Selasa, 27 September 2011

Freeport: Berpenghasilan 100 Triliun Cuma Ngasih Royalti 1 Persen? Apa Kata Dunia?


http://newfive.files.wordpress.com/2010/04/freeport.jpg

Tahukah Anda berapa nilai produksi emas Indonesia per tahun? Jumlahnya sangat besar, yakni mencapai Rp120 triliun. Hebatnya, sekitar Rp100 triliun di antaranya berasal dari tambang milik PT Freeport di Papua. Wow….!!!

Dengan hasil sebanyak itu, apakah kita sudah maksimal menikmati royalti dari tambang-tambang emas itu?
Sebagai informasi, seperti dikutip dari hukum online, royalti pertambangan diatur dalam PP No.45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam PP itu, royalti emas ditetapkan sebesar 3,75 persen dari harga jual kali tonnase. Namun ada pengecualian untuk PT Freeport McMorran. Perusahaan tambang asal AS yang beroperasi di Papua ini hanya dikenakan sebesar 1 persen dari harga jual kali tonnase (Hukum Online).
Jadi, dari 100 trilliun per tahun dari hasil penambangan emas PT Freeport di papua, kita Cuma dapat 1 persen? Alamak….!!!

Jika dibandingkan dengan negara-negara seperti Afrika Selatan, Namibia, dan Tanzania yang juga memiliki sumber daya emas, angka 3,75 persen yang diberlakukan pemerintah itu sebenarnya sudah terlalu rendah. Karena 3,75 persen itu dihitung dari pendapatan bersih. Sedangkan pada negara-negara tersebut, pengenaan royalti emasnya mencapai 3-8 persen dari bruto (pendapatan kotor).

Melihat kecilnya keuntungan yang diraih Indonesia dari alamnya sendiri (khususnya emas), tak mengherankan apabila kemudian pemerintah ingin merenegosiasi tambang emas kita, khususnya pertambangan emas dari PT Freeport.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa (HR) mengatakan pemerintah saat ini sedang mengupayakan renegosiasi seluruh kontrak pertambangan. Sejauh ini tercatat telah 65 persen kontrak kerja siap untuk direnegosiasi.

Renegosiasi ini, lanjutnya, dilakukan kepada semua perusahaan mineral tidak terkecuali emas. “Siapa pun yang kontrak di Indonesia, harus patuh pada undang-undang yang ada,” jelasnya. Renegosiasi ini tak terkecuali dengan PT Freeport.

HR mengungkapkan terdapat beberapa hal yang ditekankan dalam proses renegosiasi ini yaitu pertama, pembagian royalti. Kedua, kewajiban untuk memproses hasil tambang di dalam negeri. Ketiga, terkait perluasan ataupun perpanjangan isi kontrak yang mencakup peraturan, luas areal, dan lain sebagainya. “Kemudian juga (terakhir) bagaimana divestasinya (saham),” tuturnya.

Melihat kecilnya keuntungan yang kita rengkuh dari alam kita sendiri, langkah HR ini penting untuk didukung. Masak berpenghasilan 100 Trilliun setahun, cuma bagi royalti 1 persen? 
Apa kata dunia?

Harapan Rakyat
www.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar