Senin, 29 November 2010

Sejarah Syarekat Islam (1)

 

Pada bulan Mei 1912 seorang tokoh yang kelak akan menjadi ‘ruh’ pergerakan yaitu Oemar Said Tjokroaminoto[1] bergabung atas undangan H.Samanhudi.  Oemar Said pada saat itu dikenal sebagai seorang yang radikal, anti feodalisme dan anti penjajah. Beliau dikenal sebagai seorang yang menentang kebiasaan-kebiasaan yang ada, menganggap sama dan sederajat dengan bangsa manapun, beliau tidak mau menghormat-hormat terhadap pejabat, bangsawan apalagi terhadap kaum penjajah. Di samping memiliki sikap yang demikian, Tjokroaminoto mempunyai keinginan kawan sebangsanya memiliki sikap yang demikian.[2]

Anggaran Dasar baru Syarekat Islam bagi seluruh Indonesia disusun Tjokroaminoto, kemudian pada bulan september 1912 diajukan surat permohonan agar Sarekat Islam diakui kedudukannya sebagai badan hukum.[3] Anggaran dasar baru menyebutkan bahwa tujuan Sarekat Islam adalah memajukan semangat dagang bangsa, memajukan kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan faham-faham keliru mengenai agama Islam.[4]

Kehadiran Tjokroaminoto di SI merupakan dimulainya babak baru dalam organisasi pergerakan Indonesia. Orientasi gerakan berubah, dari orientasi sosial ekonomi menjadi organisasi yang berorientasi sosial politik[5]. Perubahan nama dari SDI menjadi Sarekat Islam[6], merupakan indikasi transformasi organisasi dari yang berlatar belakang ekonomi kepada politik.[7]. SI sebagai gerakan politik pada sejak tahun 1912 juga dikemukakan oleh John Ingleson dalam ‘Jalan Kepengasingan’ yang menyatakan bahwa pada tahun 1912, ia merupakan partai poltik Islam yang terkemuka dan selama beberapa tahun menjadi partai modern satu-satunya pada masa kolonial[8].

Pada tanggal 26 Januari 1913, diadakan Kongres I Sarekat Islam di Surabaya. Ribuan orang datang berbondong-bondong, jalan-jalan menuju Taman Kota di mana kongres diselenggarakan penuh sesak oleh orang. Ketua H. Samanhudi disambut besar-besaran, di stasiun beliau disambut dengan korps musik dan dibopong beramai-ramai menuju mobil jemputan. Menurut laporan Asisten Residen Kepolisian pada tanggal 12 Pebruari, menyebutkan bahwa massa yang hadir pada saat itu ditaksir antara delapan sampai sepuluh ribu orang.[9]

Kongres tersebut dipimpin oleh Tjokroaminoto dan pada kongres itu beliau menyatakan bahwa Sarekat Islam bertujuan: “…Membangun kebangsaan, mencari hak-hak kemanusiaan yang memang sudah tercetak oleh Allah, menjunjung derajat yang masih rendah, memperbaiki nasib yang masih jelek dengan jalan mencari tambahan kekayaan”.[10]

Kemudian pada tanggal 23 Maret tahun yang sama, kongres ke II dilaksanakan di Solo. Pada kongres itu H. Samanhudi terpilih sebagai ketua dan Tjokroaminoto sebagai wakil. Kongres tersebut dipimpin oleh Tjokroamonoto.

Sarekat Islam bagai aliran setrum tegangan tinggi yang menghentakkan seluruh syaraf kesadaran kaum muslimin bangsa Indonesia untuk segera mendobrak penjara-penjara yang telah mengurung seluruh eksistensi mereka berabad-abad.  Semangat perlawanan yanag muncul di mana-mana dipandang oleh Korver sebagai gerakan emansipasi kalangan Sarekat Islam, suatu cita-cita yang dihayati oleh para pemimpinya. Gerakan emansipasi tersebut meliputi:

a. Penolakan akan berbagai prasangka negative dan diskriminasi terhadap golongan pribumi.
Pada kongres di Bandung, Tjokroaminoto menyatakan: “…merupakan tugas Sarekat Islam untuk memprotes kata-kata dan perbuatan yang bermaksud merendahkan ‘de Inlandsche onderdanen’ …rakyat yang berdiam di desa-desa atau kampung-kampung terus menerus di sebut de kleine man (wong cilik), apakah sebutan ini sesungguhnya tepat?” “Tidak!, ucapan seperti itu atau pandangan –pandangan yang demikian sudah tidak pantas lagi didengar oleh suatu bangsa yang sedang mulai berevolusi dan yang sedang mulai meningkatkan dirinya!”.[11]

b.   Penilaian yang positif terhadap identitas diri sebagai bangsa
Identitas diri meliputi masalah keagamaan, seperti ungkapan yang melarang atau mengingkari agama sendiri, yaitu agama Islam. Harian Kaoem Muda pada tahun 1915 mengecam suatu perkawinan antara putri seorang Bupati dengan seorang Perwira Eropa yang tidak menganut agama Islam.[12]
Kemudian identitas kebangsaan, seperti kecaman dan kritikan pedas yang dilancarkan terhadap orang Indonesia yang meminta persamaan status hukum dengan orang Eropa. Hal demikian dianggap sebagai pengkhiahat dan merendahkan bangsanya sendiri. Selama masih ada orang demikian yang merasa sok berlagak, apakah sesungguhnya yang dapat kita harapkan dari orang Eropa. Demikian tulis harian Kaoem Moeda.[13] Identitas diri yang juga didengungkan adalah sebagai bagian dari bangsa Asia dengan suatu anggapan akan hancurnya peradaban Barat disusul dengan bangkitnya Asia sebagai kekuatan yang pernah memimpin dunia.

c.   Cita-cita menentukan nasib sendiri dan politik.
Masalah tuntutan persamaan hak-hak politik secara gamblang dan terang-terangan diucapkan, dimulai ketika pemerintah Belanda bermaksud membentuk milisi pada tahun 1914. Tjokroaminoto dalam bulan september 1914, menolak rencana pembentukan milisi apabila tidak disertai perbaikan dengan perluasan hak-hak politik rakyat. Beliau juga berjanji (yang menurut Korver ‘janji samar-samar’) apabila Jawa diserang, SI tidak akan memberikan bantuan kepada agresor.[14] Kemudian R. Ahmad mengemukakan bahwa SI menolak dengan keras terhadap rencana pembentukan milisi rakyat, sebelum Indonesia merdeka dan tidak mempunyai hak bicara menentukan perang dan damai, pada saat ini Indonesia masih dianggap sebagai ‘barang’ dan tidak mungkin ‘barang’ dapat mempertahankan diri, para pemiliknyalah yang harus mempertahankan barang. Sinar Jawa menulis bahwa mempertahankan tanah air adalah baik, tetapi pemerintah hendaklah memerintah rakyatnya dengan baik dan mengakhiri penindasan yang dilakukannya;bangsa Indonesia harus lebih dulu disamakan derajatnya dengan bangsa-bangsa lain.[15]

G.J. Hazeu (Penasihat untuk Urusan Bumiputra) menyatakan bahwa kesadaran politik dan cita-cita otonomi bagi pemimpin-pemimpin SI semakin tumbuh dan bahwa sikap ini dengan cepat meluas pada anggata-anggotanya.[16]

Fakta-fakta tersebut menunjukkan kesadaran politik seluruh lapisan masyarakat bahwa bangsa Indonesia tidak boleh pasif menerima nasib dijajah oleh kolonial Belanda tetapi harus bangkit menetukan nasibnya sendiri berhasil dilakukan SI.

Pada tahun 1915, Sarekat Islam telah memiliki 500 000 anggota,[17] dan enam tahun kemudian yaitu tahun 1921 anggotanya telah mencapai dua juta[18] orang serta telah terbentuk cabang-cabang SI di seluruh provinsi di Indonesia kecuali Irian Barat.[19]

Kongres Nasional Pertama di Bandung, dihadiri oleh seluruh cabang Sarekat Islam yang meliputi  Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali dan Sulawesi. Kongres yang bersifat nasional ini bukan hanya pertama bagi Sarekat Islam, tetapi juga merupakan kejadian pertama kali dalam sejarah pergerakan politik di Indonesia. Hal ini tidak sekedar mencerminkan bahwa Sarekat Islam telah tersebar ke seluruh penjuru tanah air (yang kelak menjadi batas-batas kekuasaan wilayah Indonesia), tetapi juga mencerminkan suatu usaha yang sadar dari para pemimpin SI untuk menyebarkan dan menegakkan cita-cita nasionalisme dengan Islam sebagai ajaran yang dianggap dasar dalam pemikiran tersebut.[20]

Kata ‘nasional’ diperdengarkan kepada khalayak ramai untuk pertama kalinya. Menjelaskan kata ‘nasional’ Tjokroaminoto berkata bahwa ia merupakan suatu usaha untuk meningkatkan seseorang pada tingkat  natie …usaha pertama kali untuk berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang-kurangnya agar orang-orang Indonesia diberikan hak untuk mengemukakan suaranya dalam masalah-masalah politk.[21] Kemudian dalam pidatonya Beliau mengemukakan lebih spesifik mengenai bagaimana seharusnya hubungan antara Indonesia dengan Belanda, sebagai berikut:
“Tidaklah layak Hindia –Belanda diperintah oleh Holand, Zoals een landheer zijn percelen beheert (sebagai tuan tanah yang menguasai tanah-tanahnya). Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang diberikan makanan hanya disebabkan oleh susunya. Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang datang dengan maksud mengambil hasilnya.  Keadaan yang sekarang yaitu negri kita diperintah oleh suatu Staten-General yang begitu jauh tempatnya nun di sana…dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggung jawabkan bahwa penduduknya terutama penduduk pribumi, tidak mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut nasibnya sendiri….Tidak bisa lagi terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang dan peraturan untuk kita tanpa partisipasi kita, mengatur hidup kita tanpa kita”.[22]
Korver menyatakan bahwa Kongres SI merupakan kesempatan pertama dalam sejarah Indonesia yang memungkinkan manusia Indonesia dari berbagai bagian kepulauan Indonesia bersama-sama melaksanakan politik dan bertukar fikiran mengenai bermacam-macam permasalahan.[23]

Berdasarkan kenyataan di atas, maka di Indonesia pada awal abad ke XX tahun 1915 M Sarekat Islam satu-satunya organisasi gerakan politik yang telah berhasil dan mampu menggerakan kesadaran politis dan menyelenggarakan kongres tingkat nasional I (pertama) di Bandung/Jawa Barat .Setelah melaksanakan Kongres Nasional pertama di Bandung, kemudian disusul Kongres Nasional II (1917).[24]

Kongres Nasional ke II diselenggarakan di Jakarta melahirkan Program asas dan program Tandzim. Keterangan Asas (Pokok) mengemukakan kepercayaan Centraal Sarekat Islam bahwa: “Agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia…dan bahwasannya itulah sebaik-baiknya agama buat mendidik budi pekertinya rakyat…Partai juga memandang agama sebagai sebaik-baiknya daya upaya yang boleh dipergunakan agar jalannya budi akal masing-masing orang itu ada bersama-sama budi pekerti….dan memperjuangkan agar tambah pengaruhnya segala rakyat dan golongan rakyat…di atas jalannya pemerintahan dan kuasanya pemerintah yang perlu akhirnya akan boleh mendapat kasa pemerintah sendiri (Zelf bestuur).[25]

Sesungguhnya mulai menampak betul-betul sifat, maksud dan tujuan “Syarikat Islam” ialah ketika sudah ditetapkan Program-Asas[26] (Beginsel-program) dan Program-Pekerjaannya (Program van Actie) di dalam Kongresnya pada tahun 1917 di Batavia (DJakarta). Maksud Pergerakan S.I : akan menjalankan Islam dengan seluas-luas dan sepenuh-penuhnya, supaya kita mendapat suatu Dunia Islam yang sejati dan bias menurut kehidupan Muslim yang sesungguh-sungguhnya[27].

Program kerja dibagi atas delapan bagian yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian. Dalam bidang pendidikan, SI menuntut penghapusan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, SI menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan lembaga kekuasaan yudikatif dan eksekutif dan menganggap perlu dibangun suatu hukum yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri. Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap laba perkebunan. Kemudian SI menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga anak-anak serta membuat peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis.[28]

Dalam Kongres Nasional Ke II ini terlihat bahwa dalam tubuh SI ada kubu baru yang menyusup (infiltrasi) sehingga menjadi konflik antara kubu Islam versus kubu Komunis . (SI Cabang Semarang) dan dalam Kongres Nasional tahun 1919 terjadi puncak konflik . Komunisme pertama kali diperkenalkan oleh Hendricus Josephus Fransiscus Marei Sneevliet. Dia memulai karirnya sebagai seorang penganut mistik Katholik tetapi kemudian dia beralih ke ide-ide sosial demokratis revolusioner. Sneevliet datang ke Hindia pada ahun 1913 setelah mengalami masa ramai dan penuh angin topan di SDAP (Sociaal Democratische Arbeiders Partij) dan gerakan-gerakan buruh yang mempunyai hubungan dengan SDAP, kemudian dia menjadi simpatisan SDP (Sociaal Demokratische Partij), perintis Partai Komunis, pecahan SDAP. Dia kemudian bertindak sebagai agen Komunis Internasional (Komintern) di China dengan nama samaran G. Maring. Kemudian dia menetap di Surabaya selama dua bulan dan menjadi pemimpin redaksi Handelsblad, kemudian menjadi sekretaris Kamar Dagang di Semarang. [29] 

Di Semarang Sneevliet mendirikan VSTP (Vereeniging Spoor en Tramwegpersoneel) Serikat Buruh dan Trem sebuah gerakan radikal dimana ia kelak bertemu dengan Semaun, sebelum ia memprakarsai berdrinya ISDV (Indsche Sociaal Democratische Vereniging) bersama Ir. Adolf Baars.[30] Partai kecil beraliran kiri ini dengan cepat akan menjadi partai komunis pertama di Asia yang berada di luar Uni Soviet.[31] Sejak datang ke Hindia dia sanga tertarik dengan gerakan-gerakan buruh, untuk menjalin hubungan dengan gerakan politik Indonesia, ia mulai menerbitkan Het Vrije Woord (Kata yang bebas). Anggota ISDV pada mulanya hampir seluruhnya orang Belanda, kemudian sekitar tahun 1914-15 partai ini menjalin persekutuan dengan Insulinde (Kepulauan Indonesia), sebuah partai yang didirikan tahun 1907 dan setelah tahun 1913 menerima sebahagian besar anggota Indische Partij yang berkebangsaan Indo-Eropa yang radikal.[32] Tetapi organisasi ini bukanlah merupakan media ideal bagi ISDV untuk meraih rakyat sebagai basis utamanya, oleh sebab itu ISDV mulai berpaling ke SI.[33] Pemimpin-pemimpin muda SI yang radikal di tarik oleh Sneevliet dan Baars ke ISDV dan dimatangkan dalam arti sosialis-revoluioner. Orang terpenting dari kelompok ini adalah Semaoen yang sangat berjasa bagi organisasi SI cabang semarang melalui garis sosialis.[34], juga Alimin di Batavia (Jakarta)[35].

Sebelum diselenggarakan Kongres Nasional SI Pertama di Bandung, sejumlah aktivis ISDV bangsa pribumi sudah bergerak secara aktif di SI dan Semaun hadir pada saat itu.[36] Deliar Noer menyatakan bahwa tujuan ISDV ialah memancing rakyat banyak untuk memperoleh dukungan-dukungan kepemimpinan mereka dalam rangka pergerakan rakyat pada umunya. Mereka merasa cukup apabila kepercayaan rakyat terhadap Sarekat Islam goncang. Sebagaimana yang dikatakan Adolf Baars,“…Kami tahu…perdebatan ini telah menyebabkan kebingungan yang besar di kalangan orang-orang Indonesia…dan bahwa masalah ini banyak diperkatakan. Dengan itu saja, tujuan kita pun telah berhasil”.[37] Kegiatan ISDV di dalam lingkungan Sarekat Islam mengoncangkan partai seperti dalam masalah-masalah Indie Weerbaar, Volksraad dan perburuhan.[38] Para pemimpin SI yang anti komunis menaruh curiga bahwa kegiatan-kegiatan ISDV mendapat sokongan dari pihak pemerintah Belanda dalam rangka usaha untuk mencegah pengikut partai yang tumbuh cepat dan hal ini telah menyebabka timbulnya ketakutan di kalangan orang Belanda. Abdul Moeis menulis bahwa Sneevliet seolah-olah dikirim dengan sengaja oleh pemerintah Belanda untuk memecah gerakan rakyat yang merupakan bahaya besar bagi tanah air Belanda.[39]

Pengaruh kiri ke dalam Sarekat Islam semakin bertambah besar, jumlah anggota SI Semarang berkembang pesat mencapai 20.000 orang pada tahun 1917 dan di bawah pengaruh Semaoen mengambil garis keras anti kapitalis yang kuat. Cabang ini semakin hari semakin lantang menyerang SI terutama masalah Indie Weerbaar dan Volksrad sebagaimana telah dijelaskan, dan dengan sengit menyerang kepemimpinan Central Sarekat Islam, terutama terhadap Salim dan Moeis.[40]Pada bulan November 1918 Sneevliet dibuang, sementara Adolf Baars pulang pada bulan Maret 1919. Kepergian pemimpin-pemimpin Belanda menjadikan Semaoen dan Dharsono yang terkenal mahir dalam teori, tampil sebagai pemimpin. Fokus policy-nya adalah hubungan dengan Sarekat Islam, dalam hal ini masalah infiltrasi untuk menancapkan pengaruh dalam SI.[41] 

Pada tahun 1918, Semaoen terpilih sebagai pengurus pusat CSI. Pada masa itu SI cenderung terwarnai oleh pentolan-pentolan ISDV,[42] kegiatan pun bergeser kemasalah-masalah perburuhan. Pada kongres SI tahun 1918 disetujui mengenai pemogokan-pemogokan buruh yang teratur untuk memperbaiki nasib, mencari keadilan dan melawan pebuatan sewenang-wenang (dan) akan memajukan ikhtiar kaum buruh buat memperbaiki nasib, mencari keadilan dan melawan perbuatan sewenang-wenang itu untuk menegakkan keadilan dan untuk menghapuskan tindakan-tindakan sesuka hati.  Partai  juga akan  membantu pemogokan–pemogokan. Pada kongres tahun 1919 partai memberikan pengarahan tentang cara-cara mogok, dimana pemogokan hanya dilakuakan apabila cara-cara damai tidak berhasil dan apabila menurut perhitungan kemenangan dapat diraih oleh pihak buruh. Pemogokan pada mulanya harus dibatasi pada suatu tempat, kemudian diperluas ketempat lain dan pada akhirnya seluruh Tanah Air, bergantung kepada perlu tidaknya tekanan ditingkatkan sebagai sokongan terhadap tuntuan pekerja.[43]

Pada Kongres Nasional SI ke VII Oktober 1921 di Surabaya tersebut SI Merah (Komunis) secara organisatoris dikeluarkan dari tubuh SI. Kubu Komunis Yang dikeluarkan dari kubu SI (SI Putih) tahun 1921 menjadi PKHT dan pada tahun 1924 M menjadi PKI. Berontak tahun 1926 dan 1927 di Sumatra, 1948 di Jawa/Madiun, 1965 G30S di Jakarta.

Komunisme bagi Sarekat Islam seperti duri dalam daging, semenjak awal datangnya faham ini membidik SI sebagai sasaran untuk mensosialisasikan ide-idenya. Sarekat Islam yang berbasis rakyat kecil, adalah lahan subur bagi komunisme. Ketika Sun Yat Sen memimpin revolusi cina, Lenin sangat terkesan dan menaruh harapan besar bagi perkembangan komunisme di Asia.  Oleh sebab itu Lenin memerintahkan kontak yang lebih dekat dengan gerakan emansipasi di Timur khususnya negeri-negeri yang dipengaruhi Hinduisme. Perkembangan yang ‘menggembirakan’ komunisme di Asia digambarkan lewat ungkapan Lenin yang dicatat oleh G. Sinovjet dalam Die Weltpartei des Leninismus: “Apa yang terjadi di Barat memang sangat penting, tetapi apa yang terjadi di Timur lebih penting, karena membuka jalan untuk berreovolusi”.[44] Revolusi Rusia (revolusi Bolsjewik),  pada tahun 1917, memberikan dorongan kaum komunis diseluruh dunia untuk menyusun langkah-langkah menuju revolusi dunia.  Pada tahun 1918 SDAP  mentransformasikan dirinya menjadi Parati Komunis Belanda.

Upaya-upaya untuk mengeluarkan orang-orang Komunis diprakarsai oleh Agus Salim dan Moeis yang memandang bahwa perbedaan antara yang terjadi adalah perbedaan prinsip. Oleh sebab itu Komunisme merupakan tantangan utama bagi Sarekat Islam dalam bidang ideologi.  Neratja edisi 18 Oktober 1921 memuat tulisan Agus Salim yang menyatakan bahwa tindakan disiplin haruslah juga diambil terhadap PKI (Partai Komunis India; maksudnya Hindia) karena hal ini sangat perlu untuk menegakkan dasar partai, yaitu Islam. Panetrasi dassar-dasar bukan Islam mengakibatkan partai melemah. Kemudian Salim berkeyakinan bahwa tidak perlu mencari isme-isme lain yang akan mengobati pergerakan, obatnya ada dalam asasnya sendiri, asas yang lama dan kekal yang tidak dapat dimubahkan orang sunggupun sedunia memusuhi dengan permusuhan lain atau tazim, asas itu adalah Islam.  Segala kebajikan yang terdapat dalam suatu isme, ada dalam Islam dan sesuatu kecelaan atau kenistaan dalam suatu isme tidak terdapat dalam Islam.[45]

Kongres Nasional VII digelar di Surabaya dihadiri oleh 36 cabang SI.[46] Tjokroaminoto tidak hadir pada kongres tersebut, sehubungan dengan penahanan yang dilakukan pemerintah Belanda dengan tuduhan bahwa Tjokroaminoto telah memberikan keterangan palsu dalam kasus afdeiling B.
Seamoen dan Tan malaka berusaha mempengaruhi keputusan sidang agar tidak menyetujui kebijakan disiplin partai, melalui pidatonya yang masing masing diberi waktu lima menit. Pada pidatonya Tan malaka menyatakan sebagai berikut :
“Saya telah mengemukakan berbagai hal yang sama-sama ada pada PKI dan CSI. Saya menunjuk persatuan antara kalangan Muslimin di Kaukasus, Persia, Bukhara dan daerah-daerah lainnya dengan kaum Bolsycwik. Persatuan dengan kaum buruh Islam itu dianggap oleh kaum kapitalis Inggris sebagai suatu bahaya bagi penindasannya. Itulah sebabnya  Pemerintah Inggris sampai minta dua kali dengan sangat kepada pemerintah Soviet  menghentikan propagandanya di negara-negara Islam. Ini menggambarkan betapa sadarnya   kaum Islam di luar  Hindia dan benar-benar memahami siapa kawan dan siapa lawan mereka di dunia ini. Dikongres saya minta pemimpin-pemimpin CSI membujuk anggotanya supaya tidak mau menerima disiplin partai.”[47]

Pada tahun 1921 M  HOS Cokroaminoto ditangkap dan ditahan oleh Belanda. Penahanan terhadap Tjokroamnoto terjadi dilatarbelakangi peristiwa-peristiwa kerusuhan di Toli-toli, Sulawesi yang mengakibatkan ditangkapnya  Moeis dengan tuduhan telah Mengadakan provokasi terhadap masyarakat Sulawesi. Kemudian kejadian berdarah di Cimareme pada tanggal 7 Juli 1919.[48]

Pada pemeriksaan mengenai kasus tersebut terungkap suatu organisasi rahasiah bernama Sarekat Islam Afdeling-B. Beberapa pengurus SI, seperti Sosrokardono dituduh terlibat dalam perkara tersebut.[49] Kemudian Tjokroaminoto ditangkap pada bulan September 1921 dengan tuduhan memberikan keterangan palsu pada pengadilan Sosrokardono. Tjokroaminoto dibebaskan pada bulan April 1922.[50]

Penangkapan serta penahanan terhadap Tjokro ini mendapat reaksi keras bahkan dari kalangan pers Belanda dan Dewan Rakyat yang menyatakan bahwa tuduhan itu adalah rekayasa dengan tujuan memfitnah.



[1] R.M.H Oemar Said Tjokroaminoto lahir di Desa Bakur (Ponorogo/Madiun) pada tanggal 16 Agustus 1882 anak kedua dari keluarga R.M. Tjokroamiseno (Bupati Kletjo (Madiun), Kakeknya R.M. Adipati Tjokronegoro pernah menduduki jabatan-jabatan penting diantaranya sebagai bupati di Ponorogo. Oleh karena jasanya pada negeri, ia dianugrahi bintang jasa Ridder der Nederlansche Leeuw. R.M. Adipati Tjokronegoro adalah putera seorang Ulama yang bernama Kiai Bagoes Kasan Besari yang memiliki pondok pesantren di Desa Tegal Sari, Kabupaten Ponorogo, Karesidenan Madiun, Jawa Timur yang kemudian memperistri seorang putri dari Susuhunan II. Dengan perkawinannya itu, dia menjadi keluarga Keraton Surakarta. Tjokroaminoto menjalani pendidikan terakhirnya adalah O.S.V.I.A di Magelang pada usia 19 Th sebuah pendidikan untuk anak-anak priyai. (Sumber Amelz, HOS Tjokroaminoto Hidup dan Perjuangannya Jilid I, Jakarta: Bulan bintang, 1952 dan Anhar Gonggong, H.O.S Tjokroaminoto, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
[2] Pada tanggal 13 mei 1912 tiga orang delegasi Sarekat Islam Solo mengunjungi Surabaya untuk keprluan organisasi dan  menemui Tjokroaminoto agar beliau bergabung dengan organisasi untuk memperkuat jajaran pengurus SI. Pada saat itu Tjokroaminoto sedang bekerja pada sebuah perusahaan Gula di luar kota Surabaya. Menurut keterangan yang diperolrh Deliar Noer, para pemimpin SI di Solo membayar ganti rugi perusahaan dimana Tjokroaninoto bekerja agar kontrak kerjanya diputus dan kemudian menjamin sepenuhnya nafkah hidup apabila beliau mau bergabung dengan SI
[3] Beberapa alasan yang menyebabkan SI mengajukan pengakuan badan hukum, antara lain: Pertama agar SI mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan hukum perdata. Kedua, pengakuan badan hukum dianggap sebagai persetujuan resmi pemerintah terhadap perkumpulan yang bersangkutan (banyak pegawai renda pemerintah yang bersimpati tidak berani masuk SI karena takut ditindak oleh para atasan mereka). Ketiga, sulit bagi suatu perkumpulan yang tidak diakui untuk mengadakan rapat (Peraturan Kepolisian Umum Untuk Hindia Belanda menetapkan bahwa perkumpulan yang tidak diakui sebagai badan hukum memerlukan izin tertulis dari Penguasa setempat untuk mengadakan rapat atau berarti tidak boleh mengadakan rapat). Korver, 1985 hal 29-30.
[4] Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta:1994.  hal.6
[5] Lihat Mansur:1995, hal 142; Dalam penerbitan Kementrian penerangan Republik Indonesia PEPORA No. 8 dengan judul Kepartaian di Indonesia, mengenai PSII dikemukakan sebagai berikut: “Sekalipun pada saat itu banyak perhimpunan lainnya di lapangan sosial ekonomi, tetapi SDI  adalah pertama-tama yang menginjak lapangan politik. Nama SDI diganti dengan SI (Sarekat Islam) saja. Ringkasnya pada tahun 1911 SDI bergerak di lapangan sosial ekonomi. Satu tahun kemudian,  tahun 1912 namanya berobah menjadi SI dan geraknyapun trang-terangan di lapangan politik.” Dalam A. Ghani, hal 7.
[6] Perubahan nama dari SDI ke SI, menurut Abdul Azis Thaba, MA. Dalam Islam dan Negara terjadi pada tanggal 11 November 1911 dalam suatu pertemuan di Solo, hal.142.
[7] Abdul Azis MA.1996, hal 141.
[8] Dalam Abdul Azis Thaba MA, 1996 hal 141.
[9] Korver, hal.22
[10] Utusan Hindia , 7 Maret 1912; Dalam Deliar Noer, hal 126
[11] Korver,op.cit. hal 50
[12] POKT (Persoverzicht in het Koloniaal Tidjschrift) 5 (1916) hal 86, dalam Korver, op.cit. hal 54.
[13] Korver, op.cit, hal 54
[14] Korver, op.cit. hal 57
[15] Korver, op.cit. hal 58
[16] Korver,op.cit. hal 60
[17] Menurut Korver jumlah anggota SI seluruhnya pada periode 1912-16 ditaksir sekitar 700.000 anggota   dengan 180 cabang. Korver, op.cit. hal 195. Lihat juga Priggodigdo, op.cit. hal 7, menyatakan jumlah anggota SI sampai tahun 1916 mencapai 800.000 anggota.
[18] Pringgodigdo,   op.cit. hal 6 menyatakan bahwa jumlah SI  pada tahun 1919 mencapai 2 juta orang.
[19]Cabang-cabang SI sampai tahun 1916 telah dibuka di: Banten (1914) yaitu: Serang, Labuan dan Rangkasbitung. Jakarta (1913), meliputi: Jakarta, Tangerang, Jatinegara dan Bogor. Priangan, meliputi: Bandung, Cimahi, Cianjur, Sukabumi, Tasik Malaya, Cikalong Kulon, Majalaya dan Manonjaya. Cirebon: Cirebon, Indramayu, Ciamis, Majalengka, Kuningan, Jatibarang,Karangampel dan Losarang. Tegal (1913): Tegal, Pemalang, Brebes dan Patarukan. Banyumas (1913): Banjarnegara, Purbolinggo, Cilacap, Sukaraja dan Purwokerto. Pekalongan (1913) : Pekalanongan dan Batang. Bagelan (1913): Wonosobo, Kutoarjo, Purworejo, Gombong dan Kebumen. Kedu (1913): Parakan, Muntilan, Tumanggung dan Magelang. Semarang (1912): Kdus, Demak, Purwodadi, Semarang, Sukaraja, Salatia, Kendal, Ambarawa, Pati, Jepara, Godong dan Kaliwungu. YogyakartaSurakarta(1912): Surakarta, Sragen, Boyolali, Klaten, Batureno, Karanganyar, Delanggu dan Selo. RembangMadiun (1912): Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan dan Pacitan. Kediri (1913): Kediri, Tulungagung, Gurah, Blitar, Pare, Nganjuk, Kertosono, Padangan dan Wlingi. Surabaya (1912): Surabaya, Sidoarjo, Jombang Mojokerto, Gresik, Sidayu dan Babad. MaduraPasuruan (1913): Malang, Bangil, Kapanjen dan Pasuruan. Probolinggo (1914): Probolinggo, Kraksaan, Paiton, Lumajang dan Gading. Besuki (1913): Banyuwangi, Jember, Situbondo, Bondowoso, Besuki dan Kalisat. Bali (1915): Jembrana. Distrik Lampung (1914): Telukbetung, Sukadan, Kota Bumi, Mangala, Aji Kagungan dan Negara Tulung Bawang. Bengkulu (1914): Bengkulu dan Kroe. Palembang (1915): Palembang, Muara Enim, Lahat, Tebing Tinggi, Pagar Alam, Muara Bliti, Pulau Panggung, Menanga, Burai dan Batu Raja. Jambi (1916): Jambi, Muara Tembesi, Muara Tebo, Bangko dan Sarulangun Jambi. Riau (1914) : Indragiri. Sumatra Barat (1916) : Padang. Tapanuli (1916): Sibolga Padang Sidempuan, Barus dan Gunung Sitoli.  Sumatra Timur (1914): Medan, Labuan Bilik, Serdang, Langkat, Tanjung Balai dan Tebing Tinggi. Aceh (1915): Kota Raja, Singkel dan Sinabang. Kalimantan (1913): Samarinda dan Banjarmasin. Kalimantan Tenggara (1914): Negara, (1913): Yogyakarta dan Kretek. (1913): Rembang, Bojonegoro, Tuban, Cepu, Sidorejo, Blora, Randublatung, Jatirogo, Lasem dan Singgahan. (1913): Sepanjang, Sampang, Sapudi, Bangkalan, Sumenep, Pamekasan dan Prenduan. Kendangan, Barabai, Pasir, Kota Baru, Pleihari, Martapura, Muara Tewe, Alibiyu, Amuntai, Rantau, Sampit, BakumpaiParingin, Klua, Balikpapan, Tenggarong, Kota Waringin dan Tabalong. Kalimantan Barat (1915): Pontianak dan Sulawesi (1914): Ujung Pandang (Makasar) dan Donggala. Korver, Op. Cit. Hal 227-230.
[20] Lihat Deliar Noer, op. Cit. Hal 126
[21] Idem
[22] Deliar Noer, op, cit hal 126-127. Lihat juga Korver op.cit hal 58-59. Mansur, op.cit hal 200.
[23] Korver op.cit hal 270
[24] Dari berbagai literatur, penulis menemukan bahwa kongres yang I (pertama) diselenggarakan di Bandung pada tahun 1916. Pendapat tersebut dikemukakan sebagai berikut: Mansur, dalam buku ‘Menemukan Sejarah, 1996, hal 192 dan198. Deliar Noer, dalam Gerakan Modern Islam di Indonesia, edisi terjemah,1982, hal 126,142, kongres ke II tahun 1917. Ape Korver, op. Cit hal 59, 63. Pringgodigdo, dalam Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, hal 7, sedangkan Kongres Nasional ke II diselenggarakan di    Jakarta 20-27 Oktober 1917 dan ke III di Surabaya 29 September-6 Oktober 1918.
[25] Deliar Noer, op. cit, hal 127.
[26] Program Asas ini konon didikte oleh Rosululloh dalam mimpi.
[27] Tafsir Program-Asas P.S.I.I , hal 3 dan 4.
[28] Deliar Noer, op.cit, hal 128-129
[29] Harry A. Poeze, Tan Malaka-Pergulatan menuju Republik, Jakarta, 1988, hal 165. Lihat juga, Korver, op,  cit, hal 6. Deliar Noer, hal 136. Ricklefs, hal 260
[30] Harry A. Poeze, op, cit, hal 165.
[31] Ricklefs, op.cit, hal260.
[32] Riklefs, op. cit hal 261. Deliar Noer menyebutka bahwa ISDV awalnya dihuni oleh orang-orang Indo-Eropa yang tidak bersifat Komunis, tetapi kemudian organisasi ini mempopagandakan ide Sosialis dan mengubah dirinya menjadi perkumpulan Komunis setelah brhasilnya Revolusi Rusia.op. cit hal 136. Lihat juga A.Poeze, op, cit hal 166.
[33] Pringgodidgo menyatakan bahwa usaha-usaha yang dilakukan ISDV dalam rangka merekrut anggota memakai organisasi lain sebagai perantara. Karena dia sendiri tidak bisa bersandar pada rakyat umum. Anggota-anggota orang Belanda mendekati serdadu-serdadu Belanda (Sneevliet), serdadu-serdadu Angkatan Laut (Bansteder) dan Pegawai Negri sipil didekati oleh A.Baars, sementara anggota-anggota bangsa Hindia disusupkan ke SI untuk mendekati rakyat (Semaun). Op. cit. Hal 28.
[34] Poeze, op, cit hal 166.
[35] Alimin, lahir 1889 adalah generasi permulaan dari kaum komuis Indonesia selain Muso, Ngadiman dan Sardjono. Alimin memasuki Budi Utomo dan Saerkat Islam. Tahun 1910 muncul Insulinde yang merupakan organ sayap kiri Budi Utomo. Aliminlah penanggung jawab majalah kepunyaan Insulinde di Batavia dan merupakan anggota Komite Pimpinan Sarekat Islam. Ia kemudian menjadi pimpinan Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda yang terbentuk tahun 1914 dan menjadi Sekjennya di Batavia. Setelah Persatuan Demokrat berubah menjadi Partai Komunis Indonesia tahun 1923, Bulan Desember 1924 ia diangkat menjadi anggota pimpinan PKI. Setelah gagal dalam pemberontakan akhir tahun 1926- awal 1927, Alimin beserta Muso tak bisa kembali ke Indonesia setelah sebelum pemberontakan ia ditugaskan untuk meminta nasehat Intenationale. Setelah mengalami berbagai peristiwa ia balik ke Moskow. Partai Komunis dilarang. (Prisma No.8 Tahun 1979, Hal 50)
[36] A.Poeze, op, cit hal 166.
[37] Deliar Noer, op. cit hal 134.
[38] Infiltrasi yang dilakukan oleh ISDV mengakibatkan gerakan SI berubah, yang tadinya berpusat pada usaha menanamkan kesadaran politik dan ekonomi nasional terhadap rakyat, setelah ada serangan dari pihak Semaoen dkk. Maka para pemimpin SI berkonsentrasi menghadapi serangan ini agar cita-cita pergerkan tetap dalam jalur yang benar. Mansur, op. cit. Hal 251. Lihat juga Pringgodigdo yag ,enyatakan pengaruh ISDV membuat SI cenderungnke kiri, di samping pengaruh sifat penjajahan yang ber arti oleh bangsa untuk bangsa asing. Op.cit. hal. 8-9.
[39] Deliar Noer, op. cit. Hal 136.
[40] Ricklefs, op. cit. Hal 263.
Serangan balasan dilakukan Agus Salim dalam Neratja edisi 1 Oktober 1917, menulis:
“Adalah suatu kaum yang harus kita jauhkan dari pada pergerakan kita, suatu kaum yang hendak menerbitkan perceraian antara bangsa kita yaitu kaum yang hendak membagi bangsa kita atas‘kaum pekerja’ dengan ‘kaum bermodal’. Kaum itu alah kaumnya membatalkan hak milik, yang memakai nama ‘socialist’yang dibangunkan dan dikembangkan dalam ngri ini oleh tuan-tuan Seneevliet, Baars dan lain-lain….kaum socialist itu membuta tuli saja hendak memindhkan sengketa dan perselidihan di rumah tangganya (Eropa) ke Tanah Air kita,padahal suatu pun tidak ada sebabnya bagi kita akan bersebgketa atau berselisih dalam rumah tangga kita”. Deliar Noer, hal. 133
[41] Sejak Revolusi Rusia pada tahun 1917, ISDV menjadi badan Komunis yang nyata. Pada akhir tahun 1917, ISDV telah menghimpun 3.000 orang sedadu dan kelasi ke dalam sovie-soviet, terutama di pelabuhan Surabaya. Lhat Ricklefs, op..cit. hal 265.
[42] Meminjam istilah Pringgodigdo yang menyatakan bahwa SI pada masa itu ‘bergeser ke kiri’. Pengaruh pentolan ISDV, juga tercermin dalam Anggaran dasar CSI sebagai sala h satu dasarnya yaiu perjuangan menentang kapitalisme berdosa. Pringgodigdo, op. cit. Hal. 8, 28. Lihat juga Ricklefs, hal 262-263, A. Poeze, op.cit. hal 167.
[43] Deliar Noer, op. cit. Hal. 135.
[44] Dalam Mansue, op. cit. Hal 215.
[45] Dalam Deliar Noer, op. cit hal 138-139
[46]Berkurangnya jumlah peserta yang hadir pada kongres ini dibanding kongres-kongres sebelumnya,    sebahagian disebabkan kesukaran keuangan (seringnya kongres diadakan dengan sendirinya merupakan beban yang berat bagi para anggota dalam hal keuangan). Disamping itu reaksi represip Pemerintah Belanda dalam menghadapi kecenderungan kekerasan politik yang terjadi pada saat itu, menyebabkan para pendukung partai merasa tertekan dan takut. Faktor  lain yang sangat berpengaruh adalah konflik elit partai yang menjurus pada hal-hal yang bersifat pribadi, telah turut pula merenggangkan ikatan kepemimpianan terhadap pengikut massa pengikut yang mulai mempertanyakan hubungan mereka terhadap partai. Hal ini juga suatu bukti bahwa, penetrasi golongan Komunis yang beroperasi sejak tahun 1914 telah berhasil memecah kekuatan SI. Lihat Deliar Noer, op cit  hal 141
[47] Total waktu brbicara bagi golongan komunis pada kongres ini adalah 15 menit, lima menit untuk Semaoen, lima mnit untul Tan Malaka dan lima menit untuk wakil komunis cabang selain Semarang.Hal ini berbeda dengan masa-masa sebelumnya dimana golongan Komunis bebas berbicara tanpa dibatasi waktu dan materinya. Sebelum naik ke mimbar ketua panitia mengingatkan kepada pihak Komunis untuk tidak melakukan propaganda Komunis. A.Poeze,op.cit.hal 205.
[48] Peristiwa Cimareme terjadi ditengah-tengah ancaman kelaparan yang mengancam pulau Jawa, untuk mengatasi bahaya kelaparan tersebut Pemerintah Belanda mengambil kebijakan untuk mengambil beras dari para petani dengan jumlah tertentu. Tetapi dalam tehnis pengambilan beras tersebut tidaklah sesuai dengan ketentuan, melainkan sesuai dengan para pejabat setempat yang berbua sewenag-wenang. Bahkan pengambilan beras seringkali tidak memakai tanda terima, sehingga penyerahan beras dilakukan beberapa kali.
Haji Hasan seorang penduduk berusia 86 tahun, menolak meyerahkan jatah beras dengan alasan jatah beras tersebut untuk menghidupi sejumlah orang yang harus diberi makan. Pada bulan April dia memohon kepada pemerinah untuk mengurangi jumlah padi yang harus diserahkan, tetapi Bupati menolak dan mengutus Wedananya untuk tetap mengambil berdasarkan jumlah yang telah ditentukan.
Pada tanggal 7 Juli 1919, datanglah Wedana dan para pamongnya. Haji Hasan bersama keluarga dan warga setempat berbaris dengan pakaian putih dan menolak menyerahkan padi, kemudian Wedana melaporkan hal ini kepada Residen dan Bupati bahwa masyarakat di kampung Cimareme mau menyerang para Pejabat Pemerintah. Tidak lama kemudian datanglah Residen dengan 30 orang polisi, kemudian Bupati yang juga datang menyita keris dan baju Haji Hasan dan warganya. Karena Haji Hasan dan Warganya tidak mau beranjak dan membubarkan barisannya, Residen menyuruh polisi untuk menembak barisan tersebut. Maka empat orang tewas seketika, 20 orang luka berat, 30 petani ditangkap serta sebahagian lain berhasil melarikan diri. Lihat Deliar Noer, op.cit.hal 215-216. Ricklefs, op.cit. hal 263.
[49] Sosrokardono, Sekretaris CSI pada masa itu dituduh berpartisipasi dalam suatu organisasi yang mempunyai tujuan untuk melakukan kejahatan (maksudnya Afdeling-B, pen.). Diadili di Cianjur pada bulan November 1920, kemudian dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. M.C. Ricklefs, berpendapat bahwa  Sosrokardono lah yang mendirikan Afdeling B atau Seksi B atau Sarekat Islam B suatu cabang revolusioner, pada tahun 1917. Ricklefs juga menyatakan bahwa penangkapan terhadap kasus Afdeling B, selain Sosrokardono ditangkap juga Alimin dan Muso dimana pada saat mereka adalah orang ISDV yang disusupkan ke SI. Pada tahun 1923, Sosrokardono dibebaskan, kemudian bersama Alimin dan Muso bergabung dengan PKI. Pada harian Kemajuan Hindia edisi 30 Agustus 1924 memuat berita bahwa Sosrokardono menaruh dendam kepada Tjokroaminoto dan bersama PKI menuduh beliau sebagai orang Pengecut. Ricklegs, op.cit. hal. 264,271. Noer, op.cit.hal. 218.
[50] Robert Van Niel, ‘Development of the Indonesian Elite in the Early Twentieth Century’, Desertasi Ph.D, Cornel Unversity,1954. Menyatakan fihak Belanda bertahan pada pendapat bahwa Afdeling-B adalah sebuah organisasi  rahasiah yang mempunyai tujuan untuk menggulingkan pemerintahan atau mau membunuh semua orang Eropa dan Cina. Sementara itu Neratja, edisi 24 Februari 1919 melaporkan mengenai sebuah pengumuman yang dikeluarkan oleh Central Sarekat Islam bahwa orang yang bernama Haji Ismail, Pemimpin Afdeling-B, pernah menjadi Ketua SI Manonjaya pada tahun1914. Afdeling B didirikan pada tahun 1917 oleh Haji Ismail dengan menempatkan para anggotanya pada disiplin keras. Kemudian pada tanggal 24 Februari 1919 Haji Ismail Mendatangi Tjokroaminoto dan menyatakan kesediannya dia dan para pengikutnya untuk menerima intruksi dari CSI. Tjokroaminoto, selakku Presiden CSI menolak tawaran tersebut disebabkan tidak mengetahui bentuk dari Afdeling B tersebut. Kemudian Neratja, edisi 29 November 1919 memuat laporan G.A.J. Hazeau, Penasihat Masalah-masalah Bumiputra, yang menyatakan bahwa Haji Hasan adalah musuh SI. Dalam Deliar Noer, op. cit. hal. 217.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar