Rabu, 09 Februari 2011

Senjata Makan Tuan Bernama Kekerasan

Sejarah perkembangan agama dan keyakinan yang ada di muka bumi ini tidak pernah lepas dari pertumpahan darah, tekanan dan permusuhan. Kekerasan dan tekanan atas nama agama yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu terhadap kelompok yang berseberangan keyakinan sudah terjadi berabad-abad dalam sejarah umat manusia. Kekerasan tersebut umumnya dilakukan atas dasar pemurnian ajaran agama dengan cara memberangus dan memusnahkan keyakinan dari kelompok tertentu yang dianggap menyimpang agar tidak menghambat perkembangan ajaran agama dari kelompok yang berkepentingan tersebut. Namun apa daya, usaha yang kerap dilakukan untuk menghilangkan suatu keyakinan seringkali gagal dan justru membuat keyakinan dari kelompok yang tertindas semakin berkembang pesat.

Sejarah berbagai agama besar yang ada di muka bumi ini tidak lepas dari adanya kekerasan dan penolakan di saat awal perkembangannya. Para penganut ajaran agama tersebut seringkali mendapat perlakuan yang buruk dari penguasa dan masyarakat yang menentang keberadaan keyakinan tersebut. Sebagai contoh, pada awal perkembangan agama Islam, kaum muslim bertubi-tubi memperoleh siksaan dari kaum kafir quraisy. Berbagai bentuk pelecehan sering terjadi kepada diri Nabi Muhammad SAW ketika beliau menyebarkan ajaran Islam di kota Makkah. Pelemparan kotoran manusia hingga siksaan cambuk tak henti-henti mengoyak kehidupan kaum muslimin kala itu. Namun apa yang terjadi, sederet peristiwa-peristiwa kelam tersebut justru membuat sebagian warga Makkah bersimpati terhadap warga muslim. Penganut islam pun semakin bertambah hingga mencapai bermilyar penganut saat ini.

Hal serupa juga terjadi pada umat Kristiani di mana mereka mendapat penyiksaan dan pembantaian dari penguasa Romawi kala itu hingga pada puncaknya berhasil membawa Yesus Kristus ke tiang salib. Simpati yang datang bertubi-tubi akibat pembantaian ini justru mampu membawa ajaran Kristiani bertahan hingga sekarang dan menjadi agama besar. Contoh nyata lain adalah pembantaian kaum Yahudi yang dilakukan semasa kekuasaan Hitler di Jerman. Holocaust adalah sebuah titik nadir bagi kaum Yahudi sekaligus momentum besar untuk meraih simpati dari masyarakat internasional kala itu.

Dari tiga contoh nyata di atas (dan masih banyak lagi contoh lain) membuktikan bahwa kekerasaan terhadap minoritas tidak selalu berakhir dengan kekalahan di pihak minoritas, terutama kekerasaan yang berkaitan dengan keyakinan dan agama yang sesungguhnya merupakan hak individu yang sifatnya tidak dapat dipaksakan oleh orang lain. Kekerasaan terhadap minoritas faktanya justru mampu menarik simpati dan keprihatinan dari orang-orang yang cinta damai dan membenci kekerasan, mereka tersentuh melihat perjuangan kaum minoritas terhadap kesewenang-wenangan mayoritas.

Kasus kekerasan yang baru-baru ini kembali menimpa jamaah Ahmadiyah bisa jadi menjadi bukti betapa rendahnya daya pikir dan pengetahuan oknum yang melakukan kekerasan tersebut. Oknum pelaku kekerasan tersebut tidak pernah berpikir dan sadar bahwa kekerasan yang mereka lakukan bisa menyebabkan hal-hal yang tak pernah mereka duga. Ahmadiyah lambat laun semakin banyak mendapat simpati, mendapat promosi gratis besar-besaran dari media dan bisa jadi semakin banyak orang yang tertarik mempelajari dan akhirnya menganut Ahmadiyah, suatu hal yang tentunya tidak diinginkan kelompok penentangnya. Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan perenungan kita. Apapun keyakinan kita, kekerasan bukanlah solusi, melainkan senjata makan tuan!

“Salah besar jika semua agama adalah benar. Kebenaran adalah apa yang anda yakini dan hanya Tuhan yang tahu mana yang benar. Tapi yang pasti, semua agama mengajarkan kebaikan. Adalah suatu kejahatan apabila anda menghalangi orang untuk berbuat kebaikan. Sebaliknya, adalah suatu kebaikan apabila anda menghalangi orang untuk berbuat kejahatan”

Mochammad Wahyu Hidayat

Sumber: kompasiana.com

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar