Selasa, 02 November 2010

Badak Jawa Diambang Kepunahan

zzz



Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) adalah salah satu spesies satwa terlangka di dunia dengan perkiraan jumlah populasi tak lebih dari 60 individu di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), dan sekitar delapan individu di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam (2000). Badak Jawa juga adalah spesies badak yang paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia dan masuk dalam Daftar Merah badan konservasi dunia IUCN, yaitu dalam kategori sangat terancam atau critically endangered.

Badak diyakini telah ada sejak jaman tertier (65 juta tahun yang lalu). Seperti halnya Dinosaurus yang telah punah, Badak pada 60 juta tahun yang lalu memiliki 30 jenis banyak mengalami kepunahan. Saat ini hanya tersisa 5 spesies Badak, 2 spesies diantaranya terdapat di Indonesia.




Macam spesies Badak yang masih bertahan hidup yaitu;


* Badak Sumatera (Sumatran rhino) bercula dua atau Dicerorhinus sumatrensis. Terdapat di Pulau Sumatera (Indonesia) dan Kalimantan (Indonesia dan Malaysia).
* Badak Jawa (Javan rhino) bercula satu atau Rhinocerus sondaicus. Terdapat di Pulau Jawa (Indonesia) dan Vietnam
* Badak India (Indian rhino) bercula satu atau Rhinocerus unicornis. Tedapat di India dan Nepal.
* Badak Hitam Afrika bercula cula (Black Rhino) atau Diceros bicormis. Terdapat di Kenya, Tanzania, Kamerun, Afrika Selatan, Namibia dan Zimbabwe.
* Badak Putih Afrika bercula dua (White Rhino) atau Cerathoterium simum. Terdapat di Kongo.


Ciri-ciri Fisik Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)

Badak Jawa Rhinocerus sondaicusBadak Jawa umumnya memiliki warna tubuh abu-abu kehitam-hitaman. Memiliki satu cula, dengan panjang sekitar 25 cm namun ada kemungkinan tidak tumbuh atau sangat kecil sekali pada betina. Berat badan seekor Badak Jawa dapat mencapai 900 – 2300 kg dengan panjang tubuh sekitar 2 – 4 m. Tingginya bisa mencapai hampir 1,7 m.

Kulit Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) memiliki semacam lipatan sehingga tampak seperti memakai tameng baja. Memiliki rupa mirip dengan badak India namun tubuh dan kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit. Bibir atas lebih menonjol sehingga bisa digunakan untuk meraih makanan dan memasukannya ke dalam mulut. Badak termasuk jenis pemalu dan soliter (penyendiri).




Populasi Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus)


Di Indonesia, Badak Jawa dahulu diperkirakan tersebar di Pulau Sumatera dan Jawa. Di Sumatera saat itu badak bercula satu ini tersebar di Aceh sampai Lampung. Di Pulau Jawa, badak Jawa pernah tersebar luas diseluruh Jawa.

Badak Jawa kini hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUT), Banten. Selain di Indonesia Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus) juga terdapat di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam. Individu terakhir yang di luar TNUT, ditemukan ditembak oleh pemburu di Tasikmalaya pada tahun 1934. Sekarang specimennya disimpan di Museum Zoologi Bogor.

Badak ini kemungkinan adalah mamalia terlangka di bumi. Berdasarkan sensus populasi Badak Jawa yang dilaksanakan oleh Balai TNUK, WWF – IP dan YMR pada tahun 2001 memperkirakan jumlah populasi badak di Ujung Kulon berkisar antara 50 – 60 ekor. Sensus terakhir yang dilaksanakan Balai TN Ujung Kulon tahun 2006 diperkirakan kisaran jumlah populasi badak Jawa adalah 20 – 27 ekor. Sedangkan populasi di di Taman Nasional Cat Tien, Vietnam, diperkirakan hanya 8 ekor (2007).

Populasi Badak bercula satu (Badak Jawa) yang hanya 30-an ekor ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan populasi saudaranya, Badak Sumatera yang diperkirakan berkisar antara 215 -319 ekor. Juga jauh lebih sedikit ketimbang populasi satwa lainnya seperti Harimau Sumatera (400-500 ekor), Elang Jawa (600-an ekor), Anoa (5000 ekor).



Konservasi dan Perlindungan Badak Jawa

Pada tahun 1910 badak Jawa sebagai binatang liar secara resmi telah dilindungi Undang-Undang oleh Pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1921 berdasarkan rekomendasi dari The Netherlands Indies Society for Protection of Nature, Ujung Kulon oleh pemerintah Belanda dinyatakan sebagai Cagar Alam. Keadaan ini masih berlangsung terus sampai status Ujung Kulon diubah menjadi Suaka Margasatwa di bawah pengelolaan Jawatan Kehutanan dan Taman Nasional pada tahun 1982.

Badak JawaBadak Jawa (Badak bercula satu) yang hidup berkumpul di satu kawasan utama sangat rentan terhadap kepunahan yang dapat diakibatkan oleh serangan penyakit, bencana alam seperti tsunami, letusan gunung Krakatau, gempa bumi. Selain itu, badak ini juga kekurangan ruang jelajah dan sumber akibat invasi langkap (arenga) dan kompetisi dengan banteng.

Penelitian awal WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat adalah Taman Nasional Halimun di Gunung Salak, Jawa Barat, yang dulu juga merupakan habitat badak Jawa. Jika habitat kedua ditemukan, maka badak yang sehat, baik, dan memenuhi kriteria di Ujung Kulon akan dikirim ke wilayah yang baru. Habitat ini juga akan menjamin keamanan populasinya.





Klasifikaksi Ilmiah: 
Kerajaan: Animalia.
Filum: Chordata. Subfilum: Vertebrata.
Kelas: Mammalia.
Ordo: Perissodactyla.
Superfamili: Rhinocerotides.
Famili: Rhinocerotidae.
Genus: Rhinoceros.
Spesies: Rhinoceros sondaicus
(Desmarest, 1822)

Sedikit tambahan; Rhinoceros berasal dari bahasa Yunani yaitu “rhino” yang berarti “hidung” dan “ceros” yang berarti “cula”. Sondaicus merujuk pada kepulauan Sunda di Indonesia. “Sunda” berarti “Jawa” sedangka “icus” dalam bahasa latin mengindikasikan lokasi.

Sumber: kaskus

Tulang Badak Jawa Ditemukan



Kepala SPTN Wilayah II Handeuleum R. Uus Sudjasa D, menyerahkan hasil penemuan tulang badak jawa di Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon Labuan hari Rabu (26/0). Tulang yang ditemukan hari Kamis tanggal 20 Mei 2010 sekitar jam 14.40 WIB di Blok Nyiur Taman Nasional Ujung Kulon,  hal ini sangat menarik karena ini adalah tulang badak pertama yang ditemukan di tahun 2010. Menurut keterangan Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon Ir. Agus Priambudi. MSc penemuan ini adalah penemuan yang jarang sekali terjadi, “Berdasarkan catatan kami, penemuan Tulang Badak Jawa yang paling banyak ditemukan pada tahun 1982, saat itu ditemukan tulang badak dengan jumlah signifikan yaitu 5 ekor. Sedangkan pada tahun-tahun berikutnya, kami hanya menemukan tulang badak ini di tahun 2003 satu ekor dan pada tahun 2010 ini, satu ekor”ujarnya.


“Tulang badak ini, kami temukan pada jalur lintasan yang menurut penelitian kami merupakan jalur lintasan yang sering digunakan badak-badak  ini beraktifitas. Penyebab kematiannya menurut dugaan kami sementara adalah karena badak tersebut kemungkinan mengalami patah tulang pada bagian Pinggul sebelah kanannya. Hal ini terlihat saat tulang badak itu ditemukan dalam posisi kaki belakang sebelah kanannya amblas” lanjut Agus.

Tulang Badak yang ditemukan hari Kamis tanggal 20 Mei 2010 ini, kondisi tulangnya terlihat utuh. Pada saat ditemukan, Badak ini diperkirakan telah berada ditempat tersebut  selama satu bulan. Adapun posisi saat kematiannya, ditemukan dalam posisi berbaring pada sisi kanan. Cula, Kerangka dan gigi-giginya dalam kondisi masih baik. Saat ditemukan tulang belulang yang masih utuh ini diselimuti larva/belatung pada cula dan kuku-kuku kakinya. Kondisi gigi seri dan geraham cukup baik atau masih tajam. Panjang Tulang dari ujung kepala ke pangkal ekor adalah 270 cm dengan panjang ekor 55 cm.

Kerangka Badak, berada dalam kondisi 90% lengkap dengan beberapa bagian yang tidak ditemukan berupa tulang digit/jari, sternum/tulang dada, 1 gigi seri kecil/menur dan ujung tulang ekor. Saat ditemukan tengkorak berada didekat kuku kaki depang, dan kuku kaki belakang terbenam didalam tanah sedalam kurang lebih 5-7 centimeter (lebih dalam dibanding kuku kaki depan).

Berdasarkan posisi kematian badak serta utuhnya kerangka dan masih adanya cula, maka kematian badak jantan dewasa ini, dipastikan bukan karena usia tua dan bukan karena perburuan liar. Akan tetapi, penyebab-penyebab lain masih akan dianalisa, seperti : Verifikasi gigi herbivora (kondisi dan usia) oleh dokter hewan serta analisis tanah disekitar kerangka badak yang meliputi logam berat (Hg) dan bahan toksik (Sianida), Mikroorganisme (e-coli, salmonella), Trypanosoma dan antraks.

Saat ditanya oleh beberapa kawan tentang jumlah populasi Badak, Agus Primabodo menjelaskan bahwa, “Saat ini kami sedang melakukan pendataan ulang / Sensus Badak, untuk mengetahui jumlah populasi badak jawa ini. Yang dulu biasanya kami lakukan dengan mengamati jejak-jejak yang ditinggalkan, saat ini kami melakukannya dengan memasang “Kamera Video Trap”. Penggunaan Teknologi ini diharapkan akan meminimalisir kemungkingkan kesalahan hitung, jadi dengan Kamera Viedo Trap selain didapatkan angka yang tepat, juga kita akan bisa mengamati perilaku badak ini dan memprediksi umur rata-rata badak tersebut” jelasnya.

“Sebab-sebab kematian badak ini bukan disebabkan oleh pemburu liar, ini bisa terlihat dari masih lengkapnya bagian-bagian yang biasa diincar oleh pemburu. Para pemburu ini biasanya sering mencari bagian-bagian Cula, Taring dan Menur” demikian disampaikan R. Uus Sudjasa D. sebagai Kepala SPTN Wilayah II Handeuleum.
“Banyak persepsi dari masyarakat yang sampai saat ini tidak tepat, diantaranya banyak orang mengira bahwa cula badak sama dengan tulang. Hal ini tidak benar, karena cula adalah merupakan kumpulan dari serabut rambut yang mengeras. Berbeda dengan tulang, cula akan mengalami keropos sedangkan tulang tidak. Selain itu ada juga yang beranggapan bahwa Cula Badak merupakan senjata, hal ini tidak benar karena cula, bagi badak adalah merupakan perhiasan yang bisa digunakan untuk memisahkan badak jantan dan badak betina. Pada badak jawa betina Cula akan terlihat seperti Mangkuk, sedangkan badak jantan cula akan bebentuk runcing. Kecuali pada Badak Sumatera, culanya akan terlihat sama yang membedakannya adalah pada badak sumatera betina culanya akan lebih dari satu” lanjutnya.

Disela-sela obrolannya, membahas tulang badak ini,  R. Uus Sudjasa D juga menyampaikan bahwa, “Sudah selayaknyalah kita berbangga dan turut menjaga populasi badak jawa ini. Karena saat ini, yang mempunyai populasi badak purba adalah tinggal Indonesia. Dan Badak Jawa inilah salah satu Badak Purba yang sangat dilindungi disamping Badak Sumatera” ujarnya.

Terkait dengan masalah Konservasi Alam, Uus Sudjasa juga mengatakan bahwa kita seharusnya harus malu ke orang-orang Baduy yang bermukim di Kanekes, merelah orang-orang yang sangat menjaga Konservasi Alam ini dengan murni. “Saat kita ingin terlibat dalam konservasi, maka kita harus belajar banyak dari orang Baduy. Terkait dengan keberadaan Taman Nasional Ujung Kulon pun, mereka sangat perhatian terhadap kelestariannya. Karena bagi masyarakat Baduy, Ujung Kulon adalah sebagai PAKU BUMI nya Dunia ini. Jika Paku Bumi ini dirusak, maka akan kiamatlah dunia ini” ujarnya.

12 komentar: