Sabtu, 23 Oktober 2010

Bebaskan Negeriku dari Kemiskinan

Menurut Direktur INDEF M Ikhsan Modjo, angka kemiskinan di Indonesia akan naik sekitar 1,3 persen atau bertambah sekitar lima juta jiwa. Dengan demikian jumlah orang miskin di Indonesia sedang bergerak ke angka 40,4 juta orang, atau 16,8 persen dari jumlah total penduduk Indonesia. Ini berarti jumlah penduduk miskin Indonesia setara dengan jumlah penduduk malaysia.

Harapan saya dan tentu harapan semua orang, adalah negeri ini terbebas dari masalah kemiskinan. Karena menurut saya kemiskinan adalah pangkal dari segala masalah sosial yang terjadi di negeri ini. Dengan bebasnya negeri ini dari kemiskinan maka saya berharap tidak akan ada lagi penganguran, pengemis, busung lapar dan tunasusila, seperti yang selama ini banyak kita dengar dan temui di sekitar kita.

Saya sadar bahwa membebaskan negeri ini dari kemiskinan bukanlah pekerjaan mudah, semudah membalikkan tangan. Tidak juga bisa dicapai dalam waktu yang singkat, tapi bukan juga sesuatu yang tidak mungkin. Yang diperlukan hanya komitmen yang kuat, baik pemerintah maupun masyarakat untuk mau membebaskan diri dari kemiskinan tersebut.

Potret Kemiskinan IndonesiaGambar di atas menunjukkan sebagian kecil dari potret kemiskinan
yang masih menjadi masalah besar Negeri ini.

Segala kendala yang selama ini menghambat upaya pemberantasan kemiskinan harus kita perangi. Korupsi dan kebodohan masih merupakan 2 hal yang menurut saya paling menghambat kemajuan di negeri ini. Budaya korupsi yang telah lama menggerogoti negeri ini harus kita basmi dan putus mata rantainya. Menghukum para pelaku korupsi (koruptor) dengan hukuman berat, harus segera diterapkan, kalau perlu hukuman seumur hidup (saya kurang setuju dengan hukuman mati). Selain berfungsi sebagai efek jerah, ini juga bisa menjadi bentuk peringatan kepada para calon koruptor untuk tidak coba-coba melakukan tindakan yang dilarang tersebut.

Membentuk generasi penerus bangsa yang anti korupsi sejak dini sangat penting. Ini bisa dilakukan dengan cara melatih generasi muda sejak dini untuk bersikap jujur. Dan konsep warung kejujuran yang di terapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di kantornya, sangat cocok diterapkan disekolah-sekolah dan tempat-tempat pendidikan lainnya, mulai dari tingkat TK (taman kanak-kanak) sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Dimana, konsep warung kejujuran tersebut tidak memiliki kasir ataupun penjaga. Yang ada hanya barang-barang dagangan lengkap dengan harganya masing-masing. Kemudian ada sebuah kaleng/kerancang khusus untuk menaruh uang pembayaran. Jadi kita benar-benar dilatih untuk jujur.

Lalu masalah kobodohan. Kualitas rata-rata SDM masyarakat kita masih sangat rendah, dan masalah ini hanya bisa diatasi dengan pendidikan. Tapi masalahnya adalah kondisi pendidikan di negeri ini masih sangat memprihatinkan. Biaya pendidikan sangat mahal, banyak bangunan-bangunan sekolah dalam kondisi sangat memprihatinkan, serta kualitas pendidikan kita yang tidak merata di seluruh daerah. Masih banyak daerah-daerah terpencil yang belum bisa menikmati pendidikan, apalagi pendidikan yang layak. Solusinya tentu saja anggaran untuk pendidikan harus di tambah/dinaikkan. Sektor pendidkan harus benar-benar menjadi salah satu prioritas pemerintah. Sehingga biaya pendidikan bisa terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (murah), syukur-syukur kalau bisa gratis. Dan yang tak kalah penting adalah peningkatan dan pemerataan mutu/kualitas pendidikan di seluruh pelosok tanah air. Sektor pendidikan ini benar-benar harus diperhatikan (diprioritaskan), karena melalui pendidikan lah generasi bangsa ini bisa dibentuk menjadi generasi yang berkualitas.

http://sites.google.com/site/ferimadao/Potretpendidikan.jpg
Gambar di atas menunjukkan potret pendidikan yang masih banyak
terdapat di Negeri ini.

Pemanfaatan sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat seperti yang telah di atur dalam pasal 33 UUD 1945, sepertinya belum tercapai. Sampai sekarang pengelolaan kekayaan alam kita masih di dominasi oleh investor asing. Sehingga hasil kekayaan alam kita lebih banyak dinikmati oleh negara lain, dari pada rakyat kita sendiri. Negara seharusnya lebih banyak menguasai penggelolaan terhadap sumber daya alam kita sendiri, karena saya yakin SDM kita sudah mampu untuk itu. Kita tidak harus mengandalkan tenaga asing terus. Untuk awal-awal boleh lah... untuk proses transformasi ilmu/teknologi. Untuk selanjutnya kita harus bisa mengelola sumber daya alam kita sendiri, demi tercapainya mandat UUD 45 yang tercantum dalam Pasal 33.

Menurut saya masyarakat perlu dididik supaya bermental entrepreneur, yang kreatif dan pantang menyerah. Saya kurang setuju dengan program BLT (bantuan langsung tunai) dari pemerintah yang justru membentuk mental masyarakat menjadi manja, yang hanya bisa nerimo. Apalagi dana tersebut banyak yang tidak tepat sasaran. Saya sangat setuju dengan sebuah ungkapan yang mengatakan "jangan beri ikan, tapi berilah kail dan umpan". Pemerintah seharusnya memberikan/menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, bukan uang tunai yang hanya habis mereka gunakan dalam waktu satu atau dua hari saja.

Untuk saat ini upaya pengurangan kemiskinan hendaknya lebih diarahkan ke sektor pertanian, termasuk perikanan, perkebunan, dan kehutanan. Karena di sektor-sektor ini lah yang paling banyak menyumbang orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Wah.. kayaknya tulisan saya udah kepanjangan nih...! Ya, itulah sekedar unek-unek, harapan, mimpi dan sumbangan pikiran saya, yang hanya seorang generasi muda bau kencur yang ingin melihat Negerinya menjadi bangsa yang maju dan besar. Maaf kalau tulisan dan bahasa saya amburadul gak karuan, maklum baru belajar menulis. Tapi saya berharap siapapun yang membaca tulisan saya ini bisa menangkap dan mengerti maksud sebenarnya dari tulisan saya.

Majulah Negeri-Ku, Majulah Bangsa-Ku, Majulah Indonesia-Ku.
 
Sumber: www.tongkonanku.blogspot.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar