Rabu, 05 Januari 2011

Gayus: 5 Modus Permainan Pajak 'Dibiarkan' Polisi


Gayus: 5 Modus Permainan Pajak 'Dibiarkan' Polisi














Terdakwa kasus mafia pajak dan mafia hukum, Gayus Halomoan Tambunan mengaku telah menceritakan banyak kasus yang melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Pajak. "Namun tak ada (kasus) yang diangkat sama sekali," ujar Gayus dalam pledoinya yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011).

Dalam pledoi berjudul "Indonesia Bersih...Polisi dan Jaksa Risih...Saya Tersisih...", Gayus menyatakan setidaknya telah menceritakan lima modus permainan pajak yang kerap terjadi di Ditjen Pajak. "Saya tidak habis pikir kenapa polisi menganggap tak menarik cerita saya tentang para pejabat dan wajib pajak itu," kata mantan pegawai Ditjen Pajak tersebut.

Satu dari lima modus itu adalah negosiasi Surat Ketetapan Pajak. Negosiasi itu terjadi di tingkat tim pemeriksa pajak. Tujuannya adalah meningkatkan atau menurunkan nilai pajak. "SKP tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP kurang bayar maupun SKP lebih bayar dalam rangka restitusi pajak," ujarnya.

Selain itu, modus lainnya terjadi di tingkat penyidikan pajak. Misalnya dalam mengungkap penyidik atas faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini, menurut Gayus, selain diperintahkan untuk membetulkan SPT Masa PPN, wajib pajak juga akan ditakut-takuti untuk dijadikan tersangka oleh penyidik. "Yang ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi," tandasnya.

Modus ketiga adalah penyelewengan fiskal luar negeri di bandara-bandara internasional. Hal ini, menurut Gayus sering terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang KUP pada 2008. "Waktu itu orang yang mau keluar negeri diwajibkan membayar fiskal sebesar Rp 2,5 juta."

Sedangkan modus keempat adalah penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Menurutnya, permohonan itu seharusnya diproses paling lama 12 bulan. Sesuai dengan pasal 26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, "Jika permohonan tersebut tak selesai atau belum diproses maka Ditjen Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapa rupiah pun nilai keberatan yang dimintakan," paparnya.

Modus selanjutnya, menurut Gayus, adalah penggunaan perusahaan luar negeri, khususnya Belanda untuk menggelapkan pajak. Terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan Belanda dimana bunga tersebut lebih dari 2 Tahun, maka dapat dikenakan Pajak Penghasilan pasal 26 sebesar nol persen. "Potensi penggelapan mencapai ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah," ungkapnya.

Terakhir, adalah modus yang sering terjadi dalam jual beli saham antar perusahaan satu grup. Pembelian saham ini, menurut Gayus, seringkali diklaim sebagai kerugian investasi sehingga kerugian dibebankan sebagai biaya yang menggerus keuntungan perusahaan dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-belli saham tak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya," katanya.

Modus-modus tersebut, menurut Gayus semuanya telah dibeberkan kepada penyidik tim independen. Namun, tak ada satu pun cerita ini ditindaklanjuti. "Timbul tanda tanya besar di pikiran saya. Apakah Ditjen Pajak memang bersih?" ujarnya. "Atau ada setting untuk melokalisir kasus hanya kepada saya. Atau Polri tak mampu bekerja secara profesional untuk menjerat mafia pajak sebenarnya," kata Gayus. (*/Tempo)

Sumber: jakartapress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar