Minggu, 13 Februari 2011

"People Power" Itu Kini Menjalar ke Aljazair

Kemarin Mesir, Kini Aljazair

Demonstrasi di Ibukota Aljazair, Aljir 
 
 
Berkuasa sejak 1999, Presiden Abdelaziz Bouteflika dituding selalu memanipulasi pemilu.

Sekitar seribu orang anti Presiden Abdelaziz Bouteflika berdemonstrasi di ibukota Aljazair, Aljir, Sabtu 12 Februari 2011. Demonstrasi itu berlangsung sehari setelah rakyat negara tetangga mereka, Mesir, merayakan mundurnya Presiden Housni Mubarak.

Menurut harian The New York Times, para demonstran di Lapangan 1 Mei kompak berteriak, "Bouteflika mundur!" Berkuasa sejak 1999, Bouteflika dituding kalangan oposisi selalu memanipulasi hasil pemilu agar terus berkuasa.

Harian The Guardian mengungkapkan bahwa aksi demonstrasi akhir pekan lalu itu juga menuntut pemerintah mencabut status keadaan darurat, yang telah berlaku selama 19 tahun. Mereka juga menuntut dijaminnya kebebasan berdemokrasi, dan menghendaki perubahan sistem politik di Aljazair.

Terinspirasi oleh gelombang demonstrasi di Mesir, para demonstran juga berteriak, "Kemarin Mesir, Hari Ini Aljazair." Dalam beberapa hari terakhir, Aljazair dilanda aksi protes anti pemerintah, namun tidak sedahsyat yang terjadi di Tunisia dan Mesir. Selain melibatkan massa yang besar, aksi di dua negara itu sukses menumbangkan pemimpin yang telah lama berkuasa.

Pemerintah Aljazair sebenarnya sudah melarang warga untuk berdemonstrasi. Namun, seruan itu tidak digubris para demonstran. Maka, dalam aksi kemarin sempat terjadi bentrokan antara polisi dan pemrotes, walau tidak dilaporkan adanya korban jiwa.

Sumber: vivanews.com



Demonstran: Presiden Aljazair Mundur
 
Sejumlah pengunjuk rasa berhadapan dengan polisi antihuru-hara dalam demonstrasi di Algiers, Aljazair, 22 Januari lalu. Polisi antihuru-hara membubarkan rencana pawai ratusan pengunjuk rasa yang menginginkan Pemerintah Aljazair mencabut undang-undang yang melarang massa berkumpul. Setidaknya 13 orang cedera dalam peristiwa itu. Terinspirasi oleh aksi unjuk rasa di Tunisia, partai demokratik RCD yang beroposisi mengibarkan bendera Tunisia di sebelah bendera Aljazair di balkon markas partai yang menjadi titik start pawai massa itu.

Sekitar 200 orang Sabtu (12/2/2011) berdemonstrasi di jalan-jalan Montreal, bersama menyerukan pengunduran diri Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika di ujung pemberontakan di Tunisia dan Mesir.
"Kami ingin mengakhiri diktator Bouteflika dan rezimnya, digantikan oleh demokrasi," kata Zehira Houfani, penulis dan wartawan independen.

Para pengunjuk rasa termasuk orang-orang Tunisia dan Mesir dalam pawai yang berakhir di depan konsulat Aljazair itu.

Mereka meneriakkan, Tak ada korupsi, jangan menyerah dengan membawa tanda-tanda yang berbunyi: Penyalahgunaan + korupsi revolusi.

Aksi demo tersebut bertepatan dengan demonstrasi di ibukota Aljazair pada Sabtu, ketika 2.000 demonstran unjuk rasa di Alun-alun pusat Algiers.

"Kami sudah rapat sebelumnya, tetapi kali ini semua orang menyerukan demokrasi seperti yang telah kita lihat di Mesir dan di Tunisia," kata Houfani.

Houfani, seorang Aljazair berumur 59 tahun datang ke Kanada 15 tahun lalu, secara resmi mengajukan tuntutan kelompoknya agar Bouteflika mengundurlan diri pada konsul Aljazair beberapa hari lalu.
"Kami akan mengikuti apa yang terjadi di Aljazair. Mereka (pengunjuk rasa di Aljazair) termotivasi dan kami ingin mendukung mereka sampai akhir," katanya.

Sumber: kompas.com




Ribuan Orang Lakukan Aksi Unjukrasa Anti Pemerintah di Aljazair



Pengorganisir aksi demonstrasi anti-pemerintah di ibukota Aljazair menegaskan, ribuan orang berkumpul di pusat kota.

Berdasarkan keadaan darurat yang sudah lama diberlakukan di negara itu, aksi unjukrasa dilarang di ibukota. Aljirs.Ratusan polisi anti-huru hara dikerahkan pada Sabtu (12/2).  Mereka memblokir jalan-jalan dan menghalau massa dalam upaya mencegah demonstran mencapai pusat kota.

Aksi unjukrasa Sabtu berlangsung sehari setelah aksi unjukrasa massal di Mesir menggulingkan sang diktator dan beberapa pekan setelah aksi demonstrasi serupa di negara tetangga Tunisia juga berhasil melengserkan presiden.

Para pejabat melarang unjuk rasa kelompok oposisi, untuk kemungkinan bentrokan antara polisi dan para pengunjuk rasa yang menuntut kebebasan demokrasi yang lebih luas, perubahan pemerintah dan lapangan kerja yang lebih banyak. Pengunduran diri Mubarak, Jumat dan penggulingan pemimpin Tunisia, telah menggemparkan dunia Arab dan banyak yang bertanya negara mana lagi akan akan bergolak di mana pemerintah otoriter dan kemarahan rakyat terjadi.

Kerusuhan meluas di Aljazair dapat berdampak bagi ekonomi dunia karena negara itu adalah pengekspor minyak dan gas penting, tetapi banyak pengamat mengatakan revolusi gaya Mesir tidak mungkin terjadi karena pemerintah dapat menggunakan kekayaaan negerinya untuk menenteramkan sebagian besar keluhan.

"Kami siap melakukan unjuk rasa," kata Mohsem Belabes, juru bicara partai oposisi RCD yang adalah salah satu dari para penyelengara protes. "Akan ada satu hari yang besar bagi demokrasi di Aljazair."
Kehadiran polisi yang banyak sudah merupakan hal yang rutin di Aljazair untuk menghadapi ancaman serangan-serangan gerilyawan Al Qaida, tetapi sering digelar beberapa jam sebelum awal protes pukul 11:00 waktu setempat (17:00 WIB).

Di Lapangan 1 Mei, tempat dimulainya unjuk rasa yang direncanakan itu tidak jauh dari kota pelabuhan Laut Tengan kota itu setidaknya 15 kendaraan polisi, jip-jip dan bus-bus digelar. Dalam jumlah yang sama dekat jalan di luar rumah sakit Mustapa kota itu.

Di beberapa persimpangan jalan, polisi memarkir kendaraan-kendaraan lapis baja kecil yang jarang terlihat di kota itu. Polisi berjaga-jaga dekat stasiun bahan bakar minyak sekitar dua kilo meter dari lapangan itu dalam kendaraan polisi anti hura.

Sumber: analisadaily.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar