Minggu, 24 Oktober 2010

Pancasila Bisa Menjadi Wahana Implementasi Syariat Islam

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Merdeka!!! 
Merdeka dari kemiskinan dan kebodohan.

Baru-baru ini di Sukoharjo (Jawa Tengah), Cikampek (Jawa Barat), dan Cawang (Jakarta Timur), terjadi penggerebekan, penembakan, dan penangkapan terhadap mereka yang diduga sebagai teroris. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mensinyalir, gerakan terorisme di Indonesia salah satunya bertujuan mengganti dasar negara Pancasila. Bila benar demikian, pertanyaannya, mengapa Pancasila hendak diganti? Mereka yang diduga terorislah yang tahu pasti jawabannya.

Tetapi baiklah. Mari kita coba menganalisis mengapa mereka hendak mengganti Pancasila. Kalau memang benar, apa salahnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara sehingga hendak diganti? Apakah Pancasila hendak diganti dengan ideologi Islam? Ideologi Islam semacam apakah? Bukankah Pancasila sendiri sudah selaras dengan Islam, bahkan bisa menjadi wahana bagi implementasi atau penerapan nilai-nilai dan syariat Islam?

Dari sisi tauhid, bukankah Pancasila juga selaras dengan Islam yang menganut asas monoteisme atau Tuhan yang satu, Tuhan Yang Maha Esa? Simak saja Sila 1 “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang selaras dengan Surat Al Ikhlas ayat (1) yang artinya, “Katakanlah Dia-lah Allah Yang Maha Esa.”
Itu dimensi vertikal atau hablum minallah (hubungan manusia dengan Allah). Dalam dimensi horisontal atau hablum minannas (hubungan manusia dengan manusia), pada Sila 1 Pancasila tersebut juga terkandung nilai-nilai toleransi antar-umat beragama, di mana hal itu juga selaras dengan Surat Al Kaafiruun ayat (6) yang artinya, “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

Perbedaan adalah rahmat. Perbedaan juga merupakan ketetapan Allah atau sunnatulah yang tak seorang pun bisa memungkirinya. Allah subhanahu wata ‘ala dalam Surat Al Hujuroot ayat (13) berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Masih dalam konteks hablum minannas, nilai-nilai yang terkandung dalam Sila 2 Pancasila, yakni “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, khususnya sikap tolong-menolong antar-sesama manusia, juga selaras dengan firman Allah dalam Surat Al Maidah ayat (2) yang artinya, ”Dan bertolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

Nilai-nilai yang terkandung dalam Sila 3 Pancasila, yakni ”Persatuan Indonesia” juga selaras dengan firman Allah dalam Surat Al Baqoroh ayat (213) yang artinya, “Manusia itu adalah umat yang satu.” Juga selaras dengan Surat Ali Imron ayat (103) yang artinya, “Dan perpeganglah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai.”
Sila 3 “Persatuan Indonesia” juga selaras dengan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar-sesama muslim), ukhuwah basyariyah (persaudaraan antar-sesama manusia), dan ukhuwah wathoniyah (persaudaraan antar-sesama anak bangsa) yang diajarkan Islam.

Tidak itu saja, nilai-nilai yang terkandung dalam Sila 4 Pancasila, yakni “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, terutama menyangkut musyawarah untuk mufakat, juga selaras dengan ajaran Islam tentang demokrasi yang menekankan sistem syura (musyawarah) dalam proses pengambilan keputusan.

Allah subhanahu wata ‘ala berfirman dalam Surat Asy Syura ayat (38) yang artinya, “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Nilai-nilai yang terkandung dalam Sila 5 Pancasila, yakni “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” juga selaras dengan firman Allah dalam Surat Al Maidah ayat (8) yang artinya, “Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
Pendek kata, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila banyak yang bersesuaian atau selaras dengan nilai-nilai Islam, bahkan Pancasila bisa dijadikan wahana bagi implementasi atau penerapan nilai-nilai dan syariat Islam.

Bila kemudian nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila itu sampai saat ini belum berhasil diwujudkan oleh pemerintah, maupun oleh kita semua, bukan berarti Pancasila-nya yang salah lalu harus diganti dengan ideologi atau dasar negara yang lain.
Katakanlah pemerintah dianggap salah, karena sampai saat ini belum berhasil mewujudkan cita-cita keadilan dan kesejahteraan rakyat, tetapi untuk menyikapinya bukan dengan jalan menebar teror yang sering kali memakan korban jiwa manusia tak berdosa. Ketahuilah bahwa membunuh seorang manusia sama berdosanya dengan membunuh seluruh umat manusia.

Atau katakanlah mereka mengklaim mau memperjuangkan tegaknya kebenaran dan keadian, bahkan mungkin tegaknya syariat Islam, tetapi caranya bukan dengan aksi-aksi teror yang menelan korban jiwa manusia. Apalagi jika aksi-aksi teror itu mengatasnamakan Islam. Jika aksi-aksi teror tersebut dilakukan atas nama agama, maka penulis berani katakan bahwa hal itu salah besar dari kacamata Islam. Islam tak pernah mengajarkan kekerasan. Islam adalah agama penuh kedamaian. Bahkan Islam adalah rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) yang melindungi alam beserta seluruh isinya, termasuk manusia, apa pun suku, golongan, maupun agamanya.
Nabi Muhammad bersabda, “Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaknya” (Hadits Riwayat Ahmad).

Menanggapi masih maraknya aksi terorisme di Tanah Air yang antara lain disinyalir hendak mengganti dasar negara Pancasila, SBY berpendapat bahwa Pancasila sudah final yang menjadi kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Bahkan penulis pun berpendapat, bukan hanya Pancasila yang sudah final, melainkan juga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Keempat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara ini sudah final dan tidak bisa diganggu-gugat lagi.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj dalam beberapa kesempatan juga sering menegaskan bahwa Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika bagi NU sudah final, oleh karena itu tidak perlu dibahas lagi ketika kita membicarakan hubungan atau relasi antara Islam dan negara.

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama PBNU pada tahun 1983 menelurkan kesepakatan penting terkait hubungan antara Islam dan Pancasila. Tiga butir penting itu yakni, pertama, Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan agama; kedua, Pancasila bisa menjadi wahana implementasi syariat Islam; dan ketiga, Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Bila mengacu pada butir-butir tersebut, maka jelaslah bahwa tidak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila secara umum. Tokoh-tokoh Islam kita di masa lalu bahkan termasuk berada di garis terdepan dalam memperjuangkan Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Kini, menjadi kewajiban kita sebagai generasi penerus bangsa, apalagi kaum muslimin yang merupakan penduduk terbesar di negeri ini, terlebih lagi warga nahdliyin, untuk menjaga, mengawal dan mengamankan Pancasila dari berbagai gangguan pihak mana pun, termasuk dari mereka yang diduga teroris. Lebih dari itu, juga menjadi kewajiban kita semua, terutama kaum muslimin, untuk mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara konkret dan sungguh-sungguh, karena nilai-nilai Pancasila banyak yang bersesuaian atau selaras dengan nilai-nilai Islam, bahkan Pancasila bisa menjadi wahana bagi implementasi syariat Islam.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Merdeka!!! 
Merdeka dari kemiskinan dan kebodohan.

www.pendoposumayoto.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar