Jumat, 11 Maret 2011

Supersemar, Coup d’ Etat atau Mandat?

12998236391977831405 
ilustrasi/optimisindonesia.net


Sampai detik ini tidak ada satupun yang bisa memperlihatkan naskah asli “Supersemar”. Bahkan pelaku-pelaku sejarah yang berkaitan dengan supersemar semua ”tutup mulut” dan membawanya sampai keliang kuburan. Sebuah legenda sejarah bangsa Indonesia yang gelap sama gelapnya dengan penyudutan PKI terhadap pembantaian ketujuh para Jendral TNI-AD pada kasus menyedihkan G.30S/PKI.

Yang anehnya sejak Orde Baru memimpin negeri ini, sejarah supersemar masuk kurikulum pelajaran sejarah bangsa Indonesia dan harus dihafalkan isinya oleh anak-anak sekolah, dari tingkat es de malahan sampai universitas. Tanpa pikir panjang apakah mahasiswa-mahasiswa pada bagian fakultas sejarah kelak akan mengoreknya habis-habisan, untuk mengetahui apakah supersemar memang pernah ada dibumi pertiwi Indonesia.

Apa yang salah sehingga supersemar menimbulkan kerancuan tragedi sejarah bangsa yang gelap?.
Kalau kita mau meneliti bagaimana heroiknya sejarah negara ini, maka pelakunya adalah Presiden Soekarno. Beliaulah figur yang berapi-api membakar semangat  kebangsaan. Dari beliaulah kita mengenal propaganda “anti Belanda”. Gara-gara Belanda menjajah negeri ini selama 3,5 abad. Dari beliaulah kita belajar bagaimana mengerti kekayaan sumber daya alam ini dikeruk habis-habisan oleh penjajah. Manusianya dimanipulasi moralnya, sehingga tak salah sampai sekarang kita masih menyimpan jiwa penjajahan terhadap para pekerja bangsa sendiri. Masih berlaku peras memeras dan tekan menekan. Masih menyimpan silsilah golongan “menak jinggo dan babu/jongos”. Inilah kado penjajahan. Tulahnya dibawa dari generasi ke generasi sampai sekarang, meskipun kini kita telah mengakui merdeka, tetapi didalam kita masih terbelenggu sifat-sifat kolonialisme.


Mau memperbaiki, bagaimana?

Secara tidak sengaja, maka propaganda memusuhi Belanda ini masuk kedalam era perpolitikan Indonesia setelah masa kemerdekaan 1945 - 1949. Dan tanpa masyarakat sadari, telah terjadi pergolakan politik dalam kekuatan militer kita terutama TNI-AD dan partai PKI. Semuanya bermula dari TRIKORA/Tri Komando Rakyat. Bahkan persaingan dan adu kekuatan makin nyata ketika soal ”pembebasan Irian Barat”.

Pada tahun 1962 jumlah anggota PKI sekitar 2 (dua) juta orang ditambah dengan jumlah kaum LEKRA yaitu kaum intelek PKI sebanyak 100.000 orang. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar bagi paham Komunisme diluar negara Komunis. Untuk menarik perhatian  Rusia sebagai bagian dari blok Sovyet yang pada waktu itu sedang mengalami perang dingin dengan Amerika Serikat, maka Indonesia mendapat pinjaman ringan peralatan-peralatan militer, dalam rangka masa persiapan perang untuk merebut kembali Irian Barat. Disaat itulah kekuatan TNI kita merupakan satu-satunya kekuatan militer dikawasan ASEAN yang memiliki persenjataan mutakhir, seperti;
-   Squadron Elyusin,
-   Kapal selam,
-   Kapal cepat torpedo,
-   Peluru kendali darat keudara,
-   Radar canggih,
-   MIG-15, 17 dan 21,
-   Tank ampfibi,
-   Kapal sapu ranjau,
-   Pelatihan-pelatihan personil ketiga angkatan di blok Sovyet. Sejumlah perwira tinggi TNI-AD yang dipimpin oleh Jendral A.H.Nasution malah mendapat undangan ke Rusia untuk melihat kekuatan militer Pakta Warsawa. Dan hasil kunjungan ini adalah kekuatan Infantri TNI-AD diperkuat dengan artleri dan kaveleri setaraf dunia. Pasukan TNI-AD diperlengkapi dengan senjata-senjata yang masih langka di kawasan ASEAN, seperti Kalasnikov (AK47), Bren AK, Tokaref serta peluncur granat.

Kegiatan yang disetujui oleh pemerintah Soekarno ini, akhirnya menimbulkan perbedaan pendapat pada beberapa pejabat pemerintah. Oleh karena situasi perekonomian Indonesia saat itu dalam keadaan inflasi yang sangat tajam. Disinilah akhirnya pertentangan ini timbul. Rupa-rupanya masa persiapan perang untuk merebut Irian Barat kembali tidak disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik kala itu. Dan bisa kita tebak terjadilah dualisme dalam kubu pemerintahan, yaitu kubu Soekarno yang mendapat dukungan dari Rusia dan kubu beberapa petinggi militer TNI-AD  dari Amerika Serikat.

Akhirnya Amerika berhasil memaksa Belanda angkat kaki dari Irian Barat pada tanggal 15 agustus 1962, yang kemudian penyerahannya secara resmi kepada ibu pertiwi terjadi pada 1 mei 1963. Yang pada akhirnya kita baru mengetahui dan sadar bahwa Amerika hanya untuk kepentingannya sendiri menguasai biji besi, batubara, dan emas dari Irian Barat. Sampai sekarang kerja sama yang merugikan bangsa Indonesia ini masih bisa kita lihat dan ada yaitu PT Freeport.

Dengan kembalinya Irian Barat kedalam wilayah RI ternyata membawa kendala, yaitu makin serunya perselisihan antara militer ( terutama TNI-AD)  dengan PKI. Presiden Soekarno berusaha menengahinya dengan menciptakan Neo Imperialsme, Neo Kolonialisme dan Neo Kapitalisme dalam bentuk negara, yaitu ”Boneka Malaya”.Padahal Malaysia dan Singapore baru saja diberikan kemerdekaannya oleh Inggeris tahun 1957. Karena kondisi kemerdekaan inilah banyak Pemuda Perwakilan Malaya ingin bergabung dengan RI, demikian pula rakyat Kalimantan Utara. Akan tetapi sayang, Soekarno tidak dapat lagi mengendalikan perseteruan antara TNI-AD dengan PKI yang mengakibatkan tercetusnya pembantaian ke-7 para Jendral TNI-AD yang kita kenal dengan tragedi G.30S/PKI.

Sampai saat ini belum jelas terbuka misteri siapakah yang membunuh ke-7 para Jendral tersebut, PKI kah, Boneka Malaya kah, atau Soeharto  TNI-AD dengan dukungan CIA. Pemeriksaan forensik pada otopsi mayat para Jendral tidak sesuai dengan laporan informasi yang diberikan oleh Mayjend Soeharto sebagai Pangkopkamtib tentang kekejian yang dilakukan PKI. Lalu siapakah dalang dibalik tragedi berdarah ini?.

Yang jelas ketika rapat kabinet Dwikora di Istana Negara yang dipimpin oleh Presiden Soekarno selaku Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, telah memberikan mandat kepada Mayjend Soeharto untuk melakukan tindakan pengamanan yang perlu, dimana diduga PKI telah menyelusup dalam kabinet Dwikora.

Surat perintah Presiden Soekarno ini dikenal dengan nama SUPERSEMAR. Surat perintah yang sampai saat ini tidak diketahui bentuk naskah aslinya, dan siapa yang membuatnya. Terdapat bermacam-macam kontraversi tentang Supersemar ini;
a.  Supersemar sebagai mandat dari Presiden Soekarno kepada Mayjend Soeharto selaku Pangkopkamtib untuk mengamankan situasi sementara, setelah situasi aman maka mandat harus dikembalikan kepada Presiden Soekarno.
b.  Supersemar sebagai surat ”Pengalihan Kekuasaan”.

Yang manakah naskah asli itu merujuk?

Sejarah Indonesia telah menyimpan 2 (dua) tragedi sejarah yang kelam, yaitu G.30S/PKI dan Supersemar. Keduanya menyimpan misteri. Tidak jelas pelakunya dan dikenal sebagai ”propaganda mempersatukan ketahanan nasional”. Menurut seorang akhli sejarahwan asing Benedict Anderson, yang mengutip pendapat salah satu tentara yang bertugas di Istana Bogor (Letnan Satu Sukardjo Wilardjito) bahwa naskah Supersemar itu diketik diatas kertas dengan kop surat Markas besar TNI-AD dan bukan kop surat Kepresidenan.

Siapakah yang memalsukan Supersemar?

Yang terang supersemar adalah alat propaganda mempersatukan ketahanan nasional.


Literatur dari berbagai sumber sejarah Indonesia.

Della Anna

Sumber: politik.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar