Senin, 13 Desember 2010

Su-27 Flanker : Jagoan Dogfight dari Makassar

Su-27 dan Su-30 Flanker
Su-27 dan Su-30 Flanker

Sekitar sepuluh tahun silam, satu delegasi Indonesia yang dipimpin Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita mendarat di Moscow, ibukota Rusia. Tujuan mereka cuma satu, menyambangi pusat produksi jet tempur milik Rusia, khususnya pabrik Mikoyan-Gurevich yang memproduksi jet-jet tempur MiG dan Sukhoi OKB, yang melahirkan pesawat-pesawat perang berinisial Su.

Ginanjar yang pensiunan jenderal bintang tiga (Marsekal Madya) TNI-AU, mengemban tugas dari Presiden Soeharto, memilih jet tempur terbaik untuk memperkuat jajaran angkatan udara Indonesia. Maklum, pesawat tempur TNI-AU yang ada sudah banyak yang usang, seperti A4-SkyHawk, OV-10 Bronco. Sementara pesawat yang relatif modern semacam F-16 Fighting Falcon dan F-5E Tiger sebagian besar harus ngendon di darat gara-gara embargo senjata yang diberlakukan Amerika.

Ketika itu pemerintah AS memang memberlakukan embargo senjata kepada Indonesia, yang dianggap kurang memperhatikan HAM dan proses demokrasi. Makanya, rencana awal membeli sejumlah F-16 terpaksa batal, karena senat AS tak memberi ijin. Jangankan membeli pesawat baru, pasokan suku cadang pun dihentikan. Itu yang membuat jet-jet buatan Amerika itu tak bisa terbang.

Kokpit Flanker
Kokpit Flanker

Karena desakan kebutuhan, maka Indonesia mencari alternatif lain. Salah satunya adalah Rusia. Negeri yang dahulu bernama Uni Soviet ini juga punya banyak stok pesawat tempur mutakhir, tak kalah dengan produk blok barat. Karena memang diciptakan untuk menandingi peralatan perang NATO, dalam konteks lomba senjata di era perang dingin.

Setelah timbang sana timbang sini, pilihan dijatuhkan pada Su-27, pesawat tempur multi guna mutakhir yang menjadi andalan angkatan udara Rusia. Sebenarnya ada alternatif lain, seperti Mirage 2000 buatan Perancis, atau JAS Grippen buatan Swedia. Tapi pesawat buatan Eropa ini harganya mahal, lagipula agak sulit membelinya di tengah tekanan AS, yang merupakan sekutu Perancis dan Swedia ini. Sementara Sukhoi lebih murah. Bahkan setelah nego, pesawat-pesawat canggih itu bisa dibayar sebagian besar dengan sembako (barter).

Dari Rusia sendiri pilihan sebenarnya ada dua, MiG-29 Fulcrum dan Su-27 Sukhoi. Dua pabrikan itulah yang dikunjungi Ginanjar dan tim. Seorang rekan wartawan yang menyertai rombongan Ginanjar menggambarkan, pusat produksi MiG sepintas lalu tak beda dengan bengkel mobil. Sulit membayangkan bahwa di sanalah jet-jet tempur mutakhir dilahirkan. Sementara pabrik Sukhoi, kata dia, mendinganlah.

Su-30 Flanker skadron udara 11
Su-30 Flanker skadron udara 11

Tapi jelas bukan soal kondisi pabrik yang jadi pertimbangan, kenapa akhirnya Indonesia memilih Sukhoi. Yang jelas pula, pesanan pertama sebanyak 12 unit Su-27SK dan Su-27MK lengkap dengan persenjataannya itu, tak terealisasi gara-gara Soeharto keburu lengser. Jet-jet tempur berparuh bengkok ini baru hadir pada tahun 2008, dua Su-27SK dan dua Su-27MK, seiring pemesanan ulang. Dilanjutkan dengan pemesanan tiga Su-27MK2 dan tiga Su-27SKM, untuk melengkapi kekuatan satu skadron Flanker, yang berbasis di Makassar.


Frontline Fighter

Sejarah Su-27 diawali pada tahun 1969. Ketika itu, Uni Soviet yang terlibat perang dingin dengan AS, mengendus bahwa rivalnya itu tengah mengembangkan jet tempur mutakhir. Proyek yang dinamakan Fighter Experimental Design itu digarap oleh pabrikan McDonnel Douglas. Misinya adalah melahirkan jet tempur serba bisa, sadis pada duel udara, ganas sebagai pencegat, dan trengginas untuk mendukung serangan darat. Dari proyek itulah kelak muncul jet tempur jempolan angkatan udara AS, F-15 Eagle.

Mengantisipasi hal itu, Soviet segera membentuk program PFI (perspektivnyi frontovoy istrebitel, Advanced Frontline Fighter), program pengembangan pesawat untuk menandingi jet tempur baru Amerika. Dalam perjalanannya, proyek ini dipecah dua, dengan pertimbangan efisiensi biaya. Yang satu menjadi LPFI (Lyogkyi PFI, atau Lightweight PFI), yang di kemudian hari melahirkan jet tempur taktis jarak pendek MiG-29 Fulcrum. Satunya lagi adalah TPFI (Tyazholyi PFI/Heavy PFI). Untuk kategori frontline fighter kelas berat itu, dipercayakan kepada Sukhoi OKB (Biro Desain Sukhoi), yang kelak berhasil melahirkan Su-27 berikut varian-variannya.

Prototipe jet ini pertama terbang pada Mei 1977. Tentu saja kemunculannya sangat dirahasiakan. Namun, tetap saja tak luput dari pengintaian satelit mata-mata AS, ketika terbang di Zhukovsky Flight Test Center, yang berada di dekat kota Ramenskoe. Pihak AS yang memberi kode RAM-K (diambil dari Ramenskoe) untuk pesawat prototipe ini, menggambarkan bahwa jet tempur tersebut memiliki sayap delta yang lebar, bermesin dua, sirip tegak ganda. Sepintas mirip dengan F-14 Tomcat milik AS. Belakangan, prototipe dengan kode T-10 ini dijuluki “Flanker-A”.

Su-30 AU Rusia
Su-30 AU Rusia

Prosesnya menuju produksi massal agak kurang mulus. Satu T-10 hancur gara-gara kecelakaan pada saat uji terbang, pada Mei 78. Sukhoi OKB lantas mendesain ulang, memperbaiki kelemahan yang ada, dan meluncurkan T-10S, prototipe berikutnya. Itupun masih kurang sempurna, menyusul kecelakaan pada uji terbang di bulan Desember 1981, beberapa bulan setelah penerbangan perdananya.

Baru setelah mengalami sejumlah penyempurnaan, SU-27 mulai masuk produksi massal pada 1982 dan resmi masuk jajaran angkatan udara Soviet pada tahun 1984. Su-27 generasi pertama, yang dijuluki “Flanker-B” oleh NATO ini, disalurkan ke departemen pertahanan udara (PVO), sebagai skadron pencegat (interceptor), menggantikan jet-jet lawas semacam Sukhoi Su-15 dan Tupolev TU-28. Sebagian lagi dimasukkan dalam jajaran angkatan udara Soviet (VVS). Meski dirancang sebagai pesawat serba guna, angkatan udara memilih memfungsikan jet tempur mutakhir ini untuk tugas membunuh armada tanker udara dan AWACS blok barat. Petinggi angkatan udara Soviet ketika itu melihat, AWACS dan pesawat tanker adalah aset vital bagi kesuksesan operasi udara blok barat. Dengan mematikan dua aset maha penting itu, dijamin skadron penempur barat tak bakal banyak berkutik.


Penempur Revolusioner

Boleh dibilang Flanker adalah salah satu masterpiece industri pesawat tempur Rusia. Dirancang sebagai pesawat serba bisa, ganas sebagai pencegat (interceptor), trengginas untuk duel udara (fighter), dan mumpuni untuk mendukung serangan darat (air support/attacker). Mampu terbang di segala cuaca, bahkan menembus badai sekalipun. Tetap garang meski diterbangkan di udara kutub yang beku, dan tetap handal saat dioperasikan di suhu lembab dan panas wilayah tropis.

Tak seperti jet-jet tempur Soviet sebelumnya yang umumnya tampak kuno dan kaku, Flanker sudah memiliki bentuk futuristik dan modern. Sudah pula menerapkan teknologi fly by wire dengan kokpit digital. Bodinya sungguh streamline, meski berukuran besar untuk sebuah fighter. Menggunakan sirip tegak ganda, dan sayap luas mirip sayap delta –namun bukan sayap delta. Body Flanker terbuat dari titanium dan aluminium alloy berkekuatan tinggi, sehingga menghasilkan pesawat yang seringan kaleng namun sekokoh baja.

Mesinnya sendiri menggunakan dua Lyulka Saturn AL-31-F Turbofan, yang masing-masing memiliki tenaga dorong 12.550 kg. Mesin ini didesain dan dibuat oleh Lyulka Engine Design Bureau (NPO Saturn). Lubang air intake yang berada di bagian bawah, memiliki jarak lumayan lebar antara satu dengan yang lainnya. Tujuannya, selain alasan faktor safety, juga menambah luas permukaan untuk daya angkat pesawat. Selain, ruang antara dua mesin itu bisa dipakai untuk menggendong persenjataan.

Lubang air intake dilindungi semacam kisi-kisi, untuk mencegah debu dan partikel lain masuk ke mesin. Terutama saat take off dan landing. Sementara lubang sembur jetnya, menggunakan konsep thrust vectoring. Teknologi revolusioner ini memungkinkan arah semburan jet bisa diatur, sesuai dengan pergerakan pesawat. Itu yang membuat Flanker punya kemampuan hebat dalam manuver. Konsep ini kemudian pernah dicoba ditiru Amerika, namun tak sesukses pesaingnya dari Rusia itu.

Karena itulah, Flanker mampu menggendong arsenal dengan total berat 6000 kg. Termasuk di antaranya, 10 misil udara ke udara (AA), yang terdiri dari misil jarak menengah dengan semi active radar homing jenis R-27R1 (NATO menyebutnya AA-10A Alamo-A), misil AA jenis R-27-T1 (AA-10B Alamo-B) yang punya jangkauan 500 m hingga 60 km dan dipandu dengan infrared, serta R-73E (AA-11 Archer) yang berguna untuk pertempuran jarak dekat berpanduan infrared, dan mampu menerkam musuh dari jarak 300 m hingga 20 km.

su-30mk-asia-users

Alat gebuk lainnya adalah rudal udara ke darat, serta aneka bom freefall seberat 100kg, 250 kg, dan 500 kg, bom cluster (25 kg – 500 kg) dan roket C-8, C-13, dan C-25. Plus, canon 30 mm jenis Gsh-301 yang mampu memuntahkan peluru 150 butir per putaran serta jarak jangkau sejauh jangkauan misil jarak pendek.
Sistem pembidian dan penguncian target terintegrasi dengan helm penerbang. Kaca helm mampu menampilkan display layar bidik, dengan sistem look down shot down. Jadi, pilot cukup menoleh ke sasaran, dan sistem radarnya akan mengunci sasaran. Tinggal tekan pelatuk, maka misil Alamo atau Archernya akan melesat mengejar sasaran. Hebatnya lagi, Flanker mampu mengunci sepuluh sasaran sekaligus.

Itu bisa dilakukan karena Flanker didukung dengan sistem radar Phazotron N001 Zhuk coherent pulse doppler radar. Jangkauan radarnya luar biasa, mampu mencium dan melacak target seluas 3 meter persegi yang berada 100 km di depan pesawat, dan 40 km di belakang pesawat. Su-27 menggunakan sistem pembidik infrared search and track (IRST), yang ditempatkan di bagian depan kokpit. Sistem ini terintegrasi dengan sistem laser range finder. Sistem ini bisa digabungkan dengan sistem radar, dan bisa pula bekerja terpisah, apabila pilot hendak melakukan serangan diam-diam (stealth attack).

Sementara untuk menghindari dari bokongan lawan, Su-27 punya perlengkapan countermeasure elektronik, yang mampu memberi peringatan kepada pilot, baik secara individual maupun untuk gugus terbang. Sistem peringatan ini terdiri dari radar peringatan, chaff dan infrared decoy –keduanya perangkat pengalih kejaran misil, dan multi-mode jammer aktif, yang ditempatkan di wingtip.

Sebagai pesawat serba guna, Flanker bisa melejit dengan kecepatan 2.500 km per jam (mach 2,35) pada ketinggian jelajah. Kemampuan menanjaknya 325 meter per detik, atau 64 ribu kaki per menit. Flanker sudah mampu mencapai ketinggian terbang maksimal (18,5 km) dalam waktu kurang dari semenit.


Patukan Cobra

Tapi bukan itu saja yang membuat blok barat ngeri terhadap kemunculan Flanker. Keunggulan utamanya adalah kemampuan manuver yang sangat tinggi, paling tinggi dibanding jet-jet tempur yang pernah ada. Bahkan disebut-sebut sebagai pesawat tempur tak tertandingi untuk urusan tarung udara (dog fight).

Manuver Cobra Pugachev
Manuver Cobra Pugachev
Bagaimana tidak, Flanker mampu membuat belokan tajam dengan radius sangat kecil. Dengan mudah melakukan loop (gerakan lingkaran ke atas) dengan radius yang nyaris nol. Pilot bisa dengan enaknya mengendalikan dan meliuk-liukkan pesawat meski dalam kecepatan rendah dan dalam ketinggian rendah. Manuver akrobat semacam Immelman dan split-S dilakukan nyaris tanpa radius putar.

Dan yang paling spektakuler adalah manuver pagutan cobra, atau Cobra Pugachev. Manuver ini kira-kira bisa dijelaskan begini: Pesawat melaju datar, lalu dengan tetap bergerak datar, moncong bengkoknya mulai mendongak, dan terus mendongak hingga sudut 120 derajat (seperti menengadah). Setelah beberapa saat, moncongnya kembali ke posisi awal. Mirip dengan gerakan ular kobra yang siap mematuk. Manuver luar biasa yang diperkenalkan oleh Viktor Pugachev, pilot uji Sukhoi OKB, memberikan sudut serang (angle of attack) sangat besar, yang membuat pesawat lawan hanya punya kemungkinan selamat 1% saja.

Di tangan pilot trampil, Flanker juga bisa digenjot mendaki tegak lurus, lantas pada puncaknya, pesawat seakan-akan berhenti dan mengambang di angkasa. Detik berikutnya, pesawat seperti jatuh (stall), padahal dengan satu gerakan ringan, pesawat sudah kembali ke posisi normal. Kemampuan hebat itu, didapat dari rancangan lubang sembur jet yang dinamakan thrust vectoring. Lubang sembur Flanker bisa bergerak-gerak, mengikuti arah gerakan pesawat. Ditambah dengan rancang aerodinamika yang kompak, membuat Flanker mampu menari-nari di angkasa dengan enteng.


Combat Proven?

Kemampuan manuver yang super hebat itu, di satu sisi memang mengundang decak kagum dan membuat miris kompetitornya. Meskipun di lain pihak, terutama dari kalangan pilot Amerika, menyebut kemampuan manuver seperti itu tak banyak guna di era perang udara modern, yang lebih mengandalkan serangan jarak jauh lewat rudal yang makin akurat mengejar target. Sederhananya: “Silahkan saja Anda meliuk-liuk, toh kami masih bisa mengunci dan menembak Anda dari jauh.”

Pada kasus itu memang membuktikan perbedaan filosofi tarung udara antara blok barat dan Rusia. Pihak Barat, yang lebih mementingkan keamanan dan keselamatan pilot, cenderung mengembangkan pesawat-pesawat yang punya kemampuan mendeteksi, mengunci dan menembak sasaran dari jarak sangat jauh (long range), plus perangkat pengacau elektronik (jamming). Ini untuk mendukung taktik hit and run, atau istilahnya “Fire and Forget”, lepaskan rudal dan biarkan rudal yang mencari sasaran, sementara pilot langsung cikar kanan untuk menghindari dogfight. Sementara Rusia, justru mengembangkan jet-jet yang mampu bertempur jarak dekat. Flanker dan turunannya adalah contoh bagus bagi filosofi ini.

Su-30 AU India dengan beragam rudal udara ke udara
Su-30 AU India dengan beragam rudal udara ke udara

Meski diklaim sebagai petarung udara terbaik saat ini, pada kenyataanya Flanker belum pernah teruji pada medan pertempuran sesungguhnya. Beda dengan kompetitornya, F-15, yang sudah merasai sejumlah kancah tempur. Dan belum pernah kejadian juga Flanker terlibat adu jago sesungguhnya dengan jet-jet saingan dari blok barat.

Duel udara antara Flanker dengan jet-jet NATO semacam F-15 Eagle baru sebatas dilangsungkan di simulator. Pada beberapa simulasi dogfight yang melibatkan Flanker, jet andalan Rusia itu bisa dengan mudah mengungguli lawan-lawannya.

Namun begitu, tercatat Flanker pernah terjun pula di peperangan, meski dalam skala kecil. Pada Februari 1999, skadron Su-27 milik Ethiopia dilaporkan terlibat bentrok dengan kelompok MiG-29 milik Eritrea. Pada insiden itu, lima MiG-29 berhasil dirontokkan Flanker. Pada November 2000, sebuah Flanker milik angkatan udara Angola, ditembak jatuh oleh misil SA-14 darat ke udara yang ditembakkan pasukan UNITA. Yang teranyar adalah keterlibatan Flanker dari angatan udara Rusia dalam perang di Ossetia Selatan pada 2008. Flanker diterjunkan untuk misi menguasai wilayah udara Tskhinvalli, ibukota Ossetia Selatan. Yang jelas, dalam aksi-aksi tempur tersebut, Flanker memang tak berhadapan dengan lawan sepadan.

e8e3db0809aa3e4d2de9bb27fcf3ee8e


Pilihan Tepat

Buat Indonesia, Flanker adalah pilihan tepat. Secara teknis, Flanker paling pas untuk melakukan misi patroli udara untuk mengcover wilayah Indonesia yang terbentang mencapai 5000 km ini. Jet canggih ini mampu menempuh jarak tempur 3.000 km, tanpa perlu pengisian bahan bakar di udara. Juga cocok untuk digunakan mencegat penyusupan pesawat musuh (interceptor), dengan kemampuan lepas landas dan climbing rate yang fantastis.
Faktor rendahnya biaya operasi serta harganya yang relatif murah dibanding F-16 sekalipun, makin membuat Flanker pilihan ideal untuk memperkuat skadron udara Indonesia.Apalagi, pemerintah Rusia tak keberatan bila jet canggih ini dibayar sebagiannya dengan sembako. Dan tak ada embel-embel embargo pula. Saat ini Indonesia suah memiliki tujuh dari rencana sepuluh unit Flanker, yang terdiri dari dua varian. Yakni, Su-27SK berkursi tunggal dan Su-30MK yang berkursi ganda (bisa digunakan sebagai pesawat latih). (Aulia Hs) 

Sumber: indomiliter.wordpress.com

AMX-13 : Tank Tempur Utama TNI-AD

AMX-13 Kavaleri Kostrad dalam kamuflase dedaunan
AMX-13 Kavaleri Kostrad dalam kamuflase dedaunan

Sepanjang sejarah, TNI-AD memang belum permah memiliki satuan tank sekelas MBT (main battle tank), atau disebut juga tank kelas berat, seperti tipe M1 Abrams, Leoprad atau Merkava yang kondang di beragam medan tempur. Tapi jangan berkecil hati, walau tak punya MBT, angkatan darat kita punya tank utama, yakni AMX-13 buatan Perancis. Meski dari segi usia tank ini sudah sepuh, karena dibuat antara tahun 50 – 60an, AMX-13 masih eksis digunakan satuan kavaleri TNI-AD sampai saat ini. Disebut tank utama karena jumlah AMX-13 cukup banyak, inilah tipe tank terbanyak yang dimiliki TNI-AD, menurut situs wikipedia TNI-AD mempunyai 275 unit AMX-13 versi kanon.

AMX-13 dilengkapi machine gun FN MAG 7,62 mm pada sisi kubah komandan
AMX-13 dilengkapi FN MAG 7,62 mm pada sisi kubah komandan

AMX-13 TNI-AD tampak samping, kelemahan terletak pada kanon yang maksimum hanya memiliki sudut elevasi 45 derajat
AMX-13 TNI-AD tampak samping, kelemahan terletak pada kanon yang maksimum hanya memiliki sudut elevasi 45 derajat

Ada banyak ragam varian AMX-13, sebut saja mulai dari versi kanon dengan beragam kaliber, versi angkut personel, versi artileri, versi tank jembatan dan versi anti serangan udara. TNI-AD diketahui memiliki tiga tipe, yakni versi kanon, versi angkut personel dan versi artileri 105 mm. Dalam artikel ini, kita fokus dahulu pada versi kanon. Tipe ini bisa dibilang menjadi ikon kavaleri TNI-AD lebih dari tiga dasawarsa, karena saking tuanya beberapa ada yang sudah menjadi monumen di beberapa museum. Tapi yang masih aktif operasional telah dilakukan program retrofit, seperti mengganti mesin dari tipe bensin ke diesel dan penggantian sistem suspensi agar lebih nyaman digunakan. Dengan upgrade ke mesin diesel, konsumsi bahan bakar bisa ditekan dan jarak tempuh bisa ditingkatkan.


AMX-13 Retrofit TNI-AD

AMX-13 yang kini dioperasikan TNI-AD telah mengalami program retrofit di Direktorat Peralatan Bengkel Pusat Peralatan TNI-AD pada tahun 1995. Retrofit AMX-13 mencakup pemasangan mesin Detroit Diesel DDA GM6V-53 T, 6 silinder 2 langkah turbocharged dengan daya 290 BHP/2800 RPM dan Torsi 91,67 KGM/1600 RPM yang mampu meningkatkan power weight ratio dan pemakaian bahan bakar lebih hemat. AMX-13 menggunakan transmisi otomatis ZF 5WG-180 dengan 5 percepatan maju dan 2 percepatan mundur, hal ini tentu lebih memudahkan pengoperasian tank. Untuk suspensi mengadopsi tipe hydropnematic “Dunlostrut”, meningkatkan kemampuan lintas medan dan mampu menambah kenyamanan awak tank.

AMX-13 AD Perancis dengan rudal anti tank Steyr
AMX-13 AD Perancis dengan rudal anti tank Steyr

Ketimbang tank tempur modern TNI-AD saat ini, seperti Scorpion buatan Alvis – Inggris. AMX-13 lebih punya pengalaman tempur luas. Kiprah AMX-13 paling mencolok saat perang Arab –Israel, dimana tank ini menjadi alutsista AD Israel di saat itu (periode tahun 60 – 70an). Lalu AMX-13 ikut juga dalam perang India – Pakistan dan terakhir turut ikut dalam kancah perang Malvinas. Jasa AMX-13 juga ada dalam operasi di Tanah Air, contoh yang paling nyata keterlibatan aksi AMX-13 dalam operasi Seroja di Timor Timur. AMX-13 mulai berdatangan pada tahun 1962 dalam rangka misi operasi Trikora.

AMX-13 menjadi monumen di markas Kostrad
AMX-13 menjadi monumen di markas Kostrad

Dari segi rancangan dan bobotnya, AMX-13 termasuk dalam kelas tank ringan yang desain nya mulai dilakukan pada tahun 1946. AMX-13 sendiri sudah diproduksi dalam jumlah total 7700 unit selama periode tahun 1952 – 1987. Beberapa negara pengguna AMX-13 sampai saat ini terus menggunakan tank lawas ini, tentu dengan beragam peningkatan kemampuan persenjataan dan performa. Di ASEAN, Singapura juga mempunyai armada tank ini, tapi sayang jumlah AMX-13 Singapura jauh lebih banyak, ketimbang milik Indonesia, yakni 350 unit. (Haryo Adjie Nogo Seno).

Tampilan 3 dimensi AMX-13
Tampilan 3 dimensi AMX-13

amx13-2

Spesifikasi AMX-13
Tipe : tank ringan
Produsen : Atelier de Construction d’Issy-les-Moulineaux
Berat kosong : 13.7 ton
Berat tempur : 14.5 ton
Panjang : 6.35 meter
Lebar : 2.51 meter
Tinggi : 2.35 meter
Awak : 3 orang (komandan, penembak dan pengemudi)
Senjata
Kanon : 75 mm / 90 mm / 105 mm – 75 mm dengan 32 amunisi.
Senapan mesin : kaliber 7,62 mm dengan 3600 peluru
Mesin : SOFAM Model 8Gxb 8-cyl. water-cooled petrol
250 hp (190 kW) – kini sudah dilakukan upgrade dengan mesin diesel buatan Detroit.
Suspensi : torsi bar
Jarak tempuh : 400 km
Kecepatan : 60 km per jam

Sumber: indomiliter.wordpress.com

BMP-2 : Tank Amfibi “Sangar” & Battlle Proven

BMP-2 Marinir dalam sebuah defile

Tak banyak alustsista (alat utama sistem senjata) milik TNI yang berkualifikasi ”sangar,” khususnya di segmen kavaleri. Lebih modern mungkin ada, tapi yang benar-benar sangar hanya bisa dihitung dengan jari. Yang dimaksud sangar pada tulisan ini yakni dilihat dari segi desain, persenjataan dan battle proven (terbukti handal dalam medan perang). Dimana kesemua unsur tadi bila digabungkan mampu menciptakan daya getar (deteren) bagi lawan.

Ketimbang alutisista kavaleri buatan barat, seperti tank Scorpion, AMX-10 dan Stormer dipandang kurang punya daya getar ketimbang produk tank dan panser buatan Uni Soviet/Rusia. Pasalnya produk dari barat masih minim ”pengalaman perang” dan berdesain lebih mungil. Terkait kata sangar, Korps Marinir TNI-AL adalah institusi kavaleri yang paling beruntung, Korps Marinir hingga kini punya arsenal sangar (walau sebagian jadoel dan jumlah terbatas) macam tank amfibi PT-76, BTR-50, panser amfibi BTR-80 dan BMP-2.



Yang disebut terakhir, BMP-2 adalah tank tipe APC (armored personel carrier) berkualifikasi amfibi. BMP-2 sejatinya bukan produk baru, tank ini dibeli bekas oleh pemerintah RI dari Ukraina dan Slovekia pada tahun 1998 dalam beberapa gelombang pengiriman. Menurut Kerry Plowright dari lembaga riset ADF 2008, disebutkan Indonesia kini mempunyai 40 unit BMP-2.




Tank Sangar Korps Marinir

Apa yang membuat BMP-2 disebut sangar? Tak lain karena desain tank dan persenjataan yang diadopsi. Sebagai sebuah APC, BMP-2 punya bekal senjata utama kanon otomatis 2A42 kaliber 30 mm. Selain manjur menghantam sasaran di darat, kanon 30 mm sangat efektif untuk menghajar sasaran di udara, seperti helikopter dan pesawat berkecepatan rendah. Sebagai gambaran, kanon 30 mm BMP-2 dapat memuntahkan 200 – 300/550 peluru per menit. BMP-2 dapat membawa 340 amunisi High Explosive kaliber 30 mm.
Canggihnya lagi, kanon 30 mm dilengkapi stabililizer sehingga dapat membidik sasaran secara akurat saat melaju dengan kecepatan 35 km per jam. Sudut kubah dapat berputar secara cepat 360 derajat, dan sudut elevasi laras hingga 74 derajat. Semua ini menjadikan BMP-2 handal untuk menghajar sasaran helikopter. Untuk itu Korps Marinir menempatkan tank ini pada resimen artileri pertahahan udara (Arhanud), walau sejatinya BMP-2 lebih pas berada di satuan kavaleri, pasalnya BMP-2 tak punya radar penjejak sasaran udara.

Pintu keluar masuk personel, pintu dapat memuat cadangan air/bahan bakar

Kesan sangar BMP-2 bertambah dengan adanya bekal rudal anti tank AT-5 Spandrel yang ditempatkan pada sisi atas kubah. Sebagai senjata tambahan, ada senapan mesin coaxial kaliber 7,62 mm dengan jumlah amunisi 2000 peluru. Tank angkut personel ini dapat membawa 7 – 8 personel dengan jumlah kru 3 orang.

Rudal anti tank AT-5 Spandrel


Berenang Tanpa Persiapan Rumit

Ketimbang tank-tank amfibi masa lalu, BMP-2 punya kehebatan mampu berenang tanpa persiapan yang rumit. Unik memang, tak ada bekal water jet ataupun baling-baling untuk berenang, tenaga untuk mengarungi air berasal dari putaran arah gerak rantai. Sekilas mirip dengan pola di panser V-150 TNI-AD, yang kemampuan renangnya dihasilkan dari arah gerak roda.








 
Dengan kemampuan mobilitas yang tinggi, tak pelak BMP-2 amat populer digunakan di banyak negara. Pengalaman tempur tank ini sudah mendunia, mulai dari medan salju hingga padang pasir terbukti mampu dilahap tank ini. BMP-2 mulai digunakan oleh Uni Soviet pada tahun 1982. Beberapa konflik dunia yang melibatkan tank ini antara lain perang di Afghanistan, perang Irak-Iran, perang Teluk tahun 1991, perang saudara di Georgia dan operasi militer Rusia di Chechnya.

BMP-2 Irak yang terkena hantaman kanon dalam perang melawan US Army

Sejak satu dasawarsa hadir di Tanah Air, BMP-2 sudah terjun ke medan konflik, contohnya pengamanan konflik SARA di Maluku dan penumpasan GPK GAM. Tak jarang saat melawan GAM, BMP-2 melakukan bantuan tembakan langsung ke kubu lawan. Di kawasan ASEAN, hanya Vietnam yang memiliki tank jenis ini, jumlahnya cukup besar yakni 600 unit. Beberapa negara sekutu Rusia mendapat kesempatan untuk memprokusi tank ini, seperti India dan Ukuraina. Dengan segala kesangarannya, tak salah bila BMP-2 Marinir bisa disejajarkan dengan APC andalan US Army, M2 Bradley. (Haryo Adjie Nogo Seno)


Spesifikasi BMP-2
Kru : 3 + 7
Senjata Utama :
Main : 1 x 30mm cannon
Co-axial : 1 x 7.62mm machine gun
Anti-tank : 1 x AT-5 Spandrel Anti-Tank Guided Missile launcher
Berat Tempur : 14,300 kg
Panjang : 6.73 m
Lebar : 3.15 m
Tinggi : 2.45 m
Mesin : 300 hp Type UTD-20 6-cylinder diesel engine
Kecepatan Maksimum : 65 km/h
Kecepatan Maksimum di Air : 7 km/h
Jangkauan : 600 km

Sumber: indomiliter.wordpress.com

Marinir TNI AL Beli Tank Buatan Rusia

tank


TNI Angkatan Laut (AL) akan melakukan uji coba 17 tank amfibi jenis BMP-3 yang baru saja dibeli dari Rusia untuk latihan tempur di Karang Tekok Kabupaten Situbondo.  Menurut Kepala Staf TNI Angkatan laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno dari pres release yang dikirimkan melalui Dispen Mabes TNI AL, Rabu (8/12) mengatakan kedatangan 17 tank tersebut untuk melengkapi persenjataan marinir yang selama ini peralatannya selalu tertinggal dibandingkan dengan marinir negara lain.   

Menurutnya latihan dan uji coba itu sekaligus serah terima tank amfibi kepada Pasukan Marinir. Selain itu uji coba juga digunakan untuk memastikan seluruh peralatan dan perlengkapan tank amfibi berharga miliaran rupiah itu beroperasi dengan baik. KSAL menambahkan pembelian peralatan tempur dari Rusia itu sudah melalui berbagai kajian, termasuk soal harga, kemampuan dan kualitasnya.

Selain tank amfibi, TNI AL juga merencanakan untuk melakukan pengadaan beberapa alutsista baru, seperti kapal selam, kapal perang dan peralatan tempur lainnya. "Pengadaan itu sudah masuk dalam agenda dan sekarang sedang diproses," ujarnya

Untuk diketahui, paparan tentang serah terima Tank Amphibi BMP-3 F buatan Rusia kepada Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dilaksanakan di Markas Komando Korps Marinir, Jakarta Pusat, Jumat (3/12) lalu.

Turut hadir dalam acara paparan KSAL beserta rombongannya serta Komandan Korps Marinir, Mayjen TNI (Mar) M Alfan Baharudin. Menurut rencana upacara serah terima BMP-3 F akan dilaksanakan di Banongan, serta diakhiri kegiatan pengangkatan Menhan sebagai warga kehormatan Korps Marinir.

Paparan disampaikan langsung oleh Dan Pasmar 1 Kolonel Marinir A. Faridz Whashington, serta dihadiri Irjenal Mayjen TNI (Mar) Djunaedi Djahri, Asops Kasal, Aspers Kasal, Aslog Kasal, Komandan Kobangdikal, Komandan Seskoal, para pejabat teras Mabesal dan pejabat teras di lingkungan Korps Marinir. 

 Kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertambah. Setelah September lalu didatangkan pesawat Sukhoi untuk TNI-AU, kali ini giliran alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI-AL yang diperkuat. Sebanyak 17 tank amfibi jenis BMP-3F buatan Rusia, diserahkan dan diujicobakan secara langsung oleh Korps Marinir di Baluran, Situbondo, Jatim, Sabtu (11/12).

Prosesi dimulai di Puslatpur Marinir Banongan dan Baluran atau yang biasa disebut Karangtekok. Di sana, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, KSAL Laksamana Soeparno, serta Komandan Korps Marinir Mayjen Marinir M. Alfan Bahrudin menyaksikan manuver pendaratan tank amfibi. Satu tank BMP-3F juga turut disertakan dalam pendaratan tersebut di samping tank amfibi yang sudah dimiliki Marinir.

Tank BMP-3F tersebut memang istimewa karena memiliki beberapa fitur khusus. Misalnya, konstruksi yang memungkinkan untuk dimodernisasi, mudah dirawat, dan minim pemeliharaan. BMP-3F juga mengaplikasi persenjataan baru (SKS artileri, roket, meriam) dengan sistem kontrol penembakan secara otomatis.

Yang membuat Indonesia melirik tank sepanjang 7,2 meter itu adalah kemampuannya menembak tepat dari segala jenis senjata saat bergerak. Maklum, tank yang bisa mengangkut hingga tujuh infanteri itu menggunakan pola stabilizer sistem terbaru.

Menhan Purnomo Yusgiantoro terlihat kepincut pada tank yang sama dengan yang digunakan tentara Rusia itu. Rencananya, tank-tank tersebut terus ditambah hingga tiga kompi (sekitar 300 tank) secara bertahap. "Dengan tank ini, kami semakin percaya diri untuk mempertahankan NKRI," tegasnya.

Sumber: seruu.com & jppn.com

Biografi Mohammad Natsir (1908-1993)



Oleh: Shofwan Karim


Mohammad Natsir adalah seorang tokoh kunci dan pejuang yang gigih mempertahankan negara kesatuan RI, yang sekarang menjadi pembicaraan hangat karena melemahnya rasa kesatuan bangsa sebagai akibat reformasi yang kebablasan. Berkali-kali dia menyelamatkan Republik dari ancaman perpecahan.

Ia lah yang pada tahun 1949 berhasil membujuk Syafruddin Prawiranegara, yang bersama Sudirman merasa tersinggung dengan perundingan Rum-Royen, untuk kembali ke Jogya dan menyerahkan pemerintahan kembali kepada Sukarno Hatta. Dia jugalah kemudian yang berhasil melunakkan tokoh Aceh, Daud Beureuh yang menolak bergabung dengan Sumatera Utara pada tahun 1950, terutama karena keyakinan Daud Beureuh akan kesalehan Natsir, sikap pribadi yang tetap dipegang teguh sampai akhir hayatnya.

Natsir juga seorang tokoh pendidik, pembela rakyat kecil dan negarawan terkemuka di Indonesia pada abad kedua puluh. Kemudian ketika kegiatan politiknya dihambat oleh penguasa, dia berjuang melalui dakwah dengan membentuk Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dimana dia berkiprah sampai akhir hayatnya membangun masyarakat di kota-kota dan pedalaman terpencil.

Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, Solok pada tanggal 17 Juli 1908. Kedua orang tuanya berasal dari Maninjau. Ayahnya Idris Sutan Saripado adalah pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten Demang di Bonjol. Natsir adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Dia kemudian diangkat menjadi penghulu atau kepala suku Piliang dengan gelar Datuk Sinaro Panjang di Pasar Maninjau.

Natsir pada mulanya sekolah di Sekolah Dasar pemerintah di Maninjau, kemudian HIS pemerintah di Solok, HIS Adabiyah di Padang, HIS Solok dan kembali HIS pemerintah di Padang. Natsir kemudian meneruskan studinya di Mulo Padang, seterusnya AMS A 2 (SMA jurusan Sastra Barat) di Bandung. Walaupun akan mendapatkan beasiswa seperti di Mulo dan AMS untuk belajar di Fakultas Hukum di Jakarta atau Fakultas Ekonomi di Rotterdam, dia tidak melanjutkan studinya dan lebih tertarik pada perjuangan Islam.

Pendidikan agama mulanya diperoleh dari orang tuanya, kemudian ia masuk Madrasah Diniyah di Solok pada sore hari dan belajar mengaji Al Qur’an pada malam hari di surau. Pengetahuan agamanya bertambah dalam di Bandung ketika dia berguru kepada ustaz Abbas Hasan, tokoh Persatuan Islam di Bandung. Kepribadian A Hasan dan tokoh-tokoh lainnya yang hidup sederhana, rapi dalam bekerja, alim dan tajam argumentasinya dan berani mengemukakan pendapat tampaknya cukup berpengaruh pada kepribadian Natsir kemudian.

Natsir mendalami Islam, bukan hanya mengenai teologi (tauhid), ilmu fiqih (syari’ah), tafsir dan hadis semata, tetapi juga filsafat, sejarah, kebudayaan dan politik Islam. Di samping itu ia juga belajar dari H. Agus Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto dan A.M. Sangaji, tokoh-tokoh Islam terkemuka pada waktu itu, beberapa di antaranya adalah tokoh pembaharu Islam yang mengikuti pemikiran Mohammad Abduh di Mesir. Pengalaman ini semua memperkokoh keyakinan Natsir untuk berjuang dalam menegakkan agama Islam.

Pengalaman organisasinya mulai ketika dia masuk Jong Islamieten Bond (JIB) di Padang. Di Bandung dia menjadi wakil ketua JIB pada 1929-1932, menjadi ketua Partai Islam Indonesia cabang Bandung, dan pada tahun empat puluhan menjadi anggota Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI), cikal bakal partai Islam Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia) yang kemudian dipimpinnya.

Ia menjalin hubungan dengan tokoh politik seperti Wiwoho yang terkenal dengan mosinya “Indonesia Berparlemen” kepada pemerintah Belanda, dengan Sukarno, dan tokoh politik Islam lainnya yang kemudian menjadi tokoh Masyumi, seperti Kasman Singodimejo, Yusuf Wibisono dan Mohammad Roem.

Berbeda dengan tokoh pergerakan lainnya, sejak semula Natsir juga bergerak di bidang dakwah untuk membina kader. Pada mulanya ia aktif dalam pendidikan agama di Bandung, kemudian mendirikan lembaga Pendidikan Islam (Pendis) yang mengasuh sekolah dari TK, HIS, Mulo dan Kweekschool yang dipimpinnya 1932-1942.

Di samping itu ia rajin menulis artikel di majalah terkemuka, seperti Panji Islam, Al Manar, Pembela Islam dan Pedoman Masyarakat. Dalam tulisannya dia membela dan mempertahankan Islam dari serangan kaum nasionalis yang kurang mengerti Islam seperti Ir. Sukarno dan Dr. Sutomo. Khusus dengan Sukarno, Natsir terlibat polemik hebat dan panjang antara tahun 1936-1940an tentang bentuk dan dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Natsir menolak ide sekularisasi dan westernisasi ala Turki di bawah Kemal Attaturk dan mempertahankan ide kesatuan agama dan negara. Tulisan-tulisannya yang mengeritik pandangan nasionalis sekuler Sukarno ini kemudian dibukukan bersama tulisan lainnya dalam dua jilid buku Capita Selecta.

Kegiatan politik Natsir menonjol sesudah dibukanya kesempatan mendirikan partai politik pada bulan November 1945. Bersama tokoh-tokoh Islam lainnya seperti Sukiman dan Roem, dia mendirikan partai Islam Masyumi, menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Badan Pekerja KNIP.

Dalam kabinet Syahrir I dan II (1946-1947) dan dalam kabinet Hatta 1948 Natsir ditujuk sebagai Menteri Penerangan. Sebagai menteri, tanpa rasa rendah diri dia menerima tamunya di kantor menteri dengan pakaian amat sederhana, ditambal, sebagaimana ditulis kemudian oleh Prof. George Kahin, seorang ahli sejarah Indonesia berkebangsaan Amerika yang waktu itu mengunjunginya di Yogya.

Ketika terbentuknya negara RIS sebagai hasil perjanjian KMB pada akhir Desember 1949, Natsir memelopori kembali ke negara kesatuan RI dengan mengajukan Mosi Integral kepada parlemen RIS pada tanggal 3 April 1950. Bersama dengan Hatta yang juga menjabat sebagai Perdana Menteri RIS, ide ini tercapai dengan dibentuknya negara kesatuan RI pada 17 Agustus 1950. Mungkin atas jasanya itu, Natsir ditunjuk sebagai Perdana Menteri oleh Sukarno, atau juga karena pengaruhnya yang besar, sebagaimana kemudian terlihat dari hasil Pemilu 1955.

Tidaklah mudah menjadi Perdana Menteri dalam keadaan sulit ketika itu. Hampir di semua daerah terdapat perasaan bergalau akibat perang yang menimbulkan rasa ketidak-puasan di mana-mana. Beberapa tokoh yang selama ini berjuang untuk Republik berontak, seperti Kartosuwiryo dan kemudian Kahar Muzakkar. Pengikut RMS dan Andi Azis yang berontak kepada Hatta masih belum tertangani. MMC (Merapi Merbabu Complex) yang beraliran komunis berontak di Jawa Tengah. Daud Beureuh menolak menggabungkan Aceh ke dalam propinsi Sumatera Utara.

Walaupun kemudian Natsir pada bulan Januari 1951 berhasil membujuk Daud Beureuh yang sengaja berkunjung ke Aceh sesudah Assaat dan Syafruddin gagal meyakinkannya, namun Daud Beureuh meninggalkan pemerintahan dan pulang kekampungnya di Pidie. Dengan berat hati Natsir terpaksa membekukan DPR Sumatera Tengah dan mengangkat gubernur Ruslan Mulyoharjo sebagai gubernur. Dalam waktunya yang pendek (September 1950-April 51) Natsir membawa RI dari suasana revolusi ke suasana tertib sipil dan meletakkan dasar politik demokrasi dengan menghadapi bermacam kendala, termasuk perbedaan pendapat dengan Sukarno dan partainya PNI.

Sesudah meletakkan jabatannya di pemerintahan, Natsir aktif dalam perjuangan membangun bangsa melalui partai dan menjadi anggota parlemen. Pada pemilihan umum 1955 Partai Islam Masyumi yang dipimpinnya mendapat suara kedua terbanyak sesudah PNI walaupun memperoleh kursi yang sama dengan PNI. Pada sidang-sidang konstituante antara 1956-1957 dengan gigih dia mempertahankan pendiriannya untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara. Sebelum sidang konstituante ini berhasil menetapkan Anggaran Dasar Negara, Sukarno memaklumkan kembali ke UUD 1945 dan membubarkan parlemen serta konstituante hasil pemilu (melalui Dekrit 5 juli 1959 --FF). Natsir menjadi penantang ide dan politik Sukarno yang gigih dan teguh.

Penantangannya kepada Sukarno terutama karena Sukarno kemudian berubah menjadi pemimpin yang otoriter dan menggenggam kekuasaan di tangannya sendiri dengan bekerjasama dengan Partai Komunis Indonesia dan partai lain yang mau menuruti kemauan Sukarno. Bukan saja Natsir, Hatta pun malah juga terdesak. Hatta meletakkan jabatannya sebagai usaha mengembalikan presiden Sukarno ke jalur yang benar, tapi hal itu malah makin membuat Sukarno leluasa. Natsir makin terjepit karena pengaruh PKI yang anti Islam.

Pergolakan politik akibat perebutan hegemoni Islam dan non Islam yang mencuat secara demokratis di parlemen diikuti pula oleh kekisruhan ekonomi dan politik secara tidak terkontrol di luar parlemen. Hal ini berujung dengan munculnya kegiatan kedaerahan yang berpuncak pada pemberontakan daerah dan PRRI pada tahun 1958. Natsir yang dimusuhi Sukarno bersama Sjafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin Harahap melarikan diri dari Jakarta dan ikut terlibat dalam gerakan itu. Karena itu partai Masyumi dan PSI Syahrir dipaksa membubarkan diri oleh Sukarno.

Ketika PRRI berakhir dengan pemberian amnesti, Natsir bersama tokoh lainnya kembali, namun kemudian ia dikarantina di Batu, Jawa Timur (1960-62), kemudian di Rumah Tahanan Militer Jakarta sampai dibebaskan oleh pemerintahan Suharto tahun 1966. Ia dibebaskan tanpa pengadilan dan satu tuduhanpun kepadanya.

Walaupun tidak lagi dipakai secara formal, Natsir tetap mempunyai pengaruh dan menyumbang bagi kepentingan bangsa, misalnya ikut membantu pemulihan hubungan Indonesia dengan Malaysia. Melalui hubungan baiknya, Natsir menulis surat pribadi kepada Perdana Menteri Malaysia Tungku Abdul Rahman guna mengakhiri konfrontasi Indonesia-Malaysia yang kemudian segera terwujud.

Karena tidak mungkin lagi terjun ke politik, Natsir mengalihkan kegiatannya, berdakwah melalui perbuatan nyata dalam memperbaiki kehidupan masyarakat. Pada tahun 1967 dia mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang aktif dalam gerakan amal.

Lembaga ini dengan Natsir sebagai tokoh sentral, aktif berdakwah bukan saja kepada masyarakat dan para mahasiswa di Jakarta dan kota lainnya, tapi juga di daerah terasing, membantu pendirian rumah sakit Islam dan pembangunan mesjid, dan mengirim mahasiswa tugas belajar mendalami Islam di Timur Tengah. Bahkan di antara mahasiswa ini kemudian menjadi tokoh nasional yang religius seperti Amien Rais Yusril Ihza Mahendra, dan Nurchalis Majid, di antara beberapa tokoh penggerak orde reformasi yang mengganti orde Suharto.

Kegiatan dakwahnya ini telah menyebabkan hubungannya dengan masyarakat luas tetap terpelihara, hidup terus sebagai pemimpin informal. Kegiatan ini juga membawa Natsir menjadi tokoh Islam terkenal di dunia internasional dengan menjadi Wakil Presiden Kongres Islam se dunia (Muktamar Alam Islami) yang berkedudukan di Karachi (1967)dan anggota Rabithah Alam Islami (1969) dan anggota pendiri Dewan Masjid se Dunia (1976) yang berkedudukan di Mekkah. Di samping bantuan para simpatisannya di dalam negeri, badan-badan dunia ini kemudian banyak membantu gerakan amal DDII, termasuk pembangunan Rumah Sakit Islam di beberapa tempat di Indonesia. Pada tahun 1987 Natsir menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Center for Islamic Studies, London.

Namun kebebasannya hilang kembali karena ia ikut terlibat dalam kelompok petisi 50 yang mengeritik Suharto pada tahun 1980. Ia dicekal dalam semua kegiatan, termasuk bepergian ke luar negeri. Sejak itu Natsir aktif mengendalikan kegiatan dakwah di kantor Dewan Dakwah Salemba Jakarta yang sekalian berfungsi sebagai masjid dan pusat kegiatan diskusi, serta terus menerus menerima tamu mengenai kegiatan Islam.

Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam dan Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.

Pada tanggal 7 Februari 1993 Natsir meninggal dunia di Jakarta dan dikuburkan di TPU Karet, Tanah Abang. Ucapan belasungkawa datang tidak saja dari simpatisannya di dalam negeri yang sebagian ikut mengantar jenazahnya ke pembaringan terakhir, tapi juga dari luar negeri, termasuk mantan Perdana Menteri Jepang, Takeo Fukuda yang mengirim surat duka kepada keluarga almarhum dan bangsa Indonesia.

Walaupun telah tiada, buah karya dan pemikirannya dapat dibaca dari puluhan tulisannya yang sudah beredar, mulai dari bidang politik, agama dan sosial, di samping lembaga-lembaga amal yang didirikannya. Perkawinannya dengan Nur Nahar, aktifis JIB pada tahun 1934 di Bandung telah memberinya enam orang anak.

__________________________________

DAFTAR KEPUSTAKAAN

* Ahmad Syafi'i Ma'arif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, (Bandung : Mizan, 1993)
* Ajib Rosidi, M. Natsir, Sebuah Biografi, (Jakarta : Girimukti Pasaka, 1990)
* Anwar Harjono, et-al., Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996)
* Lukman Harun, "Hari-Hari Terakhir PDRI" dalam Endang Saifuddin Anshari dan Amin Rais, Pak Natsir 80 Tahun, Pandangan dan Penilaian Generasi Muda, (Jakarta : Media Dakwah, 1988)
* Mohammad Natsir, “Politik Melalui Jalur Dakwah” dalam Memoar Senarai Kiprah Sejarah,(Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1993)
* Mohammad Natsir, Pendidikan, Pengorbanan, Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, (Jakarta : Media Dakwah, 1987)
* Tohir Luth, M.Natsir, Dakwah dan pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani, 1999)
* Yusril Ihza Mahendra, Modernisme Islam dan Demokrasi, Pandangan Politik M.Natsir dalam Islamika No.3, 1994
* Yusuf Abdullah Puar, Mohammad Natsir 70 tahun, (Jakarta: Pustaka Antara, 1978)


Sumber: dunia.pelajar-islam.or.id

Sekali Lagi SKB Tentang Ahmadiyah

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim 

Setelah dibahas menghabiskan waktu sekian lama, Pemerintah akhirnya menerbitkan SKB tentang Ahmadiyah hari Senin 9 Juni lalu. Seperti diakui Menteri Agama M. Basyuni, SKB ini diterbitkan begitu lamban karena Pemerintah “memikirkan sedalam-dalamnya, semasak-masaknya, mana yang terbaik. Inilah yang terbaik sesuai undang-undang yang berlaku”, demikian kata Basyuni seperti dikutip Kompas kemarin. Tiga point penting dari SKB itu adalah:

(1) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan, atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu;

(2) Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam, yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad S.a.w;

(3) Penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan atau perintah sebagaimana dimaksud pada diktum 1 dan diktum 2 dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.


Seperti dikatakan M. Basyuni, memang Pemerntah lamban sekali mengambil keputusan, sementara gejolak terus berlanjut sampai terjadi insiden kekerasan di Monas beberapa waktu yang lalu. Tindak kekerasan memang patut kita sesalkan. Namun kelambatan mengambil sikap, turut memberikan kontribusi terjadinya insiden kekerasan itu. Kalau Pemerintah cepat mengambil keputusan, maka insiden seperti itu tidak perlu terjadi. Saya sendiri tetap berpendirian bahwa segala tuntutan dan penyampaian aspirasi, tetaplah harus menempuh cara-cara yang damai. Buntut dari insiden kekerasan itu, wajah umat Islam di tanah air menjadi kian memprihatinkan. Kita makin terpecah-belah karena perbedaan pendapat dan perbedaan sikap menghadapi suatu masalah. Keadaan seperti ini, akan menjadi bahan propaganda terus-menerus untuk memojokkan Islam dan umat Islam di tanah air.

Beragam reaksi atas terbitnya SKB itu sebagaimana muncul di berbagai media cetak dan elektronik. Ada yang menentang dan ada pula yang tidak puas dengan SKB. Kelompok yang menentang berencana untuk menggugat SKB ke Mahkamah Konstitusi, bahkan berencana akan mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Nomor 1/PNPS/1965 yang mendasari penerbitan SKB itu. Sementara kelompok yang tidak puas, menyatakan isi SKB itu tidak jelas dan multi tafsir, sehingga sulit dilaksanakan di lapangan. Keberadaan SKB itu sendiri sangat minimalis, karena yang diinginkan bukan sekedar perintah dan peringatan kepada individu pengikut Ahmadiyah, tetapi juga pembubaran terhadap organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Saya sendiri sependapat bahwa isi SKB itu memang tidak memuaskan. Kata “diberi perintah dan peringatan keras” sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Nomor 1/PNPS/1965 telah dilunakkan menjadi “memberi peringatan dan memerintahkan”.

Dibalik diterbitkannya SKB, nampak sekali sikap ragu-ragu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membubarkan organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Padahal kegiatan Ahmadiyah di Indonesia bukan sekedar kegiatan individu para penganutnya, tetapi suatu kegiatan yang terorganisasikan melalui JAI. Organisasi ini terdaftar di Kementerian Kehakiman RI sebagai sebuah vereneging atau perkumpulan berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 13 Maret 1953. Berdasarkan ketentuan Pasal (2) UU Nomor 1/PNPS/1965, apabila kegiatan kegiatan penodaan ajaran agama itu dilakukan oleh organisasi, maka Presiden dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakannya sebagai “organisasi/aliran terlarang”, setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung.
Ketentuan Pasal 2 UU Nomor 1/PNPS/1965 di atas berbeda dengan penjelasan Jaksa Agung Hendarman Supanji. SKB, menurut Hendarman, bukan pembubaran atau pelarangan sebuah organisasi. Pemerintah tidak dapat langsung membubarkan JAI, melainkan harus diperingatkan lebih dahulu. Saya berpendapat sebaliknya, kalau kegiatan penodaan agama itu dilakukan oleh individu, maka ketiga pejabat menerbitkan SKB sebagaimana telah dilakukan. Namun jika penodaan itu dilakukan melalui organisasi, maka Presidenlah yang harus membubarkan dan melarang organisasi itu. Sebab bisa saja terjadi, kegiatan penodaan agama itu hanya dilakukan oleh individu tanpa organisasi. Untuk kegiatan seperti ini, Presiden tidak perlu menerbitkan keputusan pembubaran dan pelarangan, cukup dengan SKB tiga pejabat tinggi itu saja.

Meskipun SKB telah diterbitkan, namun di dalam tubuh Pemerintah sendiri terdapat silang pendapat yang cukup tajam. Dirjen Hak Asasi Manusia Departemen Hukum dan HAM, Harkristuti Harkrisnowo menyesalkan diterbitkannya SKB itu. Keputusan itu diambil, menurutnya, setelah adanya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan sejumlah ormas Islam di depan Istana Negara, yang meminta Pemerintah membubarkan Ahmadiyah. Pendapat Harkristuti sama saja dengan para penentang SKB lainnya, yang menuduh Pemerintah mengalah kepada tekanan ormas-ormas Islam. SKB menurutnya, seharusnya tidak diterbitkan. Ahmadiyah seharusnya tidak dilarang “selama tidak menimbulkan konflik, tidak mengganggu dan tidak menimbulkan reaksi” (Sinar Harapan, 10 Juni). Harkristuti juga “mengutip” pendapat saya bahwa di Iran, Ahmadiyah diakui sebagai kelompok minoritas “sehingga dibolehkan hidup dan tidak dibubarkan”.

Saya agak heran membaca pernyataan Dirjen HAM di atas. Sebagai birokrat, semestinya dia tidak mengomentari keputusan politik Pemerintah yang berisi sebuah kebijakan. Kalau dia mengatakan bahwa Ahmadiyah tidak menimbulkan konflik, tidak mengganggu dan tidak menimbulkan reaksi, sehingga tidak perlu dilarang, nampaknya Dirjen HAM ini tidak mengikuti kontroversi seputar Ahmadiyah di negeri kita ini. Pendapat saya yang dikutipnya hanya sepotong. Saya membenarkan Ahmadiyah untuk diakui keberadaannya menurut hukum, sepanjang Ahmadiyah itu menyatakan dirinya sebaga agama tersendiri. Dengan demikian, keberadaan mereka dianggap sebagai minoritas non Muslim sebagaimana di Pakistan (bukan Iran). Keberadaan dan aktivitas Ahmadiyah di negeri kita ini, samasekali bukan persoalan kemerdekaan beragama sebagaimana dijamin di dalam UUD 1945, tetapi persoalan penodaan ajaran agama Islam yang dianut secara mayoritas oleh rakyat Indonesia.

Melalui paham yang dikembangkannya, serta kegiatan-kegiatan keagamaannya, jelas bahwa Ahmadiyah telah menodai, mengganggu, menimbulkan reaksi dan bahkan konflik di negeri kita ini. Kalau Pemerintah bertindak tegas sesuai ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 1/PNPS/1965, bukanlah berarti Pemerintah mencampuri keyakinan warganegaranya. Bukan pula berarti Pemerintah membatasi kemerdekaan memeluk agama. Tindakan itu harus dilakukan untuk melindungi mayoritas pemeluk agama Islam, yang merasa ajaran agamanya dinodai oleh paham dan aktivitas Ahmadiyah. Negara harus bertindak untuk melindungi warganegara, yang merasa keyakinan keagamaan mereka dinodai oleh seseorang, sekelompok orang atau sebuah organisasi. Sebab itu, saya berpendapat – sebagaimana telah saya kemukakan kepada umum – bahwa keberadaan penganut Ahmadiyah, termasuk organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia tidak akan dipermasalahkan, jika mereka menyebut diri mereka sebagai kelompok agama sendiri, yang berada di luar Islam.

SKB yang sudah diterbitkan oleh tiga pejabat negara itu, nampaknya akan terus menuai kontroversi. Pro dan kontra masih akan terus berlanjut. Pemerintah sendiri –seperti telah saya singgung di atas–mempersilahkan mereka yang menolak SKB untuk memperkarakannya di Mahkamah Konstitusi. Sepanjang pemahaman saya tentang tugas dan kewenangan MK, lembaga itu bukanlah mahkamah yang dapat mengadili sebuah SKB yang diterbitkan oleh pejabat tinggi negara, sepanjang ia tidak menimbulkan sengketa kewenangan. SKB itu bukan pula obyek sengketa tata usaha negara yang dapat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena sifatnya bukanlah putusan pejabat tata usaha negara yang bersifat individual, kongkrit dan final. Kalau mau dibawa ke Mahkamah Agung, boleh saja untuk menguji apakah SKB itu –kalau isinya bercorak pengaturan—bertentangan atau tidak dengan undang-undang (yakni UU Nomor 1/PNPS/1965). Saya sendiri berpendapat, walaupun isi SKB itu tidak memuaskan, namun SKB itu adalah kebijakan (beleid) Pemerintah, yang oleh yurisprudensi Mahkamah Agung, dinyatakan sebagai sesuatu yang tidak dapat diadili.
Suatu hal yang juga ingin dilakukan oleh para penentang SKB dan pembubaran Ahmadiyah, ialah keinginan untuk memohon uji materil terhadap UU Nomor 1/PNPS/1965 ke Mahkamah Konsitusi. Kalau itu dilakukan, maka MK akan memanggil Presiden dan DPR selaku termohon, untuk hadir di persidangan MK. Di sinilah adu argumentasi akan terjadi, untuk memutuskan apakah UU Nomor 1/PNPS/1965 itu bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. Kalau ini terjadi, saya mengatakan kepada para wartawan di Medan kemarin, saya bersedia menjadi kuasa hukum Presiden atau DPR untuk menghadapi permohonan uji materil itu, kalau mereka memintanya.

Persoalan Ahmadiyah kini bukan saja menjadi persoalan dalam negeri kita, tetapi telah mendunia. Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa mempertanyakan masalah ini. Cukup banyak negara, yang melarang Ahmadiyah, termasuk Malaysia dan Brunei Darussalam.Kita memang perlu memberikan penjelasan komprehensif mengenai Ahmadiyah ini, baik dari perspektif hukum nasional kita, maupun dari perspektif hukum internasional mengenai hak asasi manusia. Penjelasan itu tidak akan lari dari prinsip yang saya kemukakan, yakni persoalan Ahmadiyah akan selesai jika mereka dianggap sebagai agama di luar Islam dan penganutnya bukan lagi dianggap sebagai Muslim. Dengan demikian, hak-hak konstitusional mereka di negeri ini akan dijamin sepenuhnya sebagaimana warganegara yang menganut agama lainnya.

Wallahu’alam bissawwab

Yusril Ihza Mahendra
Sumber: yusril.ihzamahendra.com

Berapakah Utang Pemerintah Indonesia?

Oleh Hidayatullah Muttaqin



Berapakah utang pemerintah Indonesia pada tahun ini? Menurut Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, jumlah seluruh utang pemerintah mencapai US$ 185,3 milyar. Bila dirupiahkan dengan kurs Rp 9000/ US dollar, maka utang negara kita mencapai Rp 1.667,70 trilyun. Jika dibagi jumlah penduduk Indonesia 237,556  juta jiwa berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, maka setiap penduduk Indonesia memikul utang negara sebesar Rp 7 juta.

Utang Pemerintah Indonesia
Jurnal-ekonomi.org

Dalam sepuluh tahun terakhir, utang pemerintah berkembang pesat dari US$122,42 milyar pada tahun 2001 menjadi US$185,3 milyar pada tahun 2010. Selama periode tersebut utang negara bertambah US$ 61,88 milyar atau setara Rp 556,92 trilyun.
Dengan demikian selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan 3 rezim; Gusdur, Megawati, dan SBY, negara tidak memiliki kemampuan mengurangi ketergantungan terhadap utang apalagi menghilangkannya. Justru utang negara meningkat 50,56% atau hampir setengah dari jumlah utang tahun 2001.

Pemerintahan SBY yang sudah memasuki dua periode jabatan, memiliki andil besar dalam menggelembungkan utang negara. Sejak tahun 2004 hingga 2010, utang negara bertambah US$45,42 milyar dollar atau sekitar Rp 408,78 trilyun. Jadi dari 50,56% peningkatan utang negara sejak 2001, pemerintahan SBY menyumbangkan peningkatan utang sebesar 37,10%. Jika dihitung sejak tahun 1970 dengan jumlah utang pemerintah pada saat itu mencapai US$2,77 milyar, maka utang negara selama 40 tahun terakhir bertambah sebesar 6.589,53%.

Utang pemerintah tersebut terdiri atas utang luar negeri dan utang dalam negeri. Utang dalam negeri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pinjaman pemerintah dalam bentuk surat utang atau obligasi.

Perkembangan utang pemerintah terutama sejak masuknya IMF pada era reformasi meningkat drastis. Peningkatan tersebut didorong oleh biaya BLBI dan paket rekapitalisasi perbankan yang menelan biaya pokok Rp 650 trilyun. Biaya ini atas perintah IMF diaktuaisasikan pemerintah dalam bentuk Surat Utang Negara atau disebut juga obligasi rekap.

Selanjutnya, pemerintah menjadikan instrumen surat utang untuk mendanai APBN. Sehingga jika sebelumnya pemerintah hanya mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN, maka penjualan surat utang negara pun menjadi andalan utama pemerintah dalam berutang.

Sebagai negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam, dengan letak yang sangat strategis, menjadi sangat ironis negara ini hidupnya bergantung pada utang. Pertanyaan bagi kita; kemana potensi sumber daya manusia Indonesia? Kemana potensi sumber daya alam yang melimpah perginya? Tentu ada yang salah dengan sistem ekonomi dan ideologi yang diterapkan di negeri kita. Inilah yang harus direnungkan dan dipecahkan. [JURNAL EKONOMI IDEOLOGIS]

REFERENSI
Direkrorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2010. Perkembangan Utang Negara (Utang Luar negeri dan Surat Berharga Negara) Edisi Oktober 2010.

Sumber: jurnal-ekonomi.org

Strategi Amerika Menguasai Ekonomi Dunia


oleh: Sayyid Abu Ghazi Muhammad Salim

Setelah perang dingin berakhir, komunis runtuh, Uni Soviet pudar dan blok komunisme hancur, AS akhirnya menghadapi musuh barunya; negara-negara Eropa. Kelompok politik dan kesatuan ekonomi ini telah menjadi musuh baru AS, sebab di satu sisi mereka memang mempunyai kemampuan untuk menyaingi AS dalam perda­gangan dunia[1]. Di sisi lain, negara-negara Eropa itu telah mulai bergerak untuk menggabungkan negara-negara Eropa Timur ke dalam Uni Eropa, setelah negara-negara itu melepaskan diri dari sosia­lisme, mengadopsi ide ekonomi Barat, dan menjalankan sistem kapitalisme[2]. 

Pergeseran dan perubahan konstelasi politik internasional itu, telah mendorong AS untuk mengumumkan kelahiran Tata Dunia Baru. Prinsip utama Tata Dunia Baru di bidang ekonomi, tak lain adalah perdagangan bebas dan pasar bebas. Prinsip ini dimaksudkan untuk menjamin terbukanya pasar dunia bagi perdagangan dan penda­patan AS.

Untuk mewujudkan strategi ekonominya ini, AS berupaya mem­perlemah dan memperlambat gerak pasar bersama Eropa dengan mem­bentuk blok-blok perdagangan baru, menghidupkan kesepakatan-kesepakatan lama dan mengaktifkannya kembali, mendirikan NAFTA –beranggota Kanada, AS, dan Meksiko– dan juga, membentuk APEC.

Pada bulan Nopember 1992, atas seruan Presiden Clinton, telah diadakan pertemuan puncak untuk membentuk organisasi kerja­sama ekonomi bagi negara-negara Asia Pasifik itu (APEC). Pendirian organisasi ini –jelas AS berdiri di belakangnya– bertujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas, membuka pasar-pasar, dan menekan bea masuk. Pendiriannya tentu tidak dimaksudkan untuk mewujudkan kesatuan ekonomi dan mata uang sebagaimana pasar bersama Eropa, mengingat terdapat perbedaan kondisi dan situasi politik di antara negara-negara anggotanya. Pendirian APEC mem­punyai makna lain. Jika dengan pendirian NAFTA –yang khusus untuk kawasan Amerika Utara itu– AS dapat memantapkan hegemoni-nya, maka pendirian APEC tersebut maknanya tak lain ialah untuk tetap mengamankan pasar Asia Pasifik bagi AS dari persaingannya dengan pasar bersama Eropa[3]

Dari segi politik, untuk mewujudkan kepentingannya itu AS telah merekayasa krisis Balkan dan mengobarkan perang-perang di sana. AS mengupayakan langkah tersebut tidak melalui PBB, tetapi AS ingin tetap mengendalikan krisis itu sendiri secara politis, dan memaksakan suatu solusi politik serta berupaya merealisasi­kannya, melalui NATO. Dengan demikian, kawasan Balkan –termasuk Yunani, Makedonia, Cyprus, Turki– terus dapat dipertahankannya sebagai bara api yang siap berkobar dan bergolak setiap saat. Ini akan merepotkan dan menyibukkan Eropa.

AS melakukan itu untuk mengacaukan stabilitas Eropa, sebab sudah menjadi aksioma politik yang tak bisa dibantah lagi, bahwa suatu orientasi ekonomi tak akan dapat berjalan stabil dan man­tap, kecuali bila didukung oleh stabilitas politik yang mantap pula. AS mempunyai beberapa alasan untuk itu; AS melihat bahwa Uni Eropa merupakan saingan kuat untuk menantang dan menyaingi AS di bidang ekonomi. Alasan-alasan AS itu adalah :
Pertama, Kesatuan Eropa secara politik dan ekonomi hampir terwujud.
Kedua, Eropa memiliki kemampuan bersaing di bidang perdagangan, sebab Eropa mempunyai kemampuan tinggi dalam produksi barang dan jasa.
Ketiga, Setelah berakhirnya perang dingin dan hancurnya Uni Soviet, lenyaplah momok komunisme yang sebelumnya digunakan AS untuk mengancam Eropa. Eropa seluruhnya lalu berkonsentrasi dan bersiap-siap dengan serius untuk terjun ke dalam kancah ekonomi internasional. Di antara persiapan Eropa nampak dari fakta bahwa seluruh Eropa –yang merupakan negara-negara industri yang pro­duktif– telah menghilangkan hambatan bea masuk di antara mereka, membuka tapal batas negara masing-masing untuk memudahkan perpin­dahan tenaga kerja, dan berusaha mewujudkan kesatuan mata uang. Hal ini yang kemudian mendorong Eropa untuk memasuki pasar-pasar di Asia dan Afrika, di samping faktor utama bahwa Eropa memang mempunyai kapabilitas untuk bersaing dalam pasar bebas.

Ketiga alasan itulah yang kemudian mendorong AS untuk mengacaukan stabilitas politik Eropa dengan menyulut krisis Balkan. Di samping itu AS terdorong pula untuk memperkokoh pasarnya di Asia dan Eropa dengan membentuk kelompok-kelompok ekonomi seperti APEC. Dan patut dicatat, AS pun dalam hal ini telah sukses pula membentuk WTO (World Trade Organization) untuk semakin melicinkan jalannya menguasai ekonomi dunia[4].

Kalau kita membicarakan organisasi-organisasi perdagangan internasional tersebut, perlu kiranya terlebih dulu disinggung sekilas mengenai ASEAN dan APEC.

ASEAN didirikan pada tahun 1967 sebagai persatuan negara-negara di Asia Tenggara, dengan tujuan membendung ekspansi pengaruh komunisme saat itu. Sejak itu, keanggotaan ASEAN telah meliputi enam negara; Malaysia, Indonesia, Brunei, Philipina, Thailand, dan Singapura. ASEAN merupakan kelompok ekonomi terba­tas namun dengan pengaruh luar yang luas. Dapat kita katakan, ASEAN merupakan kelompok yang tidak berhasil merealisasikan tujuan-tujuannya semenjak ia berdiri.

Sedang APEC, mulai muncul ke permukaan sejak tahun 1989 atas prakarsa Australia. APEC menghimpun 17 negara yang berasal dari tiga benua; AS, Kanada, Meksiko, Australia, Selandia Baru, RRC, Jepang, Hongkong, Papua Nugini, Taiwan, Brunei, Malaysia, Indone­sia, Singapura, Philipina, Korea Selatan, dan Thailand. Organisa­si ekonomi internasional ini menggabungkan keanggotaan dua kelom­pok ekonomi besar; yaitu NAFTA yang beranggotakan negara-negara Amerika Utara, dan ASEAN yang beranggotakan negara-negara Asia Tenggara.

Negara-negara anggota APEC tersebut menguasai 40 % dari keseluruhan volume perdagangan dunia, sekaligus merupakan pasar yang jumlah konsumennya mencapai lebih dari 1 milyar jiwa. GATT sebelumnya telah melakukan pembahasan khusus seputar hal ini[5].

Dari seluruh penjelasan tersebut, nampak bahwa AS telah berhasil mencapai target-targetnya untuk merealisasikan prinsip-prinsip yang menjadi landasan ekonominya. AS nampak terus mengem­bangkan dan membangunnya hingga stabil dan mantap, bahkan menja­dikan prinsip-prinsipnya itu sebagai realitas global yang tak bisa dihindari lagi.

Akan tetapi, terwujud dan terbukanya pasar bebas secara internasional itu, niscaya akan menambah semangat untuk bersaing secara internasional pula. Di samping itu, produksi melimpah dari banyak negara dan blok ekonomi akan terus melestarikan sikap saling bersaing, mendominasi, dan menguasai, yang didukung oleh kekuatan militer dan perluasan pengaruh untuk melindungi penimbu­nan-penimbunan produk yang melimpah.
Kondisi ini merupakan benih bencana dan bahaya besar. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Eropa sepanjang abad XIX adalah biang segala kerusuhan dan peperangan. Dari Eropalah terlahir ide imperialisme yang kejahatannya menjangkau kawasan yang amat luas di segenap sudut dunia dan menyeret umat manusia ke jurang pen­deritaan dan malapetaka[6]. Hingga akhir abad XX ini, penderitaan dan melapetaka ini terus dijajakan kepada berbagai bangsa di dunia dengan kedok “pembangunan”, “kemanusiaan”, “kemajuan”, “kerja sama”, dan kedok palsu lainnya. Perlu dicatat pula, AS pun telah mengubah wajah imperialisme lamanya. AS telah menutup-nutupi watak asli imperialisnya dengan kedok kemanusiaan serta diberi label dan sifat internasional, dalam arti tindakan-tindakan kriminalnya senantiasa dilegitimasi atas nama Undang-undang Internasional, dan para pelakunya dilindungi dengan kekua­tan militer internasional atas nama bantuan internasional[7].

Semua fenomena ini tak lain bertolak dan berakar dari pan­dangan hidup Barat –yakni standar manfaat dan kebebasan– yang menjadi landasan ideologi kapitalisme Barat. Ide kapitalisme ini telah mendominasi dunia setelah sosialisme rontok dan negara-negara pendukungnya bubar kiri kanan, karena sosialisme memang tidak mampu memecahkan problem-problem manusia dan gagal mengatur urusan-urusan mereka.

Sesungguhnya, dalam ide-ide kapitalisme itu sendiri terdapat unsur-unsur yang saling memusnahkan satu sama lain. Benih kehan­curannya pun secara inheren terdapat dalam asas dan landasan peradabannya. Hal itu karena telah menjadikan imperialisme seba­gai thariqah (metode) penyebaran peradaban Barat ini. Sedang cara-cara untuk mewujudkan tujuan-tujuan adalah saling bersaing, saling mendominasi, dan saling menguasai.
Di samping itu, mereka pun senantiasa menilai perbuatan manusia dengan tolok ukur manfaat, yang mereka anggap sebagai tolok ukur hakiki. Atas dasar tolok ukur ini, penganut peradaban ini harus terus menjadi penindas bagi pihak lain serta harus saling mendominasi dan bersaing satu sama lain. Pada gilirannya, kapitalisme ini suatu saat nantinya juga akan runtuh dari dalam secara tragis, sebagaimana sosialisme sebelumnya juga telah runtuh dengan cara yang seperti itu.

Mengingat akar terdalam krisis ini bertumpu pada pandangan hidup Barat, oleh karenanya problem dunia saat ini harus dipecah­kan dengan tepat dan fundamental pula dengan cara memusnahkan pandangan hidup Barat tersebut, menjelaskan penyimpangan dan kekeliruannya, menghancurkan standar-standar dan nilai-nilai yang digunakan untuk mengukur segala solusi masalah dan tindakan mereka –seperti pembentukan blok-blok perdagangan yang ada saat ini– yang akhirnya akan dapat menyeret umat manusia ke jurang kehancuran.
Pemusnahan dan pencerabutan pandangan hidup Barat itu harus dilakukan dengan menerapkan pandangan hidup Islam secara nyata, dengan menjadikan Aqidah Islamiyah –termasuk seluruh hukum-hukum yang terpancar darinya dan ide-ide yang dibangun di atasnya– sebagai metode pemecahan terhadap seluruh problem manusia dan pengatur segala urusan mereka.

Secara lebih rinci, pemecahan problem tersebut harus melipu­ti pula hal-hal berikut:
1. Kembali kepada sistem mata uang emas secara internasional.
2. Memberikan batasan-batasan terhadap kebebasan ekonomi dan kebebasan pemilikan, serta menjelaskan kekejaman dan keharaman penipuan, penimbunan, dan riba.
3. Menjelaskan bahaya kelompok-kelompok internasional, baik yang berbentuk pakta-pakta militer maupun yang berbentuk blok-blok perdagangan.
4. Mengundurkan diri dari PBB dan seluruh organisasi-organisa­sinya, serta menjelaskan bahwa PBB adalah alat AS untuk memaksa­kan legalitas adanya dominasi yang kuat atas yang lemah, dan penindasan yang kaya atas yang miskin.

Perlu dicamkan, bahwa hanya dengan berdirinya negara Khila­fah Islamiyah, kita akan dapat –dengan sempurna– memusnahkan pandangan hidup Barat yang sudah usang dan rusak itu serta menghancurkan standar-standar dan nilai-nilai Barat yang mendomi­nasi dan –pada hakekatnya– menjajah di dunia kini. Dengan penerapan Islam oleh Khilafah, keadilan di tengah-tengah manusia akan terasa nyata, bukan utopia lagi seperti saat ini. Dan bila negara Khilafah telah mengumumkan jihad fi sabilillah dan menye­barluaskan risalah Islam ke seluruh dunia, maka ide-ide dan hukum-hukum Islam serta dalil-dalilnya akan dapat tersebar luas di segala penjuru dunia. Sehingga, ide-ide Islam pun akan memenu­hi benak para pemikir dan intelektual. Mereka akan ramai membi­carakannya, misalnya, pada seminar-seminar dan ceramah-ceramah. 

Kemudian, bila negara Khilafah telah menjalankan kewajiban ji­hadnya itu, maka tak ayal lagi seluruh jenis mass media dunia akan meliput dan menyiarkannya secara luas dan menyedot perhatian umat manusia.
Maka, terbitlah fajar Islam. Cahaya fajar itu akan menjadi terang bagi siapa saja yang mempunyai kedua mata. Panji Islam akan berkibar tinggi dan manusia akan berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Allah pun akan menyempurnakan agama ini hingga menjangkau segala tempat yang dijangkau siang dan malam. Pada saat itu, orang-orang beriman akan bergembira dengan pertolongan Allah. Dan Allah akan menolong siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Berkuasa dan Maha Penyayang.

(Sumber : Majalah Al Wa’ie, Wina (Austria), nomor 103, tahun IX (Jumadil Akhir 1416 H/Nopember 1995 M), hal. 35-37. Diterjemahkan secara ekstensif dan diberi catatan kaki oleh : Muhammad Shiddiq Al Jawi)
——————————————————————————–
[1] Sebanyak 37.000 perusahaan berbagai jenis termasuk 170.000 cabangnya di luar negeri, telah mendominasi ekonomi dunia. Ini sekaligus menunjukkan pula persaingan di antara mereka. Perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh 5 (lima) negara : AS, Jepang, Perancis, Jerman, dan Inggris. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut, terdapat 172 perusahaan terbesar di dunia, yang nilai penjualan barangnya antara tahun 1982-1992 mencapai 3000 milyar dolar AS hingga 5900 milyar dolar AS.
[2] Polandia, Hongaria, Chekoslavakia, Rumania, negara-negara Balkan, dan Slovenia telah diupayakan untuk bergabung dengan Uni Eropa.
[3] Patut dicatat bahwa negara-negara APEC menyerap 60 % dari total ekspor AS. Persaingan AS dengan Eropa di Asia Pasifik itu nampak, misalnya, dalam kasus perebutan pasar pesawat terbang di Vietnam. Dua perusahaan industri pesawat AS –Boeing dan McDonnal Douglas– telah memasuki pasar Vietnam untuk menyaingi Airbus, perusahaan industri pesawat Eropa.
[4] WTO terbentuk pada tanggal 15 April 1994 di Maroko, beranggota 124 negara, sembilan di antaranya adalah negeri muslim; Maroko, Mesir, Tunisia, Aljazair, Kuwait, Bahrain, Republik Emirat arab, Qatar, Mauritania. Sebelum akhir 1994, negara-negara yang tergabung dalam WTO harus meyakinkan parlemennya untuk menerima seluruh isi teks. Pada awal 1995, segala kesepakatan sudah harus dijalankan. Organisasi ini, ditambah Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) menguasai secara sempurna perdagangan, moneter, perburuhan, pertanian, jasa, keimigrasian, dan undang-undang yang berkaitan dengan itu semua di seluruh dunia ini.
[5].GATT (General Agreement on Tariff and Trade), dibentuk setelah berakhirnya Perang Dunia II oleh negara-negara yang menang perang. Tetapi perang dingin telah membekukan kesepakatan itu. Sejak sekitar tahun 1987 dimulai perundin­gan-perundingan yang disebut Putaran Uruguay, yang dihadiri oleh AS, negara-negara Eropa Barat, dan beberapa negara lain, dengan tujuan untuk memasarkan produk-produk dan memperoleh bahan baku murah. Selama tujuh tahun perundingan, telah dihasilkan teks sebanyak 22.000 lembar, beratnya kurang lebih 145 kg. Kini putaran perjanjian itu telah berakhir, dan pada tanggal 15 April 1994, terbentuklah WTO (World Trade Organization ) sebagai kelanjutannya.
[6] Contoh : Perancis menjajah Aljazair (1830), Tunisia (1881), Maroko (1912), dan Syam (1920). Inggris menjajah India (1857), Mesir (1882), Irak (1914), dan Palestina (1918). Perang Dunia I (1914-1918) telah menelan korban jiwa tak kurang dari 21.000.000 orang. Perang Dunia II (1939-1945) menelan korban 35.513.877, di antaranya yang mati terbunuh sebanyak 8.543.515 orang. Pada hari keenam setelah jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, korban yang tewas antara 210.000-240.000, belum terhitung yang luka atau cacat seumur hidup. Dan jangan lupa, kapitalisme di abad XIX, telah “berjasa” melahirkan ideologi Sosialisme yang dirintis oleh Karl Marx (1818-1883), sebagai reaksi dari kedzaliman kapitalisme atas rakyat kecil.
[7] Undang-Undang Internasional saat ini berasal (hanya) dari kesepakatan dan konvensi antara perkumpulan negara-negara Nashrani Eropa sejak abad XVI M. Peraturan inilah yang lalu ditetapkan sebagai peraturan bagi LBB (Liga Bangsa-bangsa) dan selanjutnya, juga bagi PBB. Undang-undang ini inilah yang lalu digunakan PBB –sebagai alat AS dan Barat– untuk menghakimi berbagai krisis dunia. Semenjak berdirinya pada tahun 1945 hingga kini, PBB dengan Undang-Undangnya itu telah berperan dalam “penyelesaian” sekitar 150 pertikaian regional dan internasional. Dan untuk itu, sebanyak 20 juta nyawa telah mel­ayang. Inilah antara lain hasil karya PBB selama ini.

Sumber: www.jurnal-ekonomi.org

Otonomi Daerah: Alat Konglomerasi Internasional


Oleh : Husain Matla

Apa hubungan antara otonomi daerah dan kesejahteraan? Mengapa dalam era otonomi daerah sekarang justru kemiskinan sangat merajalela? Sebagaimana dinyatakan Bank Dunia, angka kemiskinan di Indonesia mencakup lebih dari 70 juta jiwa. Lantas apakah berarti otonomi daerah justru berkorelasi negatif terhadap kesejahteraan?
Sebelum kita meneliti semua itu, setidaknya bisa kita temukan fakta bahwa lahirnya otonomi daerah di Indonesia lebih karena perubahan kondisi politik daripada alasan paradikmatik-empirik. Tahun 1998, masyarakat Indonesia merasakan kemuakan atas pemerintahan yang sangat sentralistis dan ingin menuju pola masyarakat yang lebih menjanjikan kebebasan. Realitasnya, setelah masyarakat Indonesia berada dalam era otonomi daerah, berbagai problem bermunculan dan implemenasi atas konsep otonomi itu memunculkan banyak konflik baik vertikal maupun horizontal.
Dalam paparan singkat ini, penulis ingin memberikan catatan bahwa pelaksanaan otonomi daerah pada faktanya telah menimbulkan empat problem.

Empat Problem Otonomi Daerah

Pertama, pudarnya negara kesatuan. Dalam negara kesatuan, pemimpin negara adalah atasan para pemimpin di bawahnya. Namun di Indonesia, apakah faktanya memang demikian? Kenyataannya sangat jauh dari itu. Bagaimanapun para gubernur, bupati, dan walikota untuk terpilih butuh dukungan partai-partai. Realitas ini membuat mereka lebih taat pada pimpinan partai yang mendukung mereka. Undangan pertemuan pemerintah di atasnya sering diabaikan, sementara undangan pimpinan partai ditanggapi segera, bahkan cepat-cepat berangkat dengan memakai uang negara. Ini membuat Indonesia seperti mempunyai banyak presiden. Walaupun para pimpinan partai tidak memerintah, tapi mereka mengendalikan para gubernur dan kepala daerah yang didukung partai mereka.
Kedua, lemahnya jalur komando. Dalam konsep otonomi daerah, para gubernur bukan atasan bupati/walikota. Sementara pemerintah pusat membawahi daerah yang jumlahnya lebih dari empat ratus buah. Di sisi lain, gubernur juga merupakan jabatan politis yang untuk meraihnya membutuhkan dukungan politik partai. Seringkali yang terjadi presiden, gubernur, dan bupati/walikota berasal dari partai yang berbeda. Kiranya, adalah wajar kalau dengan semua itu jalur komando dari pusat ke daerah menjadi terputus. Kemampuan pusat hanyalah mengkoordinasikan seluruh pemerintahan di bawahnya, itupun dalam tingkat koordinasi yang sangat lemah. Ini mengakibatkan program-program pemerintah pusat tidak berjalan, padahal banyak program yang sangat penting demi keselamatan rakyat. Alasan Menkes Siti Fadilah Supari terkait kegagalam penanganan flu burung, dimana instruksi dan dana dari departemen kesehatan tidak mengalir ke sasaran karena para kepala daerah tidak mempedulikan (sehingga banyak korban berjatuhan), kiranya cukup relevan sebagai contoh.1 Realitasnya NKRI sekarang telah tiada. Yang ada hanyalah persekutuan ratusan kabupaten dan kota di Indonesia.2
Ketiga, semakin kuatnya konglomeratokrasi. Putusnya jalur komando dalam pemerintahan di Indonesia terasa sangat ironis jika melihat kekuatan komando di partai dan perusahaan. Partai dan perusahaan umumnya bersifat sentralistis. Pimpinan pusat bagaimanapun juga adalah atasan pimpinan di tingkat provinsi. Dan pimpinan tingkat provinsi adalah atasan pimpinan tingkat daerah. Ini membuat partai dan perusahaan di Indonesia jauh lebih solid daripada pemerintah. Partai dan perusahaan lebih terasa sebagai suatu pihak. Ini lain dengan pemerintah yang lebih terasa sebagai kumpulan atau bahkan sekedar tempat persaingan. Dengan melihat bahwa pemerintahan di Indonesia terpecah-pecah, pemimpin pemerintahan butuh dukungan partai, dan partai butuh dana yang umumnya mengandalkan dukungan para konglomerat, maka bisa disimpulkan bahwa konglomerat merupakan subjek atas partai dan partai merupakan subjek atas pemerintah. Ini berarti yang berkuasa di Indonesia adalah para konglomerat. Realitas ini semakin terasa parahnya jika mengingat bahwa Indonesia sangat tergantung modal asing dan bahwa kekuatan korporasi di dunia saat ini di atas negara (sebagaimana dinyatakan Prof. Hertz, dari 100 pemegang kekayaan terbesar di dunia sekarang 49-nya adalah negara, sementara 51-nya perusahaan; kekayaan Warren Buffet, orang terkaya di dunia, di atas APBN Indonesia).3 Bisa dibayangkan jika di jaman dulu puluhan kerajaan dengan kondisi politiknya yang mungkin terpecah bisa dikuasai oleh VOC (sebuah perusahaan dunia), bagaimana sekarang ratusan daerah yang umumnya secara politis sudah terpecah menghadapi puluhan VOC baru yang kekuatannya di atas negara? Dari fakta ini saja sangat bisa dipahami mengapa Indonesia berada dalam cengkeraman korporatokrasi/konglomeratokrasi.4
Keempat, terabaikannya urusan rakyat. Asumsi yang diberlakukan dalam konsep otonomi daerah adalah rakyat bisa mengurus dirinya sendiri. Pelaksanaan asumsi ini adalah bahwa para gubernur, bupati, dan walikota, walaupun tidak dalam komando pemerintah pusat, tetapi dalam kontrol DPRD setempat. Sayangnya, bagaimanapun juga DPRD mempunyai realitas yang sama dengan para pimpinan pemerintahan dalam hubungannya dengan partai dan korporasi/konglomerat. Ini berarti kekuasaan korporasi justru semakin mengakar. Realitas ini bisa dilihat dari fakta bahwa berbagai parameter keberhasilan adalah ukuran korporasi, bukan ukuran kesejahteraan rakyat. Padahal, seringkali hitungan korporasi tidak sesuai dengan hitungan kesejahteraan. Dengan ukuran pendapatan per kapita (angka yang dibutuhkan korporasi), banyak kabupaten di Indonesia mempunyai pendapatan per kapita di atas Rp.18 juta per tahun (Rp. 1,5 juta/bulan atau Rp. 6 juta / keluarga). Itu berarti banyak keluarga di Indonesia yang mempunyai penghasilan di atas keluarga doktor. Kenyataannya, lebih 70 juta lebih rakyat miskin (angka kemiskinan merupakan hitungan kesejahteraan). Indonesia memang negeri yang sangat aneh. Berbagai bentuk iklan semakin megah dan meriah. Tapi jalan-jalan semakin berlubang.
Kiranya, empat problem di atas sudah bisa menggambarkan bagaimana hubungan antara otonomi daerah dengan munculnya berbagai problem di Indonesia. Dengan otonomi, harapannya adalah suasana yang lebih bebas dan desentrlistis. Kenyataannya, sentralisasi lama dipreteli kekuasaannya untuk masuk sentralisasi baru, yaitu kekuasaan korporasi/konglomerasi internasional.

Solusi Syariah

Selain konsep otonomi daerah, alternatif solusi lain yang dalam dekade terakhir mulai menjadi bahasan banyak pihak untuk memperbaiki kesejahteraan negeri ini adalah konsep ekonomi syariah. Hanya saja, sebenarnya kita perlu membahasnya secara lebih makro, yaitu solusi syariah secara makro untuk negara. Selain terasa janggal jika rakyat Indonesia yang mayoritas muslim tidak pernah mencoba membahas tentang solusi syariah, solusi syariah sendiri secara paradikmatik-empirik mempunyai beberapa kekuatan. Solusi syariah secara makro juga mempunyai pandangan khas tentang desentralisasi. Terdapat beberapa hal yang menjadi kebijakan negara berdasar solusi syariah.
Pertama, sentralisasi politik. Selama ini orang umumnya trauma jika berbicara tentang sentralisasi. Semua itu bisa dipahami jika mengingat sentralisasi di jaman Soeharto (Orde Baru). Namun sentralisasi dalam syariah cukup berbeda dengan sentralisasi orde baru. Sentralisasi orde baru cukup ekstrim. Pemerintah pusat bukan hanya merupakan atasan pemerintahan di bawahnya. Tapi juga mempreteli kekuasaan di bawahnya dan mencengkeram dengan sangat kuat berbagai bidang operasional daerah dengan berbagai departemennya. Sentralisasi dalam syariah lebih menekankan agar negara berada dalam satu kesatuan politik. Ini dilakukan dengan cara khalifah (kepala negara) mempunyai akses komando atas pemerintahan di bawahnya, berhak mengangkatnya, dan berhak memberhentikannya. Sedangkan kekuasaan yang langsung dipegang pemerintah pusat itu sendiri lebih pada kekuasaan yang tidak bersifat operasional dan administratif, seperti militer, kepolisian, luar negeri, ekonomi kebijakan, dan keuangan.5 Dalam pemerintahan Islam biasa dikenal wali zakat dan wali sholat.6 Wali zakat adalah gubernur keuangan dalam tiap-tiap provinsi, yang menjadi saluran input keuangan dari daerah ke pusat. Sementara wali sholat adalah gubernur sebagaimana dalam pengertian sekarang, yang memikirkan urusan rakyat dengan anggaran yang dibutuhkan –hanya saja dalam Islam anggaran meminta ke pusat sesuai kebutuhannya. Ini berarti sektor input dan output keuangan berada dalam jalur yang berbeda. Kondisi ini diharapkan akan menguntungkan daerah dalam beberapa hal: komando pusat, anggaran yang jelas, lebih bersih dari politisasi dalam amsalah operasional, dan lebih terjaga dari korupsi. Bagi negara secara keseluruhan lebih utuh secara politik.
Kedua, kontrol pemerintahan yang sehat. Gambaran pemerintahan dengan strukur pohon di atas barangkali memunculkan kekhawatiran. Yaitu: kesewenang-wenangan pemerintah pusat dan kurangnya partisipasi publik dan partisipasi daerah. Hal ini sebenarnya bisa dihindari dengan fakta bahwa syariah lebih menekankan agar pemerintah pusat dikontrol, bukan dipreteli kekuasaannya. Beberapa hal yang disiapkan syariah untuk menciptakan kondisi ini adalah: 
1) Larangan memberhentikan mahkamah mazhalim (pimpinan peradilan negara) ketika sudah mendapat aduan tentang pemerintah. 
2). Anggota majelis umat (dewan perwalikan) dipilih langsung oleh rakyat. 
3) Majelis Umat terdapat di pusat, provinsi,dan daerah. Mereka merupakan lembaga kontrol dan masukan.
4). Partai politik bebas berdiri sepanjang berdasarkan syariah Islam, tugasnya bukan mencari kedudukan tapi mengontrol pemerintahan dan menyuarakan aspirasi masyarakat.7 Jadi, berdasar syariah pemerintah pusat dipaksa kuat, tapi juga dijaga supaya waras. Kondisi ini juga lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk mempunyai pemerintahan yang baik, bukannya “ingin memerintah sendiri.
Ketiga, desentralisasi administrasi. Sungguhpun berlaku sentralisasi politik, tapi administrasi terdesentralisasi. Berbagai bidang operasional seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan kebutuhan publik menjadi tanggung jawab daerah.8 Dengan melihat fakta bahwa daerah tidak menjadi jalur input keuangan tapi jalur output pelayanan, maka rakyat akan merasakan manfaat desentralisasi. Desentralisasi tidak akan dirasakan sebagai naiknya karcis parkir dan melambungnya pajak seperti saat ini. Desentralisasi akan dirasakan sebagai kecepatan dalam pelayanan.
Keempat, orientasi pemerataan. Berbeda dengan sistem ekonomi yang ada sekarang yang menganggap masalah ekonomi adalah kelangkaan, penanganan kelangkaan butuh produksi, pelaksanaan produksi butuh korporasi, kelancaran korporasi butuh peran pemerintah sebagai fasilitator korporasi; sistem ekonomi Islam mempunyai filosofi berbeda. Sistem ekonomi Islam berdasarkan filosofi tersendiri, yaitu masalah ekonomi adalah kurangnya distribusi, pelaksanaan distribusi butuh peran negara, peran negara butuh kebijakan yang adil, kebijakan yang adil butuh rujukan syariah. 
Kenyataannya, syariah memang sangat mengatur masalah distribusi. 
1). Zakat untuk mengembalikan fakir, miskin, dan gharim (penghutang) kembali ke titik nol. 
2). Seluruh sumber daya alam adalah milik umat dan dipakai untuk sesejahteraan umat sedangkan negara sekedar pengelola. 
3) Kebijakan agraria yang sangat melindungi petani, seperti larangan menganggurkan tanah tiga tahun, penyitaan negara atas tanah yang dianggurkan, serta kebolehan memagari tanah kosong.9
Sedikit contoh paradigma syariah Islam dalam kehidupan bernegara itu kiranya bisa menjadi pertimbangan baru untuk mengambil langkah yang tepat untuk negeri ini.

Referensi:
1. Siti Fadilah Supari, Saatnya Dunia Berubah; Tangan Tuhan di Balik Flu Burung, SWI, Jakarta, 2008. Lihat bagian Perjuangan Belum Selesai, hal 142.
2. Husain Matla, Demokrasi Tersandera? Menyingkap Misteri 2 ¼ Abad (1783- sekarang), Big Bang, Semarang, 2007. Lihat hal 50, bab Planet Robot.
3. Lihat hal 8 dari Perampok Negara (edisi Indonesia), karya Noreena Herzt,bagian Monster-monster Perusahaan, terbitan Alenia, Jogjakarta, 2005.
4. Jurnal Al-Waie Januari 2008, Demokrasi dan Kedaulatan Pemilik Modal, Husain Matla.
5. Nizhamul Hukmi fil Islam, Taqiyuddin An-Nabhani, Daarul Bayaarid, Beirut, bagian Nizham Khilafah
6. Ibid. bagian Wali
7. Ibid, bagian Majlisul Ummah, Qadhi Mazhalim
8. Lihat An-Nizham al-Iqtishadiyu fil Islam, Taqiyuddin An-Nabhani, bagian Milkiyah
 
Husain Matla, ST, MM adalah penulis produktif. Beberapa buku yang bernuansa ideologis telah lahir dari pena aktivis Hizbut Tahrir Jawa Tengah yang menyelesaikan pendidikan masternya di Magister Manajemen Universitas Diponegoro Semarang (2002). Saat ini aktif sebagai Ketua Divisi URC HTI Jateng dan Direktur MATLa Institute. Pada Jurnal Ekonomi Ideologis Husain Matla mengasuh rubrik baru Percaturan Ideologi.
Sumber: jurnal-ekonomi.org