Minggu, 13 Februari 2011

Akhirnya Mubarak Mundur dari Kekuasaannya (3)

foto
Hosni Mubarak.

Lengsernya Mubarak Mirip Skenario untuk Indonesia


Sehari sebelum Presiden Mesir Husni Mubarak menyatakan mundur, Presiden Amerika Serikat Barack Obama telah memberikan sinyal-sinyal bahwa AS mendukung turunnya Mesir.

"Kita akan melihat sejarah baru di Mesir," begitu kata Obama, Kamis 10 Februari, sehari sebelum Mubarak lengser.

Mubarak akhirnya resmi mundur pada 11 Februari 2011 dan menyerahkan kekuasannya kepada Dewan Tertinggi Militer.

Keputusan itu tak terlalu mencengangkan, mengingat Amerika Serikat juga sudah mempersiapkan tiga skenario untuk Mesir. Pertama skenario seperti penggulingan Shah Iran Mohammad Reza Pahlevi. Kedua, skenario seperti lengsernya Soerhato di Indonesia. Ketiga, skenarioa seperti Rumania.

Dari ketiga skenario itu, senario Indonesia adalah yang paling cocok buat Mesir. Terbukti, Mubarak mundur dan menyerahkan kekuasaannya dengan damai kepada militer. Di Indonesia Soeharto mundur, lalu diserahkan kepada wakil presiden B.J. Habibie. Inilah detail kesamaan Mesir dan Indonesia:

Pada tahun 1998, kekuasaan otoriter Presiden Soeharto selama 32 tahun berakhir. Dia adalah sekutu lama AS yang penghentiannya sangat ditakuti di Gedung Putih. Tetapi pada akhirnya, negara Muslim yang paling padat penduduknya itu membuat transisi berantakan dan panjang menuju demokrasi. Dan sampai sekarang tetap menjadi mitra utama dari Amerika Serikat.

Thomas Carothers, wakil presiden untuk studi di Carnegie Endowment for International Peace, merujuk pengalaman Indonesia sebagai skenario yang lebih mungkin untuk Mesir dibanding skenario Iran. Meski hal itu, menurut dia, jalan itu masih akan sulit. Tetapi ada kesamaan antara Mesir dan Indonesia: tradisi yang relatif sekuler, militer yang kuat yang (sejauh ini) menolak untuk menindas pengunjuk rasa, dan pemberontakan yang dipimpin oleh campuran dari pemuda dan masyarakat sipil.

Hal yang sama juga diungkapkan Tom Malinowski dari Human Rights Watch. Menurut dia, pemulihan kebebasan politik di Mesir akan memberdayakan kekuatan politik lebih moderat untuk muncul, seperti di Indonesia, dengan militer membantu untuk memberikan stabilitas selama transisi.




Kejatuhan Mubarak Mirip Dua Bekas Presiden Indonesia  

foto 
Pendemo anti pemerintah menginjak spanduk bergambar presiden Mubarak 
di depan gedung Parlemen Mesir

Pengamat politik internasional Dewi Fortuna Anwar menilai kejatuhan bekas Presiden Mesir Husni Mubarak mirip mantan Presiden Indonesia, Soekarno dan Soeharto.

Dari segi kekuatan rakyat yang menuntut demokratisasi, gerakan massa di Mesir serupa dengan jatuhnya Soeharto di Indonesia pada 1998. "Konteksnya, people power versus pemerintahan yang otoriter," ujarnya saat dihubungi Tempo, Sabtu (12/2).

Namun jika dilihat dari sisi lain, yakni saat tampuk pemerintahan diserahkan pada militer, maka apa yang terjadi di Mesir justru mirip dengan kondisi Indonesia pasca-Soekarno tahun 1966.

Namun, kata Dewi Fortuna, konteks Mesir dan Indonesia soal kekuasaan militer itu berbeda. "Di Mesir, militer tidak terlibat langsung dalam pemerintahan, berbeda dengan dwifungsi ABRI di masa Orde Baru," kata Deputi Sekretariat Wakil Presiden Bidang Politik tersebut.

Karena tak terlibat dalam pemerintahan, kata Dewi, militer masih memiliki kredibilitas di mata rakyat Mesir, sehingga masyarakat tak terlalu cemas ketika kekuasaan dipegang militer. Rakyat justru tidak percaya pada polisi, yang dulu digunakan Mubarak untuk menekan rakyatnya.

Presiden Mubarak, Jumat malam kemarin mundur dari jabatan yang telah didudukinya selama sekitar 30 tahun. Pengunduran diri Mubarak ini disampaikan Wakil Presiden Mesir, Omar Suleiman melalui saluran televisi setempat. Selanjutnya, Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada militer Mesir.



AS Membandingkan Kejatuhan Mubarak dengan Soeharto  


foto 
Hosni Mubarak.

Lengsernya Presiden Mesir Husni Mubarak mengingatkan kita akan kejatuhan Soeharto pada 1998. Saat itu, demontsrasi besar-besaran tak hanya digelar di Jakarta tapi juga pelbagai kota lain. Mereka satu suara: Turunkan Soeharto.

Ini pula yang terjadi di Mesir tiga pekan terakhir ini. Massa terus menekan agar Mubarak turun. Itu harga mati.

Laman The Wall Street Journal, Jumat, menyebut pemerintah Amerika Serikat memakai pergolakan di Indonesia pada pertengahan 1998 menjadi model transisi kekuasaan yang sukses di negara yang mayoritas penduduknya Muslim.

Mereka mengerahkan beberapa ahli kebijakan luar negeri untuk menganalisi apa yang membuat Indonesia tidak jatuh ke tangan para tokoh Islam --padahal mayoritas penduduknya Muslim--, namun tetap sekuler dengan dukungan dari militernya.

Seorang pejabat Gedung Putih yang tak disebutkan namanya, mengatakan revolusi di Indonesia dikenal berhasil membuka sistem politik dan ekonomi yang paling transparan di Asia Tenggara. Pertanyaan, bagaimana Indonesia berhasil menyeimbangkan peran Islam dan kelanjutan peran militer di pemerintahan?

Di Mesir, gerakan Ikhwanul Muslimin dikenal memiliki peran sangat besar dalam revolusi Mesir. Ini yang membedakan dengan Indonesia dimana peran gerakan umat muslim relatif kecil pada reformasi 1998.

Besarnya peran Ikhwanul Muslimin ini membuat pemerintahan Obama ketar-ketir. Mereka khawatir, pasca mundurnya Mubarak, Mesir akan menjadi negara Islam seperti Iran dengan Revolusi 1979-nya.

Karen Brooks, ahli politik luar negeri yang membantu mengamati Indonesia pada pemerintahan Clinton dan Bush, mengatakan pemerintahan Indonesia berhasil berkembang menjadi negara sekuler dengan sedikit sekali pengaruh dari politik Islam. Hal ini ujar Brooks, adalah karena pemilu selanjutnya dilakukan setahun setelah penggulingan Soeharto, sehingga partai sekuler mempunyai waktu untuk berkembang.

Sementara selama 30 tahun menuju transformasi demokratis Indonesia, kata Brooks, partai Islam terlihat kesulitan mengumpulkan suara mayoritas.

Ini berbeda dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir yang bisa berkembang pesat. Selain itu, ia juga satu-satunya partai yang telah menyiapkan kampanye untuk pemilu selanjutnya. Di sinilah kekhawatiran Amerika itu. Mereka khawatir pada pemilu berikutnya partai ini akan berkuasa.

Presiden Amerika Serikat sendiri, Barack Obama seperti dilansir VOA menyambut baik pengunduran diri Mubarak itu. Mubarak, kata Obama, telah menanggapi tuntutan rakyat Mesir yang haus akan perubahan. "Suara rakyat Mesir telah didengar," katanya. Mesir, kata dia, kini harus pindah ke kekuasaan sipil dan demokratis.

Meski begitu, Obama mengingatkan bahwa pengunduran diri Mubarak ini hanyalah awal transisi di negara itu. "Ke depan akan terbentang hari-hari yang sulit," kata Obama dalam pidatonya di Gedung Putih, Jumat (11/2).


Sumber: tempointeraktif.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar