Kamis, 10 November 2011

[Hari Pahlawan] Pekikkan Hidup atau Mati dari Surabaya


Patung Suro & Boyo
Patung Suro & Boyo


Hotel Yamato / Orange Hotel
Hotel Yamato / Orange Hotel


Surabaya, 18 September 1945

“Londo edaaannnn, opo kuwi maksud’e dek’e masang bendera negarane nang puncak hotel Yamato?” Sidik terkejut.

“Sial kabeehh,, arep tak patahke batang leher’e. Tak remuk’ke balung’e nganti ra ono turah!!” Hariyono menambahkan.

Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan W.V.Ch. Ploegman memasang bendera kebangsaan Belanda tepat di puncak hotel Yamato tanpa seizin pemerintah RI. Padahal setelah munculnya maklumat pemerintah RI yang menetapkan bahwa mulai tanggal 1 September 1945, Sang Saka Merah Putih harus selalu berkibar di bumi Indonesia. Dan tak satupun bendera dari negara lain boleh dikibarkan tanpa izin. Sidik dan Hariyono sebagai pemuda Surabaya terbakar api nasionalisme. Mereka segera melapor pada Soedirman, Resimen Daerah Surabaya Pemerintahan RI saat itu.

“Lapor jendral, saiki Londo wis gak duwe aturan”
“Opo maksudmu Sidik? Nggawe perkoro opo maneh Londo iku?”
“Londo masang gendero e nang hotel yamato jendral. Iku lak ngelanggar maklumat pemerintah.”
Soedirman berpikir sejenak,” Yo wis, awak dewe nang Yamato saiki..

Soedirman diiringi Sidik dan Hariyono menerobos kerumunan massa di depan hotel Yamato.

“Permisi, saya ingin bertemu dengan pimpinan kalian. Mana Ploegman???” ujar Soedirman dengan nada bengis pada salah seorang tentara Belanda yang berjaga di depan Hotel Yamato. Mereka pun diantar ke dalam hotel Yamato oleh seorang tentara Belanda untuk menemui Ploegman.

“Hai Jendral, ada apa repot – repot anda datang kemari menemui saya?” tanya Ploegman yang duduk manis dengan cerutu yang menempel di bibirnya.

“Harusnya anda tidak perlu menanyakan hal itu Sir Ploegman. Karena anda tahu jawabannya. Berhentilah bermain – main dengan bangsa kami. Lekas perintahkan anak buah anda untuk menurunkan bendera bangsa kalian bedebah !!!”

Ploegman tidak mengindahkan kata – kata Soedirman, ia malah mengeluarkan pistol, dan pertarungan di dalam ruangan itu pun tak dapat terelakkan.

“Mati kowe Londo edan !!!” Sidik menyerang Ploegman tiba – tiba. “bruukkk..” Sidik melompat kearah Ploegman, mencekik batang lehernya tanpa ampun. Semakin kencang hingga Ploegman pun tewas. Namun sebelum tewas ia masih sempat menembakkan pistol ke udara. Tentara Belanda yang berjaga di luar pun masuk ke dalam karena mendengar desingan pistol Ploegman. Melihat pemimpinnya tewas mereka pun kalap. Ditembaknya Sidik tepat di kepala. “Doooorrrr” Sidik pun tewas seketika.

Disela tragedi miris tersebut. Soedirman dan Hariyono berhasil melarikan diri keluar hotel Yamato. Namun Hariyono berbalik arah. Ia memilih kembali kedalam hotel serta merta menarik tangan rekannya yang ia lihat berdiri di depan Yamato untuk memanjat ke atas hotel. Dipanjatnya dinding bercat orange itu. Sesampainya di puncak hotel bendera kebangsaan Belanda yang berwarna merah, putih, dan biru dirobek pada bagian yang berwarna biru. Lalu dipasangkan lagi sisa bendera tersebut yang kini berwarna merah dan putih. Dan kini Sang Saka lah yang bertahta.


27 Oktober 1945

Perang belum berakhir. Setelah insiden Yamato, munculah pertempuran selanjutnya. Baku hantam antara tentara Indonesia dan Inggris tak mampu dihindari. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Sampai akhirnya seorang Jenderal Inggris bernama D.C. Hawthorn meminta bantuan Presiden Soekarno untuk meredakan situasi. Kondisi yang awalnya memanas kini kembali reda. Sampai pada akhirnya kembali meletus pertempuran selanjutnya.


Jembatan Merah
Jembatan Merah


Mobil yang ditumpangi Mallaby
Mobil yang ditumpangi Mallaby


Mallaby
Mallaby


Seorang Brigadir Jenderal Inggris bernama Mallaby tewas karena kesalahpahaman yang terjadi antara tentara India dan milisi Indonesia saat keduanya melintasi Jembatan Merah. Milisi Indonesia tak mampu menahan emosi. Dan di menit selanjutnya seorang tentara meneriakkan aba – aba…
“Tembaaaaaaaaaaaaakkkkkkk…!!! .doooorrrr,,,doooorrr,,” puluhan peluru dimuntahkan oleh senapan milik milisi Indonesia.

“Arrgghhhhhhh…aaaaaaagghhhhhh..” Mallaby mengerang kesakitan. Mallaby tewas dengan beberapa peluru yang bersarang ditubuhnya. Mobil yang membawa Mallaby serta beberapa tentaranya terbakar akibat granat yang sengaja dilemparkan milisi Indonesia. Mallaby pun ikut hangus terbakar di dalamnya.
Pihak Inggris murka atas kematian Mallaby. Lalu pengganti Mallaby, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan Ultimatumnya.

“Hei Bangsa Indonesia, saya keluarkan ultimatum , kejadian ini sungguh membuat saya kecewa dan murka. Mulai hari ini kalian – kalian orang Indonesia yang memiliki senjata harap melapor dan meletakkan senjata yang kalian orang punya di tempat yang kami sediakan dengan mengangkat kalian punya tangan ke atas kepala. Batas ultimatum yaitu pukul 6 pagi pada tanggal 10 November 1945.”

Ultimatum itu membuat Indonesia merasa terinjak – injak. Mereka pun murka. Bung Tomo pahlawan penggerak semangat pemuda pemuda Surabaya, memimpin mereka di barisan depan.


Google


Bung Tomo
Bung Tomo
 

10 November 1945

Tentara Inggris pun tak tinggal diam. Mereka kerahkan tank – tank andalan menghancurkan beberapa kantor pemerintahan RI di Surabaya.

Diantara desingan peluru, diantara dendam kesumat kedua kubu, diantara harapan, Bung Tomo memberi semangat, “Ayo rek, ancurno tentara Inggris biadab iku. awak dewe kudu njogo Suroboyo. Ojo sampek Inggris ngerebut  bangsane awak dewe,,, serbuuuuuuuuuuuuuuu.!!!!!!!!!!!!!!!!!!”

Bung Tomo dan ratusan tentara serta para santri yang sengaja dikerahkan oleh Kyai menyerang tentara Inggris yang bersekutu dengan tentara India. Senjata yang hanya seadanya tak mematahkan semangat mereka. Airmata pengharapan terukir di wajah mereka. Keringat keresahan membanjiri tubuh pejuang – pejuang Indonesia.

Pertarungan terjadi hampir 3 minggu lamanya. Semakin banyak korban yang berjatuhan. Lautan darah, lautan airmata kehilangan, lautan mayat bergelimpangan. Ahhh Surabaya ,,, Pemandangan yang sangat memilukan.

Sampai akhirnya Surabaya tak mampu mereka bela. Dan Inggris pun menjadi penguasa. Namun, peperangan belum usai pemuda… Hanya kisah ini yang harus ku akhiri sampai disini.

salam  perjuangan

Ajeng Leodita Anggarani
Sumber: www.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar