Senin, 07 Maret 2011

Menyelam di Waigeo, Raja Ampat? Pasti mengesankan!

detik_D01JPG-
Hiu dalam drum! Si Wobbegong memilih sebuah drum sebagai tempat tidurnya malam itu

detik_D02jpg-Manta Ray yang elegan selalu mengesankan untuk disaksikan. Tidak salah Raja Ampat memilihnya sebagai lambang maskot.
 

detik_D03JPG- 
Di atas padatnya warna-warni terumbu karang, ikan berseliweran sejauh mata memandang



PAPUA BARAT - Tidak lengkap tentunya berkunjung ke Raja Ampat dan tidak menyelami keindahan bawah lautnya. Meskipun pesona di atas permukaan air tidak kalah memukau, bagaimanapun juga Raja Ampat dikenal sampai mancanegara sebagai surga bawah laut.

Di divesite Myoskon kita dapat diving baik pada pagi hari maupun malam hari dan melihat perbedaan suasananya. Terumbu karang cantik dan padat mayoritas tidak berpindah namun pada malam hari lautan terlihat lebih lenggang dari ikan-ikan yang biasa berseliweran pada pagi hari. Gantinya beberapa terumbu karang yang tidak tampak pada siang hari mulai muncul di waktu gelap seperti Orange Tube Coral yang tampak mencolok di malam hari dengan warna oranye, atau si Sea Pen yang berbentuk seperti daun berbulu berwarna cokelat.

Pada dive pertama saya di Raja Ampat, tanggal 16 Oktober 2010, saya langsung berjumpa dengan hiu Wobbegong di Myoskon. Mungkin mendengar kata hiu akan membuat sebagian besar orang merasa tegang tapi kalau melihatnya seperti saya waktu itu pasti akan berkomentar sama, lucu! Mulutnya yang pipih dengan aksen seperti rumbai-rumbai akar disandarkannya di atas batu, dan tampak sedang tidur malas. Tampak sangat imut dan tidak berdaya. Memang si Wobbegong yang berbentuk pipih ini senang melipir di dasar lautan dan bermotif mirip karpet pula makanya disebut sebagai carpet shark (hiu karpet).

Bila kita melihatnya tidak perlu takut, sama seperti kebanyakan satwa laut lain, mereka tidak akan menggigit kecuali merasa terganggu seperti misalnya terinjak oleh kita. Sedikit paradoks mengingat sebutannya adalah hiu karpet. Setelah pertemuan pertama itu, 2x dive berikut saya berjumpa lagi dengan Wobbegong yang lain. 3x bertemu Wobbegong dalam 3x dive! Tetapi tetap tidak membosankan.

Di divesite Manta Slope, sesuai dengan namanya, kita dapat bertemu si elegan Manta Ray. Gerakannya yang anggun seperti terbang dalam slow motion selalu mengagumkan untuk disaksikan. Banyak yang mengatakan bahwa pada musim tertentu, yaitu antara Oktober sampai Desember, kita akan dapat melihat 30 Manta Ray sekaligus di site ini. Mungkin karena itu juga si Manta menjadi maskot Raja Ampat sampai dibuatkan gedung pertemuan berbentuk pari di Waisai, ibukota Raja Ampat.

Bila senang melihat ikan dalam jumlah yang banyak, cobalah Cape Kri. Tidak lama setelah menyelam masuk ke air, kami disambut sekelompok barakuda sementara di sekitar kami penuh dengan ikan lain lalu lalang. Kebetulan saat itu sudah sedikit siang sehingga mungkin memang saatnya para ikan makan. Yang mengherankan, ikan-ikan tampak begitu tak acuh dengan kehadiran mahluk asing di antara mereka, kami para diver. Mereka cuek berenang sangat dekat dengan kami, melintas tepat di depan mata, kadang malah tampak seperti ingin menabrak saya. Kadang juga sedikit mengganggu karena tiba-tiba melintas tepat depan kamera padahal saya sedang berusaha mengambil obyek lain. Tapi sangat menyenangkan karena saya bukan dianggap sebagai manusia yang membuat mereka merasa terganggu. Bagi mereka saya hanyalah mahluk laut lain yang tidak mengancam. Rasanya seperti kehadiran saya diterima oleh para ikan. Menyenangkan.

Tiap penyelaman adalah pengalaman menarik yang berbeda satu sama lain. Namun satu kesimpulan yang saya yakini dari beberapa dive yang saya lakukan, tidak ada yang namanya diving buruk di Raja Ampat. Apakah diving dalam atau dangkal, pagi atau malam, air tenang atau berarus, di antara terumbu karang atau pasir yang diam-diam dihuni banyak satwa

Tidak lengkap tentunya berkunjung ke Raja Ampat dan tidak menyelami keindahan bawah lautnya. Meskipun pesona di atas permukaan air tidak kalah memukau, bagaimanapun juga Raja Ampat dikenal sampai mancanegara sebagai surga bawah laut.

Di divesite Myoskon kita dapat diving baik pada pagi hari maupun malam hari dan melihat perbedaan suasananya. Terumbu karang cantik dan padat mayoritas tidak berpindah namun pada malam hari lautan terlihat lebih lenggang dari ikan-ikan yang biasa berseliweran pada pagi hari. Gantinya beberapa terumbu karang yang tidak tampak pada siang hari mulai muncul di waktu gelap seperti Orange Tube Coral yang tampak mencolok di malam hari dengan warna oranye, atau si Sea Pen yang berbentuk seperti daun berbulu berwarna cokelat.

Pada dive pertama saya di Raja Ampat, tanggal 16 Oktober 2010, saya langsung berjumpa dengan hiu Wobbegong di Myoskon. Mungkin mendengar kata hiu akan membuat sebagian besar orang merasa tegang tapi kalau melihatnya seperti saya waktu itu pasti akan berkomentar sama, lucu! Mulutnya yang pipih dengan aksen seperti rumbai-rumbai akar disandarkannya di atas batu, dan tampak sedang tidur malas. Tampak sangat imut dan tidak berdaya. Memang si Wobbegong yang berbentuk pipih ini senang melipir di dasar lautan dan bermotif mirip karpet pula makanya disebut sebagai carpet shark (hiu karpet).

Bila kita melihatnya tidak perlu takut, sama seperti kebanyakan satwa laut lain, mereka tidak akan menggigit kecuali merasa terganggu seperti misalnya terinjak oleh kita. Sedikit paradoks mengingat sebutannya adalah hiu karpet. Setelah pertemuan pertama itu, 2x dive berikut saya berjumpa lagi dengan Wobbegong yang lain. 3x bertemu Wobbegong dalam 3x dive! Tetapi tetap tidak membosankan.

Di divesite Manta Slope, sesuai dengan namanya, kita dapat bertemu si elegan Manta Ray. Gerakannya yang anggun seperti terbang dalam slow motion selalu mengagumkan untuk disaksikan. Banyak yang mengatakan bahwa pada musim tertentu, yaitu antara Oktober sampai Desember, kita akan dapat melihat 30 Manta Ray sekaligus di site ini. Mungkin karena itu juga si Manta menjadi maskot Raja Ampat sampai dibuatkan gedung pertemuan berbentuk pari di Waisai, ibukota Raja Ampat.

Bila senang melihat ikan dalam jumlah yang banyak, cobalah Cape Kri. Tidak lama setelah menyelam masuk ke air, kami disambut sekelompok barakuda sementara di sekitar kami penuh dengan ikan lain lalu lalang. Kebetulan saat itu sudah sedikit siang sehingga mungkin memang saatnya para ikan makan. Yang mengherankan, ikan-ikan tampak begitu tak acuh dengan kehadiran mahluk asing di antara mereka, kami para diver. Mereka cuek berenang sangat dekat dengan kami, melintas tepat di depan mata, kadang malah tampak seperti ingin menabrak saya. Kadang juga sedikit mengganggu karena tiba-tiba melintas tepat depan kamera padahal saya sedang berusaha mengambil obyek lain. Tapi sangat menyenangkan karena saya bukan dianggap sebagai manusia yang membuat mereka merasa terganggu. Bagi mereka saya hanyalah mahluk laut lain yang tidak mengancam. Rasanya seperti kehadiran saya diterima oleh para ikan. Menyenangkan.

Tiap penyelaman adalah pengalaman menarik yang berbeda satu sama lain. Namun satu kesimpulan yang saya yakini dari beberapa dive yang saya lakukan, tidak ada yang namanya diving buruk di Raja Ampat. Apakah diving dalam atau dangkal, pagi atau malam, air tenang atau berarus, di antara terumbu karang atau pasir yang diam-diam dihuni banyak satwa unik. Pasti akan menemukan sesuatu yang mengesankan di setiap penyelunik.

(Kusumorini Susanto / gst)

Sumber: travel.detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar