Kamis, 13 Januari 2011

Menguji Kedewasaan Bangsa Indonesia


 
 
Masih ingat serangan Korea Utara ke Korea Selatan beberapa hari lalu?
Bagaimana menurut Anda?
Mereka satu bangsa, berbahasa sama, di antara mereka bahkan satu keluarga,
kini terpisah dan bermusuhan, bahkan status hubungan antara mereka adalah status perang dalam keadaaan genjatan senjata.
Kenapa mereka bermusuhan?
Ternyata mereka hanya korban dari perang dingin.
Mereka korban perebutan antara pengaruh Amerika dan Komunis Uni Soviet (Rusia) di masa lalu.
Kini komunis Rusia sudah hancur dan mempunyai hubungan cukup baik dengan Amerika.
Tapi Korea Selatan dan Utara tetap bersitegang akibat sisa pertarungan masa lalu.
Tentu saja bagi Korea Selatan yang sudah moderat kembali bersatu adalah impian,
tapi dokrin di Korea Uatara nampaknya masih begitu melekat.
Korea Selatan seperti musuh bebuyutan, padahal dulu mereka satu bangsa dan satu keluarga.
Mereka korban politik di masa lalu.

Ada lagi korban politik di masa lalu.
Jerman barat dan Jerman Timur.
Negeri itu dipisah dengan tembok besar dan panjang.
Ribuan orang mati di Jerman Timur karena berusaha menyeberang ke Jerman Barat.
Bayangkan saja, orang yang dahulu tetangga berjarak 300 meter tiba tiba jadi warga negara yang berbeda
dan menjadi musuh negara karena dipisahkan tembok tersebut.
Ada nenek terpisah dari cucunya, ada sepupu yang terpisah dan berbagai peristiwa memiliukan lainnya yang semua terjadi karena mereka jadi korban kekuatan politik masa lalu.
Sebagai negara kalah perang Jerman dipecah jadi dua wilayah,
satu di timur di bawah kekuasaan komunis Sovyet dan satu di bawah pengaruh Amerika.
Mereka korban politik di masa lalu, untung sahja mereka sudah bersatu.

Tapi sadarkah, kita juga menjadi korban politik masa lalu. Lihat saja Indonesia dan Malaysia.
Jika diperhatikan bahasa, dan rumpunnya, sebenarnya kita satu keluarga besar.
Satu-satunya alasan kenapa Indonesia dan Malaysia beda negara adalah karena kita dijajah Belanda
dan Malaysia dijajah Inggris.
Di masa lalu terutama diperbatasan kalimantan, dan kepulauan riau,
banyak saudara dan kerabat yang tinggal bersebrangan.
Tetapi karena proses penjajahan ratusan tahun membuat kedua bangsa ini terpisah,
bahkan lupa akar sejarah bahwa mereka bersaudara.
Jadi kalau kita merasa Malaysia mencuri ide dan budaya Indonesia, tidak sepenuhnya benar demikian.
Karena ada akar budaya Indonesia juga di Malaysia, dan sebaliknya.
Kedua bangsa ini bisa sama-sama berhak mengklaim.
Bahkan bahasa Indonesia saja adalah akarnya bahasa Melayu atau Malay,
lalu apakah Malaysia lebih berhak mengklaim bahasa tersebut, tentu saja tidak.Kita sama-sama punya hak. Nah kalau kita punya hak atas bahasa Melayu,
dalam beberapa kasus Malaysia juga punya hak mengkalim budaya tertentu karena
ada juga generasi yang sama yang hidup di sana.
Saya yakin banyak yang tidak setuju, karena kita sudah terkotak dalam katagori musuh bebuyutan

Silakan baca catatan Des Alwi:
Perlu disadari bahwa banyak pihak berpandangan negatif terhadap Malaysia karena kurangnya informasi yang lengkap dan utuh. Berdasarkan sejarah, Indonesia-Malaysia dahulu satu kesatuan. Hanya saja, karena dijajah Inggris dan Belanda menjadi terpisah. Dalam masalah budaya tentu bisa saja muncul persamaan budaya dua negara.

Misalnya polemik tentang lagu nasional Malaysia Terang Bulan yang dikatakan sebagai lagu asli Indonesia. Lagu itu sudah ada sejak Sultan Negara Bagian Perak pergi ke Inggris pada 1912. Ketika itu saya dikirim Pemerintah RI ke Hawaii untuk mencari informasi terkait lagu tersebut. Lagu itu ternyata bukan lagu dari Indonesia atau Malaysia tetapi dari Hawaii.

Di tahun 1912, pemerintah Hindia Belanda mempersiapkan Perang Dunia I, sehingga situasi di Hindia Belanda kacau balau. Masyarakat Jawa yang dipekerjakan di perkebunan Sumatra pun melakukan pemogokan besar-besaran, akibat tidak tahan kekejaman pemerintah Belanda. Mereka ingin kembali ke Jawa

Saat itulah Sultan Johor, yang berdarah Jawa, meminta agar masyarakat Jawa tidak perlu kembali ke Jawa tetapi ke Semenanjung Melayu. Masuknya tenaga kerja asal Jawa ke Malaysia itu merupakan eksodus terbesar di Johor. Sebagai konsekuensi eksodus, berbagai macam budaya Jawa ikut terbawa. Bahkan di Jahor ada nama perkampungan Ponorogo.

Catatan singkat Des Alwi ini menunjukkan banyaknya permasalahan yang muncul karena kita tidak tahu sejarah secara lengkap.

Bahkan kalau kita kaji sejarah "Ganyang Malaysia" di masa lalu, itu juga tidak terlepas dari perseteruan politik di masa lalu, bukan murni perseteruan antar anak bangsa.
Kenapa Indonesia di masa Soekarno mendeklarasikan "Ganyang Malaysia"Karena saat itu Inggris ingin memberikan kemerdekaan pada Malaysia.
Saat itu Partai Komunis Malaysia merasa kalau Inggris memberikan kemerdekaan
maka Malaysia akan menjadi boneka Inggris.
Di satu sisi Partai Komunis Malaysia ingin tampil sebagai pahlawan pembebas Malaysia dari penjajahan.
Karena kebetulan Partai Komunis Indonesia punya lobi kuat ke pemerintahan Soekarno, maka jadilah program "Ganyang Malaysia" tersebut.
Jadi konfrontasi Indonesia Malaysia itu sama saja dengan apa yang terjadi di Korea Utara dan Selatan, Jerman Barat dan Timur, tidak lebih dari percikan pengaruh komunisme di dunia.

Intinya, tidak ada itu yang namanya musuh bebuyutan antara Indonesia dan Malaysia.
Mungkin ada yang masih protes:
Malaysia kejam terhadap TKI. Well yang jahat dengan TKI bukan cuma Malaysia (itupun oknum), di timur tengah juga ada (itupun oknum), bahkan yang paling jahat justru Bangsa Indonesia sendiri (itupun oknum).
Banyak yang mengirim TKI tanpa perlindungan, para makelar mengambil untung banyak padahal TKI dapatnya sedikit.akhirnya pihak pemakai jasa merasa sudah membayar mahal. TKI yang pulang bawa hasil kerja tahunan dibius penjahat dan uangnya diambil, dan banyak hal lain.
Kalau kita membenci Malaysia lebih dari yang lain, tidak lain karena kita korban politik masa lalu,
dan karena merasa mereka adalah musuh bebuyutan. Which is wrong.

Banyak yang lebih jahat terhadap Indonesia.
Ada bangsa yang mengeruk emas di Indonesia, bangsa yang mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan perjanjian menekan dan membiarkan kita dalam kebodohan. Ada bangsa yang menjerat kita dalam hutang padahal mereka tahu solusi lain yang bisa menolong Indonesia dengan memberdayakan SDM dan kekayaan alam.
Saya tidak perlu sebutkan bangsa apa itu, mudah sekali mencari datanya.
Tapi sekali lagi, tidak mungkin bangsa kita bisa diperdaya tanpa ada anak bangsa yang berkhianat dengan korupsi, dengan nepotisma dan kemalasan.

Intinya apa? Tidak perlu bermusuhan dengan bangsa lain, perlu juga memperbaiki diri.
Kita harus sadar bahwa dunia ini begitu luas.
Di dunia ini ada yang namanya persaudaraaan universal antar manusia.
Ada ukuhuwah Islamiah, persaudaraan antar umat beragama.
Ada persaudaraan antar bangsa.Jadi jangan mau kita terpecah belah hanya karena masalah kecil,
hanya karena permusuhan yang sebenarnya tidak ada.
Kedewaaan kita di uji.
Tidak perlu ada perpecahan atau permusuhan.

Saat ini dunia trennya justru sedang menyatu
Eropa kini menyatu dengan Uni Eropa bahkan mata uangnya jadi satu.
Kini mata uang Uni Eropa juga menjadi mata uang di Eropa Timur.
ASEAN bahakan ke depan bisa menyatu mata uangnya menjadi mata uang ASEAN.
Jadi dunia sedang dirancang ke arah lebih baik, tapi banyak yang masih terpaku pada masa lalu.

Garuda di dadaku!
Kita harus cinta negeri ini.Kita harus bangkitkan negeri ini.
Tapi tidak perlu menciptakan musuh untuk bersatu.
Dunia yang damai tetap lebih baik
Hati yang damai tetap lebih tentram.
 
 
Agung Pribadi dan Isa Alamsyah
Sumber: my.opera.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar