berbondong-bondong memeluk agama Kristen.
Tetapi karena mereka sudah terbiasa merayakan hari kelahiran dewa-dewanya pada 25 Desember, mengakibatkan adat tersebut sulit dihilangkan. Perayaan ini adalah pesta-pora dengan penuh kemeriahan dan sangat disenangi oleh rakyat. Mereka tidak ingin kehilangan kegembiraan seperti itu, maka meskipun sudah memeluk agama Kristen, mereka tetap melestarikan upacara adat itu.

Di dalam A New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge juga menjelaskan bagaimana Konstantin tetap merayakan hari “Sunday” sebagai hari kelahiran Dewa Matahari (Sun: Matahari, Day: Hari; dalam bahasa Indonesia disebut Minggu). Dan juga pengaruh kepercayaan kafir Manichaeisme yang menyamakan Anak Tuhan (Yesus) identik dengan Matahari. Sehingga perayaan hari kelahiran Sun God (Dewa Matahari) yang jatuh pada 25 Desember diresmikan menjadi hari kelahiran Son of God (Anak Tuhan/Yesus).


Asal-usul Natal
Jika kita telusuri mulai dari ayat-ayat Alkitab sampai pada sejarah kepercayaan bangsa Babilonia kuno, nixcaya akan ditemukan bahwa ajaran itu berasal dari kepercayaan berhala yang dianut oleh masyarakat Babilonia di bawah raja Nimrod (Islam: Namrudz). Jelasnya, akar kepercayaan ini tumbuh setelah terjadi banjir besar di masa nabi Nuh. Nimrod adalah cucu Ham, anak nabi Nuh. Dialah yang membangun menara Babel, kota Babilonia, Ninive dan kota-kota lainnya. Dia pula orang pertama yang membangun kerajaan di dunia. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “marad” yang berarti “dia membangkang atau murtad”.
Dari catatan-catatan kuno, kita mengetahui perjalanan Nimrod ini yang mengawali pemurtadan terhadap Tuhan dan menjadi biang pembangkang di dunia. Jumlah kejahatannya amatlah banyak, diantaranya ia mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama Semiramis.
Setelah Nimrod meninggal dunia, ibu yang merangkap sebagai istri tersebut menyebarkan ajaran bahwa roh Nimrod tetap hidup selamanya, walaupun jasadnya telah mati. Dia membuk­tikan ajarannya dengan adanya pohon Evergreen yang tumbuh dan sebatang kayu yang mati, yang ditafsirkan oleh Semiramis sebagai bukti kehidupan baru bagi Nimrod yang sudah mati. Untuk mengenang hari kelahiran­nya, Nimrod selalu hadir di pohon Ev­ergreen ini dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di rant­ing-ranting pohon itu. 25 Desember itulah hari kelahiran Nimrod. Dan inilah asal usul Pohon Natal.
Melalui pengaruh dan pemujaan­nya kepada Nimrod, Semiramis dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia. Dengan berbagai julukan, akhirnya Nimrod dipuja sebagai “Anak Suci dari Sorga “. Melalui perjalanan sejarah dan pergantian generasi dan masa ke masa, dan satu bangsa ke bangsa lainnya, penyembahan berhala versi Babilonia ini berubah menjadi Mesiah Palsu yang berupa dewa Baal, anak dewa Matahari. Dalam sistem kepercayaan Babilonia ini “Ibu dan anak” (Semiramis dan Nimrod yang lahir kembali) menjadi obyek penyembahan. Ajaran Penyembahan kepada ibu dan anak ini menyebar luas sampai di luar Babilonia dengan bentuk dan nama yang berbeda-beda, sesuai dengan bahasa di negara­negara yang ditempatinya. Di Mesir dewa-dewi itu bernama Isis dan Osiris. Di Asia bemama Cybele dan Deoius. Di agama Pagan Roma disebut Fortuna dan Yupiter. Bahkan di Yunani, China, Jepang, Tibet bisa ditemukan adat pemujaan terhadap dewi Madonna, jauh sehelum Yesus Lahir.
Sampai pada abad ke-4 dan ke-5 Masehi, ketika dunia pagan (penyem­bah banyak dewa) Romawi menerima agama baru yang disebut “Kristen,” dengan membawa adat dan keper­cayaan pagan mereka yang lama. Akibatnya kepercayaan kepada Dewi Madonna, Ibu dan Anakjuga menjadi portlier, terutama di hari Natal. Di setiap musim Natal kita selalu mendengar lagu-lagu atau hymne “Silent Night” atau “Holy Night” yang sangat akrab dengan tema pemujaan terhadap Ibu dan Anak.
Kita yang sejak lahir diwarnai oleh alam budaya Babilonia, telah diajarkan untuk mengagungkan dan memuliakan semua tradisi yang berasal dari jaman jahiliyah kuno itu. Kita tidak pernah bertanya untuk mengetahui dari manakah asal usul adat seperti itu - Apakah ia berasal dari ajaran Bibel (Alkitab), ataukah ia berasal dan kepercayaan penyembah berhala yang sesat?
Kita terperanga seakan-akan tidak mau menerima kebenaran in kane­na seluruh dunia terlanjur telah melakukannya Lebih aneh lagi, sebagian besar meremehkan dan mencemooh kebenaran ini. Namun Tuhan telah berfirman kepada para utusannya yang setia:
“Katakan dengan lantang, dan jangan menghinaukan penghinaan mereka! Kumandangkan suanamu seperti tenompet. Dan tunjukkan di depan umatKu tentang kesesatan mereka’
Memang kenyataan ini sungguh sangat mengejutkan bagi mereka, meskipun ini adalah fakta sejarah dan berdasarkan kebenaran dan Bibel (Alkitab).
  

Siapa sebenarnya Santa Claus atau Sinterklas?
Santa Claus bukan ajaran yang berasal dari paganisme, tetapi juga bukan ajaran Kristen. Sinterklas adalah ciptaan seorang pastur yang bernama Santo Nicolas, hidup pada abad IV M. Hal ini dijelaskan oleh Encyclopedia Britannica, vol 19, hal 648-649 sebagai berikut:
St. Nicolas adalah seorang pastur di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang-orang Yunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember.... legenda ini berawal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga anak wanita miskin.... untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberi hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya, terkaitlah antara hari Natal dengan Santa Claus.”
Sungguh merupakan suatu kejanggalan, orang tua menghukum anaknya yang berkata bohong. Tetapi di saat menjelang natal, mereka membohongi anak-anak dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka sedang tidur.
Inikah ajaran Kristen yang mengajarkan mitos dan kebohongan kepada anak-anak. Padahal Yesus sudah mengatakan: “Janganlah menjadi saksi palsu. Dan ada cara yang menurut manusia benar, tetapi sebenarnya itu adalah jalan kamatian dan kesesatan.”
Oleh karena itu, upacara “Si Santa Tua” itu juga merupakan upacara setan. Lihat II Korintus 11: 14 sbb:
Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi itu bukanlah hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.”

(Diringkas dari Majalah MODUS VOL II No. 6/Th. II/2005 hal 24-41)

Sumber: trimaboli.multiply.com 


Bolehkah Seorang Muslim Mengucapkan Selamat Natal?

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.

Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-
Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.


Fatwa Pertama: Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)


Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali Imron [3]: 85)


Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.


Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ’santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-
Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.


Fatwa Kedua: Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka

Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.
Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?

Beliau rahimahullah menjawab:
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena Yahudi tersebut dulu ketika kecil pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam. Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.


Fatwa Ketiga: Merayakan Natal Bersama

Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.

Pertanyaan:
Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?

Jawaban:
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al Maidah [5]: 2)

Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz


Saatnya Menarik Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:
Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ’selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ
جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa’ [4]: 115).

Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.
Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.
Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.
Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘alihi wa shohbihi wa sallam.


Diselesaikan pada siang hari, di rumah mertua tercinta, Panggang-Gunung Kidul, 18 Dzulhijah 1429 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Artikel www.muslim.or.id

Sejarah Perayaan Natal

Kata Natal berasal dari bahasa Latin yang berarti lahir. Secara istilah Natal berarti upacara yang dilakukan oleh orang Kristen untuk memperingati hari kelahiran Isa Al Masih- yang mereka sebut Tuhan Yesus. Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325-354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari, yang kadang juga diperingati pada tanggal 6 Januari, 18 Oktober, 28 April atau 18 Mei. Oleh Kaisar Konstantin, tanggal 25 Desember tersebut akhirnya disahkan sebagai kelahiran Yesus. Marilah kita simak apa yang diberitakan oleh Bibel tentang kelahiran Yesus sebagaimana dalam Lukas 2;1;8 dan Matius 2:1, 10, 11 (Markus dan Yohanes tidak menuliskan kisah kelahiran Yesus).

Lukas 2:1-8:
Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang diseluruh dunia. Inilah pendaftaran pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali dinegeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-asing dikotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dan kota Nazaret di Galilea ke Yudea, kekota Daud yang bernama Betlehem, karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya yang sedang mengandung. Ketika mereka disitu tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya didalam palungan, karena tidak ada tempat bai mereka ditempat penginapan. Didaerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.

Jadi, menurut Bibel, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu sedang melaksanakan sensus penduduk (7 M = 579 Romawi). Yusuf, tunangan Maryam ibu Yesus berasal dari Betlehem, maka mereka bertugas kesana dan lahirlah Yesus Betlehem, anak sulung Maria. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari dimana gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka dipadang rumput.

Menurut Matius 2:1, 10, 11:
Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem ditanah Yudea pada zaman Herodus, datanglah orang-orang Majus dari Timur ke Yerussalem, Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersuka citalah mereka. Maka masuklah mereka kedalam rumah itu dan melihat anak itu bersama Maria, ibunya.

Jadi, menurut Matius, Yesus lahir dalam masa pemerintahan Raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM – 4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.
Cukup jelas pertentangan kedua injil tersebut (Lukas 2:1-8 dan Matius 2:1, 10, 11) dalam menjelaskan kelahiran Yesus. Namun, begitu keduanya menolak kelahiran Yesus tanggal 25 Desember. Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan bintang-bintang dilangit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang lepas bebas dipadang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiadipadang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari. Sebab jelas 25 Desember adalah musim dingin. Sedang suhu udara dikawasan Palestina pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju merupakan hal tidak mustahil. 

Yang memiliki wawasan luas, hati lapang dan hati luas dalam mencari kebenaran, ayat suci Al Qur,an telah memberikan jawaban tentang kelahiran Yesus (Isa ‘alaihissalam). “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (Maryam) bersandar pada pangkal pohon kurma, ia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai dibawahmu ( untuk minum). Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscaya pohon itu akan mengugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 23-25). 

Jadi menurut Al Qur’an, Yesus dilahirkan pada musim panas disaat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya. Untuk itu kita perlu cermati pendapat sarjana Kristen Dr. Arthus S. Peak, dalam Commentary on the Bible- seperti dikutip buku “Bible dalam Timbangan” oleh Soleh A. Nahdi (hal. 23): Yesus lahir dalam bulan Elul (bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan: Agustus-September. Sementara Uskup Barns dalam Rise of Christianity -seperti juga dikutip oleh Soleh A. Nahdi berpendapat sebagai berikut: “Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari kelahiran Yesusyang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu dimana gembal-gembala waktu malam menjaga di padang dekat Betlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak dimusim dingin disaat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak perbantahan tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 200 M.


Pada tahun berapa Yesus lahir?

Umat Kristen beranggapan bahwa Yesus dilahirkan pada tahun 1, karena penanggalan Masehi yang dirancang oleh Dionysius justru dibuat dan disesuaikan dengan tahun kelahiran Yesus. Namun Injil Lukas 2:1 (sudah dikutip sebelumnya) menyatakan Yesus lahir dalam masa Pemerintah Kaisar Agustus, jadi antara tahun 27 sebelum Masehi-14 sesudah Masehi. Sedangkan Matius 2:1 menyatakan Yesus lahir dalam masa pemerintahan raja Herodus Agung tahun 37 sebelum Masehi sampai 4 sesudah Masehi. Ternyata pemahaman yang beredar dikalangan umat Kristen tentang kelahiran Yesus dengan berita yang disampaikan oleh Injil Lukas dan Matius tidaklah menunjukkan suatu kepastian sehingga ilmuwan-ilmuwan mereka ada yang menyatakan Yesus lahir tahun 8 sebelum Masehi, tahun 6 sebelum Masehi, tahun 4 sesudah Masehi. Antara lain kita kutip buku tulisan Dr. Charles Franciss Petter, MA yang berjudul The Lost Years of Jesus Revealed hal. 19 sebagai berikut: “Pada abad ke-19 setelah terbukti dan akhirnya diakui bahwa Herodes telah mati 4 tahun sebelum Masehi dan setelah ditetapkan bahwa menurut cerita Matius 2:16, raja Herodes memerintahkan pembunuhan anak-anak dibawah umur dua tahun untuk membinasakan Yesus yang masih bayi yang katanya akan menjadi raja orang-orang Yahudi, maka jelaslah tanggal lahir Yesus harus digeser kebelakang, paling sedikit 4 tahun sebelum Masehi. Masa kini para sarjana lebih condong menggeserkan tanggal lahir Yesus 5-6 tahun kebelakang tahun Masehi. Kesulitan menentukan tanggal kelahiran Yesus, kehidupannya dan kematiannya terpaksa ditimbulkan kembali karena adanya keterangan-keterangan yang banyak terdapat dalam gulungan-gulungan Essene (yang terdapat di gua Qamran) malah soal-soal yang berhubungan dengan ketuhanannya juga harus dibangkitkan kembali.”
Jadi sampai hari inipun tidak ada kejelasan tahun berapa Yesus dilahirkan.


Asal-Usul Perayaan Natal 25 Desember

Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh atau memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan kelahirannya. Perayaan Natal baru masuk kedalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke 4 Masehi. Peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Pada abad ke-1 sampai abad ke-4 Masehi dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme. Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut Katolik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day = hari) yaitu hari kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember. Maka supaya agama Katolik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/penyembahan berhala) dengan cara menyatukan perayaan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus). Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Kemudian diputuskan: pertama, hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang Dewa Matahari yaitu sinar yang bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga, membuat patung-patung Yesus, untuk menggantikan patung Dewa Matahari.

Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke-4 Masehi, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katolik. Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar Konstantin dengan agama paganis politheisme. Konsep bahwa Tuhan itu dilahirkan seorang perawan pada tanggal 25 Desember, disalib kemudian dibangkitkan, sudah ada sejak zaman purba. Konsep agama bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan mempunyai tiga pribadi dengan mudah diterima dikalangan masyarakat Romawi karena mereka telah memiliki konsep itu sebelumnya. Mereka tinggal mengubah nama-nama dewa menjadi Yesus. Maka dengan jujur Paulus mengakui bahwa konsep tersebut hanyalah kebohongan yang sengaja dibuatnya. Perkataannya kepada jema’at di Roma: “Tetapi jika kebesaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliannya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? (Roma 3:7). Mengenai kemungkinan terjadinya pendustaan itu. Yesus telah mensinyalir lewat pesannya: “Waspadalah supaya jangan ada orang yang menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaku dan berkata Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang! (Matius 24:4-5).


Pandangan Bibel tentang upacara Natal
Untuk mengetahui pandangan Bibel tentang perayaan Natal yang diwarisi dari tradisi paganism, sebaiknya kita telaah Yeremia 10:2-4: “Beginilah firman Tuhan: “Janganlah biasakan dirimu dengan tingkah langkah bangsa-bangsa, janganlah gentar terhadap tanda-tanda dilangit, sekalipun bangsa-bangsa gentar terhadapnya. Sebab yang disegani bangsa-bangsa adalah kesia-siaan. Bukankan berhala itu pohon kayu yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindah dengan emas dan perak, orang memperkuatnya dengan paku dan palu supaya jangan goyang.” Demikianlah pandangan Bibel tentang upacara Natal, yaitu melarang orang Kristen mengikuti kebiasaan bangsa-bangsa penyembah berhala. Selanjutnya kita simak penjelasan dalam Yeremia 10:5: “Berhala itu sama dengan orang-orangan dikebun mentimun. Tidak dapat berbicara, orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Jangalah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat dan berbuat baikpun dia tidak dapat.”


Sumber-sumber Kristen yang menolak Natal
Catholic Encyclopedia, edisi 1911 tentang Christmas
“Natal bukanlah upacara gereja yang pertama…melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.”
Dalam buku yang sama, tentang “Natal Day” dinyatakan sebagai berikut:
“Didalam kitab suci tidak ada seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelengarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanyalah orang-orang kafir saja (seperti Fir’aun dan Herodes) yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya kedunia ini.”

Encyclopedia Britanica, edisi 1946 menyatakan:
“Natal bukanlah upacara gereja abad pertama, Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya, dan Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.”

Encyclopedia Americana, edisi 1944 menyatakan:
“Menurut para ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya umat Kristen hanya merayakan hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut. (Perjamuan Suci, yang termaktub dalam kitab Perjanjian Baru hanyalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus)…Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai diresmikan pada abad ke-4 M. Pada abad ke-5 M, gereja Barat memerintahkan kepada umat Kristen untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Roma yang merayakan hari “Kelahiran Dewa Matahari” sebab tidak seorang pun mengetahui hari kelahiran Yesus.”


Sumber: