Rabu, 10 November 2010

Hari Pahlawan dan Kedatangan Obama

Kapitalisme 

Perjuangan para pahlawan dalam rangka mengusir penjajah dilakukan dengan pengorbanan yang luar biasa besarnya. Berkorban harta maupun jiwa, berkucur keringat, air mata bahkan juga darah. Selama 3,5 abad Indonesia di jajah, diperas, diperlakukan tak senonoh oleh kaum penjajah. Dalam rentang waktu itulah muncul sosok-sosok pemberani, pengobar semangat perlawanan terhadap kaum kolonial.

Sebagai contoh adalah Soedirman, lelaki shalih asal purbalingga yang semasa hidupnya ia gunakan untuk mengabdi kepada Allah. Soedirman paham betul bahwa Jihad melawan agresor penjajah merupakan kewajiban bagi tiap Muslim. Ia  pernah bertutur dengan kutipan sebuah hadits: “Insjafilah! Barangsiapa mati, padahal (sewaktoe hidoepnja) beloem pernah toeroet berperang (membela keadilan) bahkan hatinya berhasrat perang poen tidak, maka matilah ia diatas tjabang kemoenafekan”. Meskipun dalam keadaan sakit, Soedirman tetap berjihad, bergerilya.

Begitu pula Soetomo, sangat masyur dengan sebutan Bung Tomo. Pekikkan takbirnya menggelegar, membuat gemetar setiap musuh yang mendengar. Petikkan pidatonya seperti ini: ““Dan kita jakin, saoedara-saoedara, pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh ke tangan kita, sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar, pertjajalah saoedara-saoedara, Toehan akan melindungi kita sekalian, Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…!

Berikutnya adalah pangeran Diponegoro, Seorang pria dengan jubah putih dan sorban putih yang mellilit di kepalanya ini adalah juga seorang pahlawan pembela Islam. Suatu saat ketika ditangkap Belanda, ia menunjukkan jati dirinya pada Jendral De Kock ” “Namaningsun Kangjeng Sultan Ngabdulkamid. Wong Islam kang padha mukir arsa ingsun tata. Jumeneng ingsun Ratu Islam Tanah Jawi”  Artinya “Nama saya adalah Kanjeng Sultan Ngabdulkhamid, yang bertugas untuk menata orang Islam yang tidak setia, sebab saya adalah Ratu Islam tanah Jawa”.

Banyak lagi figur-figur pahlawan Islam yang telah menorehkan tinta emas perjuangan dalam mengusir agresi militer para penjajah, baik yang dikenal maupun yang tak dikenal. Dalam peristiwa bersejarah 10 November di Surabaya, yang kini diperingati sebagai hari pahlawan, ribuan, kyai dan santri berbondong-bondong untuk memenuhi seruan Jihad para ulama. Dalam benak mereka hanya ada dua pilihan  “Merdeka (hidup mulia) atau mati syahid”.

Atas berkat rahmat Allah (sebagaimana dalam preambule UUD 45) para pahlawan berhasil mengusir penjajah dan Indonesia mendapatkan kemerdekaan. Kita patut bersyukur akan hal itu. Namun perlu juga untuk di pahami,  perjuangan melawan penjajahan belumlah usai, negri ini belumlah sepenuhnya merdeka. Jika dahulu penjajahan bersifat fisik, kini dalam bentuk non fisik. Maka perlawananannya pun juga harus bersifat non fisik. Ekonomi kita masih di jajah, begitu pula di bidang politik, sosial maupun budaya.

Sistem ekonomi kapitalisme yang di pakai membuat sumber daya alam Indonesia dikuras oleh penjajah. Sebagai contoh adalah tambang emas di Papua yang dikuasai oleh perusahaan asing freeport milik Amerika, demikian juga dengan tambang minyak di Cepu dan Natuna. Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) 2008, sebanyak 329 blok migas di tangan asing. Mungkin jika diletakkan titik-titik pada peta Indonesia, maka Indonesia sudah tergadaikan.

Sistem politiknya menggunakan politik yang opurtunistik. Dimana aktivitas perpolitikan tak bisa merumuskan penyelesaian segala persoalan bangsa ini sesuai dengan kerangka ideologi yang shahih. Seringkali masyarakat disuguhi dengan praktek-praktek kompromi politik yang tak lepas dari syahwat kepentingan pragmatis. Politik dagang sapi selalu mewarnai perjalanan politik di indonesia. Tak pelak rakyat yang tetap menderita. Kedaulatan di tangan rakyat milik demokrasi dengan slogan “dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat” yang didengung-dengungkan selama ini ternyata hanyalah semboyan tipu-tipu. Bagaimana tidak, kalau benar-benar untuk rakyat kenapa selama ini yang banyak untung menikmati kekayaan alam hanyalah asing dan  konglomerat. Rakyat tetap saja buntung, bung!

Sisi sosial-budaya, kebudayaan hedonis yang notabene berasal dari barat juga masih banyak digandrungi oleh masyarakat. Penampakannya berupa: freeseks, kenakalan remaja, narkoba, fashion anti menutup aurat dan lain sebagainya.

Kesimpulannya adalah saat ini Indonesia masih di jajah. Disini juga terbukti jikalau sistem sekulerisme-demokrasi-kapitalisme-lah ancaman yang sesungguhnya bagi Indonesia, jadi salah jika mengatakan syariah dan khilafah adalah ancaman.

Spirit perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah kala itu semestinya juga dapat menginspirasi kita untuk meneruskan perjuangan mereka. Perjuangan harus terus di gelorakan dan syariah Islamlah solusi yang tepat untuk mengatasi seluruh problematika yang ada, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Secara empiris, Islam terbukti mampu memberikan kesejahteraan selama berabad-abad lamanya kepada umat manusia. Sedangkan dari sisi aqidah, ini adalah sebuah tuntutan untuk di terapkan?

Namun sungguh ironis, di tengah-tengah momentum hari pahlawan ini, Indonesia malah menyambut kedatangan pemimpin negara penjajah, yang tak lain dan tak bukan ialah Barack Obama. Padahal dia datang untuk memperkokoh penjajahan secara komrehensif, bahasa halusnya “kemitraan komprehensif”. Meminjam istilah ust. Ismail Yusanto; Obama datang memberi sepiring nasi, saat pulang membawa lumbung padi“. Memang begitu realitanya.

Meneruskan perjuangan para pahlawan atau meneruskan penjilatan kaum penjilat terdahulu? sampai kapan negri ini akan terus memiliki mental terjajah? Semoga Allah segera memberikan pertolongan. Amin. Wallahu a’lam bi-ash -showab.

Sumber: www.mustofa.web.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar