Minggu, 31 Oktober 2010

Alam, Sunatullah dan Pengaturan Allah SWT

tatasurya

















Al-Quran mengatakan bahwa umat Islam merupakan ummatan wasathan, yaitu umat pertengahan. Supaya mereka menjadi saksi atas manusia, dan supaya Rasul menjadi saksi atas mereka. (QS. Al-Baqarah[2]: 143).

Sebagai umat pertengahan mereka melihat segala sesuatu di alam ini sesuai dengan patutnya atau menurut hukum yang lazim. Gejala-gejala alam seperti siang-ma!am, gerhana, halilintar, petir, topan dan badai diatur oleh Penciptanya berdasarkan hukum-hukum tidak berubah yang disebut sunnatullah.
Semuanya berjalan mengikuti ketentuan-ketentuan pasti yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengaturan hidupnya.

Al-Quran menegaskan,
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus [ 10]: 5).

Dalam surat yang lain, “Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya” (QS. Yasiin [36]: 40).

Dengan adanya hukum tidak berubah yang mengatur benda-benda angkasa, orang dapat menghitung detik, jam, hari, minggu, bulan dan tahun. Setahun pasti terdiri dari dua belas bulan dan satu bulan terdiri dari tiga puluh atau dua puluh sembilan hari, bila menggunakan sistem bulan (lunar systetri).
Dari perhitungan hari dan bulan dapat pula dihitung jumlah minggu dalam setahun atau sebuian dan jumlah hari dalam seminggu.

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganiah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa“. (QS. At-Taubah [9]: 36).

Bulan-bulan suci dalam tradisi Islam adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Dalam bulan-bulan ini umat Islam dididik untuk menghentikan permusuhan, pertumpahan darah dan semua tradisi buruk agar mereka menjadi orang yang baik sepanjang tahun.
Diantara maksud pengadaan sistem tata surya adalah agar manusia dapat membuat kalender, baik berdasarkan perjalanan matahari (kalender Masehi). Benda-benda angkasa ini merupakan benda-benda mati yang diciptakan oleh Allah, dan perjalanannya tidak dapat mempengaruhi nasib manusia di muka bumi. Gerhana bulan atau matahari, bulan sabit, atau bulan purnama, meteor atau lainnya, tidak mempengaruhi tempramen, nasib, peruntungan dan jalan hidup manusia.

Orang dapat mengandalkan astronomi karena ilmu ini berdasarkan perhitungan pasti sesuai hukum-hukum tidak berubah, tetapi tidak dapat mengandalkan astrologi karena ilmu ini berdasarkan tahayyul dan perkiraan-perkiraan tidak masuk akal. Karena itu, agama yang benar mengajarkan untuk tidak mencari petunjuk kepada benda-benda ciptaan Allah ini, apalagi menyembahnya.

Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan ianganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah“. (QS. Fushshilat[41]:37).

Ibarat bulan atau matahari yang timbul tenggelam, kehidupan manusia juga datang silih berganti. la lahir, tumbuh menjadi remaja dan dewasa, lalu mencapai usia tua, dan akhirnya meninggal dunia. Kehidupan anak manusia dilanjutkan oleh keturunannya.
Kehidupan yang datang silih berganti itu telah berlaku sejak manusia pertama diciptakan menjadi khalifah di bumi. Karena itu, tidak pada tempatnya manusia berpikir untuk hidup abadi. Kehidupan makhluk pasti mempunyai awal dan akhir. Hanya Pemberi Hidup Maha Pencipta saja yang tidak berawal dan tidak berakhir.

Agar damai dan bahagia dalam hidupnya, manusia harus mengikuti aturan. Kehidupan benda-benda angkasa berjalan dengan mulus dan tanpa bentrokan, karena semuanya berjalan sesuai dengan aturan yang ditetapkan Allah dalam hukum-Nya yang tidak berubah.

Bila saatnya sudah datang, Allah Yang Maha Tahu akan mengacaukan aturan itu menurut kehendak-Nya. Bulan, semua pelanet, bintang dan sistem tata surya akan kacau dan saling bertabrakan. Kejadian ini
disebut dengan hari Kiamat.

Hari kehancuran ini pasti akan datang di akhir zaman untuk menandai dimulainya kehidupan akhirat. Sebelum hari kehancuran yang maha hebat itu datang, manusia sebagai individu atau masyarakat akan mengalami kehancuran atau kiamat kecil, bila ia tidak memperhatikan aturan dan perimbangan.
Untuk hidup normal, manusia harus hidup alami dan mematuhi pengaturan Allah. Kehidupan yang tidak alami dan tidak islami tidak sesuai dengan fitrah kejadian manusia.

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at, No. 03 Th. XXIII 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar