Selasa, 04 Januari 2011

Nasib Rakyat Kecil Saat Harga Pangan Melambung

Dikala para politisi di parlemen sibuk berpolemik dan bertengkar membahas kasus Bank Century, yang ujung-ujungnya ingin menjatuhkan menteri, wapres, dan presiden, ada berita yang luput dari perhatian para elit politik padahal masalah ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Tahukah anda bahwa harga beras akhir-akhir ini naik cukup tajam. Satu kg beras kualitas sedang harganya sudah mencapai Rp6500 hingga Rp7000, diperkirakan harganya akan terus meroket. Minggu lalu saya beli beras jenis pandan wangi harganya sudah 170 ribu per 25 kg (biasanya hanya Rp 160 ribu), sementara di kios lain sudah mencapai Rp 180 ribu. Alhamdulillah, saya sendiri masih sanggup membeli beras semahal apapun kenaikannya, tapi bagaimana dengan rakyat miskin yang penghasilannya pas-pasan, yang sehari-harinya hanya punya penghasilan Rp10.000? Dapat apa dengan uang segitu untuk memberi makan keluarganya?

Beras, bagaimanapun sangat penting bagi orang-orang miskin, terutama di desa-desa. Jika orang-orang kaya di kota bisa membeli roti jika mereka bosan makan nasi, tidak demikian halnya dengan orang desa. Satu buah roti yang harganya Rp5000 mungkin hanya untuk dimakan seorang, tapi bagi orang desa uang lima ribu itu bisa membeli satu kg beras untuk makan berempat. Pameo “belum makan sebelum makan nasi” memang benar adanya. Bagi orang-orang desa yang bekerja keras membanting tulang untuk membeli satu cangkir beras, nasi adalah sumber tenaga dahsyat yang tidak tergantikan.

Apa jadinya jika beras mahal dan tidak mampu dibeli? Makan nasi menjadi barang mewah, namun “kreatifitas” (dalam tanda petik) selalu muncul untuk menyiasati hal ini. Apapun dilakukan mereka asal tetap makan nasi. Bagi orang miskin di Jawa, mereka sudah biasa makan nasi aking. Nasi aking adalah sisa nasi yang sudah basi, kemudian dijemur hingga kering, selanjutnya direndam beberapa malam agar lunak, baru kemudian dimasak. Perhatikan gambar seorang nenek yang makan nasi aking dengan cucu-cucunya di bawah ini:



Selain nasi aking, orang desa di Jawa sudah biasa makan nasi tiwul dan nasi jagung. Nasi tiwul adalah nasi yang dicampur dengan gaplek (singkong kering), sedangkan nasi jagung adalah nasi yang dicampur dengan tepung jagung. Biasanya, kalau beras sudah menipis, maka persediaan jagung kering yang ada di loteng rumah terpaksa diturunkan, kemudian biji jagungnya dipipil. Jagung ditumbuk, lalu beras dicampur dengan tepung jagung sebelum kemudian dimasak.

Jika harga beras tidak bisa dikendalikan, maka jangan heran akan muncul masalah sosial yang tidak kalah hebat dengan kasus Bank Century itu. Uang trilyunan rupiah “yang dirampok” Bank Century itu bisa membeli beras berjuta-juta ton untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mampu membeli beras.

Sumber: rinaldimunir.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar