Kamis, 10 Maret 2011
Menyusuri Hamparan Hijau Nan Sejuk di Gunung Dempo
Ditemani secangkir kawe (kopi) beraroma khas Pagar Alam, pemandangan alam nan asri saat pagi di serambi Penginapan Gunung Gare Pagar Alam ini, akan memikat siapa saja yang memandang, menyusuri, dan mendaki hamparan hijau kebun teh begitu segar
Belumlah puas mata memandang, kaki pun akan tergerak melangkah di sela perkebunan teh, mencari-cari benalu teh yang berkhasiat itu di sela batang teh, ditemani segarnya dingin pagi dan sinar mentari yang mulai menyapu punggung gunung.
Gunung Dempo yang memiliki ketinggian 3.159 meter dari permukaan laut ini, merupakan daerah tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan. Perjalanan selama kurang lebih 6 jam dari Palembang menuju Pagar Alam juga menjadi pengalaman menarik. Memasuki daerah yang dipagari oleh alam pegunungan ini, jalan berkelok dengan lembah dan tebing di tepian jalan mengucapkan selamat datang memasuki Kota Pagar Alam.
Tidak hanya keindahan Gunung Dempo yang terkenal, jalur pendakian gunung ini juga menjadi buah bibir dikalangan pendaki gunung. “Tantangan yang bervariatif, dan bonus (jalur datar) nya sedikit,” komentar para pendaki gunung asal Jawa. Gemericik suara air dan bermacam suara hewan penghuni gunung akan menemani para pendaki.
Mendirikan kemah di hamparan puncak merapi, sebelum melihat kawah Dempo, juga menjadi daya tarik tersendiri. Menghangatkan badan meneguk kawe, di dekat api unggun, gemerlap lampu kota tampak dari ketinggian itu.
Apalagi disaat tahun baru tiba, hamparan ini akan dipenuhi para pendaki, baik yang berasal dari Pagar Alam, Palembang, bahkan dari luar Sumsel. Menyambut tahun baru di Puncak Merapi Dempo, seakan sudah menjadi tradisi. Daerah Pegunungan Dempo ini juga menjadi obyek wisata sebagai salah satu andalan. Derasnya arus sungai di sela bebatuan juga menjadikan ini sangat potensial untuk menjadi tempat arum jeram.
Daerah yang berjarak 300 kilometer dari Palembang ini juga sarat dengan daya tarik sejarah purba. Batu-batu peninggalan purba yang diperkirakan berumur 2500 sampai 3000 tahun ini terdapat di beberapa desa di kaki Gunung Dempo.
Bentuk batunya pun beragam, dari lesung, hewan, manusia, dan ada juga batu berbentuk rumah. Megalit inilah yang membawa wisatawan mancanegara asal eropa kerap datang ke daerah pegunungan tertinggi di bukit barisan Sumatera ini.
Belum habis potensi wisata di Pagar Alam. Air terjun di pegunungan ini belum sepenuhnya dikembangkan, bahkan tidak menutup kemungkinan belum ditemukan. Seperti ditemukannya curub (air terjun) Pancur belakangan ini, sebuah keindahan baru yang terkuak.
Selepas memuaskan minat wisata di tengah pesona alam Gunung Dempo. Para wisatawan dapat mengunjungi pasar tradisional di pusat kota. Kudu, sebuah senjata khas masyarakat Pagar Alam menjadi buah tangan favorit, selain kopi, teh, benalu teh, dan alpukat.
Tekad Pagar Alam menjadikan kota wisata dan budaya ini semakin mantap dengan dicanangkannya Visit Musi 2008. Kota penghasil kopi dan teh semenjak jaman kolonial Belanda ini dikukuhkan sebagai kota Bunga. Halaman rumah, sekolah, dan taman kota dipenuhi bunga. Pameran bunga diadakan di alun-alun kota setiap tahunnya.
Balai Benih Jarai pun tidak hanya ditanami anggrek, pembudidayaan bunga krisan dilakukan disana. Pembudidayaan bunga potong ini merupakan bentuk dukungan Pemprov Sumsel terhadap upaya menjadikan Kota Pagaralam sebagai kota bunganya Bumi Sriwijaya.
Kekayaan potensi wisata ini disambut ramah warga setempat. Mereka siap menyapa wisatawan, penginapan memperbaiki pelayanan, jalan-jalan diperpanjang dan dihaluskan. Begitupun hutan, dengan penanaman pohon Bambang, dipertahankan kelestariannya.
Sumber: perempuan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar