Senin, 28 November 2011

Al-Zaytun: Tergolong Masjid Besar di Dunia




https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZ8VuYH5DvFmI71dL_XxcxKCggn7lBxYx-JkjG1n7QsiVc1MvH76AwUeIXq_wni1Kw91tXHcbaJ_cqFuvNRG00uXg4v6fyw-sIFa6RVRoJ85JaGZL4hRvLgaR6jHtUHSnPLrrtazg5OAE/s1600/99+%252842%2529.JPG


Pada bagian keenam kilas balik Sewindu Al-Zaytun, 27 Agustus 1999 – 27 Agustus 2007, kami sajikan tentang Masjid Rahmatan lil Alamin. Masjid ini akan menjadi salah satu masjid yang tergolong besar di dunia setelah Masjidil Haram di Makkah. Masjid Rahmatan lil Alamin merupakan karya monumental umat Islam Indonesia pada awal milenium ketiga ini. Masjid yang akan menjadi simbol kebangkitan Islam yang Rahmatan lil Alamin, sekaligus bermakna kebangkitan bangsa Indonesia.

 Masjid Rahmatan Lil Alamin sedang dalam proses finishingMasjid adalah inti dan pusat kegiatan seluruh penghuni Kampus Al-Zaytun dari sejak subuh sampai dengan Isya, sebagaimana lazimnya pondok pesantren. Di kampus ini santri dilatih dan dibiasakan hidup beribadah, melaksanakan shalat, baik itu Isya, Subuh, Zuhur, Asar maupun Magrib secara berjamaah, sekaligus berdisiplin dalam tradisi kepesantrenan, namun hidup dalam suasana modern.

Di tengah kawasan kampus seluas 1200 hektar ini dibangun sebuah masjid besar, anggun, dan kokoh yang berdiri di atas tanah seluas 6,5 hektar. Bangunan Masjid Rahmatan lil Alamin ini berukuran 99 x 99 meter berlantai 6 (enam). Dari kejauhan, masjid yang tengah dalam proses finishing ini sudah tampak gagah menonjol. Berdaya tampung 150.000 jamaah. Sebuah masjid terbesar (bangunan induknya berdaya tampung terbesar) di dunia. Setidaknya menjadi masjid terbesar di dunia setelah Masjidil Haram di Makkah, tempat paling suci dalam kepercayaan umat Islam.

Memang daya tampung Masjid Rahmatan lil Alamin, Al-Zaytun belum seberapa bila dibanding Masjidil Haram, yang juga kerap disebut Masjid al-Haram, di Kota Makkah Al Mukharamah. Tetapi kapasitas kedua masjid ini memang sulit dibandingkan, sesuai dengan karakter dan bentuk bangunannya. Masjid al-Haram dibangun dengan pelataran mengelilingi Kaabah (Qiblat umat Islam) berkapasitas lebih dari satu juta orang. Sementara Masjid Rahmatan lil Alamin di Kampus Al-Zaytun bangunan induknya saja berkapasitas 150.000 jamaah, namun pelatarannya jauh lebih kecil dari pelataran Masjidil Haram.

Tetapi jika dibandingkan dengan masjid-masjid terbesar lainnya di dunia, termasuk masjid-masjid terbesar di Asia Tenggara, Rahmatan lil Alamin, saat ini adalah yang terbesar. Masjid Istiqlal di Jakarta yang pernah dicatat merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara hanya berdaya tampung 20.000 jamaah. Masjid yang terletak di pusat ibukota negara Republik Indonesia, Jakarta itu dibangun atas prakarsa Presiden Sukarno.

Pemancangan batu pertama masjid yang diarsiteki Frederich Silaban (seorang Kristiani) dilakukan oleh Ir Soekarno 24 Agustus 1961. Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan kubahnya diameter 45 meter. Gambar Bulan dan Bintang dari baja anti karat bergaris tengah 3 m. Gedung pendahuluan dan emper penghubung seluas 36, 989 km2, teras raksasa dan emper keliling seluas 29.850 m2, menara setinggi 6.666 cm, lingkar 500 cm. Sementara MURI masih mencatat Masjid Istiqlal sebagai masjid terbesar di Indonesia dengan kapasitas tampung 50.000 orang di ruang utama 100 x 100 meter.

Setelah dibangunnya Masjid Al-Akbar Surabaya berdaya tampung 30.000 jemaah dan bisa meluber ke luar pelataran sampai lebih dari 60.000 orang, masjid ini kemudian dicatat sebagai masjid terbesar di Indonesia. Masjid Al-Akbar dibangun di atas lahan 11,2 hektar, ditambah hampir dua hektar lainnya yang dipergunakan untuk pembangunan jalan akses ke masjid. Bangunannya terdiri dari dua lantai dengan total luas 28.000 meter persegi. Lantai pertama untuk kegiatan ibadah. Lantai dua untuk ruang pertemuan dan kantor takmir. Sedang basement seluas 10.000 meter persegi untuk sekolah, dari play group, taman kanak-kanak, sampai sekolah dasar. Ditambah perpustakaan dan pelbagai sarana publik seperti warung internet.

Di Malaysia juga ada masjid yang diklaim sebagai masjid terbesar di Asia Tenggara. Masjid Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah di Bandaraya Shah Alam, Malaysia berkapasitas 24. 000 jemaah. Masjid ini juga mempunyai menara tertinggi dan kubah rumah ibadat yang terbesar di dunia. Kubahnya mempunyai ketinggian 106.7 m pada puncaknya dan berdiameter 51.8m. Masjid ini selesai dibangun 11 Maret 1988.

Dibanding dengan masjid-masjid besar di Asia Tenggara tersebut di atas, serta sejumlah masjid besar lainnya di Indonesia seperti Masjid Agung Surabaya, Masjid Sunan Ampel Surabaya, Masjid Menara Kudus, Masjid Agung Demak, Masjid Raya Bandung, Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, Masjid Jaka Tawa Cirebon, dan lain-lain, jelas Masjid Rahmatan lil Alamin adalah yang terbesar.


Kemahabesaran Allah
Ketika masuk ke dalam Masjid Rahmatan lil Alamin ini, berada persis di bawah kubah besarnya, terasa kekerdilan diri sebagai manusia dibandingkan keagungan dan kemahabesaran Allah yang dilambangkan masjid ini. Bangunan masjid seluas 99 x 99 m memang dimaksudkan menggambarkan filosofi dari sifat-sifat Allah (Asmaul Husna), yang jumlahnya 99. Bila diputar ke arah mana saja angka ini tidak akan pernah berubah, selalu bernilai 99.

Kubah Masjid Rahmatan lil Alamin setinggi 68 meter dan seluas 24 x 24 meterBegitu pula jumlah lantai masjid ini, 6 lantai, merupakan filosofi ‘Arkanul Iman’ rukun iman yang berjumlah enam. Sementara tinggi keenam lantai tersebut secara keseluruhan adalah 33 m yang mempunyai filosofi jumlah tasbih, tahmid, dan takbir setelah shalat. Tinggi tiang masing-masing lantai adalah 5 m, ini mempunyai filosofi ‘Arkanul Islam’, yang melambangkan lima rukun Islam.

Masjid Rahmatan lil Alamin memiliki kubah (dom) yang amat besar dan menara setinggi 175,06 m dan dilengkapi dengan 4 kubah kecil. Hal ini bermakna filosofis sebagai perwujudan bahwa Indonesia mengenal berbagai madzhab.

Suatu hal yang ‘ajaib’ dalam rancang bangun masjid yang mempunyai seni artistik tinggi ini adalah dari lantai mana pun dan dari sisi mana pun kita akan dapat memandang langsung ke mimbar yang sekaligus sebagai kiblat.

Semakin diamati, masjid ini semakin indah dan mengagumkan. Arsitekturnya begitu indah dengan perpaduan model arsitektur di seluruh dunia, arsitektur universal. Hal ini sesuai dengan makna namanya Rahmatan lil Alamin, masjid yang akan menebar rahmat, menebar kasih hingga akan tercipta hubungan silaturahmi yang tidak ada putus-putusnya.

Masjid Rahmatan lil Alamin ini merupakan karya monumental umat Islam pada awal milenium ketiga ini. Masjid yang akan menjadi simbol kebangkitan Islam yang Rahmatan lil Alamin, sekaligus bermakna kebangkitan bangsa Indonesia.


Berbiaya 14 Juta Dolar AS
Sebelum membangun Masjid Rahmatan lil Alamin, Al-Zaytun untuk pertama kali membangun Masjid Al-Hayat, sebagai masjid persiapan I’dadi. Masjid Al-Hayat dibangun di atas tanah seluas 5.000 m2 dengan dua lantai yang dapat menampung kurang lebih 7.000 jamaah. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada 1 Januari 1999 dan pengerjaannya selesai dalam kurun waktu 3 bulan.

Santri foto bersama di samping kerangka kubah Masjid lil Alamin
Kemudian, sehubungan pesatnya pertambahan jumlah santri dan penghuni Al-Zaytun menyebabkan Masjid Al-Hayat sudah tidak mampu lagi menampung jamaah, baik pada hari-hari biasa maupun Jumat. Sehingga Al-Zaytun kemudian membangun masjid lebih besar yang diberi nama Masjid Rahmatan lil Alamin.

Masjid Rahmatan lil Alamin memerlukan biaya kurang lebih 14 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 100 milyar lebih. Setelah Masjid Rahmatan lil Alamin digunakan, bangunan Al-Hayat akan difungsikan untuk perpustakaan Al-Zaytun.

Pembangunan Rahmatan lil Alamin boleh dibilang merupakan satu tonggak sejarah pembangunan sebuah simbol dan monumen kebesaran umat Islam dan kebesaran bangsa di negeri ini. Peletakan batu asas masjid ini merupakan sebuah catatan sejarah yang menarik. Diawali saat memasuki gerbang tahun baru Hijriah 1 Muharam 1421 H. Saat itu, puluhan ribu umat Islam dan sejumlah sahabat beriman lainnya berkumpul merayakan tahun baru 1 Muharam 1421 H di Al-Zaytun sekaligus bersatu hati untuk secara bersama melakukan peletakan batu asas masjid Rahmatan lil Alamin. Peletakan batu asas diawali dan dipimpin oleh Syaykh Abdussalam Panji Gumilang didampingi para eksponen dan segenap civitas Al-Zaytun yang sekaligus mewakili sejumlah umat Islam. Kemudian disusul sejumlah tokoh dan undangan lainnya, di antaranya R Nuriana, Gubernur Kepala Daerah Tingkat Satu Jawa Barat saat itu, dan sejumlah sahabat beriman lainnya.

Peletakan batu asas tidak berhenti hanya hari itu, tetapi terus dilanjutkan secara simultan oleh para umat Islam dan sahabat beriman selama tiga bulan.

Begitulah kisah peletakan batu asas pembangunan masjid yang menjadi induk dari semua karya besar yang menumental di Al-Zaytun, yang kelak diyakini akan diukir sejarah sebagai simbol kebesaran dan kebangkitan bangsa ini.

Di samping memiliki areal yang luas dengan daya tampung yang besar, Masjid Rahmatan lil Alamin juga mempunyai seni artistik yang tinggi, ditambah dengan dom (kubah) yang besar yang dilapisi bahan seperti emas yang maknanya agar Indonesia dapat tampil berkualitas emas.

Suasana saat berlangsungnya pelaksanaan acara peletakan batu asas tersebut begitu meriah. Selain Gubernur Daerah Tingkat Satu Jawa Barat turut hadir pula seluruh Kepala Daerah Tingkat dua yang ada di Jawa Barat, juga kelompok-kelompok pengajian yang datang dari seluruh Indonesia dan para undangan dalam negeri serta dari negeri jiran Singapura dan Malaysia, ditambah ribuan masyarakat yang ingin berpartisipasi bersodaqoh untuk pembangunan Masjid Rahmatan lil Alamin.

Kemudian, peletakan batu pertama Masjid Rahmatan lil Alamin ini dilangsungkan setelah masa 100 hari sejak dimulainya perletakan batu asas. Bermakna bahwa selama 100 hari setiap tamu yang berkunjung ke Al-Zaytun diperkenankan untuk ikut andil meletakan batu asasnya.

Sebagai simbol keberadaan umat Islam, sudah barang tentu apabila pembangunan sebuah masjid menggambarkan nilai-nilai keimanan dan ajaran-ajaran Islam itu sendiri, hal ini seperti diuraikan oleh Syaykh Al-Zaytun dalam sambutannya dengan menjelaskan filosofi yang terkandung dalam pembangunan Masjid Rahmatan lil Alamin tersebut.

Pada kesempatan peletakan batu asas itu, para koordinator/persatuan wali santri seluruh provinsi di Indonesia dan luar negeri, kelompok-kelompok pengajian, institusi pendidikan, perusahaan dan instansi-instansi pemerintah/swasta maupun keluarga atau perorangan yang hadir, turut serta menyumbang dengan ikhlas untuk membiayai pembangunan masjid ini. Mereka semua tentunya merupakan perwujudan kebesaran dan kesatuan umat Islam.

Gubernur Jawa Barat Nuriana dalam sambutannya ketika itu (Majalah Al-Zaytun, Edisi IV, April 2000) mengharapkan semoga dengan dibangunnya Masjid Rahmatan lil Alamin ini nantinya dapat menjawab tantangan zaman, mencerminkan nilai-nilai moral keadilan, sejalan dengan tanggung jawab sosial, adanya orientasi ilmu, serta adanya pendekatan yang tidak sesuai dengan perkembangan pembangunan segera dapat dirubah dengan menjiwai moralitas ajaran agama yang semata-mata sebagai sarana ibadah kepada Allah.

Nuriana mengatakan, di tengah dominasi iptek yang besar sekali pengaruhnya pada manusia dan arus globalisasi yang memengaruhi sistem etika, moral bahkan berpengaruh terhadap kedaulatan negara, untuk itu hendaklah masjid dapat dijadikan sebagai perwujudan situasi sosial masyarakat, tempat komunitas yang menjalankan berbagai aktivitas pengabdian kepada Allah, sekaligus dapat menciptakan iklim solidaritas dengan sesamanya, tempat bermusyawarah para jamaahnya untuk menyusun strategi kebijakan, dalam rangka membangun kualitas kehidupan yang lebih baik.
“Jadi bukan hanya dijadikan kebanggaan semata dan tempat ibadah ritual saja, hingga hanya menjadi sebuah bangunan yang dibatasi oleh dinding-dinding penyekat tertentu,” jelas Nuriana.


Telaten

Pelaksanaan pembangunan masjid ini dilakukan dengan telaten. Untuk sistem pondasi, misalnya, dibuat dengan sistem pondasi kapal. “Sebenarnya, nama resminya raft foundation atau pondasi rakit. Namun, kalau rakit kan maknanya kecil maka kami sempurnakan menjadi pondasi kapal,” jelas Ir Djamal M. Abdat, Pimpinan Tanmiyah Al-Zaytun.

Saat ini Masjid Rahmatan lil Alamin mulai dilapisi dengan granitSementara, untuk menyempurnakan desain Masjid Rahmatan lil Alamin, Syaykh Al-Zaytun Dr Abdussalam Panji Gumilang, langsung memimpin tim beranggota M Natsir Abdul Qadir, M Yusuf Rasyidi dan Ir Bambang T Abdul Syukur, pada akhir Oktober melakukan perjalanan ke Spanyol untuk melihat secara langsung model arsitektur di Al-Hambra, Cordoba yang terkenal itu. Kemudian ke Mesir, untuk melihat model bangunan arsitektur masjid-masjid bersejarah yang punya nilai arsitektur yang tinggi.

Arsitektur Masjid Rahmatan lil Alamin dibuat dengan memadukan model arsitektur di seluruh dunia. Hal ini dilakukan karena Masjid Rahmatan lil Alamin akan menjadi sebuah masjid monumental karya umat Islam di abad 21. Gaya arsitekturnya merupakan perpaduan menyeluruh dari semua gaya arsitektur yang ada di dunia ini.

Saat ini, masjid ini telah mulai dilapisi dengan granit yang diimpor dari RRC, mulai seluruh lantai dan dindingnya. Harga per keping granit ini sekitar Rp 400.000. “Untuk keperluan ini tak kurang dari 70.000 meter persegi granit yang dibutuhkan”, jelas Syaykh Panji Gumilang. Dan sesuai dengan namanya Rahmatan lil Alamin, masjid yang akan menebar rahmat, menebar kasih hingga akan tercipta hubungan silaturahmi yang tidak ada putus-putusnya.

Barangkali menarik dikisahkan sepenggal pengalaman para pekerja kontruksi yang terlibat dalam pembangunan Masjid Rahmatan lil Alamin ini. Terutama mereka yang bekerja di ketinggian ketika merangkai kerangka lengkung struktur pembentuk kubah besar masjid ini. Bekerja di ketinggian bukan pekerjaan yang bisa dilakukan sembarang orang. Orang yang takut ketinggian jangan harap bisa melakukannya. Selain itu, mereka harus memiliki ketahanan mental dan fisik, sebab pada ketinggian di atas 40 meter ke atas angin berhembus lebih kencang dari pada di daratan. “Di ketinggian 15 meter saja angin sudah kencang,” kata salah seorang karyawan Al-Zaytun sub unit erection.

Sekadar pembanding, memanjat sebuah tower transmisi listrik saja sudah memerlukan tenaga besar. Sampai di atas bukan tujuan akhir melainkan hanya sebuah langkah awal. Di ketinggian itu mereka mesti melakukan pekerjaan spesifik yang terkadang dilakukan sambil berdiri di atas sebatang besi kerangka. Begitu pula dalam proses ereksi kerangka bangunan yang di Al-Zaytun seluruhnya menggunakan baja WF. Terkadang seorang petugas mesti bergelayutan di rangka-rangka baja yang sedang dikerek tower crane.

Pemandangan menegangkan begitu terasa ketika para petugas sub unit erection tengah merangkai kerangka-kerangka lengkung struktur pembentuk kubah besar Masjid Rahmatan lil Alamin. Bayangkan, mereka harus bergelayutan dan memanjat baja WF lengkung sepanjang 24 m di atas ketinggian 80 m untuk menyambung belalai-belalai WF pembentuk kubah besar itu. Atau ketika harus mengencangkan baut-baut perangkai dan kemudian mengelasnya.

Menurut A Daud yang sejak awal menjadi komandan unit pabrikasi, setiap pekerja di unitnya dituntut mampu mengelas, sebab semua rangkaian konstruksi baja, selain diikat dengan baut mesti diperkuat dengan sambungan las. Pada saat-saat seperti ini, keseimbangan tubuh menjadi vital.

Salah fatal, tak seimbang, atau grogi, nyawa menjadi taruhannya. Bagi orang yang takut ketinggian, jangankan untuk merangkai struktur baja yang beratnya berton-ton, berdiri di sebatang WF saja pasti sudah gemetar. Terlalu lama, keringat dingin bisa mengucur.

Tak salah jika para pekerja spesialis perangkai konstruksi baja merupakan para pekerja yang betul-betul sudah teruji. Sebagai contoh, di sub unit erection Al-Zaytun, seseorang yang diperkenankan bekerja di ketinggian telah melalui proses seleksi alam. Pertama sekali jika mampu bekerja merangkai baja hingga satu lantai, ditingkatkan hingga dua lantai. Begitu seterusnya. Menurut salah seorang karyawan unit ini, suatu ketika salah seorang rekan berkeringat dingin, padahal baru di ketinggian dua lantai. Komandan unit yang bijaksana akhirnya memutuskan rekan tersebut tak lagi bertugas di ketinggian.

Keputusan seperti itu menjadi bagian terpenting dalam proses pekerjaan konstruksi. Bagaimanapun, keselamatan kerja tak boleh terabaikan. Terkadang kelalaian kecil berakibat besar. Satu baut kendur, terkadang harus dibayar dengan kecelakaan kerja.

Jelas, hal-hal seperti itu mesti diantisipasi dengan sebuah sistem. Maka sebelum memulai pekerjaan, setiap komandan subunit tak boleh alpa mencek kesiapan personil dan peralatan kerja yang digunakan mengingat wilayah kerja unit ini berisiko tinggi.

Setelah melihat keanggunan dan keagungan masjid ini, meski belum rampung seluruhnya, hasil jerih payah para pekerja itu terasa menjadi suatu kebanggaan dan kehormatan yang nilainya lebih besar dari jerih payah dan segala risiko yang mereka hadapi itu. Masjid ini adalah sebuah karya besar yang patut dicatat sebagai simbol kebangkitan bangsa ini. Bahkan lebih dari itu, sebagai simbol pengagungan dan ketakwaan manusia kepada Allah.

Namun lantaran di bawah lantai satu masjid ini ada basement, entah kenapa, sempat ada pihak-pihak yang mencurigai basement ini sebagai bunker. Konon, kecurigaan itu muncul, karena pada saat proses pengerjaan konstruksi masjid ini para pengunjung dianjurkan untuk tidak memasuki bangunan masjid ini. Padahal anjuran itu disampaikan adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Sebab satu batu kecil saja terjatuh dari atas akan bisa mengakibatkan kepala seseorang pecah atau bocor.

Namun saat pengerjaannya sudah dalam proses finishing, para pengunjung sudah diperkenankan memasuki bangunan ini, termasuk melihat dari dekat basement masjid ini. Kami dari tim Berita Indonesia juga memasuki basement ini. Tidak terlihat ada bunker di situ. Basement itu sedang ditata dengan membaginya terdiri dari beberapa ruangan yang kelak bisa digunakan untuk berbagai keperluan.

Kini, kendati belum rampung, masjid yang direncanakan mampu menampung 150 ribu jamaah ini telah digunakan dalam berbagai acara besar, seperti Idul Fitri, Idul Adha, peringatan 1 Muharram dan acara-acara besar lainnya. Dalam acara-acara itu pulalah dilakukan penggalangan dana untuk pembangunan Masjid Rahmatan lil Alamin dari jamaah yang hadir.

Setelah Masjid Rahmatan lil Alamin kelak difungsikan sepenuhnya, bangunan Al-Hayat akan digunakan untuk perpustakaan Al-Zaytun. Saat ini, Masjid Al-Hayat, masih merupakan pusat kegiatan seluruh penghuni Al-Zaytun dari subuh sampai dengan Isya’. Di masjid ini para pengunjung Al-Zaytun akan melihat kegiatan shalat berjamaah dan tadarus al-Quran yang dilakukan oleh seluruh penghuni Al-Zaytun.

Di masjid inilah setiap hari Jumat Syaykh AS Panji Gumilang memberikan pengarahan khasnya kepada para santri dan seluruh penghuni kampus, dan merupakan acara khusus yang sangat menarik dan selalu mendapatkan respons dari jamaah Shalat Jumat. Syaykh selalu memberikan tekanan agar kelak para santri mampu berkiprah dalam kemandirian, dan sanggup mewarnai kehidupan masyarakat sekelilingnya.


Fasilitas Lainnya

Selain fasilitas gedung pembelajaran, asrama dan dapur modern serta masjid terbesar di Asia Tenggara, kampus ini juga dilengkapi bangunan wisma tamu Al-Ishlah. Wisma ini ditempatkan di sebelah selatan Masjid Al-Hayat dengan luas lantai 7.600 m2, bangunan lima lantai, dengan 150 kamar tidur tamu dan dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti; coffee shop, meeting room, dan pendukung lainnya. Wisma ini mulai dibangun tanggal 1 Juli 1999, selesai 27 Oktober 2001. Selain itu, bangunan wisma tamu khusus akan ditempatkan di sebelah selatan entrance utama arena pendidikan.

Juga dilengkapi perkhidmatan kesehatan (hospital), bangunan administrasi pusat dan rektorat. Saat ini Perkhidmatan Kesihatan dengan masih mengambil tempat lantai dasar bangunan pembelajaran Umar Ibnu Khaththab, berfungsi memberikan pelayanan kesihatan kepada seluruh santri, para guru, dan civitas Al-Zaytun lainnya serta masyarakat sekitar. Khusus masyarakat di tiga desa yang telah berpartisipasi dalam pengadaan lahan wakaf, diberikan konsultasi kesihatan secara cuma-cuma.

Pembangunan gedung Perkhidmatan Kesihatan (hospital), direncanakan di sebelah selatan arena pendidikan dengan luas lantai 22.000 m2 yang pembangunannya dilakukan secara bertahap. Hospital ini direncanakan pula pada masa depan sebagai sarana pendukung untuk Fakultas Kedokteran Universitas Al-Zaytun Indonesia.

Dalam rangka pendukung sarana pendidikan dan berbagai sarana lainnya dalam kawasan Al-Zaytun juga dibangun jaringan komputer sentral yang menjangkau seluruh unit sarana pendidikan, jaringan sound system, jaringan telepon, dan jaringan listrik dari PLN dan dengan back up generator listrik (genset sebanyak 18 unit).

Semua aktivitas Al-Zaytun dilayani dari bangunan administrasi pusat dan bangunan rektorat yang berada di sebelah selatan Masjid Rahmatan lil Alamin.

Oleh: Drs Ch Robin Simanullang (Berita Indonesia 45)

Sumber: http://www.beritaindonesia.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar