Rabu, 06 April 2011
Megahnya Ketidakpedulian DPR
Gedung baru DPR direncanakan akan dibangun pada Juni mendatang. Biaya pembangunan per ruangannya cukup fantastik, nyaris menembus Rp 800 juta. Luas ruangan per anggota DPR setelah dilakukan efisiensi sebesar 111,1 meter persegi. Dengan hitungan Rp 7,2 juta per meter persegi, maka untuk membangun satu ruang anggota DPR saja dibutuhkan anggaran Rp 799.920.000, hampir Rp 800 juta. Angka ini belum termasuk aksesorinya seperti mebel dan laptop.
Kemudian, luas gedung baru DPR ini secara keseluruhan adalah 157.000 meter persegi. Dana yang diperlukan untuk membangun gedung ini setidaknya memakan tak kurang dari Rp 1.16 triliun. Jumlah yang sangat bombastis!
Pembohongan Publik
Serta merta public mengkritik sikap DPR tersebut yang tidak memperdulikan realitas kehidupan mayoritas penduduk negeri ini. DPR sering menyebut dirinya wakil rakyat. Namun dalam kebijakannya, tak pernah sedikit pun mencerminkan keinginan rakyat. Hati nurani telah mati. Kejujuran apa lagi. Malah kebohongan yang terus menerus dipertontonkan.
Di antara kebohongan itu terkait pendirian bangunan baru yang super megah itu bahwa gedung yang sekarang telah mengalami kemiringan 7 derajat, gedungnya sudah hampir runtuh karena pondasinya sudah keropos. Hal ini terlalu mengada-ngada. Gedung yang ada saat ini dinilai masih layak digunakan. Kementerian PU bahkan sudah memprediksi ketahanan gedung hingga 35 tahun mendatang. Tidak hanya itu, keinginan kuat sejumlah anggota dan pimpinan dewan juga menimbulkan tanda tanya. Apakah transaksi atau idealisme?
Kita menyayangkan sikap para wakil rakyat yang bisa tertawa di tengah para kosntituennya yang menjerit kesusahan karena himpitan ekonomi. Padahal, jika dilihat dari kinerjanya, anggota DPR saat ini belum pantas mendapatkan fasilitas yang baik menunjang kinerja mereka. Contohlah gedung parlemen negara-negara demokratis yang perekonomiannya kuat, dan pendapatan per kapitanya tinggi, seperti AS, Kanada, Australia, Jepang dan Korea Selatan.
Di negara-negara itu, gedung-gedung parlemennya dirancang dengan tidak berlebihan, sesuai dengan kebutuhan
Padahal dana sebesar itu jika digunakan untuk kepentingan public, bisa membangunkan 116 unit rumah bagi fakir miskin dengan asumsi per rumah menghabiskan dana Rp 100 juta. Dengan harga tersebut masyarakat akan mendapatkan rumah yang bukan type RSSS (rumah sangat sederhana sekali) yang selama ini mereka tempati atau lebih diutaman bagi masyarkaat yang belum memiliki rumah.
Selain itu, dana Rp 1.16 triliun bisa digunakan untuk membuka lahan pertanian seluas 20 ribu hektar. Bukan rahasia umum lagi bahwa mayoritas petani kita saat ini merupakan petani penggarap alias tidak punya lahan. Karenanya tidak mengherankan jika nasib mereka masih jauh panggang dari api.
Seharusnya, DPR lebih mengutamakan kemegahan prestasi positif konstruktif daripada mengejar kemegahan fasilitas. Dengan begitu, mereka akan merengkuh dukungan legitimasi luas masyarakat, selain menghindarkan mereka dari pembangkangan kolektif kalangan akar rumput. Jika yang terakhir ini yang mereka pilih, jangan pernah bermimpin akan kembali ke gedung megah itu dengan selamat.
Politisi Busuk
Sikap para politisi di DPR yang tidak memperdulikan keadaan dan menegasikan kepentingan polls (umum) yang notabene telah memberikan mereka suara sehingga bisa duduk di salah satu kursi DPR, semakin menegaskan bahwa mereka sesungguhnya adalah politisi busuk, atau drakula yang hanya menghisap darah manusia lain untuk menyambung nafas. Karenanya, tidak ada sedikit pun kebaikan dalam diri mereka.
Sejarah membuktikan, keadaan suatu bangsa takkan terperbaiki jika dikuasai politisi/pejabat busuk yang dililit mentalitas koruptif, vested interests, pembohongan publik, "mumpung" isme, individualisme, rasisme, dan premanisme. Jalan-jalan haram seperti komersialisasi suara rakyat, ancaman, teror dan ulah premanisme, dihalalkan dalam berpolitik.
Politisi/pejabat busuk ikut bertanggung jawab atas kegagalan negeri ini memberikan hak-hak warganya. Fakta money politics di kalangan politisi/pejabat busuk, misalnya, melukiskan disposisi nurani yang mulai tumpul dan sesat. Duit menjadi penguasa nurani. Suara rakyat kecil dikhianati.
Padahal, mereka diantar rakyat kecil ke panggung politik. Kehendak rakyat kecil telah lama dikomersialisasi. Yang lebih memprihatinkan, kepentingan terselubung kaum politisi/pejabat busuk menggeser cita-cita dasar para pendiri republik yang ber-kemanusiaan, beradab, dan berkeadilan sosial.
Politisi/pejabat busuk memandang dunia dan isinya bukan sebagai kosmos, tetapi khaos dan realitas sosial yang perlu dipolitisasi. Egoisme individual dan kelompok dibenarkan dan disanjung. Dimensi tanggung jawab horizontal dan vertikal dari profesi politisi dilupakan.
Politisi lalai memperhatikan kepentingan polls (baca: umum), lebih mengutamakan kepentingan individual dan sektarian. Lingkaran nepotistik mendominasi pikiran politisi busuk. Akibatnya, kepentingan rakyat dan fasilitas umum luput dari sorotan politisi busuk sebab mereka dilanda demoralisasi.
Virus Disorientasi
Politisi/pejabat busuk berpotensi menyebar virus sosial di dunia politik, ekonomi, dan kebudayaan. Virus itu bernama disorientasi yang lebih berbahaya dibandingkan dengan sapi gila atau flu burung atau nyamuk aedes aegipty. Kualitas fisik dan batin penderita mengalami deteriorasi yang kronis akibat virus ini. Tiba-tiba penderita kehilangan akal sehat, perasaan, rasa kepatutan, dan juga hati nurani.
Virus disorientasi hidup subur di lingkungan politik yang kumuh, seperti air parit. Joroknya lingkungan seperti itu telah menjungkirbalikkan akal sehat, melanggar nilai-nilai dan norma-norma sosial, mengabaikan rasa keadilan, dan mengacuhkan kepentingan rakyat.
Mengapa tubuh para politisi/pejabat itu busuk dan menebar virus? Mereka busuk karena otak mereka bebal, wajah tebal, hati nurani ba’al, dan kehilangan akal. Itulah jika terlalu lama berpolitik dan berkuasa. Dan temyata kelompok politisi/pejabat busuk itu beranak-pinak dengan cepat, seperti ecenggondok. Bak makhluk seram dalam film Alien, mereka membuat koloni-koloni dengan menarik sekutu dari kalangan kampus, LSM, pengusaha, sampai dari dunia hiburan.
Kenapa pula geng busuk ini cepat tumbuh menjalar seperti pohon dolar? Soalnya, sebagaimana halnya buah durian, menjadi busuk itu enak. Dari pada melarat, begitu busuk mereka langsung menambah istri, rumah, mobil, rekening dollar AS dan rupiah. Orang-orang busuk ini sebenarnya ganjen. Walau sudah tenar dan kaya, mereka merambah ke mana-mana bagaikan Dasamuka berganti-ganti wajah. Ada pula kutu Ioncat yang hobi berganti-ganti partai politik seperti balita sehabis mandi ganti celana.
Ahmad Arif
Penulis adalah pemerhati masalah social, juga koresponden situs asyeh.com Arab Saudi. Berdomisili di Banda Aceh
Sumber: detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar