Selasa, 03 Mei 2011

Masih Adakah Prestasi Pasukan Khusus?

Sore hari selepas HUT TNI AU ke-65, sebuah stasiun televisi swasta, masih dalam
rangka HUT TNI AU, menyiarkan secara langsung dari Lanud Halim Perdanakusuma,
ketangguhan Detasemen Bravo 90, pasukan khusus di linkungan TNI AU, dalam menanggulangi teror pembajakan pesawat.

Dalam tayangan itu terlihat dari tampilan yang ada, Den Bravo begitu gagahnya dengan
senjata lengkap mampu membebaskan para sandera dari ancaman pembajakan. Latihan tersebut tentu menjadi modal bagi Den Bravo apabila peristiwa sebenarnya terjadi.
Den Bravo merupakan salah satu detasemen khusus antiteror, selain Densus 88 Polri,
Detasemen 81 Kopasus TNI AD, Detasemen Jala Mangkara Korps Marinir TNI AL, dan dan satuan anti-teror BIN. Sesuai dengan keahlian masing-masing mereka sering melakukan latihan pembebasan sandera atau operasi rahasia dengan model pelatihan diantaranya pembebasan pembajakan di berbagai tempat seperti kapal terbang, kereta api, kapal laut, dan fasilitas umum.

Ketangguhan detasemen khusus TNI, ketangguhannya sudah teruji ketika Kopassandha
(Kopassus) mampu membebaskan pembajakan pesawat Garuda Indonesia DC-9 yang dilakukan oleh lima teroris yang dipimpin Imran Bin Muhammad Zein, pada 28 Maret 1981, di Bangkok, Thailand. Operasi Grup-1 Para-Komando di bawah pimpinan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan itu mampu membebaskan pesawat itu setelah disandera selama empat lewat serbuan kilat.

Dari kesuksesan dalam pembebasan Operasi Woyla itu menempatkan Kopassus setara
dengan pasukan elit lainnya seperti Delta Force (Amerika Serikat), SAS (Inggris), dan Spetsnaz (Rusia). Tentu tugas detasemen-detasemen khusus Indonesia tidak selesai atau tidak melakukan apa-apa ketika tidak ada peristiwa pembajakan atau peristiwa sejenis. Saat ini dan ke depan pasti ada kejadian serupa yang membuat keahlian detasemen khusus harus terus teruji dan mampu menanggulangi. Kesuksesan Kopassus tidak berhenti di situ, dalam operasi pembebasan sandera Mapenduma, tahun 1996, pasukan khusus yang saat itu dipimpin Prabowo Subianto juga mampu membebaskan tim Ekspedisi Lorentz dari OPM.

Dalam penyanderaan kapal Sinar Kudus, sebenarnya menjadi peluang untuk membuktikan ketangguhan-ketangguhan detasemen khusus di Indonesia yang selama ini giat melakukan latihan. Namun sayangnya, disebut ketika operasi digelar, Kapal Sinar Kudus sudah tidak berada di tengah laut namun sudah ditarik ke sarang perompak, sehingga ada kekhawatiran timbul korban ketika operasi militer tetap digelar. Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan perompak telah melabuhkan kapal MV Sinar Kudus ke pantai yang dikuasai gerombolan perompak. Sehingga posisi yang demikian menurut Agus Suhartono lebih sulit daripada di tengah laut.

Namun mantan KSAL Laksamana (Purn) Bernard Ken Sondakh mengatakan penangkapan perompak di lautan sangat sulit dilakukan. Untuk itu yang diperlukan mengamati gerak-gerik perompak tersebut sampai mengetahui di mana sarangnya. Jadi tidak kejar di laut, tapi sergap di darat.

Kalau sulit apakah kita tidak melakukan? Tentu harus tetap dilakukan. Bila banyak AL
negara lain bisa, kenapa kita tidak? Dari sekian AL yang paling sukses membebaskan sandera adalah AL Korea Selatan. Dalam pembebasan sandera di kapal milik perusahaan swasta Korea Selatan itu, AL Korea Selatan menyerbu kapal itu. Aksi pasukan komando itu menyelamatkan semua kru kapal, termasuk dua awak asal Indonesia, dan menewaskan delapan bajak laut.

Alasan Agus Suhartono yang mengatakan AL Malaysia dan AL Korea berhasil melakukan pembebasan sandera karena kapalnya masih di tengah laut, itu hanya sebuah alasan
semata atas keterlambatan operasi militer. Keterlambatan ini bisa jadi karena pemerintah bisa dikatakan lamban, sehingga operasi menjadi terlambat, dan lebih memilih menempuh opsi membayar tebusan dengan alasan untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Menebus dengan uang dirasa lebih aman daripada melakukan operasi militer yang penuh dengan resiko.

Dan cara itu berhasil, buktinya disebut perompak sudah membebaskan awak Kapal Sinar Kudus. Cara seperti itu syah-syah saja, bisa dikatakan itu merupakan bagian dari diplomasi, namun cara seperti itu semakin menyuburkan perompakan di wilayah perairan Teluk Aden, Laut India, dan Perairan Somalia. Langkah seperti ini pernah dilakukan oleh pemilik kapal berbendera Jerman, Arab Saudi, Singapura, dan Yunani. Mereka membayar tebusan karena negara kaya, lha kita bagaimana? Dengan cara seperti itu, maka target dan tujuan dari perompak Somalia tercapai, yakni memperoleh uang dari hasil kegiatannya itu.

Sebenarnya kita yakin Detasemen 81 Kopasus TNI AD, Detasemen Jala Mangkara Korps
Marinir TNI AL, dan Detasemen Bravo TNI AU, mampu melakukan hal itu. Para komando
mereka pun menyatakan siap jika menggelar operasi militer. Bukankah detasemen-detasemen itu sering melakukan pelatihan pembebasan pembajakan di berbagai tempat seperti kapal terbang, kereta api, kapal laut, dan fasilitas umum.

Bila kita tidak memberi kesempatan detasemen-detasemen khusus yang ada untuk
menggelar operasi militer, disebabkan karena kelambanan dalam bersikap, akan membuat
anggaran TNI menjadi membengkak. Mengapa membengkak? Karena detasemen-detasemen
khusus Indonesia itu akan belajar atau studi banding kepada AL Korea Selatan atau AL Malaysia untuk menimba ilmu pembebasan sandera di atas kapal. Belajar ke Korea Selatan kita masih bisa maklum, yang tidak maklum atau memalukan adalah belajar kepada AL Malaysia.

Di sinilah maka pemerintah harus memberi kesempatan kepada detasemen khusus untuk berperan, dengan segera bertindak ketika ada pembajakan. Kopassus tidak akan mampu
membuktikan keelitannya bila Presiden Soeharto dan Panglima ABRI, saat itu, tidak memberi kepercayaan kepadanya. Karena Soeharto dan Panglima ABRI memberi kepercayaan kepada Kopassus, maka pasukan elit itu terbukti tangguh di lapangan, tidak hanya tangguh saat pertunjukan atau tangguh ketika hanya melawan teroris kelas kampung.

Bila detasemen khusus berhasil dalam operasi pembebasan sandera kapal Sinar Kudus,
sebenarnya hal itu akan menjadi nilai tambah efek penggetar kekuatan militer Indonesia kepada negara-negara tetangga. Keberhasilan AL Malaysia dalam pembebasan sandera mungkin dalam hati kita membuat sedikit ciut bila menghadapi Tentara Diraja Malaysia. Keberhasilan AL Malaysia itu bisa jadi akan digunakan oleh Negeri Jiran untuk semakin melecehkan Indonesia.

*) Ardi Winangun pernah Bekerja di Civil-Militery Relation Studies (Vilters) dan Peminat Studi Pertahanan. Penulis tinggal di Matraman, Jakarta Timur. No kontak: 08159052503. E-mail: ardi_winangun@yahoo.com


Sumber: detiknews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar