Minggu, 13 Februari 2011

Akhirnya Mubarak Mundur dari Kekuasaannya (6)

Dunia Ucapkan Selamat

  Jutaan pengunjuk rasa antipemerintah berkumpul di Tahrir Square, merayakan kemenangan revolusi Mesir pascapengumuman mundurnya Presiden Hosni Mubarak, Jumat (11/2/2011).

Ucapan selamat dan pujian atas kemenangan revolusi Mesir mengalir dari seluruh dunia setelah Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri, Jumat (11/2/2011) petang. Meski bernada positif, ucapan-ucapan itu menyiratkan kepentingan setiap negara.

Presiden AS Barack Obama, yang langsung memutus rapat di Kantor Oval sesaat setelah diberi tahu perkembangan terbaru di Mesir, Jumat, mengatakan, rakyat Mesir telah berbicara dan mendapatkan ”demokrasi tulen”.

Obama berpesan kepada pihak militer, yang kini memegang kekuasaan di Mesir, untuk memastikan peralihan politik yang kredibel di mata seluruh rakyat Mesir. ”Hari-hari di depan akan sulit,” kata Obama mengingatkan.

Dalam pernyataan terpisah, Wakil Presiden AS Joe Biden menyebut perubahan di Mesir adalah momen ”sangat menentukan” dalam sejarah Mesir dan kawasan Timur Tengah. Biden berharap peralihan kekuasaan di Mesir adalah perubahan yang tak bisa diutak-atik lagi.

AS berada dalam posisi terjepit dan canggung selama 18 hari aksi demonstrasi rakyat menuntut perubahan rezim di Mesir. Di satu sisi, AS perlu menunjukkan peranan sebagai pemimpin demokrasi dunia dan menekan Pemerintah Mesir memenuhi tuntutan rakyat. Namun, di sisi lain, AS juga harus ekstra hati-hati agar jangan sampai kehilangan sekutu utama paling strategis di Timur Tengah.

Israel, negara yang paling takut dengan instabilitas kawasan dan mendukung Mubarak untuk bertahan sejak awal, berharap agar transisi menuju demokrasi di Mesir dan negara-negara tetangganya dilakukan secara mulus.

Seorang pejabat Israel juga menekankan, siapa pun penerus Mubarak harus menjaga perdamaian dengan Israel, yang ditandatangani pendahulu Mubarak, Presiden Anwar Sadat, pada 1979.
Harapan serupa diungkapkan Kanselir Jerman Angela Merkel. ”Saya berharap Mesir tetap menjaga perdamaian di Timur Tengah, tetap menghormati perjanjian (damai) dengan Israel dan menjamin keamanan Israel,” tutur Merkel.


Harapkan stabilitas

China, yang sempat khawatir tsunami politik dunia Arab bisa menginspirasi para aktivis pro-demokrasi di negara komunis tersebut, berharap agar stabilitas dan ketertiban masyarakat segera diwujudkan kembali di Mesir. Dengan nada sumbang, koran berbahasa Inggris China Daily menyebut aksi protes anti-Mubarak itu telah menyebabkan ”kerusakan” di Mesir.

Pekan lalu, China menyerukan kepada dunia internasional untuk tak mencampuri urusan dalam negeri Mesir. Untuk mencegah para aktivis demokrasi mengikuti perkembangan di Mesir, Pemerintah China sempat memblokir beberapa kata kunci terkait revolusi di Mesir dalam situs-situs blog di China.

Seruan untuk mewujudkan stabilitas juga disampaikan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. ”Kami berharap perkembangan terakhir ini akan membantu pemulihan stabilitas dan memastikan seluruh struktur pemerintahan berfungsi kembali,” tutur Lavrov, yang negerinya disebut-sebut memendam kemungkinan aksi seperti di Mesir menjelang pemilu tahun depan.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma memuji Mubarak, yang telah tunduk kepada kemauan rakyat, dan mengambil ”keputusan sulit berdasarkan kepentingan rakyat Mesir yang lebih luas”.

Presiden Perancis Nicolas Sarkozy mengaku salut terhadap keputusan Mubarak mengundurkan diri. ”Perancis menyerukan kepada seluruh rakyat Mesir untuk melanjutkan perjuangan mereka menuju kebebasan,” seru Sarkozy.

Perdana Menteri Inggris David Cameron menyerukan segera terbentuknya pemerintahan sipil yang demokratis sebagai bagian dari transisi menuju Mesir yang terbuka, demokratis, dan bebas. Pernyataan senada disampaikan PM Australia Julia Gillard dan PM Jepang Naoto Kan.

Juru bicara Hamas di Gaza, Sami Abu Zuhri, memuji ”awal kemenangan revolusi rakyat Mesir”.
Iran, yang sedang merayakan 32 tahun Revolusi Iran pada tanggal yang sama dengan terjadinya revolusi di Mesir, menyebut perubahan di Mesir itu sebagai ”kemenangan besar”.

Qatar menyambut baik perubahan di Mesir, sementara di Yaman, ribuan orang turun ke jalan dan meneriakkan, ”Kemarin Tunisia, hari ini Mesir, dan besok orang-orang Yaman akan membebaskan diri dari belenggu!” 





Oposisi Lihat Peluang, AS Pun Gamang

Kelompok oposisi Mesir melihat peluang pascaturunnya Hosni Mubarak dari tampuk kepresidenan. Salah satunya menyangkut soal sistem politik yang lebih demokratis.

Sekretaris Jenderal Liga Arab Amr Moussa, yang juga warga Mesir, berkenaan dengan peluang itu mengatakan bahwa rakyat Mesir dapat memanfaatkan kesempatan  membangun konsensus nasional dan masa depan yang didasarkan pada demokrasi.
Sementara seorang tokoh kubu oposisi dari kelompok Ikhwanul Muslimin, Essam el-Erian, mengatakan, warga Mesir akan mencari bentuk politik baru ke depan. Sementara Mohammed ElBaradei mengatakan, negerinya telah dibebaskan setelah penindasan bertahun-tahun.

Hingga berita ini diturunkan, sebagaimana warta AP dan AFP pada Sabtu (12/2/2011), Alun-alun Tahrir mulai lengang. Padahal, semalam ribuan demonstran masih merayakan turunnya Mubarak. Kala fajar, makin banyak warga Mesir meninggalkan kawasan itu untuk kembali bekerja.
Kini hanya pasukan militer yang mempertahankan tank dan kendaraan lapis baja di jalan-jalan. Mereka masih berjaga-jaga, terutama di bagian luar bangunan-bangunan penting.


Sekutu
Jatuhnya Mubarak, menurut media massa, justru membawa dampak berbeda dengan Amerika Serikat (AS). Presiden Barack Obama bahkan cepat-cepat mengirim Laksamana Mike Mullen ke Jordania. Mullen adalah penasihat militer senior Uwak Sam (AS).

Di Jordania, Mullen pada Minggu (13/2/2011) akan bertemu dengan para pejabat negeri itu, termasuk Raja Abdullah II.

Jordania beberapa hari belakangan juga terimbas peristiwa kawasan. Rakyat Jordania selama lima minggu ke belakang sempat melancarkan aksi protes meski jumlah pengunjuk rasa menurun.
Aksi Mullen tak berhenti di Jordania. Ia akan melanjutkan perjalanan ke Tel Aviv, Israel. Setelah mengikuti peringatan masa pensiun rekannya dari Israel, Letnan Jenderal Gabi Ashkenazi, Minggu, Mullen bertemu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden Shimon Peres. Pertemuan itu bakal berlangsung pada Senin (14/2/2011).

Di Timur Tengah, Mesir, Jordania, dan Israel termasuk sekutu dekat AS. Maka, runtuhnya kekuasaan Mubarak seakan menjadi pertaruhan besar bagi AS untuk mempertahankan pengaruhnya. Perubahan politik bakal terjadi di situ dan Israel makin terlihat khawatir dengan perubahan cepat di sekitar dirinya. Para pengamat mengatakan, AS saat ini terkesan tengah gamang.
Jordania dan Mesir sebelumnya memainkan peran penting dengan AS dalam isu perdamaian Israel-Palestina dan isu ekonomi. Pasalnya, Mesir juga mengontrol Terusan Suez, salah satu rute utama dunia untuk pengapalan minyak.
 
Sumber: kompas.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar