Kamis, 21 April 2011

Di Desa Semayu Perempuan Tidak Mau Menganggur




Hampir tidak ada perempuan yang menganggur di Desa Semayu, Kecamatan Selomerto, Wonosobo, Jawa Tengah. Mereka adalah sosok-sosok yang kreatif dan ulet. Terhimpun dalam Kelompok Ekonomi Produktif Putri Mandiri, kaum perempuan ini membuktikan dirinya eksis.

Mereka perempuan pekerja dari berbagai matapencarian, mulai dari penjual jamu keliling sampai penjual kue di pasar. Merekalah yang menjadikan Desa Semayu sebagai ‘Desa Prima’, suatu pilot project dari pihak Meneg Pemberdayaan Perempuan RI yang menunjuk pada percontohan sebuah desa yang menanggulangi kemiskinan melalui pendekatan ekonomi, yakni dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki desa bersangkutan.

Desa Semayu sendiri terpilih  sebagai Desa Prima sejak 2006. Tahun itu pula desa tersebut mendapatkan dana stimulan dari pemerintah sebesar Rp 40 juta yang kemudian digunakan untuk membiayai modal, pelatihan manajemen kewirausahaan serta pembinaan ketrampilan.


Salah satu kriteria Desa Prima adalah mempunyai sumber daya alam memadai dan berpotensi dikembangkan. Desa Semayu yang terletak 12 kilometer dari Kota Wonosobo, Jawa Tengah, berpenduduk 1.763 jiwa.
Sekitar 60 perempuan, dari berbagai ranah pekerjaan,  bergabung di Kelompok Ekonomi Produktif Putri Mandiri. Ada yang menjadi penjual jamu gendong, menekuni usaha makanan kecil, kerajinan tangan dan pengolahan produk makanan.

Puluhan perempuan, yang awalnya berketrampilan terbatas, menjalani program pelatihan untuk mengisi wawasan, pengetahuan dan kemampuan teknis. Program antara lain mencakup pelatihan manajemen kewirausahaan dan koperasi, pelatihan pengolahan makanan, dan pelatihan teknik pengemasan produk. Tujuan dari program pelatihan ini adalah memberdayakan para anggota untuk menciptakan nilai-nilai tambah pada produk-produk mereka, sehingga dapat menikmati keuntungan yang lebih besar.

Salah contohnya adalah penciptaan nilai lebih dari kemasan produk. Jika dulunya barang dagangan hanya sekadar dibungkus, para anggota kini sadar bahwa barang dagangan akan memperoleh nilai tambah jika dikemas.

“Sudah lama saya bikin makanan kecil tradisional seperti jipang, opak ketan dan rengginang,” kata Ratna [30 tahun] yang sehari-hari berjualan makanan kecil.  “Semula produk tersebut asal diplastik begitu saja kemudian dijual. Setelah mendapatkan pelatihan mengenai kemasan produk, saya jadi tahu manfaatnya.”
Produk yang ia buat kini dikemas rapi. Kemasan tersebut selain menarik minat pembeli, juga untuk mempertahankan kualitas makanan. Ia jmendapatkan pinjaman modal dari kelompok untuk mengembangkan usaha.

“Alhamdulillah usaha masih bisa jalan terus,” aku perempuan berkerudung itu.

Melalui pelatihan-pelatihan yang bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja, kelompok Putri Mandiri yang dipimpin Sri Nuri Rahmawati terus berkembang.
Setiap pagi buta, para anggota yang bekerja sebagai penjual jamu kelililing, sibuk di dapur meracik dagangan. Ketika matahari mulai beranjak naik, mereka berangkat menjajakan jamu ke kampung-kampung. Siang hari pulang dan menyelesaikan pekerjaan rumahtangga.

Tanpa harus menghadiri seminar atau lokakarya khusus, para anggota Putri Mandiri sudah memahami asas-asas kesetaraan gender karena pengetahuan itu disertakan pada program pelatihan. yang mereka ikuti.
Pemerintah telah mengucurkan dana stimulan sebesar Rp 25,2 juta di tahun 2006, yang digunakan untuk pendirian wadah pra-koperasi. Kini usaha kelompok Putri Mandiri sudah membukukan laba bersih Rp 5 juta selama dua tahun ini, sehingga total modal yang dikelola Rp 30 juta.

Menurut Sri Nuri Rahmawati, hasil kerajinan tangan yang ditekuni ibu-ibu di Semayu cukup beragam. Ada yang membuat tas dari mote dan manik-manik, juga membuat suvenir.

“Kebetulan kami punya usaha jasa pengantin. Kalau misalnya ada yang akan menggelar hajatan, kami tawarkan catering dan suvenir. Nanti saya mengordinir ibu-ibu membuat makanan dan suvenirnya,” ungkap guru MAN Wonosobo itu seraya menunjukkan tas-tas mote dan kerajinan tangan hasil karya ibu-ibu Kelompok Putri Mandiri.

Ibu-ibu pengrajin ini tidak berhenti berkreatifitas. Mereka berupaya keras menggali potensi di sekelilingnya. “Sekarang ini kami sedang membuat kerajinan tas dari bekas pembungkus sabun cuci. Hasilnya cukup lumayan,” kata Ny Nuri sambil menunjukkan tas dari pembungkus sabun yang dijahit rapi.
Mereka juga memanfaatkan potensi lokal menjadi makanan yang bernilai jual. Seperti ubi kayu menjadi tiwul instan atau menjadi karamel.

“Ibu-ibu di sini bahkan sering diundang untuk menjadi pelatih ketrampilan di desa-desa lain,” tuturnya bangga.
Ny Nuri yang memiliki jaringan luas, bertugas memasarkan produk ibu-ibu tersebut. Alhasil, banyak pesanan mengalir, mulai dari tas, makanan ringan dan souvenir lainnya.  

Lis Retno W.

www.langitperempuan.com
sumber: www.jawapos.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar