Kamis, 10 Maret 2011

Desa Wisata Kembangarum, Turi, Sleman




Pedesaan rupanya mempunyai potensi wisata tersendiri. Bahkan program Desa Wisata pun digalakkan guna mengoptimalkan potensi pedesaan. Di Jogja, kawasan Turi telah menjadi kawasan utama menjamurnya desa wisata. Alamnya yang masih asri, dengan banyaknya perkebunan salak, merupakan aset utama.
Desa Kembangarum Wetan Kali, Turi, Sleman adalah salah satunya. Kabar mengenai desa ini sebenarnya sudah tlama kami dengar. Namun kru trulyjogja.com baru berhasil menyempatkan diri berkunjung belum lama ini. 

Disambut

Terletak di pedesaan di kawasan Lintas Merapi, desa Kembangarum dapat ditempuh sekitar 45 menit dari kota Jogja dengan kendaraan bermotor. Setelah melewati jalan berliku-liku, sebuah papan nama kecil menyambut kami sebelum memasuki desa Kembangarum. 

 Egrang

Gang kecil sebagai jalan masuk dari pinggir jalan utama memang awalnya sedikit meragukan, terlebih dengan papan nama Kembangarum yang kurang terlihat. Namun setelah masuk ke gang yang lebarnya hanya cukup untuk 1 mobil, pemandangan desa yang bersih dan tertata rapi langsung menyergap kami. 

Jalan masuk

Pagar batu yang ditata sedemikian rupa rapinya, tampak menyatu dengan alam, natural dan sederhana. Berbagai tanaman hias ditanam di sepanjang gang. Perpaduan ini jelas membedakan desa Kembangarum dari desa biasa. Suasananya tenang, dengan perumahan tradisional dan udara yang segar. 

Memandikan kerbau

Berdiri di pertengahan tahun 2005, desa Kembangarum rupanya belajar dengan cepat. Desa yang awalnya hanya merupakan desa biasa berhasil dibangun menjadi desa wisata yang menawarkan berbagai kegiatan alami. 

Membajak sawah

Pohon-pohon salak yang berderet di kebanyakan halaman rumah penduduk merupakan lokasi agrowisata salak. Ini memberikan kesempatan bagi pengunjung yang datang untuk memetik salak dan langsung menikmatinya di kebun. 

Tak hanya salak pondoh, salak gading dengan kulit bewarna kekuningan dan rasa yang tak kalah enak juga dibudidayakan di sini. Bahkan salak gading ini menjadi salah satu makanan khas yang ditawarkan. Salak gading yang direbus. 

Menyusuri perkebunan salak

Selain kebun salak, desa Kembangarum juga mempunyai Sungai Tempor yang juga difungsikan sebagai wahana wisata. Treking selama 1 jam menyusuri sungai, persawahan dan pedesaan banyak digemari oleh para wisatawan. 

Demi keamanan agar tidak terpeleset, kami disarankan untuk melepas alas kaki yang kami kenakan saat melakukan treking. Alhasil kami mendapatkan pijat kaki alami yang dilakukan oleh para bebatuan di dasar sungai. Airnya yang dingin dan segar, serta kedalamannya yang hanya selutut membuatnya semakin menyenangkan. 

Belajar menganyam


Menurut Pak Dimaz Rachmad yang telah berbaik hati mengantarkan kami, Sungai Tempor memang sangat dijaga kebersihannya. Larangan untuk membuang sampah sembarangan telah diterapkan dan dipatuhi oleh warga sekitar. Tak heran airnya begitu jernih.

Gerimis yang mendadak turun membuat kami harus segera meninggalkan sungai, dan melanjutkan treking menyusuri persawahan. Uniknya, di antara sawah-sawah tersebut telah disediakan bale-bale yang mirip dengan gazebo tradisional Jawa untuk beristirahat, bersih dan terawat. Salah satu gazebo bahkan dibuat dari kayu jati dan memang tampak kokoh, serta jauh lebih 'mewah' dari bale-bale pada umumnya.

Buah kokosan


Gubug


Sisa perjalanan kami lalui melewati pedesaan yang tenang, berpapasan dengan warga desa yang ramah dan selalu menebar senyum. Betapa hangat. Sampai di lokasi awal, kami dijamu dengan berbagai jajanan tradisional. Bahkan makan siangnya pun dengan lauk ala pedesaan. Sayur lumbu (daun talas) ditemani dengan telur, tempe, dan krupuk gendar. Makan siang yang sederhana tersebut mampu melengkapi kenyamanan suasana pedesaan yang kami rasakan. 

Nasi gadong

Tak jauh dari tempat kami makan, terdapat kolam ikan yang kerap digunakan untuk lomba memancing bila ada rombongan wisatawan yang datang. Namun tak ada peraturan yang melarang mereka yang hanya sekedar ingin memancing, dan mungkin langsung membakarnya saat berhasil menangkap ikan.
Berbagai lomba unik memang sering diadakan untuk meramaikan acara di Kembangarum. Sebut saja lomba balap sepeda onthel di pematang sawah, sambil membawa rumput yang diikatkan pada bagian belakang sepeda. Lalu lomba ngluku, atau dikenal dengan membajak sawah. Lomba ini tentu saja ditujukan bagi para wisatawan yang berkunjung. 

Desa Kembangarum juga memberikan fasilitas penginapan bagi mereka yang ingin tinggal lebih lama. Bisa tinggal bersama warga setempat atau menyewa rumah yang disediakan. Sekitar 10 rumah tradisional siap disewakan bagi pengunjung yang berminat. 

Gubug

Harganya masih kekeluargaan dan sangat negotiable. Sekitar Rp 100.000,- per malam, bisa lebih atau kurang, tergantung pada pembicaraan dan keperluan. Dan harga tersebut sudah termasuk makan. Menurut warga, kebanyakan dari wisatawan yang menginap adalah wisatawan manca negara yang ingin mencari suasana yang berbeda.

Kerinduan terhadap suasana pedesaan yang asri, teduh dan santai memang kerap menyerang warga kota. Terlebih mereka yang sangat sibuk di kesehariannya. Keberadaan desa wisata Kembangarum pun dapat menjadi alternatif wisata bagi mereka yang ingin melepaskan kepenatan kota.

Foto:  lifevolution.multiply.com

Sumber: trulyjogja.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar