Selasa, 04 Januari 2011

Dibuka Lowongan: Menjadi Joki Napi ala LP Bojonegoro


Lagi, sebuah “keajaiban” terjadi di penjara negeri ini. Setelah skandal pelesiran Gayus Tambunan ke Bali, meski ia sedang dibui di tahanan Brimob, kali ini sebuah kasus aneh tapi nyata yang lain terjadi lagi di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bojonegoro, Jawa Timur.





Terbongkar Jumat pekan lalu, seorang narapidana bernama Kasiem (55 tahun) berhasil mengakali petugas dengan menyelundupkan seorang joki-napi bernama Karni (50) untuk menggantikan posisinya mendekam di kurangan dengan upah Rp10 juta saja. Kasiem terbelit kasus pupuk bersubsidi dan diganjar hukuman penjara tiga bulan 15 hari.
Yang “hebat”, akal-akalan ini baru terbongkar empat hari setelah Karni meringkuk di sel. Yang memergoki bukan petugas. Kasus itu terungkap saat anggota keluarga terpidana datang membesuk. Mereka kaget bukan buatan karena yang ada di dalam bui, bukanlah Kasiem, melainkan Karni yang seorang perempuan.

Para pejabat langsung kebakaran jenggot. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengaku terperanjat mendengar kabar ini. "Saya juga terkejut. Ini modus operandi baru," katanya di kantornya di Jakarta, Senin, 2 Januari 2010.

Menteri Patrialis menerangkan kasus memalukan ini terjadi saat Kejaksaan Negeri Bojonegoro mengeksekusi hukuman pada 27 Desember 2010. Ketika itu, aparat kejaksaan membawa seseorang atas nama Kasiem binti Kasmuji ke dalam tahanan.

"Namanya siapa dan dibikin berita acaranya dan itu dihadiri petugas Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Saat sudah dikonfirmasi, ya masuk seperti biasa, ditempatkan di blok wanita," katanya.

Patrialis menjelaskan, dalam proses eksekusi itu ada verifikasi data dan foto terpidana. Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM percaya penuh pada petugas kejaksaan yang melakukan eksekusi. "Kami kan hanya menerima laporan dari kejaksaan. Siapa orangnya pun saya tidak tahu," kata Patrialis. "Masak kami tidak percaya kejaksaan?"

Seperti atasannya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Timur, Mashudi, tak ketinggalan mencak-mencak. Kepada wartawan, dia menyatakan ada mafia hukum yang ikut bermain. Tak jelas siapa yang dia maksud. "Kami turunkan tim untuk melakukan investigasi di Lapas,” katanya.

Mashudi berdalih penyelundupan joki-napi itu bukanlah tanggung jawab aparat lembaga pemasyarakatan. "Kami ini sifatnya pasif hanya menerima. Jadi, itu merupakan kesengajaan pihak yang mengantar. Saya protes keras dan meminta instansi terkait untuk mengusut sampai tuntas," katanya, berapi-api. 

Toh demikian, Mashudi mengakui petugas LP Bojonegoro bisa dikenai sanksi karena teledor dan baru mengetahui kejadian tersebut selang beberapa hari. "Karena ini sudah bermalam beberapa hari baru diketahui. Apalagi tingkat kepadatan LP Bojonegoro tidak begitu tinggi," katanya. "Saya minta semua yang terlibat diperiksa, termasuk Kepala LP, karena penerimaan dan pelepasan napi menjadi tanggung jawabnya."
Sebagai pihak yang mengeksekusi tahanan, Kejaksaan Agung pun langsung mengambil langkah. Jaksa Agung Basrief Arief sontak memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy untuk menginvestigasi.

"Jamwas sudah melaporkan bahwa dia sudah minta Asisten Pengawasan Jawa Timur untuk sementara melakukan pemeriksaan," kata Basrief di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. "Para pelakunya pasti kami tindak tegas."

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mulyono,  menjelaskan pihaknya sejauh ini sudah memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro Wahyudi, Kepala Seksi Pidana Khusus Hendro Sasmito, dan jaksa Pidana Khusus, Widodo. Tiga lainnya juga turut diperiksa dan dipanggil. Mereka adalah Atmarai, petugas LP yang saat kejadian bertugas jaga; kuasa hukum Kasiem, Hasnomo; dan Kepala LP Bojonegoro.

Pada Senin, 3 Januari 2011, mereka diperiksa secara maraton selama enam jam, mulai pukul 08.00 WIB hingga 14.30 WIB.

Anggota parlemen tak ketinggalan angkat suara. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santosa menyatakan kasus ini telah mencoreng tiga institusi hukum sekaligus--lembaga pemasyarakatan, kejaksaan, dan kepolisian. "Aneh, kok alat negara tidak bisa menengarai hal itu. Harus ada evaluasi total," dia menegaskan.

Keanehan itulah yang kini sedang diselidiki aparat. Kata Mulyono dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, pemeriksaan ditujukan untuk menjelaskan "kenapa bisa sampai terjadi peristiwa yang baru pertama kali terjadi di Indonesia ini."

Sumber: wartadelanggu.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar