Jumat, 25 Februari 2011

Revolusi PSSI (5)



Budiarto Shambazy: Dosa Nurdin Halid Sudah Lengkap

Ribuan suporter sepakbola dari sejumlah klub terus berdatangan untuk menduduki kantor Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) di komplek stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Mereka menuntut Nurdin mundur dan tidak mencalonkan diri lagi sebagai Ketua Umum PSSI.

Aksi yang dinamai 'Revolusi Merah Putih' ini terjadi setelah Tim Seleksi Calon Ketua Umum PSSI hanya Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie dan mencoret dua nama kandidat, yaitu Arifin Panigoro dan George Toisutta.

Pengamat sepakbola Budiarto Shambazy menilai aksi pendudukan tersebut wajar dan boleh saja dilakukan. Aksi tersebut merupakan gerakan sosial yang dilakukan masyarakat atas akumulasi kekecawaan selama ini. Walau begitu, aksi ini diharapkan tidak mengarah pada suatu tindak anarkis dan kekerasan, apalagi memunculkan demo tandingan yang akan mengakibatkan benturan horizontal di antara supporter sepakbola dan masyarakat.

Gagasan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid dari Ketua Umum PSSI, menurut Budiarto, sudah waktunya dilakukan. Mantan terpidana kasus korupsi impor gula dan pengadaan minyak goreng itu memiliki setumpuk dosa besar sehingga tidak layak lagi diperbolehkan memimpin PSSI. Setumpuk dosa Nurdin di antaranya adalah selama dua perieode kepemimpinannya PSSI tidak punya prestasi, banyak terjadi korupsi, suap, main skor, kompetisi yang kacau an kejahatan penelikungan aturan FIFA untuk kepentingan diri sendiri.

Berikut petikan wawancara detikcom dengan pengamat sepakbola Budiarto Shambazy, yang juga wartawan senior Kompas ini:

Bagaimana tanggapan anda atas gerakan revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid?

Sebetulnya boleh-boleh saja ada gerakan seperti ini. Gerakan atau movement ini dilakukan oleh masyarakat yang konsen terhadap sepakbola kita. Ingat, mereka melakukan tindakan yang agak ‘anarkis’ seperti ini, karena memang saluran-saluran lain sudah tidak mempan. Ini yang seharusnya diwaspadai oleh kita semua.

Gerakan ini sebenarnya sama yang terjadi di negara-negara Timur Tengah. Tidak bisa lewat pemerintah, tidak bisa lewat parlemen, tidak bisa lewat Menteri Pemuda dan Olahraga, tidak bisa lewat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Jadi sudah terlalu lama bertele-tele, sekurang-kurangnya sejak Kongres Sepakbola Nasional (KSN) bulan Maret tahun lalu di Malang, Jawa Timur. Jadi ini sudah merupakan penumpukan akumulasi kekesalan dan kemuakan masyarakat, karena Nurdin Halid tidak mau turun-turun, dan malah tetap mau mencalonkan diri lagi.

Kebetulan ini harus diakui sebagian massa diorganisir oleh pihak yang berkepentingan untuk menggulingkan Nurdin Halid. Jadi memakai politik kekuasaan. Saya masih bisa mentoleransi itu, artinya jangan sampai peyelesaian dari reformasi sepakbola yang selama ini tidak mempan dengan cara apa pun, jangan pakai duit lagi. Jadi apa yang dilakukan oleh lawan-lawan Nurdin Halid ini sebetulnya ingin reformasi sepakbola yang bersih dan tidak ada embel-embel duit. Tapi, lalu dikecewakan dan dipermalukan lagi dengan dicoretnya Arifin Panigoro dan George Toisutta dari pencalonan Ketua Umum PSSI.

Jadi ini sudah gerakan sosial atau social movement, ini elemennya banyak. Kalau ada yang mendompleng itu pasti. Tapi yang orisinil yang berniat untuk memperbaiki reformasi sepakbola banyak juga, ini campuran juga. Saya khawatir, nanti ini justru jadi anarkisme.

Kenapa Nurdin Halid begitu ngotot memimpin PSSI? Apa dia mendapatkan keuntungan ekonomis atau politis selama ini?

Saya lebih melihat ini sebetulnya lebih politis. Seperti kita tahu, memang tarik menarik antar kekuatan politik atau dua kekuatan politik yang mendominasi panggung politik kita, suka atau tidak suka sebuah fakta. Satu pihak ada kekuatan Partai Golkar, karena waktu itu sudah dipolitisasi oleh pernyataan Nurdin Halid bahwa ‘Sukses PSSI, Sukses Golkar’. Karena dia sudah menganggap bahwa PSSI adalah Golkar, otomatis muncul perlawanan dari yang bukan Golkar.

Ini yang menyebabkan adanya pertarungan antara dua kekuatan antara Golkar dan kekuatan yang bukan Golkar. Begitukan, simple saja. Saya tidak mau menuduh siapa lawannya Golkar, tapi sementara ini paling tidak ada unsur pemerintah. Di situ bisa dilihat keterlibatan Goerge Toissuta sebagai pejabat pemerintah, ada Andi Mallarangeng sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, ada Rita Wibowo sebagai Ketua KONI Pusat. Ini kan lagi-lagi sejak KSN di Malang tahun lalu.

Kepentingan politik itu menurut saya lebih kental daripada kepentingan bisnis atau ekonomi. Ini yang sayangnya sudah menyimpang dari tujuan semula, yaitu tujuan yang ingin memajukan sepakbola menjadi pertikaian politik. Makanya saya ingin mengimbau temen-temen media untuk hati-hati jangan terserat pertarungan politik ini. Kita harus tetap mengontrol dengan jurnalisme yang hati-hati, karena pertempuran politik ini sudah dikhatwairkan anarkis dan mulai kasar. Menurut saya ini sudah jeleklah.

Faktor utama atau dosa apa yang paling mendasari masyarakat ingin revolusi menggulingkan Nurdin Halid?

Pertama, sebenarnya Nurdin Halid kan sudah dua periode dikasih kesempatan memimpin PSSI, tapi gagal total, tidak menyumbangkan satu medali pun. Prestasinya jauh terpuruk dibandingkan waktu ketua umum sebelumnya. Misalnya Kardono berhasil  menyumbangkan satu medali emas saat SEA Games tahun 1987, Azwar Anas menyumbangkan satu medali emas di SEA Games juga. Nah, Agum Gumelar tidak berprestasi, tapi dia berjiwa besar tidak mau mencalonkan diri lagi. Tapi Nurdin Halid sudah dua periode tidak ada satu medali pun yang diperoleh Timnas PSSI.

Kedua, selama ini dalam Kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) semakin terpuruk. Baik secara kualitas, banyak suap, banyak yang ngatur skor, banyak wasit tidak becus, banyak kerusuhan. Ini sudah berulang-ulang, artinya dosanya sudah lengkap atau sudah tidak boleh mencalonkan diri.

Kalau soal penyimpangan pengadopsian Statuta FIFA ke Statuta PSSI?

Itu sebenarnya tidak menjadi persoalan. Kalau ngomongin soal dosa, dosa itu tidak ada prestasi dan kacaunya kompetisi. Hanya saja untuk bertahan, dia melakukan dosa ketiga. Yang paling berat dosanya itu mengubah Statuta FIFA yang dalam bahasa Inggris jelas dikatakan bahwa seorang calon Ketua Umum tidak boleh terlibat tindak pidana dan sudah divonis menjadi narapidana. Tapi ini ditelikung dan diubah, seolah-olah tidak sedang dalam proses atau pengadilan tindak pidana.

Jadi dosa ini paling berat dengan menelikung aturan atau Statuta FIFA. Dan itu bukan hanya dilakukan dalam Statuta FIFA, tapi banyak statuta lain yang banyak dia plintar-plintir. Misalnya, soal Liga Primair Indonesia (LPI) itu illegal karena tidak di bawah naungan PSSI. Itu tidak ada ceritanya itu harus di bawah naungan PSSI, semua warga negara membuat kompetisi bebas-bebas saja. Memang perlu memberitahu ke PSSI untuk membuat kompetisi, selesai di situ.

Begitu juga soal rekruitmen pemain Tim Nasional, misalnya Irfan Bachdim dan Jeffrey Kurniawan. Tidak boleh ada pemain yang tidak di bawah klub naungan PSSI masuk Timnas. Sementara dia sendiri memanggil-manggil pemain muda untuk seleksi Timnas SEA Games, itu memanggil pemain dari klub-klub di Eropa dan Uruguay, yang bukan di bawah naungan PSSI, jadi ini tidak konsisten, kan beda dengan Bachdim dan Jeffrey.

Apakah aksi revolusi untuk menggulingkan Nurdin Halid akan efektif atau tidak?

Selama tidak anarkis, saya kira akan efektif. Sampai pendudukan PSSI saya kira efektif dan ampuh. Yang saya khawatir, jangan sampai ini menjadi konflik politik dan membenturkan massa secara horizontal, saya tidak setuju. Aparat kepolisian harus tegas, jangan sampai bentrok fisik.

Kalau menduduki kantor PSSI ini masih oke, karena ini gerakan sosial, saya setuju ini diduduki, hanya saja saya khawatir ada yang mengerahkan massa tandingan. Ingat tidak waktu kita dirugikan wasit asing, PSSI kan mengerahkan demonstran ke hotel. Kan pernah juga dalam rangka membela Nurdin Halid, mereka mengerahkan massa di Bundaran HI. Itu yang saya khawatir.

Bagaimana soal pencoretan Arifin Panigoro dan George Toisutta oleh Tim Seleksi Ketum PSSI?

Ini tentuya ada alasan atau agenda tersembunyi dari pencoretan dalam verifikasi kedua tokoh ini. Dalam hal ini PSSI, khususnya Nurdin Halid ingin tidak ada lawan yang memadai, kalau bisa dia bisa dipilih secara aklamasi kalau ada namanya dan nama Nirwan Bakrie sebagai orang dalam. Rupanya lagi-lagi mereka, Syarif Bastaman mengunakan klausul seolah-olah dalam Statuta FIFA bahwa calon Ketum itu adalah orang yang pernah mengurus sepakbola selama lima tahun.

Sebenarnya syarat ini sudah dipenuhi oleh Pak George Toisutta dan Arifin Panigoro, yang aktif mengurus sepakbola. Tiba-tiba, klausul itu ditelikung lagi bahwa seolah-olah harus sebagai pernah pengurus, official atau petugas teknis klub yang berada di bawah naungan PSSI. Makanya Goergoe Toisutta memenuhi persyaratan dengan melampirkan jabatannya sebagai pengurus Persatuan Sepakbola Angkatan Darat (PSAD). Tapi Tim Seleksi bilang bahwa PSAD bukan di bawah naungan PSSI, makanya dicoret, Arifin juga sama.

Lalu datang lagi formulir yang ditandatangani Pemprov Jawa Barat bahwa Goergo Toisutta merupakan pengurus Persatuan Sepakbola Bara Siliwangi yang berada di bawah naungan PSSI. Hal ini tentunya membuat bingung PSSI dan Tim Seleksi. PSSI lagi-lagi menjegal pencalonan Goerge Toisutta denga cara menurut Statuta FIFA bahwa pejabat tidak boleh jadi calon Ketum PSSI. Ini yang mungkin bisa diakal-akalin oleh mereka, apalagi George Toisutta saat ini sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Padahal di banyak negara yang namanya ketua asosiasi atau federasi banyak yang pejabat. Bahkan ada politisi di persatuan sepakbola di sejumlah negara, seperti di Korea dan Jepang. Memang ini terus dicari-cari cara agar tujuannya agar Arifin dan George tidak masuk. Ini yang lagi dicoba PSSI dan itu mereka nekat. Apapun caranya kedua orang ini tidak masuk.

Nurdin Halid sebenarnya masih mengantungi 81 suara, nah apa bahayanya bila George Toisutta dan Arifin Panigoro lolos?

Kalau menurut saya, karena desakan atau gempuran reformasi sepakbola sudah sedemikian kencang. Kan ini ada 103 keanggotaan PSSI, sekarang tinggal 100. Kann100 yang punya hak suara ini, karena adanya desakan reformasi sepakbola dari semua kalangan, akhirnya akan berubah haluan. Ini sudah terjadi, kalau kita lihat di beberapa anggota yang memiliki hak suara melakukan pembangkangan dan pengkhianatan, ini sudah banyak.

Banyak klub yang sudah sebel sama Nurdin Halid, beda kepada Nirwan Bakrie yang dianggap tidak terlalu bermasalah. Mereka menilai ya udah kalau begini beralih tidak mendukung Nurdin. Banyak pilihan banyak, bisa Nirwan atau Goerge Toisutta. Tinggal dua ini yang bakal dijagokan untuk bertanding dalam pemilihan di kongres nanti.

Ada yang menilai masuknya Arifin dan Goerge merupakan bagian dari intervensi pemerintah?

Ini menarik. Begini, soal intervensi memang dilarang oleh FIFA, karena ini intervensi politik. Asosiasi itu harus bersih dari politik, kenyataanya sejak KSN sebetulnya intervensi pemerintah secara politik sudah terjadi. Jadi itu suatu realitas politik yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dan, lihat sejak KSN itu FIFA tidak pernah berbicara sama sekali soal intervensi politik pemerintah Indonesia di PSSI.

Ini artinya FIFA sudah mulai melihat bahwa ada masalah serius sepakbola di Indonesia. Jadi mereka ini sudah wait and see. Ingat, mereka ini juga adalah organisasi besar yang tidak berani ikut campur pada urusan dalam negeri negara orang, seperti Indonesia. Jadi mereka tahu diri lah, selain itu FIFA selama ini juga disorot dunia. FIFA disorot saat Nigeria dari  tersingkir pada babak penyisihan Piala Dunia 2010, Presiden Nigeria marah dan ketua umum organisasi sepakbolanya dipecat. Lalu FIFA marah dan mengatakan itu suatu intervensi.

Akhirnya sang presiden mundur dan membatalkan keputusannya karena takut terkena ban atau dilarang ikut kompetisi, artinya Timnasnya tidak bisa bermain di luar negeri apalagi Piala Dunia. Tapi lihat apa yang dilakukan FIFA terhadap Arab Saudi, saat Timnasnya gagal di Piala Asia, Raja Arab Saudi marah dan memecat Ketua Umum Organisasi Sepakbolanya. FIFA bungkam seribu bahasa tidak berani menegur Raja Arab Saudi, karena selama ini sering menerima banyak sumbangan.

Jadi FIFA sendiri diskriminatif dan tidak konsisten terhadap negara tertentu. Untuk negara tertentu berani, tapi negara kuat seperti Arab Saudi yang kaya tidak berani, karena duit Arab Saudi gila-gilaan masuk ke FIFA. Jangan lupa Presiden FIFA Joseph  S Blatter tahun ini mau habis masa jabatannya bulan Juni 2011 ini. Sekarang mulai kampanye dan muncul nama calon Presiden FIFA seperti Michael Bassini dari Eropa dan Presiden Asian Football Confederation (AFC) Mohamed bin Hammam. Dalam kampanye Presiden AFC menyatakan akan mencalonkan Presiden FIFA sekarang, karena Presiden FIFA sekarang dinilai tidak becus dan terlibat korupsi juga.

Ini terjadi dalam pencalonan tuan rumah penyelenggaraan Piala Dunia 2018 dan 2022 nanti. Kan Inggris kalah, karena ternyata ada yang beli suara. Jadi ada tiga orang yang ketahuan disogok oleh Rusia, sehingga Rusia terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018 nanti. Susah sekarang mau memberantas korupsi dan intervensi politik, ternyata FIFA juga tidak bersih. Jadi FIFA kurang dihargai sekarang ini. Jadi FIFA jangan dianggap Tuhan.

Jadi FIFA tidak bakal menjatuhkan sanksi ke Indonesia?

Wait and See, tidak berani mereka mengambil tindakan drastis. Walaupun, katakanlah itu terjadi juga, katakanlah FIFA melihat intervensi pemerintah Indonesia ke PSSI. Nggak apa-apa kok di-ban atau PSSI dilarang, memang tidak ada prestasi dan malah menghemat dana. Lebih baik kita konsentrasi di dalam negeri untuk melakukan pembinaan, fasilitas, kompetisi, pembinaan pemain pemula dibenahi dan diperbaiki dahulu.

Saya kira itu sebenarnya bisa dinegosiasi, misalnya PSSI di-ban gara-gara pemerintah ikut campur. Baru setelah Nurdin Halid tersingkir, ada ketua umum baru berunding lagi dengan FIFA. Kan di sana ada mekanisme banding juga di FIFA. Ban itu bisa dicabut setelah kondisi stabil lagi. Jadi jangan anggap FIFA sebagai Tuhan, PSSI sendiri yang anggap Tuhan, sementara aturan FIFA sendiri ditelikung sendiri oleh PSSI.

Bagaimana soal ancaman boikot pada Timnas atau Kompetisi ISL atau LSI?

Itu tidak efektif saya kira, karena apa? Siapa dulu yang mau boikot siapa dulu, apa penonton? Tidak mungkin penonton memboikot, karena sepakbola itu juga hiburan, pastinya penonton berbondong-bondong ke stadion melihat pertandingan klub sepakbola kesayangannya. Jadi sebaiknya jangan boikot pertandingan, itu tidak bagus.

Selain itu ini kan juga sumber penghasilan dari berbagai pihak. Pemain harus digaji, aparat pertandingan harus dibiayai, lalu ada kontrak-kontrak bisnis komersial yang harus dipatuhi. Sponsor kalau pertandingan tidak jalan pasti akan marah, lalu langsung sponsorship akan dipotong misalnya Rp 100 juta per pertandingan. Lalu di sini hak siar dengan stasiun televisi seperti kontrak ANTV dengan ISL Rp 100 miliar untuk 10 tahun. Kalau tidak ada pertandingan rugi, karena keburu teken kontrak dengan pengiklan. Jadi jangan diboikot, nggak bagus dan nggak bijaksana.

M. Rizal





Sumber: www.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar