Minggu, 26 Desember 2010

Gegap Gempita Suporter Timnas Indonesia

Puluhan ribu suporter Tim Nasional Indonesia saat beranjak pulang seusai menonton pertandingan putaran pertama semifinal Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Filipina di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (16/12/2010). Indonesia berhasil mengalahkan Filipina berkat gol semata wayang Christian Gonzales pada menit ke-32 babak pertama.
Puluhan ribu suporter Tim Nasional Indonesia memenuhi bangku penonton saat menyaksikan pertandingan putaran pertama semifinal Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Filipina di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (16/12/2010). Indonesia berhasil mengalahkan Filipina berkat gol semata wayang Christian Gonzales pada menit ke-32 babak pertama.
Puluhan ribu suporter Tim Nasional Indonesia saat beranjak pulang seusai menonton pertandingan putaran pertama semifinal Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Filipina di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (16/12/2010). Indonesia berhasil mengalahkan Filipina berkat gol semata wayang Christian Gonzales pada menit ke-32 babak pertama.
Pendukung timnas Indonesia meneriakkan yel-yel menyemangati saat berlaga melawan timnas Filipina dalam semifinal Piala Suzuki AFF 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (16/12/2010). Indonesia menang 1 – 0.

Kemenangan Indonesia atas Filipina pada pertandingan semifinal Piala AFF 2010 putaran pertama, tidak luput dari pemain ke-12 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) alias para pendukung tim “Garuda”. Puluhan ribu suporter tim nasional Indonesia memenuhi semua bangku duduk di stadion kebanggaan Indonesia tersebut.
Dengan membawa bendera merah putih, terompet, drum, hingga spanduk raksasa berisikan dukungan untuk Indonesia, mereka tak henti-hentinya memberi dukungan lewat nyanyian dan sorakan.

“Markus, Ferry, Kurnia, jangankan bola, angin aja gak boleh lewat,” demikian tulisan salah satu spanduk yang digantung suporter.

s

Nurdin Halid, Segeralah Turun dari Jabatanmu!

http://www.supporter-indonesia.com/wp-content/uploads/nurdinhalid.jpg


Sekilas Informasi Nurdin Halid :
Nurdin terpilih sebagai Ketua PSSI pada tahun 2003. Ia dikenal sebagai ketua PSSI yang kontroversial. Dia menjalankan organisasi dari balik terali besi penjara, mengumumkan ide menaturalisasikan pemain asing, menambah jumlah peserta Liga Indonesia tiap tahun sehingga tidak ada klub yang terdegradasi, menentang penghentian pengucuran dana APBD untuk klub, dan mengurangi sanksi Persebaya yang sebelumnya terlibat kerusuhan pertandingan secara besar-besaran (dari larangan main di kandang selama dua tahun menjadi hanya larangan sebanyak 3 kali pertandingan kandang). Sayangnya, oleh karena kekhilafannya itu, banyak pihak yang tidak mendukungnya.

Pada 16 Juli 2004, dia ditahan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan gula impor ilegal. Ia kemudian juga ditahan atas dugaan korupsi dalam distribusi minyak goreng. Hampir setahun kemudian pada tanggal 16 Juni 2005, dia dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan tersebut oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dibebaskan. Putusan ini lalu dibatalkan Mahkamah Agung pada 13 September 2007 yang memvonis Nurdin dua tahun penjara. Ia kemudian dituntut dalam kasus yang gula impor pada September 2005, namun dakwaan terhadapnya ditolak majelis hakim pada 15 Desember 2005 karena berita acara pemeriksaan (BAP) perkaranya cacat hukum. Selain kasus ini, ia juga terlibat kasus pelanggaran kepabeanan impor beras dari Vietnam dan divonis penjara dua tahun 6 bulan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 9 Agustus 2005. Tanggal 17 Agustus 2006 ia dibebaskan setelah mendapatkan remisi dari pemerintah bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Dalam pertandingan Indonesia Vs Uruguay 8 Oktober 2010 di Senayan, ia di soraki ribuan penonton “TURUNKAN NURDIN HALID”, Presiden pun tentunya mendengar kegundahan hati penggemar sepak bola Indonesia, karena beliau duduk tidak jauh dengan Nurdin Halid, tapi tetap!Nurdin seakan tidak peduli dengan teriakan tersebut, lantas ia mengatakan

Saya tahu siapa yang membayar  supporter teriak-teriak di stadion agar saya mundur dan turun dari PSSI, saya tahu orangnya,” tegasnya.

yang artinya bahwa teriakan Supporter tersebut adalah di rekayasa, dan ada aktor di balik teriakan tersebut, lantas ia pun tetap ingin bertahan di kursi PSSI sampai batas waktu yang ia “inginkan”

Dalam wawancara dengan salah satu station TV SWASTA ia mengatakan tidak kecewa terkait kekalahan telak Timnas Indonesia. Timnas akan belajar dari pengalaman tersebut, lhoe? belajar tanpa henti-hentinya ya Om?

Di luar negeri tidak ada tuntutan menurunkan Ketua Umum jika Timnas kalah, ya itu ujar Nurdin, bagaimana dengan Supporter?
 
Sebelum pertandingan tersebut Nurdin Juga sempat “Mengemis” dana RP.1,5 Triliun kepada DPR RI.

Nurdin Halid menyatakan, sepakbola hanya bisa maju jika pemerintah menyediakan dana Rp 1,4 trilyun. “Dana itu bukan untuk PSSI melainkan untuk infrastruktur sepak bola di daerah-daerah,” katanya. Dalam Wawancara di Station TV Swasta.

Teriakan agar Nurdin Halid mundur dari Ketua PSSI tidak hanya terlontar saat pertandingan Timnas Indonesia melawan Uruguay, Jumat (8/10).  sebuah media di Bandung, yakni Pikiran Rakyat mencatatkan, ada berbagai komentar yang mencemooh kinerja Nurdin Halid.

Seorang pembaca bernama Toro mengomentari permintaan Nurdin agar pemerintah menyediakan infrastruktur agar sepakbola bisa maju. Menurutnya, percuma infrastruktur bagus bila pembinaannya tidak maksimal. “Bukan cuma berpikir membangun fasilitas megah tapi kualitas pemain masih di bawah,” tulisnya.
Pembaca lain memberi komentar atas pengajuan dana PSSI sebesar Rp 1,4 trilyun. “Saya tidak akan meng approve Nurdin  karena program dan aplikasi penggunaan uang tidak transparan,” tulisnya.

Sementara itu, tulisan mencemooh paling tajam diberikan oleh seseorang bernama Aby. Menurutnya, Peran Nurdin Halid tidak berguna bagi perkembangan sepakbola di tanah air. Maka, dia meminta Nurdin mundur dari jabatannya. “Udah tau nurdin halid tidak berguna masih aja mmpin pssi. Apa susahnya sh kamu itu mengundurkn dri dr jbatan kmu skrng,” tulisnya.

Anggota Komisi X DPR RI, Dedi Gumelar, berharap KONI memiliki keberanian politik untuk melakukan intervensi kepada PSSI, sehingga bisa mengubah sistem dalam seluruh proses pembinaan olahraga tersebut di Indonesia.

“Meskipun PSSI adalah organisasi mandiri dan intervensi oleh negara terhadap organisasi tersebut melanggar aturan FIFA, tetapi itu akan lebih baik untuk perkembangan olahraga sepak bola Indonesia di masa yang akan datang,” kata Dedi Gumelar di sela uji publik RUU Cagar Budaya di Yogyakarta, Sabtu (9/10/2010).

Dedi mengatakan hal itu menanggapi kekalahan pahit tim Indonesia saat menjamu tim Uruguay dengan skor 1-7 di Stadion Gelora Bung Karno, Jumat (8/10/2010) malam.
Menurut dia, PSSI selama ini juga tidak memiliki kiprah atau prestasi yang cukup baik di FIFA, sehingga apabila nantinya federasi sepak bola internasional tersebut akan menjatuhkan sanksi kepada PSSI, maka sanksi tersebut tidak akan berpengaruh negatif untuk Indonesia.

“Saat ini, Indonesia masih sulit untuk bisa mendominasi pertandingan internasional, misalnya di SEA Games, atau Asian Games,” katanya.
Dedi bahkan menilai, apabila Indonesia mendapatkan sanksi dari FIFA, maka Indonesia justru akan memiliki banyak waktu untuk memperbaiki sistem pembinaan olahraga tersebut dan kemudian berprestasi.

“Selama ini, sistem pembinaan yang dilakukan salah. Kompetisi dilakukan hanya untuk pertandingan saja. Pembinaan harus dilakukan sejak dini, bukan menggabung-gabungkan pemain dari satu klub dengan klub lain,” katanya.

Ia mengatakan, pembinaan sejak dini tersebut sangat diperlukan, karena di Indonesia sepak bola belum menjadi sebuah budaya tetapi baru sebatas olahraga hiburan.
Pembinaan sejak dini tersebut, lanjut dia, juga sekaligus menjadi penolakan terhadap rencana naturalisasi pemain asing ke dalam tim nasional sepak bola Indonesia, meskipun pemain asing tersebut dikatakan memiliki darah Indonesia.

“Harusnya bangsa Indonesia malu dengan rencana naturalisasi itu. Penduduk di Indonesia sangat banyak, sehingga pasti ada banyak pemain yang bisa direkrut untuk menjadi pemain sepak bola di masa depan,” katanya.

Naturalisasi, lanjut dia, juga belum memberikan jaminan tentang perbaikan sepak bola di Indonesia, di samping jaminan menyangkut rasa nasionalisme pemain-pemain hasil naturalisasi tersebut. “Naturalisasi bukanlah solusi jangka panjang,” katanya.

Kami pecinta sepak bola Indonesia meminta aksi dan bukti berupa prestasi…bukan hanya sekedar janji !!
Katakan benar bila benar, katakan salah bila salah !
Dalam permainan kalah menang sudah biasa, yang penting mari saling bahu membahu untuk… Indonesia ! 
Sudahlah Nurdin Halid.. segera lepas jabatanmu, Supporter sudah Muak dengan tingkah dan beragam kegagalanmu.

Sumber: suporter-indonesia.com

Tak Dapat Tiket, Calon Penonton Teriak Turunkan Nurdin Halid

Tak Dapat Tiket Calon Penonton Teriak Turunkan Nurdin Halid

Antrean panjang penonton yang akan memasuki Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, sesaat sebelum menyaksikan pertandingan Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Filipina, Kamis (16/12/2010)

Animo masyarakat yang begitu besar untuk melihat pertandingan semi final Piala AFF Cup 2010 antara Indonesia melawan Malaysia harus menelan kekecewaan karena hari ini panitia tidak membuka loket penjualan tiket pertandingan.

Menurut Wawan seorang petugas keamanan menjelaskan bahwa puncak pembelian tiket terjadi tadi malam dan di tutup tepat pada pukul 24.00 WIB. Sedangkan hari ini tiket tidak dijual. "Sisa tiket baru dijual besok," kata Wawan saat ditemui di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Sabtu (18/12/2010).

Kini ribuan masyarakat masih bergerombol didepan ruang PSSI di GBK menunggu loket penjualan karcis dibuka. Sejak kemarin dari 12 loket yang disediakan dibuka 6 loket. "Saya tidak tahu, tetapi sepertinya sisa tiket masih ada," ujar Wawan.

Kecewa tak bisa dapat tiket hari ini, cacian pun terlontar dari mulut sporter yang berniat membeli tiket. Cibiran terhadap san Ketua PSSI Nurdin Halid pun terlontar. "Nurdin turun, Nurdin turun," ucap seorang yang akan membeli tiket dengan wajah kesal.

Meskipun sudah ada pengumuman bahwa penjualan tiket dilakukan pada tanggal 14, 16, 17 Desember 2010 merupakan waktu penjualan tiket, dan besok, Minggu (19/12/2010), penjualan sisa tiket baru dilakukan. "Besok mungkin tiket dibuka pukul 10.00 WIB," kata Wawan menjelaskan.

Lanjutnya, untuk mengantri mungkin harus menunggu dari pagi buta jika ingin kebagian tiket. "Mungkin harus pagi sekali bila ingin dapat tiket karena antrean semalam aja panjang sekali," imbuh Wawan.

Masyarakat yang ingin menonton pertandingan Indonesia melawan Filipina besok saat ini masih bertahan sambil berteriak. Minta dibuka kan pintu loket penjualan karcis. "Buka, buka, buka, buka," itulah kata-kata yang dieluh-eluhkan masyarakat yang saat ini belum mendapatkan karcis.

Sumber tribunnews.com

Suporter Demo Turunkan Nurdin Halid

Sejumlah suporter berdemo terkait kepemimpinan Nurdin Halid yang dianggap gagal memimpin PSSI, di halaman depan kantor PSSI, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (7/12/2010).

Setelah mendapatkan karangan bunga kematian, kantor PSSI yang terletak di kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) kembali mendapatkan teror jelang pertandingan Indonesia versus Thailand malam nanti. Kali ini, PSSI didemo oleh para suporter yang menginginkan Nurdin Halid turun dari jabatannya sebagai ketua umum.
Sekitar puluhan suporter yang mengatasnamakan Forum Suporter Indonesia berunjuk rasa di depan kantor PSSI. Sambil membawa spanduk berisi kecaman, mereka menuntut agar Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid turun dari jabatannya.

“Turun… Turun… Turunkan Nurdin. Turunkan Nurdin sekarang juga..,” seru salah seorang orator.

Tak berselang lama, aksi itu dibubarkan oleh pengurus PSSI. “Bubar..bubar..bubar! Apa maksud kalian demo-demo begini?” hardik Ketua Komite Wasit, Togar Manahan Nero.

Para pengunjuk rasa pun memilih mundur. Namun, mereka mengancam akan kembali dan melancarkan aksinya dengan jumlah massa yang lebih besar bila tuntutannya tidak dipenuhi.

“Dua kemenangan timnas bukan hasil dari Nurdin. Itu berkat timnas sendiri. Aksi ini bentuk dari kekecawaan kami terhadap PSSI era Nurdin Halid,” tegas salah satu perwakilan pengunjuk rasa, Revo Saputra.

Sumber: kompas.com

PSSI Sewa Suporter Bayaran?

Sweeping Penonton yang Bawa Spanduk Kecam Nurdin Halid


http://i55.tinypic.com/28c37dz.jpg


Dibalik hangar bingarnya pagelaran Piala AFF 2010 di Gelora Bung Karno ( GBK ), terselip fenomena menggiriskan. Yaitu keberadaan ratusan suporter "bayaran". Keberadaan mereka sangat mudah dikenali.

Mayoritas suporter yang benar-benar ingin mendukung timnas mereka pasti mengenakan atribut timnas Indonesia. Baik berupa syal, kaos timnas, topi merah putih dan lainnya. Tapi suporter yang ditengarai bayaran ini berseragam kaos merah berlengah hitam. Di bagian belakang bertuliskan Indonesia dan Indonesia Satu. Di lengan kiri terpasang pita kecil berwarna kuning. Rata-rata mereka juga berwajah sangar dan kurang bersimpati dengan supporter lain.

Mereka mulai nampak sekitar pukul 16.00 WIB. Ada kesan suporter "khusus" ini diinstruksikan untuk menjaga kantor PSSI dan para pengurus yang datang. Sebab dari sore hingga pertandingan usai puluhan dari mereka tak beranjak dari depan pagar kantor PSSI. 

Saat pertandingan berjalan, sebagian suporter itu menyebar ke tribun-tribun penonton. Dari informasi yang diterima Jawa Pos, mereka juga melakukan sweeping kepada para penonton yang membawa spanduk yang isinya mengecam Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Tapi kerja supporter bayaran itu tak sepenuhnya berhasil. Sebab saat laga Indonesia versus Laos berjalan, beberapa spanduk bernada kecaman kepada Nurdin masih terpasang. Teriakan "Nurdin Turun", "Nurdin Turun" juga beberapa kali masih membahana di Gelora Bung Karno (GBK) meski Timnas Indonesia menang besar.

Penasaran, Jawa Pos bertanya kepada salah satu suporter khusus itu. "Betul mas. Saya anggota (menyebut salah satu organisasi pemuda). Saya di sini ditugasi mengamankan PSSI," kata pemuda gondrong berwajah sangar di depan kantor PSSI.

Sumber: jpnn.com

Bohong, Timnas Indonesia Tak Akan Dipolitisasi!

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/12/20/1303315620X310.jpg

Banyak kalangan menilai acara audiensi dan perjamuan makan untuk timnas Indonesia yang diselenggarakan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakri, dikediamannya Senin siang (20/12) kemarin, menuai banyak praduga, bahwa tidak menutup kemungkinan Timnas Indonesia yang sedang naik daun itu akan dipolitisasi. Dengan pretensi tertentu, yakni untuk kemenangan sebuah partai. Terlebih lagi dengan pemberian bonus Rp 3 miliar dan 25 ha tanah di daerah Jonggol Jawa Barat.

Meski demikian, juru bicara dari kubu Aburizal bakri menampik praduga yang santer berkembang di masyarakat itu. Kata juru bicara dari kubu Ical, kalau Bakri akan mempolisisasi dunia olah raga ke ranah politik, terlebih untuk mendukung partai tertentu. Melihat sejarahnya saja, Abdurizal Bakri memang tokoh yang sangat berkompeten di dunia olah raga khususnya sepakbola, "Dulu Pak Ical kan pernah menjadi manajer Pelita Jaya," kata juru bicara itu.

Ihwal pemberian bonus uang, itu adalah bentuk simpati dan perhatian atas putra-putra Indoensia yang telah membawa nama bangsa dan negara. Dan katanya, untuk memompa semangat Timnas terkait dengan bakal berlangsungnya laga antara Timnas dengan Malaysia di final leg I tanggal 19 Desember mendatang.
Banyak pakar politik menilai, kemenangan dan keberadaan Timnas itu sekarang ini amat strategis, mengingat kesebelasan itu sekarang ini sudah milik orang Indonesia. Posisi ynag strategis ini tak urung menjadi incaran partai politik.

Sumber: suaramerdeka.com

Timnas Indonesia, Belum Juara Sudah Dipolitisasi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghRd-UyDynVhDzVRhoKiFL8h1mgWW-qOYapryTrJ9uE9hCWNjihqJmf_wnduwB0_jr8I5-BXHM1OnAi2RoRmGYCgV-XGOJlI_ntTHNWPg0uUnnN9cJ9vFYhlyLXIsydz-hjvJJicrxbdw/s640/Timnas-Indonesia-AFF-2010.jpg

Euforia masyarakat terhadap Timnas (Sepakbola) Indonesia benar-benar luar biasa. Jum’at lalu umpamanya, beberapa jama’ah sholat Jum’at di mesjid dekat rumah saya sibuk ngobrol tentang Gonzales, Okto, Borromeo, dsb, di tengah khotbah yang disampaikan khotib. Mau menegur, takut nanti ikut berkurang pahala. Tidak ditegur, wong cukup mengganggu. Ya sudah lah, dimaklumi saja, bagian dari euforia.

Padahal kalau dipikir-pikir, prestasi sebagai finalis sama sekali tidak istimewa. Terhitung sudah tiga kali kita masuk final, termasuk ketika ajang Piala AFF masih bernama Piala Tiger. Jadi, kegembiraan yang luar biasa itu kelihatannya lebih disebabkan oleh beberapa faktor sbb: (1) kita memang sudah pernah masuk final, tapi itu sudah lama sekali, yang terakhir sudah 6 tahun lalu, (2) adanya pemain blesteran (Irfan Bachdim) dan pemain naturalisasi (Christian Gonzales) membawa warna tersendiri dalam permainan timnas, dan (3) permainan spartan dan penuh semangat yang telah lama hilang — terakhir adalah di ajang Piala Asia, ketika timnas ditangani Ivan Kolev– ternyata muncul kembali. Itulah mengapa, apa yang dicapai oleh timnas sekarang ini menimbulkan kegembiraan yang luar biasa.

Dan dalam situasi dimana PSSI dipimpin oleh orang yang datang dari latar belakang politik (tepatnya: partai politik) tertentu, maka politisasi timnas menjadi tak terhindarkan. Pertama adalah kehadiran SBY. Kehadiran kepala negara dalam sebuah pertandingan sepakbola sebenarnya merupakan hal yang wajar, tapi kehadirannya sampai dua kali pertandingan berturut-turut yang hanya berselang dua hari, dan dalam laga yang belum mencapai partai puncak, merupakan sebuah ‘keistimewaan’ yang patut diduga diwarnai ‘udang di balik batu’.

Polanya sama dengan sebelum-sebelumnya. Setiap ada kejadian, entah menyenangkan atau pun menyedihkan, pokoknya yang menjadi perhatian masyarakat luas, di situ pula para politisi berusaha jual tampang. Minimal supaya wajahnya diingat oleh masyarakat. Apalagi kalau presiden datang, pejabat-pejabat pemerintah dan tokoh politik yang pun banyak yang ‘mendadak gila bola’..

Kedua, dan yang lebih membuat dahi berkerenyit, adalah ‘kunjungan’ para punggawa timnas ke Aburizal Bakrie. Mengapa mesti ke sana? Tidak butuh otak jenius untuk menebak bahwa itu karena Nurdin Halid (Ketuas PSSI) adalah orang Golkar, dan Bakrie adalah Ketua Umum Partai Golkar. Orang Golkar boleh lah mencoba berkelit, tapi masyarakat tidak bodoh, minimal tidak sebodoh orang-orang yang menganggap masyarakat bodoh. Kalau soal pemberian sumbangan lahan untuk tempat berlatih, tidak perlu lah Nurdin dan pengurus PSSI mengajak pemain timnas. Lebih baik para pemain konsentrasi berlatih daripada melakukan kunjungan yang tak jelas manfaatnya bagi mereka. Melihat gelagatnya, tidak tertutup kemungkinan uang bonus Rp 2.5 milyar (plus janji tambahan Rp 2.5 milyar lagi kalau juara) berasal dari kantong Bakrie.

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2010/12/20/1303315620X310.jpg

Coba perhatikan apa nasihat Bakrie kepada pemain timnas pada waktu kunjungan itu. “Jangan berkecil hati kalau dihujat..”. Lho, siapa yang dihujat? Pemain timnas malah terlalu banyak disanjung. Jelas bahwa itu bukan nasihat buat timnas, tetapi lebih sebagai curhat Bakrie (dan Nurdin Halid) yang memang sudah cukup lama menjadi sasaran hujatan masyarakat karena berbagai kasus.

Itulah mengapa Ruhut Sitompul (Partai Demokrat) segera berkomentar:”Jangan sampai Golkar bagi-bagi Kartu Anggota ke pemain timnas..”. Ruhut memang sering melontarkan pernyataan gila, tapi kali ini dia benar. Intinya adalah, Golkar jangan memanfaatkan timnas untuk kepentingan politiknya. Meskipun harus dicatat, bahwa Partai Demokrat (dan SBY) juga sebaiknya tidak melakukan hal yang sama, meskipun dengan cara yang mungkin berbeda.
Terus terang saya sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Timnas kita memang bermain baik dan sejauh ini hasilnya juga baik, tapi terlalu dini untuk dirayakan berlebihan, apalagi dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Andaikan semua itu dilakukan setelah Indonesia juara, saya pikir tidak terlalu menjadi masalah. Tapi ini kan belum. Seperti yang berulangkali disampaikan oleh Alfred Riedl, kita belum meraih apa-apa..

Semoga apa yang terjadi tidak mengganggu konsentrasi para pemain. Semoga mereka tetap trengginas dalam dua laga final melawan Malaysia (26 dan 29 Desember) nanti. Setelah berkali-kali gagal, sekarang saatnya kita juara. Selamat berjuang!
Dan sekali lagi: Timnas Yes, Nurdin No!

Sumber: kompasiana.com

Mengapa PSSI Harus Direformasi, Apa pun Hasil Timnas?

12927349981981389055
Suporter tim nasional Indonesia menurunkan bendera PSSI di depan kantor PSSI di kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (18/12/2010).

Timnas sepak Indonesia sudah separoh jalan menuju final Piala AFF 2010 setelah memukul Filipina 1-0 pada semifinal leg pertama di Jakarta, Kamis (16/12) lalu. Masih ada satu laga semifinal lagi yang harus dijalani Firman Utina dan kawan-kawan. Leg kedua kembali digelar di Jakarta, Minggu (19/12), dan banyak yang beranggapan, satu kaki timnas Indonesia telah menapak final meski skor 1-0 sebetulnya belum aman. Jika lolos ke final, itu pun belum menjadi sejarah karena itu final keempat “Merah Putih” setelah 2000, 2002, dan 2004.

Apakah dengan lolos ke final, bisa dikatakan, timnas Indonesia telah sukses? Jika ukurannya gelar juara, jelas belum. Terakhir sepak bola Indonesia juara sudah hampir dua dasawarsa silam, tepatnya pada SEA Games 1991 Jakarta. Setelah itu, timnas Indonesia hanya “nyaris juara” dan tiga tahun terakhir bahkan seperti di era kegelapan.
Tahun 2007 Indonesia kandas di penyisihan grup Piala AFF. Hal itu terulang lagi dua tahun kemudian saat tim “Merah Putih” juga terlempar di penyisihan grup SEA Games 2009, antara lain setelah kalah 0-2 dari Laos. Tahun 2010, untuk pertama kalinya sejak 1996 Indonesia juga tidak lolos ke Piala Asia.

Bukan hanya di level senior, kinerja tim junior juga mencemaskan. Timnas U-16 hasil binaan Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan memang lolos ke Piala Asia U-16. Namun, begitu timnas itu diambil-alih di bawah pembinaan PSSI, mereka amburadul dan jadi juru kunci Piala AFF U-16 di Solo, termasuk setelah kalah dari Timor Leste 0-2, September lalu.

Dengan suramnya wajah timnas selama itu, bisa dimaklumi jika insan sepak bola nasional begitu bergairah menyambut kemenangan demi kemenangan tim polesan Pelatih Alfred Riedl di Piala AFF 2010. “Indonesia hiruk-pikuk berkaitan dengan Piala ASEAN, di mana seorang rela menjual seluruh ayamnya untuk menonton laga (Filipina vs Indonesia),” begitu akun twitter majalah sepak bola Inggris “FourFourTwo” mengutip berita Reuters. 

1292735390433363677
Seperti inilah penderitaan rakyat pecinta timnas jika PSSI salah urus. Ribuan orang berdesak-desakan saat antre untuk mendapatkan kupon pembelian tiket laga semifinal leg kedua Piala Suzuki AFF 2010 antara timnas Indonesia melawan Filipina di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Sabtu (18/12/2010).



Pahlawan kesiangan di PSSI
Di tengah hasil positif timnas di Piala AFF ini, pengurus PSSI tiba-tiba tampil dengan gagahnya, seolah sambil menepuk dada dan berkoar-koar, “Inilah hasil kerja kami!” Sebagian media pun memberi panggung begitu leluasa bagi mereka untuk membusungkan dada.

Mereka diundang dan ditampilkan dalam acara-acara talkshow. Dalam talkshow di sebuah televisi, pejabat PSSI dikabarnya melontarkan pernyataan bahwa, dengan memukul Filipina 1-0 di semifinal pertama lalu, Indonesia seperti menaklukkan separoh kekuatan timnas Inggris.

Alasannya, beberapa pemain timnas Filipina adalah hasil naturalisasi dari Inggris. Pernyataan menggelikan dan logika yang serampangan! Sebagai penguasa otoritas sepak bola nasional, PSSI tidak perlu berlagak bak pahlawan kesiangan seperti itu. Apalagi, perjalanan timnas belum usai. Apakah dengan timnas lolos ke final, PSSI merasa target mereka telah terpenuhi sehingga bisa menepuk dada?

1292735672280677900
Merekalah pahlawan kita yang sebenarnya. Pemain timnas Indonesia merayakan kemenangan usai mengalahkan timnas Filipina 1-0 dalam semifinal Piala Suzuki AFF 2010 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (16/12/2010). 

Sesuai kontraknya dengan PSSI, Pelatih Alfred Riedl beberapa kali menyatakan, targetnya menangani tim “Merah Putih” di Piala AFF 2010 adalah lolos final. “Target saya adalah lolos final. Saya tidak ambil pusing dengan target lainnya,” ujar Riedl.  

Namun tidak demikian bagi publik bola nasional yang ekspektasi mereka telanjur melambung tinggi. Lolos ke final belum cukup. Jika final dijadikan ukurannya, kita sudah pernah mencapainya pada 2000, 2002, dan 2004. Timnas saat ini baru akan dikenang dalam sejarah jika mampu juara. Kurang dari itu, Riedl tak lebih hebat daripada Nandar Iskandar (2000), Ivan Kolev (2002), dan Peter Withe (2004).


Mengapa harus reformasi PSSI?

Andaikata timnas lolos ke final dan juara, adakah kredit poin untuk pengurus PSSI saat ini? Apakah itu cukup untuk membayar lunas atas era kegelapan yang mereka buat sejak 2003? Publik sepak bola nasional, seperti diperlihatkan suporter saat timnas berlaga di Piala AFF ini, tidak bisa dikibuli oleh fatamorgana sesaat.
Mereka tetap jernih melihat akar persoalan sepak bola nasional. Sepanjang perhelatan Piala AFF, suporter tak pernah bosan meneriakkan “Nurdin turun! Nurdin turun! Nurdin turun”. Dalam berbagai obrolan keseharian maupun dunia maya, tercipta kesadaran di benak publik bola: “Kami mendukung timnas, tetapi tidak untuk pengurus PSSI.”

Saya belum pernah melakukan survei, tetapi kita mungkin bisa mengatakan: mungkin tidak ada topik di portal-portal berita atau situs internet yang dipenuhi makian dan umpatan dalam komentar pembaca selain topik soal PSSI. Memang, dari dulu obrolan soal PSSI selalu mengundang polemik dan sering kontroversial. Tetapi, tidak ada yang sekontroversial kepengurusan PSSI sejak dipimpin Nurdin Halid mulai 21 Oktober 2003 hingga saat ini.

Setelah terpilih menjadi Ketua Umum PSSI, ia kerap berurusan dengan masalah hukum dan mendekam di penjara dalam kasus korupsi. Bukan hanya sekali, tetapi dua kali. Jika mengacu pada Statuta PSSI terbaru yang telah diratifikasi FIFA, aturan Pasal 35 Butir 4 berbunyi: “The members of the Executive Committee.. must not found guilty of a Criminal Offense,” Nurdin sudah lama tidak layak menjadi Ketua PSSI.

Ketua PSSI adalah Ketua Komite Eksekutif, jadi aturan itu seharusnya juga mengikat Nurdin. Tetapi, ahh.. apa masih ada gunanya berbicara aturan dengan PSSI, termasuk dengan AFC dan FIFA? Publik pun berusaha memaklumi ketika ia ingin menjabat Ketua PSSI dengan “back up” FIFA, dengan harapan ia berubah dan membawa sepak bola ke arah perbaikan.

12927362251700253845
Apakah Ketua PSSI seperti ini yang dibutuhkan sepak bola Indonesia

Namun, Nurdin tidak berubah dan masih seperti dulu. Sejak ia terpilih hingga jabatan keduanya mau habis, berbagai persoalan timnas dan kompetisi seperti tak berkesudahan. Bukan persoalan lumrah yang biasa muncul, tetapi lebih pada masalah miss-management, termasuk transparansi keuangan. Rapat-rapat Komite Eksekutif PSSI tidak pernah terpublikasikan agendanya seperti rapat gelap.

Pengelolaan dana PSSI juga tidak pernah jelas. Bahkan, sampai hari ini, mereka tidak pernah mau mengumumkan isi Statuta PSSI ke publik. Seorang rekan pernah meminta Sekjen PSSI Nugraha Besoes untuk meminjam Statuta PSSI itu, tetapi tidak diberi. Seborok-boroknya FIFA, mereka masih mau mempublikasikan statuta mereka plus laporan dana.

Begitulah, tidak akan pernah habis kita membicarakan sisi gelap kepengurusan PSSI. Bukti terbaru buruknya manajemen PSSI tercermin pada ketidakmampuan mengelola tiket laga semifinal kedua Piala AFF, Indonesia vs Filipina, yang kisruh. Dan masih banyak lagi sisi-sisi gelap lainnya.

Lantas, adakah sisi terangnya? Sering diklaim, PSSI sukses memutar kompetisi hingga masuk peringkat ke-8 Asia dan juaranya tampil di Liga Champions Asia. Namun, jangan lupa: di samping ada borok di sana-sini, menurut salah satu pejabat PT Liga Indonesia, penilaian plus AFC itu lebih didasarkan pada tingginya animo penggemar sepak bola negeri ini yang tak pernah bosan memadati stadion-stadion.

Penonton dan suporterlah yang punya andil besar mengangkat sepak bola Tanah Air, di samping pemain, pelatih dan ofisial klub-klub. Di tangan merekalah, sepak bola negeri ini bisa hidup dan semarak seperti sekarang. Bukan PSSI! Sudah saatnya seluruh insan sepak bola menyatukan langkah untuk menciptakan atmosfer sepak bola yang lebih bagus. Hanya satu jalan ke arah itu, yaitu dukung habis timnas, tetapi jangan lupa: reformasi PSSI!

 Sumber: kompasiana.com

Kecintaan Suporter vs Amburadulnya Managemen PSSI





http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2010/12/1292735390433363677.jpg

Jangan ragukan cinta publik sepakbola Indonesia pada timnasnya karena mereka bersedia melakukan banyak hal untuknya. Sayang itu tak berbalas setimpal gara-gara manajemen ticketing yang amburadul di PSSI.

Banyak fans mengeluh saat PSSI dan LOC lokal memutuskan menaikkan harga tiket babak semifinal. Kecuali tribun kategori III yang diharagai Rp 50.000, seluruh kursi di Stadion Utama Gelora Bung Karno mengalami kenaikan harga.

Namun itu tak lantas menyurutkan animo gila bola tanah air. Toh dua laga Indonesia kontra Filipina di babak semifinal selalu berhasil mengundang puluhan ribu penonton untuk menyaksikan langsung dari pinggir lapangan. Tiket sold out.

'Terjual habis' mungkin bukan kata yang tepat untuk menggambarkan penjualan tiket pertandingan Piala AFF, khususnya babak semifinal. Soalnya melihat jumlah penonton yang masuk ke dalam GBK di dua laga tersebut, muncul kecurigaan kalau jumlah penonton melebihi tiket yang disediakan.

Contoh yang paling mudah dilihat adalah terisinya tribun wartawan oleh penonton umum. Padahal area ini harusnya steril dari mereka yang bukan pekerja media. Entah bagaimana ceritanya bisa ada penonton masuk ke area tersebut. Fatalnya lagi, kondisi tersebut sudah terjadi sejak babak fase grup.

Sebelum laga semifinal, PSSI melalui Nugraha Besoes dan Joko Driyono sempat menjanjikan kalau tribun wartawan akan bebas dari invasi suporter. Faktanya tidak demikian.

Di laga kedua babak semifinal kepadatan luar biasa terjadi di dalam GBK. Yang terasa aneh adalah banyaknya penonton yang tak kebagian kursi, ini jelas janggal karena tiket yang dijual harusnya sesuai dengan jumlah tempat duduk yang tersedia. Apalagi untuk alasan keamanan PSSI sempat menyatakan kalau mereka tak akan mengisi seluruh bangku yang tersedia dalam stadion. Yang kemudian jelas terlihat adalah banyak penonton berdiri di lorong, selasar dan tangga stadion.

Seorang pembaca detiksport malah menyebut kalau ada oknum polisi yang memperbolehkan penonton masuk ke dalam stadion asal menyetor uang Rp 100.000.

Kekacauan penjualan tiket Piala AFF sesungguhnya sudah terlihat sejak awal. PSSI dan LOC lokal hanya menyediakan satu lokasi untuk penjualan tiket yang terletak di Pintu X GBK, di samping Raja Karcis yang anehnya tidak menjual melalui situsnya namun harus datang ke kantor mereka yang terketak di Manggarai. Di GBK, ratusan dan bahkan ribuan calon penonton hanya dilayani oleh dua meja, yang memaksa fans mengantri hingga berjam-jam lamanya. Dalih PSSI atas kebijakan ini adalah supaya mereka mudah dalam mengatur penjualan tiket.

Alasan tersebut justru menunjukkan buruknya manajemen tiket PSSI dan LOC untuk Piala AFF ini. Padahal mereka bisa bekerjasama menggunakan jasa agen-agen tiket dan menjualnya secara online. Penjualan secara online jelas akan mengurangi bertumpuknya calon penonton di tiketboks yang disediakan.

Puncak kekacauan penjualan tiket terjadi pada Sabtu (18/12/2010) kemarin lusa. Ketika itu PSSI menutup loket, sebuah keputusan yang membuat penonton sudah datang langsung ke GBK kecewa dan beberapa di antaranya melampiaskan dengan melakukan aksi perusakan. Otoritas sepakbola Indonesia itu beralasan bahwa penutupan loket didasari alasan bahwa mereka ingin menghindari aksi percaloan.

Jawaban yang lagi-lagi terdengar janggal karena sejak awal PSSI tidak membatasi jumlah pembelian tiket oleh perorangan. Padahal jelas itu membuka praktik percaloan.

PSSI juga plin-plan dalam hal pengalokasian tiket. Sehari sebelum leg pertama babak semifinal otoritas sepakbola di tanah air itu menyebut kalau tiket tak lagi dijual lantaran 90% sudah terjual dan sisanya digunakan sebagai kontrol keamanan. Namun pada hari pertandingan, sebanyak 4.000 tiket tambahan dilepas.

Stadion Utama Gelora Bung Karno kapasitasnya memang terbatas dan tak mungkin menampung seluruh fans yang ingin memberi dukungan buat Firman Utina dkk. Tapi sayangnya PSSI tak melakukan cara yang bijak dan tepat dalam mengkomunikasikan hal tersebut.

Padahal jika tiket dimanajemen dengan baik, fans tentunya akan mengerti. Selama ini PSSI tak pernah mengumumkan kalau tiket sebuah pertandingan sudah terjual habis, hal mana membuat ratusan dan bahkan ribuan orang terus menyerbu GBK. Saat ekspektasi untuk mendapatkan tiket dibalas dengan tidak profesionalnya manajemen, fans jelas berhak merasa sangat kecewa.

Masih 10 hari sebelum final leg kedua Piala AFF 2010 digelar di GBK. Sungguh luar biasa kalau PSSI belum bisa membenahi sistem penjualan tiket dan kembali mengecewakan suporter yang dengan penuh semangat berniat mendukung tim kebanggaannya meraih prestasi tertinggi.

"Mana mungkin bisa ngadain Piala Dunia kalau urusan tiket aja masih amburadul kayak begini," sindir seorang pengantre tiket.


Sumber: detik.com

Perjalanan Rohani Kiper Indonesia,Markus Horison


http://www.bolanews.com/thumbnail.php?file=/markus_2_idr_820320988.jpg&size=article_medium
MARKUS Horison dilahirkan di sebuah daerah bernama Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, 14 Maret 1981. Ia terlahir sebagai bungsu dari empat bersaudara pasangan Julius Rihihina dan Yenny Rosmawati. Seperti seluruh anggota keluarganya, sejak dilahirkan Markus merupakan pemeluk agama Kristen.

Pada tahun 2004, ketika berkostum PSMS Medan, Markus mendapatkan hidayah dari Allah SWT. Ketika itu, penjaga gawang yang mengawali kiprahnya di sepak bola dengan bergabung bersama SSB Brandan Putra ini memutuskan memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Muhammad Haris Maulana.

"Saya masuk Islam tanpa ada paksaan dari siapa pun. Masuk Islam merupakan keinginan saya sendiri," katanya seperti dirilis Republika Online.

Kendati baru masuk Islam ketika usianya menginjak 23 tahun, Markus sebenarnya sudah mengenal Islam sejak bocah. Sebab ibunya yang orang Aceh, terlahir dari keluarga muslim. "Ibu saya awalnya Islam. Sejak menikah, ibu berganti kepercayaan mengikuti kepercayaan ayah," tuturnya.

Diceritakan Markus, sejak kecil ia memang memiliki kedekatan dengan keluarga dari pihak ibu. Tak heran, setiap kali liburan sekolah, Markus sering menghabiskan waktunya di rumah kerabat ibunya di Aceh. Makanya, Markus kecil sudah mengenal peribadatan umat Islam, seperti salat, puasa, dan mengaji. "Waktu kecil, saya suka ikut saudara-saudara ke masjid, ikut salat, dan mengaji. Dari situlah saya mendapatkan gambaran tentang Islam," katanya.

Dalam kesehariannya sebagai pemain sepak bola, Markus juga banyak bergaul dengan para pemain yang kebanyakan beragama Islam. Tak terkecuali rekan-rekannya di PSMS. Menurut Markus, pergaulan dengan para pemain yang kebanyakan beragama Islam itu semakin mengenalkannya terhadap kehidupan seorang muslim.


http://internetlokal.files.wordpress.com/2010/06/markus-horison1.jpg



Sempat Ditentang Keluarga

KENDATI sudah memiliki nama muslim, yaitu Muhammad Haris Maulana, nama Markus Horison tetap digunakan dalam kesehariannya. Pasalnya nama ini kadung populer di pentas sepak bola nasional, jauh sebelum Markus memutuskan masuk Islam pada tahun 2004.

Karena menyangkut agama dan keyakinan, keputusan Markus menjadi mualaf mendapatkan rintangan. Orang pertama yang menentang keputusan kiper berkepala plontos ini tentu saja ayah dan ketiga kakaknya. "Awalnya tentu saja mereka merasa keberatan," ujarnya kepada Republika.

Tapi tentangan dari orang-orang terdekat yang sangat dicintainya ini tidak membuat Markus surut. Dengan segala keyakinannya, penjaga gawang yang namanya berkibar bersama PSMS Medan ini tetap pada keputusannya menjadi "manusia baru", seorang pemeluk agama Islam.

Karena keteguhan hatinya pula ayah dan ketiga kakaknya akhirnya mengerti keputusan hidup yang diambil Markus. "Pada akhirnya, mereka menyadari saya sudah cukup dewasa dan bisa menentukan jalan hidup yang saya rasa terbaik untuk saya," lanjutnya.

Markus tentu saja sangat sadar dengan berbagai risiko yang harus dihadapi atas keputusannya tersebut. Tak terkecuali menjalani berbagai ritual keagamaan sendirian, berbeda dengan seluruh anggota keluarganya. Meski awalnya diakui sangat berat, Markus akhirnya terbiasa beribadah sendiri.

Salah satu contoh terberat yang harus dilakoni Markus sendirian adalah ketika bulan suci Ramadhan tiba. Di bulan penuh hikmah itu, Markus harus bangun untuk sahur, berbuka, dan menjalankan tarawih sendirian. Begitu juga ketika merayakan hari raya Idulfitri dan Iduladha.



Belajar beribadah

Markus memutuskan untuk masuk Islam pada tahun 2004. Itu adalah tahun keduanya bersama PSMS Medan yang baru saja promosi kembali ke Divisi Utama Liga Indonesia (LI). Dalam skuad PSMS tahun 2004 yang ketika itu ditangani pelatih Sutan Harhara, sebagian besar rekannya merupakan pemeluk agama Islam.

Menurut Markus, rekan-rekannya sesama pemain PSMS berperan sangat besar dalam memberikan dukungan moral di awal-awal ia menjadi seorang mualaf. Dari sesama pemain PSMS itulah Markus belajar tata cara sejumlah peribadatan dalam Islam, seperti salat dan berpuasa. "Saya sering salat, belajar, dan bertanya hal-hal seputar Islam kepada mereka," cerita Markus kepada Republika Online.

Bersama para pemain PSMS pula, Markus menjalankan ibadah puasa wajib pertamanya di bulan Ramadan. Meski tidak ada pertandingan, kompetisi LI X/2004 belum usai. Karena itu, pada bulan Ramadan pertamanya sebagai seorang mualaf, Markus dan rekan-rekannya masih menjalani latihan cukup berat.

Bukan lantaran masih bersemangat sebagai muslim baru, Markus tidak menganggap rasa lapar dan haus sebagai halangan untuk menjalani latihan keras. Tapi, Markus sadar benar kalau puasa merupakan sebuah kewajiban yang harus tetap dilakoninya dalam kondisi seberat apa pun.

Atas kesadaran itulah, bulan puasa pertamanya menyisakan kesan tersendiri buat Markus. Sebab, meski latihan berat harus tetap dijalaninya, Markus berhasil menjalankan ibadah puasanya sebulan penuh. Tidak sekalipun ia membatalkan puasanya.

Markus sempat tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan sepanjang bulan Puasa pertamanya. Sebab, Markus mengaku, dalam kesehariannya, ia paling tidak tahan menahan lapar. "Ternyata saya bisa. Bahagianya saya," tutur Markus, mengenang bulan Puasa pertamanya.


http://media.vivanews.com/thumbs2/2008/11/27/59780_markus_horison_saat_latihan_bersama_timnas_di_sawangan_depok__300_225.jpg

Nama Muslimnya digunakan di Kancah Sepak bola


SEPERTI diceritakan di awal tulisan, setelah menjadi mualaf, Markus punya nama muslim Muhammad Haris Maulana. Meski demikian, Markus tetap menggunakan nama lamanya karena kadung dikenal banyak orang.

Tapi pada tahun 2009 atau lima tahun setelah menjadi mualaf, Markus mulai menggunakan nama muslimnya di kancah sepak bola, baik secara nasional maupun internasional. Klub pertama yang mendaftarkan Markus dengan nama M. Haris Maulana adalah Arema Indonesia dalam daftar skuadnya menuju Liga Super Indonesia (LSI) 2009/2010 pada bulan September 2009.

Di pentas internasional, nama M. Haris Maulana pertama kali muncul dalam daftar susunan pemain, ketika tim nasional Indonesia menghadapi Singapura dalam sebuah pertandingan persahabatan di Stadion Nasional Kallang, Singapura, 4 November 2009. Dalam pertandingan yang berakhir 3-1 untuk kekalahan "Merah-Putih" itu, Markus bermain selama 71 menit sebelum digantikan kiper Sriwijaya FC, Ferry Rotinsulu.

Untuk pertandingan internasional Indonesia selanjutnya, seperti dalam empat laga tersisa di babak kualifikasi Piala Asia 2011 melawan Kuwait, Oman, dan Australia, nama M. Haris Maulana terus dipakai Markus. Ketika dinobatkan sebagai salah satu nomine penjaga gawang terbaik Asia (AFC) pada bulan Oktober 2009, nama yang muncul juga M. Haris Maulana.

Meskipun demikian, penjaga gawang yang akhirnya hijarh ke Persib Bandung pada putaran kedua LSI 2009/2010 ini mengatakan, dalam kesehariannya ia tetap dipanggil Markus. "Panggilan saya tetap Markus," katanya, sesaat setelah menandatangani kontrak dengan manajemen Persib.


http://www.sumutonline.com/wp-content/uploads/2010/10/markus-horison-2.jpg


Memimpikan Bisa Menginjakkan Kaki di Tanah Suci

SEBAGAI seorang mualaf, Markus terus berusaha memperbanyak jumlah amalan ibadahnya. Bukan hanya ibadah-ibadah wajib seperti salat dan berpuasa, beberapa amalam yang hukumnya sunat pun mulai dilakoninya. Markus juga terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kualitas ibadahnya.

Selain bertanya langsung, baik kepada ahlinya maupun teman-temannya, cara lain yang dilakukan Markus untuk meningkatkan pengetahuannya tentang Islam adalah membaca buku-buku Islam. Untuk itu, Markus tidak segan-segan membeli buku bacaan, seperti buku panduan salat dan kumpulan doa.

Meskipun masih memiliki keterbatasan dalam hal membaca huruf Arab, keinginan Markus untuk belajar tak pernah surut. "Saya biasanya membaca tulisan latinnya saja, karena memang bacaan arab saya masih kurang lancar," akunya kepada Republika Online.

Selain ibadah wajib, Markus pun mulai belajar menjalankan ibadah sunat seperti puasa Senin-Kamis. Markus juga mengaku terus belajar mengaji bacaan-bacaan Alquran.

Satu hal lagi, seperti halnya umat muslim lainnya, Markus pun ternyata memimpikan bisa menginjakkan kakinya di Tanah Suci Mekah. Markus berharap, suatu saat kelak ia bisa menjalankan ibadah umrah, dan bahkan haji ke tanah suci umat Islam itu.

"Pastilah, sebagai muslim saya ingin sekali bisa menjalankan ibadah umrah ataupun haji," ujarnya.


http://lipstik.tv/photos/news/50_big.jpg



Umrah Bersama Keluarga Wakil Manajer Persib

KIPRAH Markus bersama Arema Indonesia --klub pertama yang mendaftarkan nama muslimnya-- tidak tuntas. Karena ada konflik dengan pelatih Robert Rene Alberts (Belanda), Markus terdepak dari skuad Arema. Meskipun demikian, Markus bisa terus mengibarkan namanya bersama Persib Bandung yang menampungnya di putaran kedua Liga Super Indonesia (LSI) 2009/ 2010.

Adalah hubungan baiknya dengan Manajer Persib, H. Umuh Muchtar yang membawa Markus ke Bandung. Di klub kebanggaan bobotoh ini pula kemudian Markus diperkenalkan dengan seorang pengusaha tinta bernama H. Deddy Firmansyah yang menjabat sebagai Wakil Manajer Persib.

Selain bisa terus mempertahankan eksistensinya di pentas sepak bola nasional, di Persib, Markus pun semakin banyak memiliki kesempatan belajar agama Islam. Keinginannya yang kuat untuk belajar ditunjukkan Markus dengan rajinnya ia mengikuti pengajian dan doa bersama yang selalu dilaksanakan seluruh pemain dan ofisial tim Persib setiap menjelang pertandingan. Markus bisa memperdalam pengetahuannya tentang Islam, karena dalam setiap acara pengajian dan doa bersama itu, Persib selalu menghadirkan para ustaz untuk memberikan tausiah.

Bahkan, sekitar bulan Juli 2010, Markus akhirnya bisa mewujudkan impiannya menginjakkan kaki di Tanah Suci Mekah. Ketika itu, tepatnya menjelang babak 8 Besar Piala Indonesia 2010, Markus berangkat ke Tanah Suci untuk menjalankan ibadah umrah bersama keluarga Wakil Manajer Persib.

"Meski sempat tertunda beberapa hari akibat kendala visa, waktu itu kami berlima, termasuk Markus, alhamdulillah bisa berangkat menunaikan ibadah umrah," kata Deddy.

"Selain berdoa untuk diri sendiri, di sana (Mekah, red), saya juga mendoakan kesuksesan Persib," ujar Markus sekembalinya dari Tanah Suci.

Sambil menunggu kesempatan berikutnya untuk menunaikan ibadah haji yang masih tetap diimpikannya, Markus berharap, kualitas ibadahnya semakin meningkat sekembalinya dari Tanah Suci. Amin.

Mengakhiri Masa lajangnya dengan Menikahi Kiki Amalia
Kiper Tim Nasional Indonesia Markus Haris Maulana alias Markus Horison resmi mengakhiri masa lajangnya, Sabtu (27/11). Kiper yang memperkut klub Persib Bandung itu mempersunting selebriti Kiki Amalia.

Respesi pernikahan Markus dan Kiki Amalia berlangsung di Gedung Kriya Asri, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan. Selain dihadiri rekan-rekan pemain timnas dan Persib Bandung, pernikahan Markus juga dihadiri kalangan selebritis.

Andi Darussalam Tabussala, Presiden Direktur PT Liga Indonesia bertindak sebagai wali kedua mempelai.

Tadinya, Markus yang pernah menjadi nominator pemain terbaik Asia 2009 ini berencana menikahi Kiki Amalia setelah tampil di pertandingan Piala AFF, Desember mendatang. Namun karena ada pertimbangan lain, pernikahan keduanya dilangsungkan lebih cepat

http://i.okezone.com/content/2010/07/10/49/351535/yNpcKt9XVB.jpg


Nama lengkap : Markus Horison Ririhina
Nama Muslim : Muhammad Haris
Tempat, Tanggal lahir : Pangkalan Brandan, Medan, 14 Maret 1981
Orang Tua : Ayah = Julius Ririhina
Ibu = Yenny Rosmawati (Almh)
Anak ke : 4 (bungsu) dari empat bersaudara
Tinggi Badan : 186 cm
Berat Badan : 75 Kg
Posisi : Penjaga Gawang
Klub Sekarang : PSMS Medan
Klub remaja : Diklat PPLP Sumatra Selatan (1998-2000)

Klub profesional :
- (2000-2001) : PSL Langkat
- (2001-2002) : Persiraja Banda Aceh
- (2002-2003) : PSKB Binjai
- (2003-2008) : PSMS Medan
- (2008) : Persik Kediri
- (2008-Sekarang) : PSMS Medan

Karier di Timnas: (2007-Sekarang)
Debut Timnas : Indonesia vs Korea Selatan di Piala Asia di Jakarta (0-1)

Prestasi :
- 2004 : Juara Turnamen Piala Emas Bang Yos Bersama PSMS Medan
- 2005 : Juara Turnamen Piala Emas Bang Yos Bersama PSMS Medan
- 2006 : Juara Turnamen Piala Emas Bang Yos Bersama PSMS Medan
- 2006 : Pemain Terbaik Piala Emas Bang Yos
- 2007-2008 : Penjaga Gawang Terbaik versi Liga Indonesia
- 2007-2008 : Runner Up Liga Indonesia (PSMS Medan)
- 2008 : Juara Piala Kemerdekaan 2008 melawan Libya (3-1, Libya WO)
- 2008 : Runner Up Grand Royal Challenge 2008 di Myanmar (3-1).
sumber ;persibonline dan berbagai sumber

Markus Horison ”Kupilih Islam Walau Ditentang Keluarga”


Bagi penggemar sepak bola dalam negeri, nama Markus Horison pastilah sudah tidak asing lagi. Sejak dipercaya menjadi penjaga gawang Tim Merah Putih pada babak penyisihan grup Piala Asia 2007 lalu, menggantikan Jendri Pitoy, nama Markus mulai banyak dikenal di jagad sepak bola Indonesia. Meskipun waktu itu Indonesia kalah 1-0 dari Korea Selatan, dan tersingkir dari gelaran kompetisi, tapi justru sejak itu, Markus kerap dipercaya berada di bawah mistar gawang Tim Nasional Indonesia.

Markus kecil lahir di Pangkalan Brandan, Medan, 14 Maret 1981. Hobinya bermain bola membawa ia bercita-cita untuk menjadi penjaga gawang Tim Nasional Merah Putih ketika ia menjalani karir profesionalnya suatu hari nanti. Perawakannyanya yang memang lebih tinggi dari rekan-rekan sebayanya, membuat anak bungsu dari empat bersaudara ini kerap dipercaya menjadi penjaga gawang setiap kali ia bermain bola dengan kawan-kawannya.

Menekuni hobinya bermain bola dimulai saat Markus berusia 13 tahun dengan masuk ke sekolah sepak bola, Brandan Putra. Tahun 2000, Markus yang juga memiliki hobi berenang ini memulai karir profesionalnya sebagai seorang pemain bola pada Divisi II PSKB Binjai. Setahun kemudian, karirnya merambat naik dengan mulai bermain bersama klub yang berada di Divisi I, Persiraja Banda Aceh. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 2003, Markus bergabung dengan klub asal tanah kelahirannya, PSMS Medan.

Bersama klub yang dijuluki ‘Ayam Kinantan’ ini, Markus sempat berpeluang menjadi kampiun pada Liga Indonesia 2007-2008, sebelum akhirnya dikalahkan oleh klub satu pulaunya, Sriwijaya FC. Seiring dengan permasalahan internal yang terjadi dalam tubuh PSMS Medan, menjelang masa dimulainya Liga Super Indonesia 2008-2009, Markus bersama dengan rekan-rekannya di PSMS seperti Mahyadi Panggabean, memutuskan untuk hijrah ke kesebelasan Persik Kediri.

Waktu ternyata mempertemukan kembali Markus dengan klub lama yang sempat lama dibelanya, PSMS Medan. Terjadinya krisis dalam tubuh Persik Kediri pada pertengahan musim Liga Super, membawa Markus kembali menjadi penjaga gawang PSMS selama putaran kedua kompetisi tertinggi sepak bola di Indonesia. Tidak seperti kepindahannya yang disertai oleh beberapa rekan-rekannya, kepulangan Markus ke PSMS kali ini hanya seorang diri.

Sejak menekuni kariernya sebagai pesepakbola profesional, sejumlah prestasi telah ditorehkannya, baik untuk level klub maupun pribadi. Bersama klubnya kala itu, PSMS Medan, Markus menjuarai turnamen ‘Piala Emas Bang Yos’ selama tiga tahun berturut-turut (2004, 2005, 2006). Bahkan pada akhir turnamen pada 2006, Markus memperoleh gelar sebagai ‘Pemain Terbaik’.





Mendapat Hidayah

Dibesarkan di keluarga yang semua anggotanya beragama Kristen, Markus yang merupakan anak dari pasangan Julius Ririhina, dan Yenny Rosmawati, banyak memperoleh gambaran mengenai agama Islam dari keluarga pihak ibu. ”Ibu saya awalnya Islam. Sejak menikah dengan ayah, Ibu berganti kepercayaan mengikuti kepercayaan ayah,” tutur pemilik nama lengkap Markus Horison Ririhina ini.

Menurut Markus, kedekatan, dan keakraban yang ia miliki dengan kerabat dari pihak ibu, membuat Markus sejak kecil sudah tidak asing lagi dengan hal-hal yang berbau Islam, seperti shalat, puasa, dan mengaji. ”Sejak duduk di sekolah dasar, saya sering menghabiskan liburan sekolah dengan berkunjung ke rumah saudara dari pihak ibu yang tinggal di Aceh. Dari situ, saya sering ikut mereka ke masjid. Tidak benar-benar masuk sih, tapi yah saya banyak memperoleh gambaran tentang Islam, dan shalat dari situ,” cerita ‘Penjaga Gawang Terbaik’ versi gelaran Liga Indonesia musim 2007-2008 yang lalu ini.

Pada tahun 2004, ketika ia berusia 25 tahun, Markus mendapatkan hidayah dari Allah SWT, dan akhirnya memutuskan untuk memeluk agama Islam. ”Saya memutuskan untuk masuk Islam, tanpa ada paksaan dari siapapun. Jadi, ini benar-benar keinginan saya sendiri,” tuturnya. Semenjak menjadi muallaf, Markus memiliki nama lain yang lebih bernafaskan Islam, yaitu Muhammad Haris. Namun, ia lebih sering menggunakan nama aslinya, karena memang ia telah lebih dulu dikenal dengan nama Markus Horison.

Keputusan Markus untuk menjadi muallaf bukannya tanpa rintangan. Di masa-masa awal perjalanannya memeluk Islam, ayah beserta ketiga kakaknya menentang keputusan tersebut. ”Awalnya tentu mereka semua merasa keberatan. Hal tersebut wajar, dan saya sangat bisa mengerti. Tapi, pada akhirnya mereka menyadari bahwa saya sudah cukup dewasa dan bisa menentukkan jalan hidup yang saya rasa terbaik untuk saya sendiri,” ujar Markus yang setia dengan model rambut bergaya plontos ini.

Sebagai satu-satunya muslim di keluarga, membuat Markus terbiasa beribadah sendirian. Di kala bulan Ramadhan tiba, Markus biasa sahur, berbuka, menjalankan tarawih, dan merayakan lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sendirian. ”Awalnya memang berat, tapi hal tersebut harus saya jalani,” kata Markus. Meskipun begitu, atlet yang ikut memperkuat tim Sumatera Utara pada pagelaran PON XVI di Palembang pada 2004 lalu ini, mengaku tetap senang, dan bahagia menjalaninya.

Menurutnya, dalam menjalani agama yang ia anut sebelumnya, dengan yang ia anut kini, Markus tidak menemukan adanya sebuah perbedaan yang teramat besar. ”Buat saya sebenarnya semua agama tidak terlalu berbeda. Semuanya mengajarkan kita untuk selalu ingat kepada Tuhan. Hal terpenting sebenarnya hanyalah bagaimana kita menjalankan kewajiban kita sebagai umat beragama,” lanjutnya.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1qubfOno1syveyo1syDllS0V0NbGBOmotYJqtUtAeoV65Fzg7yKv3-J7seq0bHOQmqdLKO7NLMLJBt6A2tPpsNTuJNZN3DRVbQ4g0eVSZBcOufY8TdBFcChVKWnMJ0QQfAJ4Ap2Wk9vJH/s320/horison.jpg

Kebersamaan, dan dukungan sejak awal ia menjadi muallaf, justru diperoleh Markus dari rekan-rekannya di kesebelasan PSMS Medan yang kebanyakan beragama Islam. ”Saya sering shalat, belajar, dan bertanya hal-hal seputar Islam kepada mereka,” cerita Markus. Ramadhan pertama yang harus ia lalui pun bersamaan dengan kewajiban Markus menjalani latihan bersama dengan rekan-rekan satu klubnya. ”Haus bukan halangan, karena puasa itu kan kewajiban,” tegas Markus yang mengidolakan Rasullulah SAW ini.

Pengalamannya berpuasa pada Ramadhan pertamanya juga merupakan salah satu pengalaman paling berkesan yang ia rasakan semenjak menjadi muallaf. Pada tahun pertamanya berpuasa, ternyata ia mampu menjalankan ibadah puasa, tanpa ada bolong satu haripun.

”Rasanya saya tidak percaya bahwa saya bisa, karena pada hari-hari biasa saya termasuk orang yang paling tidak tahan lapar. Ternyata saya memang bisa, dan bahagianya saya ketika akhirnya berhasil mencapai Hari Kemenangan,” kenang Markus.

Kini, memasuki tahun keempatnya sebagai seorang muslim membuat Markus kian rajin mempelajari seluk beluk dunia Islam. Ia kerap membaca, dan mempelajari sendiri buku mengenai Islam yang ia beli untuk memperluas pengetahuan keislamannya. Buku-buku panduan shalat, dan berbagai buku bacaan doa pun sering ia beli untuk menyempurnakan ibadahnya. ”Saya biasanya membaca tulisan latinnya saja, karena memang bacaan arab saya masih kurang lancar,” akunya.

Sedikit-sedikit Markus pun belajar untuk menjalankan berbagai ibadah Sunnah seperti belajar berpuasa Senin-Kamis. Seperti juga kebanyakan umat muslim lainnya, memiliki harapan untuk dapat menginjakkan kaki di rumah Allah (menunaikan ibadah haji) hari nanti. ”Pastilah sebagai muslim saya ingin sekali bisa menjalankan ibadah umroh, ataupun haji. Selain itu, masih begitu banyak hal yang harus saya lakukan untuk menyempurnakan keislaman saya, seperti memperlancar belajar mengaji,” ujarnya. (ci2/sya/republika)








Biodata

Nama lengkap : Markus Horison Ririhina
Nama Muslim : Muhammad Haris
Tempat, Tanggal lahir : Pangkalan Brandan, Medan, 14 Maret 1981
Orang Tua : Ayah = Julius Ririhina
Ibu = Yenny Rosmawati (Almh)
Anak ke : 4 (bungsu) dari empat bersaudara
Tinggi Badan : 186 cm
Berat Badan : 75 Kg
Posisi : Penjaga Gawang
Klub Sekarang : PSMS Medan
Klub remaja : Diklat PPLP Sumatra Selatan (1998-2000)

Klub profesional :
- (2000-2001) : PSL Langkat
- (2001-2002) : Persiraja Banda Aceh
- (2002-2003) : PSKB Binjai
- (2003-2008) : PSMS Medan
- (2008) : Persik Kediri
- (2008-Sekarang) : PSMS Medan

Karier di Timnas: (2007-Sekarang)
Debut Timnas : Indonesia vs Korea Selatan di Piala Asia di Jakarta (0-1)

Prestasi :
- 2004 : Juara Turnamen Piala Emas Bang Yos Bersama PSMS Medan
- 2005 : Juara Turnamen Piala Emas Bang Yos Bersama PSMS Medan
- 2006 : Juara Turnamen Piala Emas Bang Yos Bersama PSMS Medan
- 2006 : Pemain Terbaik Piala Emas Bang Yos
- 2007-2008 : Penjaga Gawang Terbaik versi Liga Indonesia
- 2007-2008 : Runner Up Liga Indonesia (PSMS Medan)
- 2008 : Juara Piala Kemerdekaan 2008 melawan Libya (3-1, Libya WO)
- 2008 : Runner Up Grand Royal Challenge 2008 di Myanmar (3-1).


Sumber: islamdigest.net;