Sabtu, 23 Oktober 2010

Mahalnya Biaya Pendidikan di Negeri Ini

Setelah menunggu pengumuman kelulusan SD, SMP, dan SLTA, kini orang tua dan adik-adik kita dihadapkan pada seleksi masuk sekolah atau perguruan tinggi. Ujian  seleksi emang sangat ketat tetapi tidak semenakutkan UNAS kemarin. Atau paling tidak ada pilihan untuk memilih sekolah yang sesuai. Ternyata yang menjadi hambatan adalah mahalnya biaya pendidikan.


Bukankah sekolah gratis? Kok dibilang mahal sih? Betul, sekolah SD dan SMP gratis SPP.  Tapi bagaimana biaya sekolah SMA dan perguruan tinggi. Sebagai contoh ada SMA Negeri kabupaten di Jawa Tengah yang pada tahun ini uang pangkal Rp 3juta-Rp 5juta ditambah SPP Rp 250.000,-/bulan atau Rp 1,5 juta/semester (6 bulan). Bayangkan petani atau tukang becak bagaimana bisa menyekolahkan anaknya ke SMA tersebut. Mau menjual ternak atau sawah? Itu tidak mungkin karena barang tersebut adalah sumber penghidupan. Akhirnya biarpun nilai bagus tapi akhirnya harus gigit jari.


Demikian halnya sekolah di perguruan tinggi tak kalah mahalnya. Terutama PTN yang telah berubah status menjadi  BHMN atau BHP akhirnya untuk pendanaan dibebankan kepada mahasiswa dengan menaikkan uang pangkal dan biaya semesteran. Sebagai contoh UI, beberapa tahun yang lalu di UI sekitar 2juta-an. Kini uang untuk kuliah di teknik UI uang pangkal Rp 25 jt, dan semesteran Rp 7,6jt. Untuk ukuran uang berduit di Jakarta itu wajar, tetapi untuk orang kampung yang ingin kuliah di UI sudah takut duluan. Ini karena UI sudah menjadi BHMN yang mana UI memerlukan biaya operasional tambahan karena subsidi negara dikurangi. Nah bagaimana PTN-PTN di daerah bila kelak juga berubah menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP)?

Bagiamana nasib anak orang miskin, anak petani, anak nelayan, anak buruh. Bukankah mereka juga berhak mngenyam pendidikan tinggi. Apa mereka hanya berhak sekolah sampai SMP saja? Atau mereka hanya berhak kuliah di sekolah-sekolah atau kampus “pinggiran”. Apakah mereka tak pantas untuk sekolah di UI, ITB, UGM? Lantas dimana bagimana amanat pembukaan UUD 1945 tentang mencerdaskan kehidupan bangsa. Atau yang berhak cerdas hanya mereka yang kaya saja. Yang miskin biar tetap bodoh dan miskin.
Ini sebuah ironi. Anggaran pendidikan dinaikkan, tetapi biaya untuk mengakses pendidikan semakin mahal. Saya secara pribadi menyedihkan kejadian ini. Tulisan ini diilhami kejadian nyata yang terjadi di negeri ini. Semoga dapat menjadi pemikiran bagi pemimpin bangsa yang sebentar lagi kita pilih. Mendapatkan kesempatan pendidikan adalah hak semua warga negara.
Bukankah negara ini didirikan untuk mencerdaskan dan menyejahterakan rakyatnya?

Sumber: mas.mus.web.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar